Tittle : Nothing Like Us

Story by : Kumarikuma

Rate : T+/M

Pair : SasuSaku, lilbit SaiIno

.

.

FYI : Aku memutuskan untuk menaikan rated karena banyaknya umpatan, kalimat-kalimat kasar dan adegan-adegan yang tidak pantas.

.

.

"…Ya, Sakura?"

Sakura melepas sebelah headset yang menyumpal telinganya saat dosen di depan kelas mulai menyadari kegaduhan yang dibuatnya di kursi pojok paling belakang. "Ah… aku tidak merasa keberatan, Itachi-san, namun bagaimana dengan adikmu sendiri?" Sakura berusaha bertanya dengan intonasi suara sekecil mungkin.

"Dia tidak akan berani melawanku saat sakit. Hanya sampai kepulanganku dari Jerman. Aku mohon…."

Sakura menggigit bibir bawahnya. Matanya memang memandang ke arah depan, seolah-olah menunjukan bahwa ia adalah mahasiswa teladan yang benar-benar mendengarkan penjelasan dosennya, namun sebenarnya konsentrasinya sudah lama buyar sejak seniornya menghubunginya di tengah jam pelajaran. "Tidak perlu sampai memohon seperti itu, Itachi-san. Kau membuatku merasa tidak enak… dan tentu saja aku akan menjaganya."

"Oh, Ya Tuhan! Terimakasih banyak. Aku akan mengirimimu alamat rumahku segera."

Sakura merasakan tubuhnya membeku sesaat setelah ia menangkap tatapan penuh peringatan dari dosen yang sedang mengajar di kelasnya. "Baiklah, Itachi-san, aku harus menutup telponku segera karena Terumi-sensei sudah memberikanku peringatan."

"Ah ya, sekali lagi terimakasih atas bantuanmu, Sakura."

"Sama-sama, Itachi-san."

.

.

Setengah jam kemudian, Sakura bisa bernafas lega karena mata kuliah yang diajar oleh wanita paruh baya bermarga Terumi itu usai. Sakura segera melangkahkan kakinya menuju gerbang universitas, pukul tiga sore ini ia telah berjanji untuk megecek keadaan adik dari Uchiha Itachi yang sedang sakit. Ia memacu langkahnya dengan terburu-buru, lalu dari kejauhan matanya menangkap sosok Ino yang setengah berlari sambil melambai-lambai ke arahnya. Sakura mendesah lirih, ia memutuskan untuk menghentikan langkahnya dan menunggu Ino mendekat.

"Jidat lebar! Mau menonton film denganku?" Ino bertanya sambil melingkarkan lengannya di bahu Sakura. Gadis berambut pirang itu adalah sahabatnya. Si berisik Yamanaka dengan segala sifatnya yang menunjukan bahwa dirinya adalah seorang Sanguin sejati. Gadis impulsif paling berisik yang pernah ia kenal.

"Maafkan aku, aku ada keperluan mendadak," tolak Sakura.

Ino membawa ke kedua tangannya di pinggang, lalu mencebik, menandakan bahwa ia keberatan dengan penolakan Sakura. "Sialan! Kau bilang kau free setelah kelas perawan tua itu."

Sakura meringis. "Harusnya ya, namun sekarang tidak dan berhenti bicara seperti itu tentang Terumi-sensei! Dasar tidak sopan."

"Kenyataannya dia memang perawan tua tukang marah-marah yang tidak laku," balas Ino.

Sakura meninju lengan sahabatnya main-main, "Berhentilah, sebelum orang-orang disekitar kita mendengarmu dan mengadukanmu pada Terumi-sensei."

Ino memutar bola matanya tidak peduli. "Lupakan itu. Jadi, hal penting apa yang sanggup membuatmu berpaling dari tawaran gratisanku, eh jidat?" tanya Ino.

"Itachi-"

"Itachi?" Ino tiba-tiba bertepuk tangan. "Ah! jelas sekarang! Pantas saja, ada hubungannya dengan Uchiha-sama itu ternyata!" Belum sempat Sakura menyelesaikan perkataannya, Ino telah memotongnya terlebih dahulu. Gadis itu berlagak seolah-olah mengetahui segala hal sebelum Sakura mengatakannya.

Sakura menghela nafas gusar, "Jangan sok tau, Ino."

"Aku selalu tau segala hal," balas yang bersangkutan sambil memainkan alisnya naik-turun.

Sakura bosan menghadapi kelakuan sahabatnya yang sok tau dan sok benar. Ia baru saja hendak melangkahkan kakinya kembali karena malas menghadapi godaan sahabatnya, namun ia kalah sigap dengan Ino yang berhasil menahan lengannya. "Kau tidak bisa main kabur seperti itu, sialan!"

"Percuma bicara denganmu. Kau hanya akan mengolok-olokku sebagai penggemar Itachi-san saja," balas Sakura.

Ino terkekeh, lalu menyenggol-nyenggol bahu Sakura dengan bahunya. "Kenyataannya kan, kau itu memang penggemar nomor satunya- HEEEEE! JIDAT LEBAR! PINK HAIR WANNABE! AKU HANYA BERCANDA!" Ino menarik kembali lengan Sakura saat Sakura berniat mengambil seribu langkah menjauh darinya.

"Bercandamu tidak lucu! Jika Gaara sampai mendengar hal ini, ia bisa cemburu buta kepadaku lagi, berengsek!"

Ino berdecak. "Aku berdoa semoga kau cepat putus dengan mahluk keparat bermarga Sabaku itu," gumamnya. Terlihat sekali bahwa Yamanaka muda ini tidak menyukai pemuda Sabaku yang berstatus sebagai kekasih Sakura.

Sakura memicingkan matanya tajam, dalam sekali lihat Ino sudah tahu bahwa sahabatnya ini kesal. "Aku tidak akan minta maaf atau menarik ucapanku yang tadi. Si Sabaku itu terlalu buruk untuk bersanding denganmu," lanjutnya kemudian.

Sakura menghela nafas panjang. Ia menarik tangannya dari genggaman Ino. Wajahnya menunduk dan mengkeruh. Ino bisa melihat kesedihan di sorot mata sahabatnya. dan ia ugh-... jadi merasa bersalah. Terkutuklah si keparat merah tolol yang entah berantah berada di mana saat ini. "Oke… uhm sorry?" Ino mengatakannya sambil melempar pandangan tidak enak.

"So, uhm? Apa yang membuatmu terburu-buru?" Ino berusaha mengalihkan topik pembicaraan mereka.

Sakura mengangkat kembali wajahnya, masih dengan wajah suram yang ketara. "Itachi-san sedang berada di Jerman untuk seminar dan baru akan kembali minggu depan. Ia menitipkan adiknya kepadaku karena adiknya mendadak sakit," ujar Sakura.

Ino menaikan sebelah alisnya."Itachi punya adik?"

"Yeah."

"Dan adiknya ada di Osaka?" tanyanya lagi.

Sakura menganggukan kepalanya.

"Mengapa dia meminta tolong kepadamu? Mengapa tidak kepada sanak keluarganya saja? Oh lagi pula Uchiha sangat kaya, mengapa pula ia tidak menyewa dokter untuk merawat adiknya?" Ino bertanya seolah-olah ia adalah seorang investigator dari FBI.

Sakura mengedikkan bahunya. "Tidak tahu, itu privasi keluarga Uchiha. Mana mungkin aku berani menanyakannya kepada Itachi-san, kan?"

"Ya, kau benar juga sih," gumam Ino. "Jadi, selama seminggu ini kau akan menjadi baby sitter dadakan?" tanyanya kemudian.

"Bisa dibilang seperti itu. Aku tidak bisa menolak permintaannya. Itachi-san adalah senior yang berjasa karena merekomendasikanku agar aku bisa lulus menjadi asisten dosen, jadi aku menganggap ini sebagai balas jasa kepadanya. Lagi pula, aku juga sangat menghormatinya karena ia adalah senior yang sangat ramah, walaupun kami tidak satu jurusan," jawab Sakura.

"Adiknya itu, laki-laki atau perempuan?" tanyanya. Matanya berkilat nakal saat menanyakan hal itu pada Sakura.

Sakura memukul lengan gadis itu palan. "Akan aku laporkan pada Sai, bahwa kekasihnya yang suka umbar perut ini mulai main mata," gumamnya.

Ino meruntuk, "dasar ember bocor keparat!"

Sakura menajamkan matanya karena ucapan Ino, namun tidak berbuat apa-apa karena kelewat hapal dengan kelakuan sahabatnya yang suka mengumpat. Ia lalu berkata, "adiknya laki-laki dan dia belum genap berusia tujuh belas tahun. Jadi, berhentilah memikirkan hal yang tidak-tidak pada bocah polos yang belum lulus sekolah, Ino!"

Ino terkekeh, lalu menepuk-nepuk punggung belakang Sakura. "Sakura-chan! aku hanya penasaran bagaimana perangaian adik Itachi. Itachi adalah bibit unggul milik Uchiha, apakah adiknya akan sama sepertinya? Keluarga terpandang, harta melimpah, otak jenius dan wajah seksi yang mengundangmu untuk bermain-main dengan barang di dalam celananya. Jika kau berhasil menarik perhatiannya nanti, kau akan mendapatkan satu paket lengkap. kau akan menang banyak Saku- AW!"

Sakura tanpa segan-segan menginjak kaki Ino dengan keras. "Ini yang namanya menang banyak!" gumamnya kesal.

"Keparat merah muda sialan! Kau pikir kakiku itu apa, hah?! kesetmu?!" pekik Ino sambil menjewer telinga Sakura.

Sakura meringis, jeweran Ino tidak main-main. Ketika kupingnya mulai terasa luar biasa panas, ia mendorong Ino menjauh. "Hentikan Ino! Kau membuat kita menjadi tontonan, bodoh!" Barulah setelah itu Ino benar-benar melepaskannya.

Sambil mengusap-usap ketinganya yang memerah, Sakura melirik jam tangannya.

"Sial..."

Ino meliriknya. "Sekarang apa? Butuh tumpangan cepat?"

Sakura menatap sahabatnya, lalu tersenyum manis sekali. "Kau yang terbaik, Ino."

Ino mengibaskan rambut pirangnya, lalu menyeringai. "Aku tidak memberikan tumpangan secara gratis, sebagai gantinya kau harus mencarikanku buku tentang anatomi tubuh manusia."

"Ah, sudah kuduga."

.

.

Ino menurunkannya persis di depan sebuah rumah yang terletak di kawasan elit Osaka.

"Terimakasih, Ino. Yakin, tidak mau melihat adiknya Itachi-san dulu? Kau bilang, kau penasaran."

"Yeah, thanks, but no. Aku yakin Sai yang telanjang dengan selai coklat lebih menggiurkan dari pada adiknya Itachi."

Sakura memutar bola matanya. "Dasar mesum!"

"Memang! Ya sudah, aku balik ya."

Lalu, mobil Ino pun menjah dari tempatnya berdiri saat ini.

Sakura dengan menenteng kantong plastik putih yang cukup besar di tangannya mendekati gerbang rumah besar bercat putih gading. Ia menengok ke kanan dan ke kiri. Benar-benar, suasana di perumahan elite ini memang berbeda, sangat sepi dan sedikit-… mencekam. Sekarang Sakura sedikit mengerti mengapa Itachi terdengar sangat mengkhawatirkan adiknya. Pasti seniornya itu takut jika suaktu-waktu adiknya pingsan atau kesakitan atau hal buruk lainnya dan tidak ada satupun tetangga yang menolongnya.

Sakura memencet bel rumah itu sekali, lalu memundurkan langkahnya dua sekali. Tidak berselang lama, Sakura bisa mendengar suara seseorang yang sedang membuka kunci gerbang dan disusur oleh suara gerbang yang digeser ke belakang, lalu seorang pemuda tanggung berdiri menjulang di hadapannya.

Sakura melongo. Tidak menyangka kalau adik Itachi akan setinggi ini.

"A-ah, selamat siang," sapa Sakura canggung. "Apakah kau Uchiha Sasuke," tanyanya memastikan, masih tidak percaya kalau adik Itachi adalah pemuda tinggi di hadapannya.

Pemuda yang berdiri di hadapannya ini memperhatikan Sakura dengan alir bertaut bingung.

"Aku Haruno Sakura. Uhm… yang diminta kakakmu untuk menjagamu," lanjut Sakura.

Pemuda itu tersentak, lalu meruntuk cukup keras. "Aniki gila, jadi dia benar-benar mengirimkanku baby sitter."

"Kau boleh memanggilku nee-san."

"Maaf?"

"Kau boleh memanggilku Sakura nee-san."

Pemuda itu memperhatikan Sakura dari atas ke bawah, lalu dari bawah ke atas. Matanya yang tajam dengan terang-terangan menilai Sakura, kemudian menghela nafas. "Hn. Maaf, Karena aku merepotkanmu Sakura nee-san," ujar adik Itachi ini sambil melemparkan senyum tipis. "Silahkan masuk" lanjutnya dengan sopan.

Sakura masuk ke dalam rumah tersebut. Di luar dugaan, walaupun digembor-gemborkan sebagai keluarga konglomerat, kediaman Uchiha ternyata tidak sebesar bayangannya. Besar, namun tidak sebesar istana. Ada air mancur dengan kolam berisi ikan koi yang harus Sakura lewati untuk sampai ke bangunan utama. Saat adik Itachi membukakan pintu rumah utamanya, Sakura tidak bisa tidak berdecak kagum karena interiornya yang sangat indah. Sebelumnya Sakura berpikir, jika keluarga sekelas Uchiha pasti hidup di dalam rumah sebesar istana dengan nuansa Jepang yang kental sekali seperti yang digembor-gemborkan orang-orang tentang loyalitas klan Uchiha terhadap kebudayaan Jepang, namun ternyata dugaannya salah besar. Uchiha adalah klan modern yang hidup mengikuti perkembangan zaman.

Ketika adik Itachi mempersilahkannya untuk duduk, ia duduk, namun ketika pemuda itu menawarkannya minum, Sakura segera menyela. "Jangan repot-repot. Kau, istirahatlah. Aku di sini untuk menjagamu."

Pemuda itu menatapnya lama, lalu berlahan-lahan mengangguk. Adik Itachi menuruti perkataannya, ia duduk di sofa hitam yang terletak di ruang tengah dan menghela nafas. "Terimakasih. Kakakku memang terlalu berlebihan, maaf karena nee-san jadi serepot ini," ujarnya kalem.

Sakura tersenyum, lalu memperhatikan pemuda itu baik-baik. Pemuda itu tinggi (tentu saja, itu adalah point yang sudah disebutkan Sakura sebelumnya), hampir setinggi Itachi, namun dengan tubuh yang sedikit kurus. Kulitnya sangat pucat, matanya merah berkaca dan pipinya merona karena demam. "Kau sudah pergi ke dokter err…?" tanya Sakura.

"Sasuke, kau boleh memanggilku seperti itu," ujar pemuda itu, Sasuke.

"Oke. Jadi Sasuke, kau sudah pergi ke dokter?"

Sasuke menganggukan kepalanya. "Sudah, namun obatnya belum memberikan efek apapun kepadaku."

"Apa yang kau rasakan?" tanya Sakura.

"Pusing, lesuh dan tenggorokanku sakit sekali."

"Apa perutmu mual?"

Sasuke menggeleng.

"Diagnosa apa yang diberikan dokter kepadamu saat kau berobat?"

"Radang tenggorokan."

Sakura menganggukan kepalanya. "Kita lihat sampai besok, kalau besok kau masih seperti ini, kita akan ke rumah sakit lagi," ujarnya. "Kau sudah makan?" tanyanya kemudian.

Sasuke kembali menganggukan kepalanya.

Sakura lalu menaruk plastik putih yang sedari tadi ada di pangkuannya ke atas meja. Bunyi suara plastik yang berisik membuat si bungsu Uchiha penasaran.

"Apa yang kau bawa, nee-san?"

"Tomat dan biskuit gandum untukmu."

"Tomat?"

"Ya, tomat. Saat aku mampir ke supermarket, Itachi-san kebetulan menghubungiku, ia lalu memberitahuku kalau adiknya sangat suka tomat dan memintaku untuk membelikanmu beberapa."

"Ya Tuhan, kakakku benar-benar merepotkanmu," gumam Sasuke tidak enak hati.

"Tidak sama sekali!" balas Sakura sambil mengibaskan tangannya.

Sasuke tersenyum tipis mendengar perkataan Sakura dan kali ini cukup lama, sampai Sakura menyadarinya dan terpesona. Pria-pria Uchiha memang terkenal seksi, baik tubuh, wajah maupun otaknya. Namun, Uchiha yang berada di hadapannya saat ini, dari pada Sakura menyebutnya dengan sebutan seksi, Sakura lebih suka menyebutnya tampan yang menggemaskan(?). Ya Tuhan, ini adalah kali pertama Sakura melihat Uchiha bisa tersenyum begitu polos sampai membuat jari-jari tangannya gemas ingin mencubit pipinya. Inikah sebab yang sesungguhnya, mengapa Itachi sangat over protektif terhadap adiknya? Sasuke adalah spesies langka yang harus dilindungi!

Ah! apa yang baru saja dia pikirkan.

Sakura segera menggelengkan kepalanya kuat-kuat.

"Nee-san? Kau baik?" tanya Sasuke.

Sakura langsung salah tingkah saat menyadari adik Itachi menangkap basah kelakuan bodohnya barusan. "Y-ya. Ah! Mau aku buatkan jus tomat? Namun tentu saja tidak akan ada tambahan es batu dan gula untukmu," ujar Sakura, berusaha terlihat kembali normal dengan cara mengalihkan pembicaraan.

Sasuke menganggukan kepalanya. "Jika tidak keberatan, nee-san."

Kini, giliran Sakura yang mengangguk, "Ya, selagi menungguku, kau bisa makan biskuit gandumnya dulu."

"Hn."

Selama menunggu Sakura menyiapkan jus untuknya, Sasuke memutuskan untuk memejamkan matanya di sofa. Kepalanya berdenyut-denyut sedari tadi dan rasanya sakit sekali. Seharusnya ia di rawat di rumah sakit saat ini, namun ia menolak karena benci rumah sakit. Untung saja kakaknya sedang pergi jauh, jadi kakaknya tidak benar-benar tahu soal keadaan dirinya yang sebenarnya, jika kakaknya sampai tau, ia yakin kakaknya akan menyeretnya ke rumah sakit apapun yang terjadi.

.

.

Lama Sasuke memejamkan matanya, sampai ia jatuh terlelap. Sakura yang kembali ke ruang tengah hanya bisa tersenyum melihat adik Itachi yang tertidur. "Yah, apa boleh buat," gumam Sakura dan meletakan segelas jus tomat di atas meja. Ia menyayangkan sekali jus tomat yang dibuatnya harus berakhir di atas meja tanpa ada yang meminumnya. Sakura tidak begitu menyukai jus tomat ngomong-ngomong. Ia doyan, namun tidak fanatik.

Sakura mendudukan tubuhnya di lantai samping sofa tempat Sasuke terlelap. Sambil menumpu wajahnya dengan sebelah tangan yang bertengger di lengan sofa, gadis itu memperhatikan bagaimana lucunya adik Itachi saat tidur. Ia mengamati wajah yang tertidur itu dengan santai, dari dahinya yang sedikit berkeringat, lalu turun menuju alis hitamnya yang menukik tajam, bulu matanya yang lentik seperti wanita, hidung bangir yang sangat mirip seperti milik Itachi, pipi kemerahan karena demam dan bibir yang kering karena pemiliknya sedang sakit.

Sakura adalah anak tunggal, dia sangat memimpi-mimpikan rasanya punya adik yang lucu dan menggemaskan, apalagi kalau kembar, hidupnya pasti sangat sempurna. Dulu, saat ia berusia sembilan tahun, ia sering mengajak anak tetangganya yang berumur tujuh tahun untuk bermain rumah-rumahan, dengan ia yang berperan sebagai kakak dan anak tetangganya yang berperan sebagai adik. Namun, itu tidak berlangsung lama karena dua tahun kemudia tetangganya pindah rumah.

"Yah, anggap saja aku memiliki adik laki-laki saat ini," monolog Sakura sambil tersenyum.

Melihat Uchiha Sasuke terlelap, lemah dan tanpa pertahanan, membuat naluri Sakura sebagai seorang kakak bangkit. Sakura adalah pribadi yang selalu malu saat ada seseorang yang mengekspresikan kasih sayang kepadanya, namun ia sendiri adalah pribadi yang selalu mengekspresikan kasih sayangnya secara berani. Melihat Sasuke saat ini, Sakura tidak bisa menghentikan dirinya untuk bertindak sesuai nalurinya sebagai seorang kakak. Dimulai dari mengelus-elus surai hitam Sasuke beberapa kali, lalu berpindah ke pipinya yang merona dan seketika tersengat.

"Ya Tuhan, panas sekali!"

"Aku harus segera mengompresnya," ujarnya sambil berdiri menuju dapur.

.

.

Sasuke membuka matanya saat merasakan rasa hangat di dahinya. Ia bangkit dan meringis saat merasakan kepalanya kembali berdenyut. Kompres yang berada di dahinya jatuh dan membuat piama tidur Sasuke basah di ujungnya.

"Kepalamu sakit, Sasuke?"

Sasuke melirik ke samping dan menemukan teman kakaknya itu mengambil kompres di atas pahanya. Pemuda itu mengangguk dan dihadiahi helaian nafas panjang dari gadis yang lebih tua.

"Bersenderlah, aku akan memijat dahimu," ujar Sakura.

Sasuke tidak bisa melakukan apapun selain menurut. Ia lalu melengguh saat merasakan jari-jari yang dingin menekan-nekan dahinya dengan lembut. Rasanya nyaman sekali. Rasa sakit di dahinya berangus-angsur berkurang.

"Sakura nee-san, jam berapa sekarang?" Sasuke bertanya sambil memijat-mijat lengan atasnya yang kaku. Kebiasaannya dari kecil, jika ia demam pasti sekujur atau beberapa bagian dari tubuhnya terasa ngilu dan kaku.

"Jam lima," jawab Sakura.

Sasuke menganggukan kepalanya. Ia pikir ia tertidur sangat lama, ternyata hanya satu setengah jam. Ia lalu melirik gadis di hadapannya yang masih sibuk dengan dahinya. "Sakura nee-san."

"Ya?"

"Kau itu… kekasihnya Itachi-nii ya?" tanya Sasuke. Sebenarnya ia penasaran sekali dengan orang panggilan kakaknya ini. Mengapa Itachi bisa begitu percaya dengannya? dan mengapa gadis ini menerima permintaan kakaknya untuk menjaganya? tidak mungkin tidak ada apa-apa. Pasti ada sesuatu yang spesial diantara keduanya.

Sakura menghentikan gerakannya. Ia menatap Sasuke bingung, lalu menggeleng. "Eh, bukan. Aku juniornya. Kami beda jurusan dan beda fakultas, aku mengenalnya karena pernah membantunya saat festival tahun lalu."

"Hanya itu?"

"Hanya itu."

Sasuke mengerutkan keningnya. "Benarkah?"

"Benar," balas Sakura sambil terkekeh.

"Begitu," gumam Sasuke. "Kekasihmu beruntung sekali mendapatkanmu, Sakura nee-san, Kau perempuan yang sempurna," lanjutnya.

Sakura mengerjabkan matanya dua kali, lalu tersenyum lemah. "Benarkah?" tanyanya. Matanya menerawang, memandang warna hitam dari sofa yang berada di hadapannya, membayangkan wajah sang pujaan hati yang berada jauh darinya. Dulu, Gaara-nya juga pernah mengatakan hal yang sama kepadanya. Ngomong-ngomong pujaan hati... memangnya tuan Sabaku itu masih pantas menjadi pujaan hatinya?

"Tentu saja," sahut yang lebih muda.

Sakura menatap ke dua bola mata Sasuke sekilas. "Yah, aku rasa aku tidak sesempurna itu, karena hubunganku dengan kekasihku tidak berjalan harmonis," ujar Sakura sambil tertawa sumbang.

"Alasannya?"

"Hee... ternyata Uchiha suka mencampuri urusan orang lain juga, ya," balasnya sarkas, walaupun secara harfiah tidak seperti itu. Sakura hanya mencoba mencairkan suasana disekitarnya yang seolah-olah ikut tertular suasana hatinya yang mendung, namun melihat bagaimana reaksi pemuda itu yang berdecih karena ucapannya, Sakura jadi sadar kalau ia sudah salah bicara. "Maafkan aku," cicitnya kemudian.

Sasuke meliriknya sekilas, lalu memejamkan matanya. "Seharusnya kau tau, karena kau lebih tua dariku, kalau tidak baik bersikap seperti barusan terhadap orang yang bersedia mendengarkanmu. Itu penghinaan."

Sakura seperti menelan kotoran hewan saat mendengar teguran yang dilayangkan Sasuke kepadanya. Ya Tuhan, mengapa jadi ia yang seolah-olah tersangkanya disini.

"Baiklah, aku akan bercerita-"

Sakura tidak langsung melanjutkan perkataannya. Menceritakan hal yang menyakitkan untuknya bukanlah perkara mudah. Ada memori yang terputar saat Sakura mencati tahu jawaban atas pertanyaaan 'alasan' Sasuke di otaknya dan itu menyakitkan. "Kami sering bertengkar. Dia mudah cemburu, hal-hal kecil dapat membuatnya cemburu dan dia sulit untuk mendengar penjelasanku."

Sasuke mengangguk-anggukan kepalanya seolah mengerti. "Hn. Dia seperti itu karena dia ingin memiliki nee-san untuk dirinya sendiri, dia takut nee-san akan pergi darinya. Jika aku menjadi dia, aku juga akan seserakah itu. Nee-san cantik, keibuan dan sangat terampil mengurus laki-laki. Nee-san adalah wanita yang ideal." Kalimat itu diucapkan dengan gamblang, seolah-olah Sasuke adalah kometator pro di salah satu progam pencarian bakat yang saat ini sedang populer di Jepang.

Sakura termangu karena perkataan pemuda di hadapannya. Beberapa saat kemudia ia terkekeh, bertingkah seolah-olah apa yang dikatakan Sasuke lucu, namun ia tidak bisa menyempunyikan gurat merah samar yang timbul di kedua buah pipinya. Sebagai wanita normal, tentu ia akan tersipu saat lawan jenisnya memujinya seperti itu "Hei bocah. Umurmu belum genap tujuh belas tahun, tapi gombalanmu benar-benar…"

"Aku jujur, tidak menggombal."

Sialan! sialan! sialan! Rasanya Sakura seperti sedang terbang sampai langit ke tujuh. Menembus tingginya angkasa sampai meninggalkan cakrawala. Uchiha yang satu ini memang benar-benar adik idamannya. Wajahnya yang tampan, senyumnya yang manis, tutur katanya yang sopan, pembawaannya yang kalem, sifat penurutnya, ditambah ia juga pandai mendengarkan curhatan orang lain dan pandai menyenangkan hati orang lain. Oh, andai saja Uchiha Itachi mendadak menjadi sangat amat sibuk di Jerman dalam waktu yang lama, Sakura tidak akan keberatan jika diminta untuk menjaga Sasuke lebih lama lagi.

Pemuda ini menyenangkan dalam arti yang sebenarnya.

"Cobalah untuk tidur lagi, Sasuke. Aku akan membangunkanmu saat jam makan malam." Akhirnya hanya kalimat itu yang berhasil Sakura keluarkan untuk mengisi keheningan yang cukup lama terasa di antara mereka. Masih dengan euforia yang meletup-letup di hati Sakura dan perasaan tenang di hati Sasuke karena pijatan yang ia rasakan di dahinya.

"Nee-san akan menginap?"

Sakura menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku akan pulang setelah memastikan kau makan malam dan meminum obatmu."

.

.

TBC

Terinspirasi dari lagu yang di cover oleh Jungkookie huhuhu TwT Nothing Like Us – Justin Bieber. Komen kalian adalah support untukku