"Uaaa! Jangan! Aku mohon hentikan!", suara teriakan ketakutan terdengar dari sebuah lorong pertokoan yang gelap dan sepi.
Seorang murid laki-laki terlihat tersungkur ketanah yang becek dengan raut ketakutan sambil menjerit memohon ampunan. Seragamnya terlihat kotor dan koyak. Tubuhnya penuh lebam dan luka berdarah.
Sementara beberapa orang murid laki-laki berseragam berbeda nampak menyeringai kejam dengan kayu pemukul di masing-masing tangannya. Perangai mereka begitu kejam layaknya yakuza
"Bangun, brengsek! Mana ketua mu! Teriaklah biar si kepala kuning brengsek itu mendengarmu! Kami akan meremukkan kepalanya dengan kayu ini", teriak salah seorang diantaranya yang bertubuh paling gempal .
"Ya! Kami akan mengalahkan ketua brengsek mu itu dan segera mengambil wilayah ini untuk kami. Asal tahu saja kami tak percaya adanya rumor si Rubah Iblis dari SMA Konoha", sahut pemuda lainnya disertai tawa meremehkan.
Empat orang pemuda yang membawa kayu tersebut tertawa bersama-sama, saling mengolok dan meremehkan sesorang yang mereka sebut sebagai si kepala kuning. Sambil tangan maupun kaki mereka memukul dan menendang tubuh si pemuda yang sudah tersungkur tak berdaya.
Seorang yang berambut putih mendekat, ia menjambak rambut si pemuda lalu membisikkan sesuatu ke telinganya, "dengar..., kami menantang si rubah iblis itu untuk menunjukkan jati dirinya! Katakan itu padanya, pecundang!", dan setelah membisikkan kata tersebut mereka pun pergi.
oOoOo
.
.
.
Love the way you Lie
Disc : MK Sensei of course
Pair: Naruto U, Sasuke U
Rate: M for save
Warn: typo(s) everywhere, alur dan cerita gaje suka-suka ane, BL, Yaoi, etc.
oOoOoOo
Bunyi bel tanda berakhirnya pelajaran baru saja berbunyi nyaring. Semua murid yang berada didalam kelas satu persatu mulai meninggalkan bangku miliknya .
"Hei, Naruto! Kau sudah dengar berita terbaru tidak?!", seorang pemuda bertato unik berteriak masuk kedalam sebuah kelas dengan tampang panik. Ia berlari menuju sebuah bangku di dekat jendela yang tengah diduduki oleh seorang pemuda yang dipanggilnya Naruto.
"Ada apa sih, Kiba? Kau berisik sekali ne...",
Kiba -pemuda bertato unik- tersebut menghempaskan pantatnya begitu saja pada bangku disamping Naruto. Mengatur nafasnya yang tersenggal sebentar, kemudian berucap, "apa kau tak mendengar jika seorang murid kelas 1 menjadi korban pemukulan? Lukanya cukup parah dan kudengar pelakunya adalah murid-murid SMA Ume! Sial, mereka sudah tidak bisa dibiarkan begitu saja ne! Kau harus melakukan sesuatu, Naruto",
Pemuda bersurai kuning tersebut memutar kedua iris shapire nya malas, sama sekali terlihat tak berminat pada apa yang Kiba katakan padanya barusan.
Merasa diacuhkan, Kiba berteriak kesal sambil menggerbrak meja,"Hei, Naruto! Kau dengar tidak?! Jangan diam saja ne!",
"Kau berisik sekali sih puppy! Tenanglah sedikit!", seorang pemuda berambut panjang diikat keatas berucap malas, sesekali ia menguap lebar dengan setitik air mata disudut netranya.
"Kau juga sama saja, Shikamaru! Kita harus bertindak, mana bisa kita diam saja ketika siswa sekolah kita dibully siswa sekolah lain?! Ini tidak bisa dibiarkan ne", ucap Kiba berapi-api.
Shikamaru, pemuda berambut nanas itu cuma menguap panjang kemudian pandangannya beralih pada pemuda blonde disampingnya yang sedari tadi masih saja betah tak mau buka suara.
"Apa yang akan kau lakukan? Sepertinya ini perbuatan Suigetsu, ia masih juga tak mau kalah rupanya. Medokusai", desis Shikamaru.
Baik dirinya maupun Kiba keduanya nampak menunggu jawaban dari sang blonde mengenai masalah tersebut. Naruto lagi-lagi cuma bisa menghela nafas panjang. Ia memakai tas ranselnya di pundak kemudian berdiri meninggalkan kedua kawannya yang masih setia menunggu.
Tetapi kemudian menghentikan langkahnya tepat di depan pintu kelas, ia melirik kebelakang kemudian berucap, "jangan lakukan apapun, Suegetsu orang yang merepotkan. Jangan ada yang melakukan perlawanan apapun",
"Ta.. Tapi! Ini sudah keterlaluan! Korbannya selalu bertambah setiap harinya. Kau harus bertindak, Naruto!",
"Aku tahu", Naruto terdiam beberapa saat, raut wajahnya seakan berpikir keras. Sekali lagi ia menghela nafas berat. "Akan ku pikiran itu, aku janji. Tapi sekarang ada sesuatu yang penting yang harus kukerjakan. Jaa, kita bertemu lagi besok, Kiba.. Shika", dan setelah berucap seperti itu Naruto pun pergi.
++oooo++
Siang ini cuaca cukup terik ditengah musim semi akhir. Setelah keluar dari gedung sekolah, Naruto segera berlari menuju stasiun bawah tanah kemudian menaiki kereta menuju kesuatu tempat rahasia yang sudah 3bulan belakangan ini ia singgahi setiap pulang sekolah.
Setelah berjalan beberapa blok sehabis turun dari kereta, sampailah ia didepan sebuah toko bunga kecil tempatnya bekerja part time 3bulan terakhir.
Part time?
Jika kalian bertanya apakah Naruto kekurangan uang, jelas Kushina sang ibu akan marah besar dan membantai habis-habisan sang putra semata wayangnya dengan bengis karena alasan itu. Pekerjaan kedua orang tuanya sudah lebih dari cukup untuk memberikan uang jajan yang lebih kepadanya.
Lalu apa yang menjadi alasan Naruto sampai mengambil kerja part time di toko bunga kecil seperti ini...?
Jawabannya hanya satu. Yaitu karena sang pemilik yang berwajah cantik dan baik hati itu.
Naruto tersenyum simpul saat melihat sosok yang sangat dikaguminya itu tengah sibuk berkutat dengan bunga dari balik kaca etalase.
Ia berjalan perlahan memasuki toko dengan cengiran 5jari andalannya.
"Selamat siang Uchiha-san, aku sudah sampai ne", serunya antusias.
Sebuah pot plastik berukuran kecil melayang tepat di kepalanya menimbulkan bunyi BRAKK keras dan kemudian Naruto cuma bisa terhuyung lemas.
"Kau lagi rupanya", suara baritone rendah terdengar kesal diujung sana.
Seorang pemuda bersurai raven sebagai sang pelaku utama tindak melemparan itu terlihat begitu jengkel dan lelah.
"Jika kau tak ada kesibukan, lebih baik pergi belajar sana, dasar bocah nakal", serunya kesal.
Naruto mengaduh pelan, ia mengusap dahinya yang mengeluarkan sedikit darah dengan punggung tangannya. Sama sekali tak terlihat kesakitan apalagi marah.
Naruto lalu mem-pout kan bibirnya lucu ,"itu sakit sekali Uchiha-san. Kau tahu kan aku sangat tertarik pada bunga", rajuknya mengiba.
Pemuda yang dipanggil Uchiha-san itu cuma bisa memutar iris hitam kelamnya dengan malas. Ia mengambil setangkai bunga berwarna berwarna ungu kemudian meletakannya diatas meja.
"Baiklah jika demikian. Coba katakan padaku Apa nama bunga ini? Jika kau bisa menjawabnya aku akan membiarkanmu melakukan apapun sesukamu",
Naruto sweet drop dibuatnya. Ia menelan ludah berat dengan keringat dingin bercucuran.
Tentu Naruto sama sekali tak tahu apa nama bunga itu. Bahkan sejujurnya ia sama sekali tak peduli pada bunga-bunga bodoh tersebut. Apa namanya, apa artinya, dimana asalnya, itu semua bukan hal yang ia sukai untuk dipikirkan.
Seakan mengerti ekspresi kalut dari sang blonde, pemuda raven itu cuma bisa menghela nafas lelah. "Sudahlah! Pergi bermain sana, apa yang kau cari disini! Toko ku ini bukan taman bermain untuk mu, bocah",
Naruto tersenyum lebar, ia mengambil duduk tepat didepan sang raven dengan wajah berbinar. Naruto memetik setangkai mawar merah yang berserakan diatas meja kemudian menyelipkannya diantara helaian rambut ditelinga pemuda pucat tersebut .
"Aku memang tak tahu nama bunga itu, yang aku hapal hanyalah nama bunga ini .mawar. Karena dia sama cantiknya dengan mu, Uchiha-san", ujar nya jujur
Pemuda raven itu terdiam sejenak, ia lalu melepas pucuk mawar itu dari tempatnya tadi. Tangannya masih sibuk mengumpulkan tangkai-tangkai bunga diatas meja kedalam keranjang, sama sekali terlihat tak peduli dengan pernyataan tak langsung dari sang blonde.
Ia sedikit membenahi bajunya yang kusut lalu berdiri .
"Aku bukanlah wanita dobe. Apa yang kau harapkan dari lelaki yang umurnya lebih tua 7tahun darimu? Kau itu hanyalah bocah yang sedang dalam masa pubertas!", ucapnya panjang lebar. Kemudian dari dalam saku apronnya ia mengelurkan sebuah plester dan melemparkannya keatas meja.
"Pakai itu untuk menutupi lukamu aku tak mau dibilang melakukan kekerasan pada anak dibawah umur. Lakukanlah sesukamu, aku tak peduli tapi jangan kotori tokoku",
Senyuman lebar merekah dari wajah tan Naruto, ia berlari dan memeluk tubuh kurus sang owner sambil memekik girang.
Ya, Naruto selalu tahu jika pemuda cantik itu selalu baik hati meski — Err — sedikit tsundere mungkin.
"Arigataou uchiha-san. Aku mencintaimu ne",
Naruto berteriak histeris sambil melepaskan kiss bye yang membabi buta ke udara.
Sementara pemuda raven itu tak peduli dan terus berjalan kedalam toko. Dan begitu ia berada didalam ruangannya, sang Uchiha muda itu hanya bisa terduduk lemas dengan wajar memerah dan dada berdebar kencang tanpa ada seorang pun yang menyadarinya.
~OoOoOoOoO~
Uchiha Sasuke, pemuda berumur 22 tahun pemilik toko bunga disudut kota itu terlihat tengah bersiap menutup tokonya.
Beberapa lampu diruangan sudah dimatikan dan ia masih sedikit sibuk berbenah di counter. Suasana terasa jauh lebih sepi. Jam dinding menunjuk pukul 9 malam, jelas pemuda berisik bernama Namikaze Naruto itu sudah pulang sejam yang lalu. Biasanya dia lah satu-satunya objek yang membuat suasana didalam situ menjadi lebih hidup dan berisik tentunya.
Sasuke menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi didepan mesin kasir. Hari ini kiriman pupuk yang tiba cukup banyak. Beruntung ada Naruto yang bisa membantunya. Sedikit banyak Sasuke harus mengakui keberadaan pemuda blonde itu meski ia sendiri lah yang selalu meneriakkan tidak membutuhkan tambahan pekerja lagi ditokonya.
Sasuke tak mengingat begitu jelas bagaimana awal cerita Naruto bisa berada ditokonya seperti sekarang. Ia tak mengenal dengan jelas siapa Naruto. Sasuke hanya tahu jika dia adalah pelajar SMU berkelebihan hormon yang suka berkeliran didalam tokonya setiap jam pulang sekolah . Bahkan Naruto sendirilah yang memplokamirkan dirinya sendiri sebagai pegawai part time di tokonya itu. Sasuke jelas sudah mengusir bocah berisik itu ratusan kali, bahkan mengasarinya dengan berbagai cara. Tapi Naruto begitu keras kepala dan keukeh dengan pendiriannya itu.
Jujur saja, sebenarnya Sasuke sangat terbantu dengan adanya pemuda blonde itu didalam tokonya.
Setidaknya Ia memiliki seseorang disampingnya yang siap membantu disaat tokonya sedang ramai dan meski tak mau berterus terang mengakuinya... Tetapi jujur saja berkat kecakapan dan — 'EHEMM'— ketampanan Naruto banyak pelanggan yang berdatangan silih berganti ke tokonya. Itu suatu kemajuan memang, tapi bagi Sasuke itu bukanlah prioritas.
.
.
.
Setelah dirasa cukup berbenah, Sasuke segera mengambil mantel miliknya kemudian berjalan keluar toko dan menguncinya, saat tiba-tiba sebuah mobil sedan berhenti tepat didepannya.
Seorang pemuda berkuncir melongok dari dalam jendela mobil. Wajahnya begitu tampan dan berkharisma dengan 2 tanda lahir unik diwajahnya.
"Kau sudah selesai, suke? Mau makan malam dulu sebelum pulang!?", tanya pemuda tersebut ramah.
Sasuke hanya mengangguk pelan, ia membuka pintu depan kemudian mengambil duduk disamping pemuda tadi.
"Kapan kau kembali? Kukira akan lama kali ini?", Sasuke bertanya acuh.
Pemuda tersebut hanya tertawa pelan kemudian melajukan mobilnya membelah jalanan yang ramai.
"Kau masih saja kejam pada aniki mu ini, suke. Apa kau tak merindukanku jika nii-san mu ini terus-terusan berada di luar negeri? Apa kau tak kesepian tinggal di mansion sendirian?!", rajuknya bernada sedih.
"Tidak sama sekali. Lagipula aku memang sudah tinggal sendirian sejak SMA. Apa kau lupa?!", Sasuke menggeleng mantap, ia mengedikan bahu dan membuang muka tak ingin menatap kakak laki-laki tertuanya yang berakting sangat konyol itu.
"Souka.. Ototou kecil ku kini sudah dewasa rupanya", Itachi berucap lirih, kemudian seringai jahil terselip dibibirnya sesaat. "Ya, kau tak akan merindukan anikimu ini lagi, aku bisa mengerti. Toh bukankah sekarang sudah ada yang selalu menemani mu di toko setiap harinya, benar kan Sa-Su-Ke?!",
"Itu tidak benar, bodoh",
"Begitukah? Tapi yang aku tahu kau selalu bersamanya di setiap waktu. Bukankah itu kenyataannya ototou ...?",
4 siku berkedut riang dipelipis sang raven. "Baka ! Naruto hanya datang saat hari sekolah saja dan saat libur aku tak mengizinkannya untuk datang sama sekali! Kau tahu kan aku sudah melarangnya ribuan kali, tapi dia tetap datang bukan!", bantah Sasuke kesal.
Itachi tersenyum, merasa berhasil menjebak sang adik dengan memprovokasinya seperti tadi.
"Jadi.. Sekarang kau mengizinkannya untuk datang disaat hari biasa begitu? Kau sangat rendah hati adikku. Tentu Naruto sangat senang bisa berlama-lama bersama dengan pemuda yang dicintainya. Bukankah demikan?",
Sasuke menghempaskan tubuhnya ke jok mobil, merasa tak akan ada gunanya jika beradu argumen lebih lama lagi dengan sang kakak karena jelas ia akan kalah.
Ia menatap keluar jendela memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang diluar sana.
"Aku tak akan memberikan harapan apapun pada bocah itu. Dia hanyalah bocah SMA yang sedang masa pubertas. Tak akan ada jaminan berhubungan dengan bocah sepertinya. Lagipula itu... Tidak akan mungkin", terdengar sedikit jeda diakhir ucapan Sasuke barusan.
Itachi melirik keadaan sang ototou dari sudut matanya, ia menghela nafas panjang sebelum kemudian berucap, "tapi kau masih saja membiarkan dia berada didekat mu bukan? Kau bukan tipe orang seperti itu Sasuke. Ya, mungkin dia memang bocah kelebihan hormon seperti yang kau katakan, tapi setidaknya bersenang-senanglah Sasuke. Itu tidak akan ada salahnya, right?! Aku tahu perasaan mu yang sebenarnya, little brother",
Sasuke menggeleng pelan, "tidak aniki", ia berucap lirih dengan raut wajah sendu. "Aku tidak akan melibatkannya lebih dari ini. Dan ku harap kita akan mengganti topik obrolannya karena menurutku ini mulai terasa membosankan!",
Itachi tersenyum tipis kemudian mengacak surai raven adik laki-lakinya itu sayang. Itachi jelas tahu maksud ucapan sang ototou nya tercinta. Ia sangat memahami hal itu, hanya saja terkadang Itachi pun ingin agar adiknya itu sedikit lebih terbuka lagi terhadap perasaannya sendiri.
"Baiklah", ujarnya pelan. "omong-omong kaa-san menyuruhmu pulang malam ini. Kita pulang ya, Sasuke?",
"Hnn",
OooooooooooooO
Siang itu, Sasuke tengah menyirami bunga-bunga dalam keranjang besarnya seperti biasanya. Cuaca hari ini biasa saja, tidak panas, juga tidak mendung. Orang-orang berlalu lalang juga seperti biasanya. Pelanggan yang datang pun hanya beberapa langganannya saja. Tak ada yang berubah rasanya. Hanya... Naruto tak ada disana. Itu saja.
Pagi tadi ada pesan masuk diinbox smartphonenya. Dan Itu dari Naruto. Pemuda dobe itu berkata akan telat datang ke toko karena suatu alasan yang tak disebutkan. Tentu itu bukan urusan Sasuke. Naruto bukanlah pegawai sah di tokonya jadi seharusnya pemuda blonde itu tak memiliki keharusan untuk mengabarinya seperti itu.
Ya, itu bukan urusan Sasuke.
Seharusnya.
Tetapi entah sejak kapan rasanya akan sangat berbeda jika dia tak disini...
Sasuke tak berharap mengerti maksud perasaannya tersebut .
Hanya saja...
Sedikit saja...
Disini... Terasa Begitu sepi...
.
.
.
Tak mau terlarut pada pikiran kosong, Sasuke memutuskan untuk pergi makan siang keluar, jarang ada kesempatan untuk Sasuke membawa motor miliknya ke toko. Ia mengambil coat biru tua miliknya kemudian segera memacu motornya pergi. Mungkin jalan-jalan sebentar akan sedikit mengurangi pikiran absurd seperti tadi, pikirnya.
Sasuke memacu motornya kencang, hembusan angin menerpa tubuhnya, terasa begitu sejuk dan membuatnya teringat kembali masa lalunya dulu.
Ia menghentikan motornya disebuah cafe, makan siang dengan sepiring salad tomat dan black coffe terdengar cukup menggiurkan. Tetapi baru saja Sasuke memarkirkan motornya di halaman cafe, suara teriakan orang-orang dipinggir jalan mengusiknya perhatiannya.
"Cepat telpon polisi, ada siswa bertengkar disana! Cepat!", teriak seorang pria dari arah sana.
Beberapa pejalan kaki nampak berlari kearah sumber keramaian sementara sisanya bersikap acuh.
Entah mengapa, Sasuke jadi tertarik untuk melihat perkelahian tersebut. Ia berjalan menuju kearah keramaian dimana seorang pemuda berambut putih tersungkur ketanah setelah terkena bogem telak dari seorang siswa berambut kuning cerah.
Mata Sasuke menyipit sekilas, mencoba memastikan apa yang baru saja dilihatnya tadi. Ia terdiam mengamati perkelahian itu yang nampak tak imbang meski dari sisi lawan hanya berjumlah sedikit.
Pemuda berambut kuning itu mengucapkan sesuatu yang tak bisa Sasuke dengar dengan jelas dari tempatnya berdiri. Dan setelah mengucapkan itu, pemuda itu pun pergi tanpa menyadari keberadaan Sasuke disana.
Seusai perkelahian tersebut para pejalan kaki yang tadinya ikut mengamati satu persatu mulai pergi. Para siswa yang terlibat perkelahian pun juga sudah tak nampak disana. Sasuke memandang kosong kearah rerumputan yang terkena cipratan darah ditengah lapangan berumput itu. Jantungnya berdenyut nyeri. Emosinya meluap tanpa ia sadari.
Dan tanpa melihat lagi, Sasuke pun pergi dari sana detik itu juga.
OoOoOoO
Naruto menatap pantulan dirinya dikaca toilet stasiun dengah wajah gusar. Beberapa plester dan perban nampak di sebagian anggota tubuhnya. Belum lagi luka lebam disudut bibirnya yang terlihat jelas meski sudah ditutup-tutupi. Ia menghela nafas berat setelahnya. Bagaimana mungkin ia bisa pergi ketempat Uchiha-san jika tubuhnya dipenuhi luka seperti ini? Pastilah Uchiha-san akan menanyakan sebab dari luka-luka tersebut.. Lalu haruskah Naruto menjawab bahwa ia terpeleset dari tangga sekolah saat pergantian pelajaran? Sial, hanya orang bodoh yang akan mempercayainya.
Sang blonde menatap layar ponselnya sendu. Ini sudah pukul 3 sore, harusnya dia sudah ada di toko saat ini. Tetapi luka ditubuhnya membuat Naruto benar-benar habis akal. Naruto tak mau Uchiha-san tahu jika ia bertengkar hebat dengan siswa sekolah lain kemarin. Apalagi jika sampai mengetahui julukannya di sekolah..
Tidak! Uchiha-san pasti akan membencinya jika tahu yang sebenarnya! Uchiha-san pasti tidak akan mau jika ada seorang bocah berandalan konyol berada didalam tokonya. Ya, Naruto sangat yakin akan itu!
Dan jika itu sampai terjadi, bisa dipastikan Naruto akan segera mengakhiri hidupnya saat itu juga.
.
.
.
Dari kejahuan sang Namikaze muda mengawasi toko bunga tersebut. Naruto jadi teringat bagaimana pertama kalinya ia bisa bertemu dengan Uchiha-san dulu.
Malam itu hujan tiba-tiba turun, Naruto berteduh disebuah toko bunga yang hampir mau tutup. Ia tak membawa payung dan batere ponselnya habis. Tak ada satupun taxi yang lewat dan Naruto yakin ia akan pulang telat hari itu.
Lalu keluarlah seorang pemuda bermata obsidian dari dalam toko. Mungkin dia adalah karyawan toko tersebut, entahlah Naruto tak tahu. Pemuda itu sangatlah cantik, mungkin satu-satunya orang paling cantik yang pernah Naruto lihat dalam hidupnya. Rambut dan matanya sekelam malam, kulitnya putih seputih salju dan tatapannya begitu dalam seakan menguliti tubuh mu disetiap inchinya dan dengan melihatnya saja membuat jantung Naruto berdebar kencang.
Pemuda itu menatap Naruto datar, ia sama sekali tak berbicara sepatah katapun. Bahkan ketika ia kemudian berjalan pergi, Naruto hanya dapat mengamati gestur punggung yang menjauh itu dalam diam.
Entahlah, Naruto masih tak mengerti arti debaran itu. Kemudian irisnya membulat ketika melihat sebuah payung sudah bersandar disamping pintu,
Kaki Naruto refleks mengejar pemuda cantik tadi. Ditengah guyuran hujan ia berseru kepada nya.
"Maaf tuan payung mu tertinggal",
Pemuda pucat itu hanya diam, ia menatap Naruto lekat, kemudian berucap, "aku sengaja meninggalkannya untukmu. Pakailah dan segera pulang. Orang tua mu pasti cemas. Jaa",
Dan setelah berkata seperti itu pemuda itu pun lenyap diantara krumunan pejalan kaki lainnya.
Naruto masih mematung disana. Bajunya sudah basah. Akan sangat terlambat jika ia membuka payung itu sekarang. Seukir senyum tergambar diwajah tannya. Naruto sekarang tahu arti debaran dijantungnya tersebut. Ini pertama kalinya sesorang begitu respect padanya meski ia bertampang berandalan. Kebanyakan orang akan ketakutan lalu berlari. Tetapi pemuda itu tidak...
Ya, mungkin ia sudah jatuh cinta pada pemuda berwajah pucat tersebut ...
Love at the first sight, huh?
Dan Naruto pun melenggang pulang dengan senyum yang tak lepas dari wajahnya.
Hari-hari selanjutnya Naruto habiskan seluruh waktunya untuk menemui sang pemuda. Mengajaknya mengobrol, bercanda, bertengkar bahkan sebuah ajakan kencan.
Tetapi Uchiha Sasuke-nya adalah orang yang teguh pendirian.
"Aku ini seorang pria yang berumur 24tahun, dan kau hanya bocah dalam masa pubertas yang sedang kelebihan hormon. Pergilah bermain, tokoku bukan taman bermain mu!",
Kalimat penolakan itu sudah seperti alunan merdu suara surga untuk Naruto.
Mungkin dirinya sudah tak waras, tetap setia mengejar meski Uchiha-san jelas menolak.
Tapi itulah cinta, right. Dan Naruto tak akan menarik kata-katanya.
.
.
.
Kini setelah semuanya itu, ia berakhir dengan hanya mengamati uchiha-san dari kejauhan.
Ia tak mau membuat pemuda pucat itu melihat sisi dirinya yang lain.
Entahlah, rasanya Naruto menyesal sudah berkelahi seperti itu. Aneh bukan,, bahkan kaa-san nya yang seperti rubah betina itu tak pernah bisa membuat Naruto kapok untuk berkelahi. Dan sekarang, ia baru menyesali kebodohannya tersebut. Poor Naruto.
"Apa yang kau lakukan disini, dobe?!",
"UAAAAA..!",
suara baritone rendah tersebut berhasil membuat Naruto terhenyak bahkan berteriak saking kagetnya. Iris shapirenya membulat sempurna manakala sosok Uchiha-san sudah berada tepat didepan matanya. Ia bergerak gusar, benar-benar habis akal bahkan hanya untuk bicara saja.
"Apa yang kau lakukan disini? Seperti penguntit saja... Masuklah",
Ekspresi Uchiha-san sama sekali tak menunjukkan raut apapun. Naruto cuma bisa cengo dihadapan pemuda beriris kelam tersebut. Ia mengangguk cepat kemudian mengekor dibelakang Uchiha-san masuk kedalam toko.
Sial baginya.., padahal ia berniat untuk tidak datang sampai lukanya sembuh tapi sekarang ia malah duduk diam gemetaran seperti orang bodoh.
.
.
.
.
Sasuke mengamati gerak-gerik si blonde dari balik counter. Tentu ia sangat paham jika pemuda itu terlihat canggung dan ketakutan. Sasuke tau pasti apa sebabnya. Hanya saja.. Ia hanya ingin melihat bagaimana pemuda itu menjelaskan alasannya.
"Minumlah...", Sasuke meletakan segelas tea jasmine dingin diatas meja. Naruto buru-buru menyeruputnya dengan rakus seakan tengah dehidrasi tingkat dewa.
"Arigatou, uchiha-san...", ia berucap pelan.
"Hnn...",
Iris obsidian itu melirik tajam. Mengamati setiap perubahan yang terjadi pada tubuh sang blonde dihadapannya. Bibir sobek, dahi luka, lengan diperban dan mungkin masih ada lagi yang tersembunyi dibalik seragam sekolahnya.
"Kenapa dengan tubuhmu, dobe?", tanya Sasuke to the point
Naruto menggaruk rambutnya yang tak gatal sama sekali. Menelan ludah berat, dan ia sama sekali tak ada ide untuk beralasan apapun.
"Ngg... Itu.. Aku terjatuh.. Ditangga.. —",
"Begitukah?"
"Ya... Kurasa — ",
Sasuke meliriknya sekilas, pemuda blonde itu jelas berbohong. Tentu saja karena Sasuke tahu alasan yang sebenarnya.
"Kemarin aku melihat perkelahian antar siswa didekat stasiun X. Apa memang begitu cara bocah sekarang bermain-main uhh? Membuat sakit mata saja", ucap Sasuke datar sambil sibuk memotong tangkai-tangkai bunga.
"Kau tidak terlibat sama sekali kan, Naruto?", imbuhnya.
"Aku... Aku... Sebenarnya aku...",
TBC
