1700 tahun yang lalu, kelompok ilmuan ibukota bereksperimen membuat senjata bernama imperial arms atau yang biasa disebut TEIGU. Teigu kuno yang bahkan melebihi kemampuan teigu penerusnya. Itulah OZU. Namun, semenjak raja yang terobsesi dengan kemenangan menggunakannya, Ozu pun perlahan menghilang. Begitu pula sang raja.
~Present~
Hening dirasakannya. Walau pun begitu ia melanjutkan langkahnya, menuju ibukota. Beberapa kali ia berpapasan dengan orang lain, namun tak ia hiraukan sedikitpun. Ia memang pecinta keheningan. Karena saat-saat seperti itulah ia merasakan yang namanya kedamaian.
Langkahnya terhenti ketika ia melihat hal tak asing di depannya. Mayat naga tanah yang mati dengan tubuh tercincang benda tajam. Darah berceceran di mana-mana. Di tanah dan juga di pohon sekitar. Tempat itu kini nampak seperti tempat pembantaian. Ia menatap sebentar ke sekelilingnya, lalu mengalihkan pandangannya ke depan dan terus melangkah seolah tak terjadi apa-apa. Ia meninggalkan tempat itu, masih dengan wajah datarnya.
Malamnya ia tiba di tempat yang dituju. Suasana kota yang mulai sepi malah membuatnya sedikit lega. Ia lalu masuk ke sebuah kedai yang masih buka. Sang penjaga kedai yang sedang membersihkan salah satu meja di sana melihatnya masuk.
"Maaf Tuan. Tapi kami sudah mau tutup." ujar penjaga kedai itu.
Ia tak membalas. Ia edarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Kedai minum yang sepertinya habis dikunjungi banyak orang. Terbukti dengan beberapa kursi yang masih berantakan dan gelas-gelas kotor yang belum sempat dicuci. Namun di malam yang larut ini masih ada seorang pelanggan yang terlihat bosan seolah menunggu seseorang.
"Aku hanya sebentar. Aku ingin memesan beberapa roti dan minuman. Berapapun yang kau punya." akhirnya mulut itu terbuka. Senyum tipis pun tercetak di wajahnya. Ia berjalan perlahan ke arah pemuda yang duduk sendiri di meja pojokan.
"Kau kelihatan sedang menunggu seseorang. Boleh aku duduk sebentar?" ujarnya ramah pada pemuda itu.
"Oh, iya silahkan."
"Terima kasih. Boleh aku tahu namamu?"
"Tatsumi."
"Tatsumi, apa yang kau tunggu sampai selarut ini?" tanyanya kembali.
"Aku sedang menunggu seorang onee-chan yang ingin memasukkanku ke pasukan militer." jawabnya dengan senang.
"Oh. Jadi begitu."
"Anak muda, sepertinya kau ditipu." celetuk penjaga kedai sambil membawa pesanan pelanggannya itu.
"Eh? EEEEEEEEEEH?" teriak Tatsumi histeris.
"Kurasa kau terlalu percaya dengan orang di ibukota ini."
"Ini penipuan, aku akan melaporkannya." ucap Tatsumi tak terima.
"Percuma saja. Yang ditipulah yang salah." balas sang penjaga kedai yang sukses membuat Tatsumi frustasi.
"Uangkuuu~" rengek Tatsumi dengan sedihnya.
"Biar aku yang bayar. Kau bisa mengembalikkannya nanti kalau sudah punya uang." ujar pemuda yang duduk di depan Tatsumi dengan tenang. Sebelum ia bangkit, mengambil belanjaannya lalu berjalan pergi.
"Benarkah. Kau orang yang baik. Terima kasih. Pasti akan ku kembalikan." ucap Tatsumi dengan gembira.
"Tunggu dulu. Aku belum tahu namamu." lanjutnya pada pemuda yang sontak berhenti di depan pintu.
"Eiji. Eiji Hino." dan ia pun melanjutkan langkahnya keluar.
~Malamnya~
Keadaan ibukota begitu sunyi. Dan di salah satu menara di ibukota, nampak seorang pria. Pria yang seluruh tubuhnya ditutupi zirah hitam dengan garis berwarna. Topeng yang memiliki ukiran elang merah dengan visor hijau menyala di kegelapan malam. Lengannya memiliki garis kuning dengan gauntlet bercakar besi. Lalu di kakinya terdapat garis hijau. Di dadanya ada lingkaran emas yang memiliki simbol elang, harimau, dan belalang. Di lingkaran inilah ketiga warna tersebut menyatu.
Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling sampai pandangannya berhenti di sebuah mansion mewah. Lingkaran emas didadanya berpendar terang, lalu lambang elang di lingkaran itu menunjukkan cahaya merahnya, sebelum berpindah melalui garis di lehernya ke topeng yang ia pakai. Visor hijaunya pun menyala. Dan dari sudut pandangnya, mansion yang jaraknya lumayan jauh itu terlihat lebih dekat. Ia bisa melihat segala kejadian yang ada di mansion itu dengan jelas. Seperti elang yang mengawasi mangsanya.
~Beberapa hari kemudian~
"Hoaammm." Eiji bangun dari tidurnya. Tepat di atas sebuah dahan pohon yang lumayan besar.
Eiji Hino adalah seorang petualang. Dia tak punya rumah maupun teman yang pasti. Tidur sendiri di atas pohon seolah jadi kebiasan baginya. Bahkan yang saat ini tengah ia pikirkan adalah apa tujuannya ke ibukota.
"Sebaiknya aku mencari pekerjaan. Uangku sudah mulai menipis." ujarnya sembari meregangkan ototnya. Ia pun melompat turun dari pohon tempatnya tidur.
Eiji pun memilih pergi mengikuti arah aliran sungai. Dan tak lama berselang ia bertemu dengan beberapa orang kriminal yang dicari ibukota. Sepintas seringai muncul di wajahnya. Ia pun berjalan menunduk dan saat melewati orang-orang itu, ia tersenyum.
Sementara itu di markas Night Raid, Tatsumi sedang memasak bersama Akame. Pada akhirnya ia menerima tawaran untuk bergabung dengan Night Raid. Untuk menyelamatkan desanya dan untuk teman-temannya yang telah pergi mendahuluinya.
Kembali ke Eiji. Setelah berjam-jam menyusuri sungai ia sampai di kota. Dan saat ini ia tengah berjalan-jalan untuk mencari pekerjaan. Ia berhenti saat melihat poster buronan Night Raid, dan kembali berjalan. Lalu tepat di jalan menuju kerajaan, ia melihat banyak sekali orang berdiri di pinggir jalan seolah tengah melihat sesuatu. Dengan penasaran Eiji menghampiri tempat itu.
Semua penduduk yang berdiri di tepi jalan menunduk hormat pada sosok yang berjalan dengan angkuh. Ogre dan anak buahnya. Siapa yang tidak kenal Oni no Ogre, polisi militer yang terkenal kuat dan selalu dikawal oleh pasukannya. Tidak ada yang tak takut padanya. Sekali saja berurusan dengannya, maka akan berakhir di tiang eksekusi.
"Ogre. . . . lumayan menarik." ujar Eiji.
~Malamnya~
Malam pun tiba. Ogre yang baru saja keluar dan menikmati malamnya di pusat kota kedatangan seorang yang tidak ia kenal. Ialah Tatsumi.
"Anu, Ogre-sama." panggil Tatsumi yang menutupi tubuh dan wajahnya dengan mantel bertudung.
"Ha?" Ogre menoleh ke arahnya.
"Ada sesuatu yang ingin aku katakan." lanjut Tatsumi.
"Apa itu? Katakan saja." balas Ogre.
"Aku tidak bisa mengatakannya di tempat umum."
"Ha?" balas Ogre bingung dengan ucapan Tatsumi.
Dan mereka pun pindah ke sebuah gang yang amat sepi.
'Aku tak merasakan kehadiran orang lain di sini.' batin Ogre melihat sekeliling.
"Oi, bocah. Di tempat ini bisa kan?" tanya Ogre pada Tatsumi yang membelakanginya.
"Ya."
'Sayo, Ieyasu . . . pinjamkan aku kekuatan kalian.' Batin Tatsumi sembari membalikkan badannya.
"Tolong rekrut aku jadi tentara kerajaan. Aku harus mendapatkan uang dan mengirimkannya ke desaku." ujar Tatsumi tiba-tiba sambil bersujud di depan Ogre. Ogre menghela nafas panjang.
"Sudah kuduga akan seperti ini. Lakukan saja sesuai prosedur, bodoh!" komentar Ogre dan berbalik meninggalkan Tatsumi.
"Tapi di masa kekurangan ini penerimaannya sangat ketat." ucap Tatsumi pelan. Namun tangannya sudah siap menarik pedang di pinggang belakannya itu.
"Mau bagaimana lagi..." balas Ogre yang juga sudah siap dengan pedang di pinggang kirinya.
"...kau tidak memiliki cukup kekuatan."
JRAASS
Baru saja mengeluarkan pedang dan membalikkan lagi tubuhnya, Ogre sudah tertebas. Ia tak bisa menandingi kecepatan menghunus pedang Tatsumi.
'Cepat, dan kekuatan yang tak mengenal takut. Tak kusangka ada orang yang bisa mneghadapiku seperti ini.' batin Ogre sebelum jatuh ke tanah.
"Aku berhasil. Oh benar juga, aku harus melaporkan hal ini."
"Huaaaargh"
Trank
Reflek Tatsumi menyelamatkannya dari tebasan Ogre yang tiba-tiba bangkit itu.
"Kau pikir aku, Oni no Ogre, akan mati dibunuh bocah sepertimu." geram Ogre sambil terus menebas Tatsumi. Sementara Tatsumi terus menahan dengan pedangnya walau pada akhirnya ia terpental akibat tebasan Ogre.
"Aku yakin kau bagian dari organisasi yang menyerang pemerintah. Kau anggota Night Raid bukan? Seseorang yang lemah tak ada artinya. Di kota ini yang kuatlah yang berkuasa. Akulah yang menentukan takdir orang lain. Aku tidak bisa dihakimi." jelas Ogre.
"Jangan mengatakan omong kosong."
Tatsumi lalu melompat dan mengayunkan pedangnya secara vertikal. Tentu saja Ogre bisa menahannya dan membalikkan keadaan. Sekarang Tatsumi yang tengah kesusahan menahan ayunan pedangnya.
"Siapa klienmu? Jika itu baru-baru ini, pasti dia tunangan dari orang yang kueksekusi beberapa waktu yang lalu. Aku benar, kan? Aku tahu, aku juga akan mengeksekusinya nanti. Tidak, akan terlambat jika tidak dilakukan sekarang. Pertama, aku akan menemukan wanita itu. Lalu aku akan mengkambing hitamkan seluruh keluarganya, dan membunuh mereka, satu persatu, di depan matanya. Tentu saja setelah membunuh-"
JLEB
Waktu terasa terhenti seketika. Tiga buah besi yang terlihat seperti cakar menembus perut kanan Ogre. Perhatian kedua orang yang dari tadi bertarung itu teralihkan ke sosok yang menusuk Ogre. Sosok berarmor hitam dengan garis merah-kuning-hijau di tubuhnya.
"B-brengsek, siapa kau?" ujar Ogre penuh amarah.
Yang ditanya hanya terdiam dan tatapannya terarah ke Tatsumi.
"Pergilah!" suara beratnya memerintahkan Tatsumi menjauh. Dengan herannya Tatsumi menjauh dan mengambil jarak dari mereka berdua.
Syuuutt Brukk
Sosok itu mencabut cakarnya secara perlahan. Dan Ogre pun terduduk di tanah sambil menahan sakit.
"Sialan. Tak akan ku ampuni." Ogre bangkit dan berlari ke arah orang yang menusuknya itu.
"MATILAH KAU BRENGSEK!"
Wussh
Dengan mudahnya tebasan Ogre dihindari dengan bergerak ke samping lalu . . . .
JRAASSH
. . . memanfaatkan momentum serangan Ogre yang masih mengayunkan pedangnya ke bawah, ia menebas tangan pendekar yang dijuluki Oni itu. Hasilnya tangan kanan Ogre putus. Tak berhenti di situ Ogre segera menggunakan tangan kirinya untuk memukul.
Greb
Dengan mudah pukulannya ditangkap. Dan tangannya kembali putus.
"Namaku Ozu. Ingatlah dengan baik karena kau tak akan bisa mengingat hal lain lagi."
