Tiba-tiba kepikiran nulis cerita ini entah ada angin apa.
Sebenernya ini cerita dibuat tanpa kerangka dan ditulis sesuai angin yang berhembus secara tidak menentu.
Jadi, semoga masih bisa dinikmati.
Jangan lupa read and review yaw~ X3

/

Intro

Di sebuah kota kecil terdapat sebuah keluarga yang hidup dengan harmonis. Kakek, nenek, ayah, ibu, dua anak laki-laki, satu anak perempuan, dan seekor kucing. Hari-hari selalu mereka lalui dengan damai dan penuh keceriaan. Tak pernah seharipun terlewatkan tanpa gelak tawa dan senda gurau. Seakan mentari selalu bersinar terik untuk memberikan kehangatannya kepada mereka, Keluarga Seishun.

'Brug, prak, drak-drak-drak, brug, prang!' berbagai suara tak henti-hentinya saling bersahutan dari dalam rumah sejak tadi pagi.

"Ryoma! Momo chan! Lagi-lagi kalian mengganggu Kaoru chan ya?!"

Seorang anak perempuan berkepang berlari menuruni tangga. "Ini semua gara-gara Niichan!"

"Bukan, Momo yang mulai duluan!" Seorang anak bertopi menyusul di belakangnya.

"Aaa, bukan aku, bu!"

"Momo, jangan halangi jalanku!"

"Awas ya, mau kemana kalian!"

"Aah! Niichan awas!"

'Prang' pot bonsai yang tak sengaja tersenggol terjatuh hingga membuat tanah di dalamnya berhamburan keluar. Sang pemilik yang berada tepat di hadapannya hanya bisa tertohok karena tidak sempat melakukan apa-apa. "Ta-tanamanku..."

"Berhenti kalian berdua!"

"Tidaaakk ini semua salah Niichan!"

"Jangan bohong Momo!"

"Niichan yang menyuruh Kaoru masuk ke dalam lemari!"

"Tapi Momo yang mengunci lemarinya!"

"Seharusnya aku tidak menyimpan tanaman-tanaman ini di dalam rumah. Untung saja yang satu itu tidak..."

'Prang' baru saja sang pemilik merasa tenang, pot bonsai yang berada di sudut ruangan satunya turut jatuh ke atas lantai hingga berkeping-keping.

"..."

"Ryoma! Momo! Ibu bilang berhenti!"

"Ta..tanamanku..."

"Tidak! Tidak! Tidak! Bukan aku, bu!"

"APA YANG KALIAN LAKUKAN!"

Di tengah kegaduhan yang ada, sang nenek yang tengah duduk di atas sofa hanya tersenyum sembari menyeruput teh hangatnya. "Hari yang tenang seperti biasanya ya, Eiji."

"Nyaa~?"

Tak terasa satu jam telah berlalu. Keadaan rumah sudah menjadi jauh lebih tenang. Hanya desisan dari dalam televisi yang terdengar menyiarkan program yang tak jauh beda dari hari sebelumnya. Tiba-tiba suara pintu bergeser seakan memecah keheningan yang ada.

"Aku pulang!"

"Ah, ayah sudah pulang!" sambut Momo chan, si gadis berkepang dua dengan ceria. Namun tampaknya sang ayah justru merespon sebaliknya. Tentu saja Momo menjadi penasaran. "Kenapa ayah terlihat murung? Kenapa?" karena sang ayah tidak kunjung menjawab, Momo terus mengulang pertanyaannya. "Kenapa? Kenapa?"

"Momo, biarkan ayahmu beristirahat dulu!" perintah sang ibu. Namun dia pun turut merasa penasaran. "Ada apa Sadaharu?"

Sadaharu berjalan dan duduk di atas sofa. Dia menghela napas panjang sebelum akhirnya mulai berbicara.

"Aku membawa sebuah kabar besar untuk kalian."

Semua orang langsung mendekat ke arah Sadaharu yang berwajah serius. Bahkan Ryoma dan Momo yang tidak pernah bisa diampun kini turut duduk manis di hadapan ayahnya. Atmosfer di dalam rumah mendadak berubah menjadi begitu menegangkan. Semua orang merasakan benar hal tersebut, terutama Syuko. 'Apa? Apa yang akan Sadaharu katakkan? Apa jangan-jangan dia terkena PHK? Oh, tidak! Bagaimana ini? Kalau memang seperti itu, mau tidak mau kami harus menjual rumah. Lalu dimana kami akan tinggal? Tidaaak!' pikirnya dalam hati.

"Tidak Syuko, aku tidak terkena PHK," ucap Sadaharu tiba-tiba.

"Eh... apa yang kamu katakkan... Aku tidak berpikir seperti itu, kok. Hehe..he..he.." timpal Syuko sembari tertawa garing.

"Jadi ada kabar apa?" tanya Fuji.

"Bosku baru saja menaikkan pangkatku."

"Wah, bukankah itu hal yang bagus?"

"Huft, aku pikir ada apa. Kamu membuatku khawatir."

Semua orang mulai tertawa dan tersenyum karena merasa Sadaharu hanya ingin mengejutkan mereka dengan kabar gembira tersebut. Meski sebenarnya, dia masih belum memberitahukan kabar yang sebenarnya.

"Iya, memang bagus. Tapi karena hal itu, minggu depan aku akan di transfer untuk menjadi kepala cabang di kota lain. Dalam kata lain, kita semua harus pindah rumah."

Keceriaan yang ada kembali berubah menjadi keheningan. Tidak ada yang pernah berpikir bahwa mereka harus meninggalkan rumah yang selama ini telah menaungi mereka.

"Pindah kemana?" tanya Ryoma.

"Ke tempat yang cukup jauh dari sini. Namanya Kota Tenipuri."

"Kota Tenipuri?"

Syuko dan Ryoma bertanya-tanya karena merasa belum pernah mendengar nama kota tersebut. Momo pun sama penasarannya, namun ada hal lain yang membuat perhatiannya teralihkan. Dia melihat buliran air mata menetes dari sudut mata kakeknya. "Ah! Kakek menangis!"

Pandangan semua orang langsung menuju ke arah Tezuka yang tak pernah mengubah ekspresinya sedikitpun. "Ada apa, Ayah?" tanya Syuko dengan khawatir.

"Pasti ayahmu sedang mengenang masa lalu," timpal Fuji.

"Ah, apa ibu dan ayah tahu tentang Kota Tenipuri?"

"Tentu saja, karena dari sanalah kami berdua berasal."

"Heeee?!" sahut semua orang serempak.

"Nenek, seperti apa sih Kota Tenipuri itu? Kalau membosankan aku tidak ingin pindah. Iya, kan Niichan?"

"Iya! Aku tidak mau!"

"Justru kota itu jauh lebih menyenangkan. Kalian pasti akan punya banyak teman baru. Ditambah lagi makanan di sana juga terkenal lezat, lho!"

"Apa di sana ada ponta?"

"Tentu saja ada."

"Puding?"

"Ada."

"Fsuuu..."

"Apa Kaoru chan? Kucing?"

"Tentu saja, di sana banyak kucing lucu."

Sang nenek terus menjawab berbagai pertanyaan yang dilontarkan cucu-cucunya dengan tetap tersenyum penuh keyakinan. Hingga akhirnya dia berhasil meyakinkan ketiga anak di hadapannya itu untuk mau pindah rumah.

"Yosha! Aku jadi tidak sabar ingin melihat Kota Tenipuri!" sorak Momo. Dia melompat-lompat kegirangan. Ryoma turut bersorak bersama saudara perempuannya itu. Sementara Kaoru menatap Eiji dengan mata berbinar-binar.

Fuji tersenyum melihat tingkah lucu ketiga cucunya itu. "Aku jadi ingin bertemu teman-teman di sana." Dihelanya napas dalam-dalam sebelum akhirnya menolehkan wajah ke sebelah kiri. "Setelah pindah ke sana pasti hari-hari kira menjadi lebih menyenangkan. Ya kan, Tezuka?" tanya Fuji dengan senyuman yang sedikit berbeda dari biasanya, seakan mengandung sebuah arti yang hanya dimengerti olehnya dan Tezuka.

'Justru... akan jadi sebaliknya...'