Titlle : Love Letter

Author: Sherry Kim

Cast : Yunjae

Yunho - Jaejoong

Rate : M

Genre : Romance.

Disc : Pemeran milik Tuhan YME, dan diri mereka sendiri. Author hanya meminjam nama mereka.

Happy Reading...!

Selembar surat tergeletak indah di dalam kotak surat sebuah teras rumah bergaya pedesaan, rumah pondok bercat biru berlantai dua mungil dengan taman bungan mawar merah yang sedang mekar memenuhi pekarangan mengapit jalan setapak menuju pintu utama pondok.

Surat tanpa nama penerima yang di tunjukan kepada Kim Jaejoong. Satu satunya penghuni rumah pondok mungil yang jauh dari pusat kota.

Surat cinta berpita merah yang ia terima untuk kesekian kali dalam waktu sebulan terakhir, atau tepatnya sebulan sejak ia datang ke rumah pondok peristirahatan keluarga, bertempat di Gwangju.

Kim Jaejoong Pemuda manis yang sebulan lalu menjalani operasi donor Jantung memutuskan untuk mengistirahatkan diri di kota kecil tempat kelahiran sang Ayah sampai ia merasa kondisi tubuhnya mulai pulih. Pria manis itu tersenyum menawan mendapati inisial nama pengirim yang tertulis di ujung kanan bawah Amplop, Mr. J.

Melangkah masuk kedalam rumah langkah kakinya membawa diri kesebuah pintu di lantai dua, kamar utama. Setumpuk surat lain berpita merah menumpuk di atas meja kayu Ek berukiran indah dalam kamar besar Jaejoong. Pria manis itu mengumpulkan surat tersebut setiap hari dan tahu bahwa surat itu di tunjukan untuk dirinya oleh seseorang yang mengawasi kegiatan dirinya sepanjang hari. Tertulis dengan jelas kebiasaan atau kegiatan yang sering ia lakukan setiap hari dan menjadi topik utama surat surat yang ia terima sebelumnya.

Masih dengan coretan garis lurus tulisan dan lekukan indah setiap kata yang tertoreh di atas lembaran putih yang sama, menjadi hiburan tersendiri untuk Jaejoong ketika membaca goresan indah tersebut membuatnya tersenyum. Tidak ada waktu lenggang yang tersisa karena setiap harinya ia membaca surat demi surat itu di mulai dari kiriman pertama sampai akhir. Sungguh konyol memang, karena dirinya begitu tertarik oleh apa yang seseorang itu tulis untuknya hari ini.

Usai membaca surat tersebut Jaejoong menarik laci dan mengeluarkan pulpen dari dalam sana, pria jemari lentik miliknya menulis beberapa bait kata, ia selalu membalas surat surat tersebut setiap kali ia menerima tanpa ada niat untuk mengirim surat balasan itu untuk seseorang dan entah siapa Mr. J itu.

Hari ini ia sudah akan kembali ke Seoul, Jaejoong memutuskan untuk menulis surat berpamitan dan ia berniat meninggalkan surat itu di dalam kotak surat agar pengagum rahasinya itu tahu mulai besok ia tidak akan lagi berada disini. Meskipun tanpa berkata, seseorang itu akan tahu bahwa dirinya sudah kembali ke Seoul.

"Selamat tinggal Mr. J." Pulpen itu menggores indah lembaran kertas sebelum Jaejoong melipat dan memasukan kedalam amplop.

Nama yang selalu Jaejoong temukan di sudut surat bagian bawah, Mr. J. Ia berharap dapat melihat pria itu sebelum kembali ke Seoul, namun ia tidak berani berharap lebih karena dirinya tidak pernah punya nyali untuk meninggalkan satu di antara lembaran surat balasan miliknya disana.

"Tuan muda mobil sudah siap." Sopir pribadi berkat dari ambang pintu kamar.

"Ya." Suara merdu pria itu begitu tenang kala mata Doe miliknya berembun dan memasukan surat surat surat Mr. J untuk dirinya kedalam tas selempang sebelum ia keluar kamar dengan setumpuk surat balasan lain di tangan untuk ia tempatkan di dalam kotak surat miliknya.

*Jung Yunho membuka kotak surat dan menemukan setumpuk surat lain yang sama dengan surat yang setiap pagi ia tempatkan di dalam. Bibir hati pria itu tersenyum kala musang miliknya menatap Mobil Labogini berwarna Silver berjalan menjauh dari rumah pondok yang bersebelahan dengan Villa keluarga yang ia tempati.

Tiga puluh satu surat. Jumlah yang sama dengan surat yang ia tulis untuk Kucing tetangga manisnya. "Katakan kepada Kakek hari ini aku akan berkunjung ke Seoul."

Seorang pelayan mencoba membantu pria itu membawa setumpuk surat yang ada di kedua tanganya. "Tidak! Aku akan membawanya sendiri, surat ini lebih berharga dari apapun." Pelayan itu membungkuk hormat dan mengikuti sang majikan kembali ke dalam Villa.

Seoul. Yunho sudah tidak sabar untuk pergi kesana ketempat yang sebenarnya ia benci dan demi apa, ia benar benar membenci kota itu karena di kota itulah kedua orang tua Yunho meninggal bersama satu satunya adik perempuan yang ia milikki dalam sebuah kecelakaan lalu lintas. Meninggalkan Yunho seorang diri di dunia hampa selama bertahun lamanya sampai dirinya melihat Kucing tetangga barunya yang manis sebulan yang lalu.

Kim Jaejoong begitu cantik dan menawan dilihat dari jarak jauh sekalipun. Setiap pagi pemuda itu tidak melakukan apapun selain duduk di teras belakang rumah pondok yang tepat bersebelahan dengan kamar Yunho untuk menikmati mentari oagi yang cerah. Dari lantai dua kamarnyalah untuk pertama kali ia melihat pria manis bersosok lembut yang seakan menantang dunia kala sinar matahari pagi menyapa rambut hitam kulit pucat nyaris mengerikan namun terlihat indah dan semakin bersinar dari hari ke hari.

Sosok itu terlihat sempurna ketika Yunho tanpa sengaja berpapasan dengan Jaejoong di suatu jalan setapak menuju kota pada suatu sore. Kedua tangan pemuda itu penuh dengan alat lukis dari hoby yang di tekuni Jaejoong sendiri. Pria itu tidak menatapnya ataupun melirik Yunho ketika mereka berpapasan dan itu cukup membuat jantung Yunho berdentum tak karuan.

Tuhan sayang padanya sampai mengirimkan setan kecil untuk menarik salah satu gulungan kertas dan memberikan kesempatan untuk Yunho menyapa pemuda manis itu. Jaejoong tersenyum padanya saat Yunho membantu memungut dan menyerahkan gukungan kertas itu untuknya.

Jantung Yunho berhenti berdetak dan ia jatuh cinta semakin dalam pada pesona kucing manis tetangga sebelahnya itu.

"Terima kasih." Adalah kata mutiara indah yang disikan Bidadari, Jaejoong membius Yunho sampai ia lupa bernafas untuk beberapa saat. Ya Tuhan, pria itu begitu indah jika dilihat dalam jarak sedekat itu sampai Yunho berjanji akan menjaga keindahan itu tetap bertahta di setiap senti tubuh terutama bibir mungil dan mata Doe dengan setitik bintang di bawah mata kirinya. Ia ingin egois dengan melihat Jaejoong tersenyum hanya untuk Yunho sendiri.

Surat yang sama, selembar surat berwarna polos dengan pita merah terselip di pintu Apartemen Jaejoong. Menghela nafas lelah ia memungut benda itu dan masuk kedalam Apartemen miliknya yang gelap gulita.

Seminggu sudah ia kembali ke Seoul dan ia tidak menyangka akan menemukan surat dengan coretan tinta yang sama di sini, di Seoul dan tidak perlu di pertanyakan siapa pengirimnya karena Jaejoong sudah begitu hapal di luar kepala dengan sketsa goresan tangan Kim Jaejoong di muka surat.

Kamera CCTV atau pun petugas tidak melihat seorang atau siapapun yang mencurigakan yang terekam di CCTV keamanan gedung. Demi Tuhan, Mr. J seperti hantu yang mampu menaruh surat di pintu Apartemenya tanpa meninggalkan jejak, namun Jaejoong yakin Mr. J adalah manusia.

"Surat lagi." itu Park Yoochun, sahabat sekaligus tetangga sebelah. Seperti biasa pria berjidat lebar itu tidak mengetuk pintu ataupun meminta ijin untuk menggeledah bebas ke dalam Apartemen Jaejoong.

"Ya." menyimpan surat itu kedalam kotak yang berisi surat surat lain Jaejoong duduk di kursi meja makan dengan Yoochun berdiri disisinya. "Apa yang kau bawa."

"Sake."

"Kau tahu aku tidak minum ini."

"Aku tidak menyuruhmu minum setelah kau mendapatkan jantung sehat dan aku tidak akan membiarkan jantung itu berdetak tidak normal hanya karena selembar surat konyolmu itu." Sebelah tangan Yoochun menekan lembut bekas jahitan di atas jantung pria itu yang tertutup pakaian. "Apa masih sakit."

"Tidak."

"Bagus. Aku ingin mengajakmu kencan."

Doe milik Jaejoong membulat sempurna. "Kau sudah memiliki Junsu, Mr. Park."

"Demi Tuhan, Kim Jaejoong. Aku tidak mengajakmu kencan denganku tetapi ikut kencan denganku." Jaejoong mengerjap polos. Sampai Yoochun melanjutkan. "Hari ini aku akan melamarnya jadi maukah kau menemaniku,,," ia terdiam.

Jaejoong mengerjap indah. Astaga bagaimana bisa Park Yoochun si playboy kelas ikan kakap gugup. Ini pertama kali untuk Jaejoong melihat pria itu gugup seperti ini..."Jae."

"Baiklah."

"Bagus. Aku akan datang lagi tiga puluh menit berikutnya untuk menjemputmu." Pintu tertutup dengan Jaejoong yang tersenyum konyol melihat tingkah sahabat terbaiknya itu.

Apakah cinta mampu membuat orang waras menjadi gila? Karena Ia sudah gila dengan jatuh cinta kepada seseorang yang belum pernah ia temui sebelumnya. Jaejoong menggeleng, ini bukan cinta melainkan hanya sebuah rasa penasaran yang menjelma menjadi hasrat dan keinginan untuk bertemu yang tak tersampaikan. Menutup kotak berisi surat surat dari Mr. J, Jaejong membawa kotak yang di dalamnya berisi surat surat Mr. J itu keatas lemari kaca.

Ia sudah memutuskan tidak akan membaca satupun surat sebelum bertemu atau melihat siapa Mr. J yang mengirimnya surat cinta dengan hanya tertulis beberapa bait kata di dalamnya setiap hari. Sungguh ia akan mati penasaran jika tidak melihat siapa pengagum pria nya itu dalam waktu dekat.

Rasa iri menyusup tanpa permisi kedalam relung hati Jaejoong melihat Junsu terlihat sangat bahagia setelah menerima lamaran dari Yoochun beberapa saat lalu. Cincin berkian indah itu membuatnya iri, atau Yoochnmun yang berlutut di hadaoan Junsu yang membuatnya iri, entahlah! Karena Jaejoong memang iri.

Keduanya terlihat sangat bahagia berdansa di lantai bawah dengan musik melow yang Jaejoong akui cukup indah dan sesuai dengan suasana hatinya yang hampa. Apakah Tuhan benar benar tidak akan mempertemukan dirinya dengan pengagum rahasianya itu ataukah Mr. J begitu jelek, tua atau cacat sampai sampai tidak berani menunjukan diri di hadapan Jaejoong.

Tidak! Ia tidak boleh merasa iri atau apapun karena Tuhan sudah memberinya kado terindah dengan membiarkan dirinya hidup lebih lama meski ia harus hidup dalam kekosongan. Jaejoong juga ingin di cintai seperti Junsu dan ingin mencintai sama besarnya seperti Yoochun.

"Wine pleas..." Ia berkata kepada pelayan yang lewat di sebelah meja yang ia duduki.

Beberapa saat kemudian pelayan itu datang dengan pesanan dan sudah akan menaruh wine di atas meja ketika seseorang menabrak pelayan itu sampai Wine beserta gelas tersebut tumpah kearah Jaejoong. Pria cantik itu memekik keras karena terkejut.

"Ya Tuhan,maafkan aku." Seseorang entah pelayan atau siapa membantu Jaejoong membersihkan pakaian yang ia kenakan menggunakan sapu tangan. "Maaf, aku tidak sengaja karena kepalaku tiba tiba terasa pusing, mungkin karena aku terlalu banyak minum." Suara baringtone dan nafas hangat beraroma Wine yang anehnya terasa manis pria itu menyapa wajah Jaejoong lembut karena pria itu berdiri begitu dekat denganya.

"Tidak apa apa, hanya basah dan... Apa yang kau lakukan." Terkejut karena pria itu menyampirkan jas meliknya di atas bahunya, Jaejoong berkata sedikit kasar. "Maaf aku tidak bermaksud..."

"Tidak! Akulah yang tidak sopan karena begitu lancang terhadapmu. Hanya saja noda merah minuman apapun yang kau pesan membuat pakaianmj melekat di atas kulit, dan aku tidak suka mata jelalatan semua orang memperhatikan tubuhmu."

Jaejoong tidak mampu menyembunyikan senyumanya ketika mendapati wajah tegas pria itu terlihat merasa sangat bersalah namun tersenyum menggoda. Namun senyum miliknya menghilang setelah pria itu mundur dan dirinya mampu melihat wajah pria itu dengan sangat jelas.

Tampan! Adalah kata yang cocok untuk pria yang lebih tinggi darinya ini. Mata pria itu seperti musang begitu tajam dengan garis wajah tegas juga keras yang memiliki cara sendiri untuk menambah kesempurnaan sosok pria itu disana. Setitik bintang indah tercetak di atas bibir hati pria itu dan Jaejoong merasa tubuhnya berubah tegang mendapati dirinya ingin mendaratkan bibirnya sendiri diatas sana. Ya Tuhan.

"Kau perlu berganti pakaian,,," Pria itu berbicara dengan pelayan dan memberikanya beberapa lembar uang. Jaejoong masih tidak dapat mengontrol diri sampai pria itu menyentuh lengan bagian atas dan sedikit menariknya menjauh dari kerumunan.

Dan dengan seluruh kebodohan yang di milikinya ia tidak menolak saat pria itu menawarkan sebuah kamar untuk ia berganti pakaian dan membersihkan diri lalu menuntunya naik ke lantai atas.

"Ku harap kau menyukai pakaian yang aku beli ini." Jaejoong baru saja keluar dari kamar mandi setelah membersihkan diri hanya dengan menggunakan jas mandi membalut tubuhnya.

"Apapun akan ku kenakan asal bukan pakaian wanita," ia mencoba bercanda." "Siapa kau?" Jaejoong bertanya.

"Maaf saya belum memperkenalkan diri. Jung Yunho." Tangan Jaejoong terulur untuk menjabat tangan yang lebih besar juga sedikit kasar darinya itu. Tangan yang begitu hangat sampai mampu mengirimkan gelenyar aneh melalui kulit tangan yang bersentuhan.

Kelembutan tangan Jaejoong seperti sutra di bawah tekanan tangan besar dan kasar Yunho yang melingkupi tangan pria itu tadi malam. Bahkan Yunho masih merasakan kelembutan itu sampai sekarang meski waktu yang mereka habiskan hanya cukup sampai disana.

Sahabat Jaejoong mencarinya dan sudah akan menghajar Yunho karena membawa Jaejoong kesalah satu kamar di lantai atas Club yang mereka tahu untuk apa gunanya. Hal yang tidak pernah Yunho lakukan sebelumnya.

"Kau melamun lagi nak."

Yunho tersenyum meminta maaf kearah sang Nenek dan membuka pintu Kamarnya lebih lebar. "Kau tidak mengatakan akan datang Nenek, aku bisa menyiapkan sesuatu untukmu sebelumnya."

"Kau hanya perlu menyiapkan seorang istri untuk dirimu sendiri, anak muda. Aku tidak membutuhkan apapun darimu karena uang yang kau gunakan membeli sesuatu apapun itu adalah uang dari suamiku." Nenek Jung memperhatikan sekeliling Apartemen mesah tempat tinggal cucunya yang seminggu ini pindah ke Seoul dan entah untuk alasan apa?

Yunho mengekor sang nenek yang mengitari ruangan dan berhenti di sebuah jendela lebar samping ranjang Bigsize mikiknya. "Apakah ini teropong untuk melihat bintang di langit."

Mendorong ujung teleskop panjang dari jendela Yunho menarik korden menutupi jendela yang tadinya terbuka. "Kadang kadang aku memang suka melihat bintang."

"Dan apakah bintang itu memiliki tangan dan kaki, berwajah cantik juga memiliki sesuatu yang menarikmu dari tempatmu bertapa ke Seoul." Wanita tua itu tetaplah sama blak blakanya seperti yang Yunho ingat dengan baik.

"Ya Tuhan Nenek kau selalu benar." Senyum meminta maaf Yunho tunjukan. "Tetapi sayangnya kali ini kau salah."

"Baiklah anak nakal, mengapa kau tinggal disini ketika puluhan kamar Mansion Jung kosong tak berpenghuni dan kenapa kau menutup korden itu." Yunho menahan diri untuk tidak menerjang sang Nenek yang membuka korden beserta jendela semakin lebar. Balkon Hotel milik keluarga Jung memang di rancang lebih luas dari balkon balkon Hotel pada umumnya.

Nenek Jung menatap keluar sana seakan mencari dan Yunho menggeram menyembunyikan diri di balik korden jendela kamar yang lebar.

Tidak perlu penjelasan karena Neneknya itu menatap langsung kesebrang Hotel yang tidak lebih tinggi dari kamar yang Yunho tempati saat ini. Satu lantai di bawahnya seseorang sedang melukis di luar Balkon Apartemen pria itu. "Bintang yang indah, bersinar terang pada pagi hari sekalipun, terlalu terangnya sampai membuat mata Cucuku yang buta menjadi melihat dengan jelas tanpa kaca mata."

Musang Yunho memutar jenggah. Astaga apa yang baru saja Neneknya itu ocehkan. "Kau seperti burung gereja di pagi hari yang cerewet Nenek."

"Aku cerewet karena kau tidak mendengar nasehatku."

"Hanya satu, seorang istri itu bukanlah barang yang dapat kau temukan di supermarket dengan mudah lalu kau bisa membelinya dan di bawa pulang untuk aku pajang selama kau datang mengunjungiku."

"Anak nakal, itukah sambutan untuk nenekmu ini."

"Biarkan aku memelukmu Nenek." Menarik sang Nenek kedalam pelukanya Yunho mendapati Pria di seberang sana menatap kearahnya. Ia memutar tubuh dan menarik sang nenek masuk kedalam.

"Bintang yang indah. Kapan kau akan mengajaknya pulang." Ya Tuhan neneknya ini terlalu cerdas untuk ia bohongi. "Siapa yang memberitahumu."

"Apakah penting?" Yunho mengangguk. "Manager Apartemen sebelah. Changmin!" Yunho menggeram, ia melupakan fakta sepupunya itu kaki tangan sang nenek, dan dirinya meminga tolong kepada changmin sang penghianat untuk menjadi tukang pos suratnya. "Anak itu memberitahuku kau menyuruh mereka menghapus rekaman CCTV disaat kau menyelipkan surat cintamu ke kantong Changmin untuk anak itu kirim ke pintu Apartemen Bintangmu."

"Itu bukan surat cinta."

"Apakah surat tagihan hutang dikirim dengan kertas mahal berpita merah setiap hari nak. Kau boleh membodohiku tentang hal lain tapi tidak untuk yang satu ini."

"Bahkan tidak untuk apapun." Yunho menyahut dan duduk di sofa. "Namanya Kim Jaejoong."

"Aku sudah tahu."Neneknya itu berkata bangga." Sial! Yunho tidak akan heran jika Neneknya ini sudah melacak masa lalu Kucing cantik tetangganya itu. "Aku hanya ingin tahu alasanya kenapa kau bersembunyi disini seperti pecundang dan tidak menyapa langsung Pria itu."

"Aku sedang mencari waktu yang tepat."

"Dan tepatnya kapan waktu yang yang kau maksud tepat itu?"

"Baiklah secepatnya. Jadi pergilah aku ada urusan ke kantor Kakek siang ini. Aku berjanji kunjunganmu berikutnya kau akan melihat Kim Jaejoong disini, dikamarku."

"Sial, kau benar benar akan seperti Kakeku dulu menculikku untuk dia nikahi." Nenek Jung berkata bangga.

"Seingatku Anjing Kakek mencuri pakaian yang kau jemur dan kau mendatangi pintu rumahnya." Yunho tersenyum tanpa dosa.

"Laki laki tua sialan itu akan mendapatkan pelajaran jika bertemu denganku lagi."

Jaejoong mengerjap heran karena tidak menemukan surat pagi ini di pintu Apartemen tempat dimana biasanya ia menemukan surat surat sebelumnya. Menutup lalu membuka pintu beberapa kali ia juga mencari di luar atau di balik pintu namun tak menemukan surat untuk hari ini dimana mana.

Apakah pengagum rahasianya itu sudah bosan mengiriminya surat? Atau sesuatu terjadi kepadanya, sakit atau sebagainya?

Mengunci pintu Apartemen, Jaejoong mencoba mengabaikan surat yang belum ia terima pagi ini, ia berjalan menuju lift dengan pikiran pikiran atau kemungkinan apapun yang terjadi kepada Mr. J. Dentingan Lift menggema sebelum pintu terbuka, Mata Doe Jaejoong mendelik lebar melihat lift penuh dengan balon berwarna merah dengan seseorang berdiri di dalam sana.

"Selamap pagi Kim Jaejoong." Pria itu mengenalinya. Tetapi tidak dengan Jaejoong.

"Maaf." Pria itu menaikan pita pengikat balon di atas kepala dan tersenyum lebar ke arah Jaejoong. "Changmin." Melangkah masuk tanpa ragu tangan Jaejoong menepis balon yang memenuhi ruang lift yang tidak begitu luas untuk mendapatkan ruang untuk dirinya. "Bagaimana kau bisa disini. Apakah kau tidak sibuk?"

"Senang rasanya kau mengingatkanku dengan pekerjaanku yang menumpuk, tetapi aku akan lebih senang jika kau tidak mengungkitnya manis." Senyum pria itu membuatnya tertawa.

Mengulurkan sebagian pita balon kearah Jaejoong Changmin mengangguk lucu. "Bantu aku memegang ini, aku harus mengambil handphon untuk menghubungi seseorang." Berbagai pertanyaan mengelilingi otak Jaejoong, tetapi ia tidak dapat mengutarakan satu pertanyaan pun kepada Changmin, terutama tentang masalah surat itu.

Lift meluncur menuruni gedung lebih cepat dari biasanya." Dalam sekejap Jaejoong mendapati pintu terbuka dengan beberapa balon terbang keluar dari dalam Lift.

Changmin menggiringnya keluar dan Jaejoong di kejutkan lagi dengan banyaknya balon lain di lantai dasar Apartemen yang biasanya sepi dan kosong. "Apakah akan ada acara? Dan kau,,," Menyipitkan mata Jaejoong menatap Changmin mengintimindasi. "Jangan katakan pengirim surat itu adalah kau Changmin."

Changmin mengabaikan oertanyaan itu. "Aku ingin mengajakmu kesuatu tempat tentunya jika kau tidak keberatan."

"Sebenarnya aku harus pergi keperpustakaan kota untuk mencari beberapa kebutuhan melukis, tapi itu bisa di tunda. Aku akan ikut denganmu." Lengan Jaejoong sudah di apit oleh tangan besar Changmin yang hangat melingkupi sisi tubuhnya dengan pria itu menyeret tubuh mungil Jaejoong keluar pintu utama Apartemen.

"Bagus! Karena aku tidak suka penolakan atau menunda acara. Semakin cepat kita pergi semakin cepat puka aku mendapatkan hadiahku."

~TBC~