Tokyo Ghoul © Ishida Sui

AR

(I don't take any profit by publishing this fict, riiight?)

Lantern

"Ibu?" Seorang bocah berambut hitam menarik sheath dress yang dikenakan seorang wanita.

Iris sang bocah tak lepas dari paras cantik wanita yang berada di depannya. Wanita itu tampak hendak bertolak. Dia akan pergi. Pergi? Apa itu artinya Kishou kecil akan kehilangan sosok seseorang yang telah melahirkannya? Firasat buruk dirasakan bocah berusia sepuluh tahun. Refleksi yang tampak di sepasang bola matanya adalah hitam, serba hitam. Baik rambut maupun busana yang membalut tubuh wanita itu, ibunya, hitam. Hitam adalah pertanda kepergian, perpisahan, dan kekosongan. Hitam adalah lambang dukacita dan berkabung.

Wanita berambut hitam yang masih terlihat seperti belasan tahun membungkukkan tubuhnya. Dia menyapukan jemari lentiknya di rambut hitam Kishou. Membiarkan sang bocah merasakan hangat yang ditorehkan dari sentuhan sang ibu.

"Jadilah anak yang baik, Kishou."

Tangan Kishou masih terangkat, tapi objek yang dia pegang telah tiada. Sang ibu telah berjalan keluar. Rambutnya terlihat memantulkan sedikit warna jingga yang dipinjamkan matahari.

Kemudian, Kishou hanya mendengar suara pintu yang ditutup di hadapannya bersamaan dengan kegelapan yang tampak. Dia ingin berlari dan merengkuh sang ibu. Entah mengapa, dia merasa kepergian sang ibu kali ini bukan ke tempat yang dekat seperti biasanya. Rasanya, wanita yang sepuluh tahun memanjakannya dengan kasih sayang itu akan pergi ke tempat yang tak dapat dijangkaunya. Kishou masih terlalu dini untuk mengerti arti perpisahan. Namun, intuisi sang bocah seolah sudah terasah menjadi tajam. Intuisi yang membuat air matanya meleleh tanpa dia kehendaki. Objek selanjutnya yang dipandang sang bocah adalah eksistensi bunga di dalam pot. Bunga merah marun yang masih segar. Lycoris radiata. Bunga itu serupa dengan warna hitam. Keduanya identik menandakan hal-hal yang tidak menyenangkan.

Ketika sang ayah kembali ke rumah dengan wajah cerah, Kishou hanya dapat menyambut sang pria yang rambutnya memutih dengan ekspresi sendu. Kishou merintih saat sang ayah mengguncang-guncang tubuhnya. Dia menanyakan keberadaan sang ibu yang luput dari penglihatan dan Kishou menjawab seperti yang dia lihat. Ibunya pergi entah ke mana. Jawaban yang mengubah air muka sang ayah menjadi resah. Dua bola mata pria yang beprofesi sebagai dokter itu memperlihatkan sirat nanar. Selanjutnya, Kishou kembali mendapati bahwa dirinya ditinggal sang ayah. Pria itu berlari seperti kerasukan dan menyerukan nama sang istri berulangkali. Kishou masih berdiri di depan pintu masuk, mendengarkan sayup-sayup teriakan sang ayah. Suara pria yang akrab disapa dengan "dr. Kanou" semakin redam. Agaknya, dia pergi mengejar sang istri dengan harapan dapat membawa wanita itu kembali.

Kishou menggunakan waktu kosongnya untuk membaca buku di dekat rak sepatu, di dekat pintu masuk. Beberapa buku yang ditumpuk rapi menjadi teman saat dia menanti kepulangan dua anggota keluarganya. Ketika merasa perutnya seperti diisi dengan ribuan kaki seribu, ada getaran yang cukup hebat, Kishou tahu dia harus berjalan ke dapur untuk mencari pengganjal perut. Sang bocah kembali ke dekat pintu dengan membawa satu nampan berisi segelas susu dan roti. Dia kembali tenggelam dalam dunia yang disuguhkan oleh deretan kata di atas hamparan kisah yang berwujud lembaran kertas.

Kepala Kishou menengadah saat mendengar suara derit pintu setelah kenopnya terlihat berputar. Anggota keluarganya pulang. Hanya saja, ayahnya yang kembali seorang diri. Kishou melupakan kehadiran buku-buku yang menemaninya sedari tadi. Dia beranjak dan berjalan menghampiri sang ayah. Rasa penasaran memenuhi benaknya, terutama saat melihat air yang masih deras mengalir di pipi sang pria. Hari ini langit cerah. Itu artinya, sang ayah tidak kehujanan. Air itu adalah air mata. Air yang sama dengan air yang tadi menelusuri lekuk pipinya. Kishou ingin bertanya, sebatas melenyapkan rasa herannya. Namun, urung. Dia tidak bisa bertanya kenapa sang ayah menangis. Pria itu mencondongkan tubuh dan mendekapnya. Kanou selalu memberikan pelukan setiapkali pulang atau berangkat kerja. Kishou terbiasa dengan skinship di dalam keluarganya. Itu tanda ayah dan ibunya menyukainya, yang diwujudkan melalui (salah satunya) pelukan. Namun, dekapan kali ini terasa berbeda. Lengan sang ayah terlalu kencang melingkar di tubuhnya. Jemari kekar sang pria bahkan mencengkeram kain bajunya. Kishou tidak bisa tidak menahan ringisannya.

Satu kalimat dan sepasang bola mata Kishou sontak berkaca, dipenuhi air yang menggenang.

"Ibu telah pergi."

Sang ibu tidak juga kembali. Seperti ucapan sang ayah, ibunya telah pergi. Perihal pergi ke mana, Kishou tidak tahu tujuannya dan sampai kapan. Satu hal yang Kishou tahu adalah perubahan sikap sang ayah. Dia tidak memberikan pelukan saat hendak pergi bekerja. Dia menjadi jarang pulang, tidak lagi menanyakan kabar Kishou di sekolah. Pria berambut putih itu juga tidak lagi memperlihatkan sorot mata yang hangat. Ayahnya terlihat kosong. Dia masih mengulaskan senyuman. Tapi Kishou tahum senyuman itu tidak lebih dari sekadar gerakan bibir. Senyuman tanpa arti. Meskipun punggungnya masih tegap berdiri, sang ayah tampak hancur. Tubuhnya masih kuat menyokong jiwa sang pria yang sudah koyak sana-sini. Kishou tidak bertanya. Dia hanya membaca keadaan dengan otak jeniusnya dan dia berhasil menyimpulkan sesuatu. Sesuatu yang tidak ingin Kishou pikirkan.

Kishou cukup sulit berteman. Dia bukanlah seorang antisosial. Dia bisa menyapa orang tua yang kebetulan berada di halaman rumah untuk menyiram tanaman atau tukang pos yang sedang mengatarkan koran ke rumahnya. Alasan mengapa Kishou tidak memiliki teman adalah karena statusnya. Dia anak seorang dokter terkenal, cukup menjadi sasaran siapa pun yang merasa iri. Selain itu, otaknya encer. Ditambah, wajahnya pun tampan. Dia sosok yang sempurna. Sosok idaman setiap orang. Itulah kenapa, orang yang hanya bisa berangan-angan menjadi dirinya akan berbalik memusuhinya. Enggan berhadapan dengan kenyataan bahwa ada manusia yang lahir dengan berkah kesempurnaan.

"Ayahnya dokter, jadi wajar saja!"

"Dia pasti menyogok guru-guru di sekolah ini!"

"Hei, bukankah ayahnya dokter? Mungkin saja wajah itu pun hasil operasi!"

Kishou belajar membentengi dirinya berkat ucapan sang ibu. Ibunya adalah wanita yang sangat baik. Ketika Kishou pulang dengan noda lebam di sudut mata, sang ibu meraih tangannya dan membawa dia ke dapur untuk mengompres noda biru itu.

"Kishou, dengarkan Ibu. Terkadang orang yang baik membuat pilihan yang salah. Itu bukan berarti mereka adalah orang yang buruk. Itu tandanya mereka manusia." Itulah yang ibunya katakan. Kalimat yang dipegangnya baik-baik sebagai prinsip lelaki.

Setelahnya, Kishou bisa melalui masa-masa sulit dalam hidupnya dengan lebih baik. Ya, dia tidak lagi memusingkan ucapan orang lain tentangnya, bahkan sesekali membalas ucapan yang dilontarkan kepadanya tanpa ambil hati.

Sekali waktu, Kishou yang sangat tenang itu melakukan hal di luar dugaan. Dia mendaratkan pukulan ke pipi seorang pemuda di kelasnya. Peristiwa itu terjadi saat dia menduduki bangku kelas delapan. Entah karena masa pubertas atau memang ucapan yang dimentahkan seseorang di kelasnya terlampau menusuk hati sampai-sampai dia tidak bisa menahan diri.

"Ibumu mungkin ghoul dan dibunuh CCG!"

Entah siapa yang memulai, Kishou tidak mengetahuinya. Dia jenius. Namun, si jenius bukanlah peramal dan intuisi tidaklah sama dengan bola kristal peramal. Rumor bahwa ibunya adalah ghoul merebak. Tentu saja hal itu sebenarnya lelucon belaka. Tidak ada yang menganggapnya serius. Tidak ada, terkecuali Kishou sendiri. Semua bualan mereka, yang mereka sebut lelucon, adalah penghinaan baginya. Ibu adalah sosok yang seharusnya tidak dijadikan bahan ejekan bagaimanapun konteksnya. Siapa pun yang berani melakukannya, bersiaplah untuk berhadapan dengan sisi lain dari seorang Kanou Kishou.

Sang pemuda berambut hitam melihat punggung sang ayah yang tampak ringkih dalam diam. Beberapa hari yang lalu, ayahnya menyampaikan berita bahwa dia akan berangkat ke Jerman untuk melakukan penelitian. Kishou hanya tahu bahwa ayahnya berhenti bekerja di rumah sakit dan beralih mejadi seorang dokter bagi sebuah organisasi. Kanou tidak pernah membawa pulang pekerjaannya. Namun, semuanya berubah setelah kepergian sang istri. Pria itu seolah mencari sesuatu. Dia selalu tampak gusar. Urat-urat di wajahnya tampak tegang dan dahinya penuh kerutan. Dia menjadi pemikir dua kali lipat dari biasanya. Memalingkan wajah, Kishou harus mendapati bunga lycoris radiata yang kini telah layu.

"Aku akan berada di Jerman dalam waktu yang tidak bisa dipastikan."

Anggukan kecil dari Kishou dan balasan atas salam pamit dari sang ayah menjadi penutup percakapan mereka hari itu. Ketika rasa rindu dan kesepian mulai menggentayanginya, Kishou hanya bisa melihat figura yang dia letakkan di sudut meja belajar, berharap waktu bisa kembali seperti sediakala ketika sang ibu masih ada. Bukannya dia tidak pernah mencoba menghubungi sang ayah di Jerman sana, melainkan sang ayah tidak pernah membalas sekali pun email yang dia kirimkan. Kesibukan seolah melahap waktu sang ayah seharian penuh. Kishou berusaha memakluminya. Dia tidak bermaksud bersikap kekanakan. Kishou hanya merasa cemas. Dia tidak ingin sang ayah terlalu memaksakan diri dan jatuh sakit di negeri lain.

Waktu bergulir tanpa terasa. Mulanya, Kishou pikir kepergian sang ayah ke Jerman akan membawa perubahan positif. Sayangnya, tidak. Sebaliknya, sang ayah tampak kian rapuh. Sosoknya bukan lagi sosok Kanou Akihiro yang Kishou kenal. Kanou bahkan mendekam di dalam kamarnya. Dia mengurung diri selama satu minggu.

"Ayah, aku membuatkan makan malam untuk Ayah. Makanlah."

Bunyi baki yang berbenturan dengan lantai kayu terdengar. Menimbulkan dentingan yang mirip bebunyian dari triangle. Tak ada tanggapan seperti hari-hari sebelumnya, membuat sang pemuda menatap lekat pintu berbalut cat cokelat sebelum beranjak.

Ketika sang ayah mulai melangkah keluar, Kishou merasa lega. Setidaknya, sang ayah sudah merasa lebih baik dari sebelumnya (dari apa pun persoalan yang dihadapi sang pria). Namun, kembali, Kishou salah besar. Dari pembicaraan yang masuk ke telinganya tanpa sengaja, Kishou tahu bahwa sang ayah kembali bekerja sebagai dokter di rumah sakit warisan itu. Kishou tidak tahu apa yang sudah dilihat sang ayah, atau apa yang dia alami, sehingga menyebabkan dirinya seperti sekarang. Hal mengerikan sampai seperti mimpi burukkah?

Tangan kiri Kishou terlipas di atas meja makan, sedangkan tangan kanannya bertopang dagu. Kishou terbiasa mengurus kehidupannya sendiri. Meski tidak seenak masakan sang ibu, paling tidak dia sudah belajar memasak. Selalu ada dua porsi hidangan di atas meja. Satu porsi hidangan selalu tampak habis, hanya menyisakan sedikit remah nasi atau kuah miso di dalam mangkuk, sementara satu porsi hidangan lagi tidak tersentuh sama sekali hingga basi. Kishou memejamkan mata. Bayangan dirinya, sang ayah, dan ibu yang berbincang hangat di meja makan selagi menyantap hidangan adalah kenangan. Kenangan dan memang hanya tinggal kenangan. Ruang makan yang dahulu ramai oleh suara tiga manusia, kini begitu sepi. Sesekali hanya terisi dengan suara perabotan makan dan kran air di tempat cuci piring.

Senyuman tipis nan sendu diulaskan sang pemuda. Kanou, sang ayah, tengah mengemasi beberapa barang berharganya. Dia memutuskan untuk tinggal di kediaman mereka yang lain. Pria itu membeli rumah baru tanpa sepengetahuan Kishou. Apakah Kanou menyembunyikan seorang wanita? Kishou rasa tidak. Jika bisa bangkit dari keterpurukan akibat ditinggal sang istri begitu mudah, tidak ada alasan bagi Kanou untuk memasang sorot mata yang tetap kosong.

"Jaga dirimu baik-baik, Ayah." Kishou mengantar sang ayah sampai gerbang. Dilihatnya sang pria menimpali ucapannya dengan gumaman semata. Kishou tidak keberatan. Dia tetap menaruh rasa hormat dan sayang pada ayah kandungnya itu.

Mobil hitam yang dikemudikan sang ayah melaju meninggalkan kediaman. Kishou memperhatikan objek yang terlihat mengecil dalam diam. Selalu warna hitam. Kenapa ayahnya harus membeli mobil baru berwarna hitam? Apakah warna hitam tidak bisa membiarkannya hidup dalam kebahagiaan? Apakah kebahagiaan hanya mitos atau cerita dongeng? Kishou bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

Kishou sendiri memutuskan bertahan di kediamannya. Dia tidak ingin meninggalkan kediaman yang penuh kenangan bersama sang ibu, mimpi indahnya.


Kishou adalah pemuda yang mencolok. Siapa pun memasang mata baik-baik jika melihatnya. Keistimewaan sang pemuda disadari oleh seseorang. Seorang pria tua yang lantas menaruh perhatian padanya dan memberikan kartu nama.

"Bergabunglah ke dalam organisasiku. Jadilah salah satu investigator bagi CCG, Kishou."

Pria yang memperkenalkan diri sebagai "Tsuneyoshi Washuu" memberikan penawaran pada sang pemuda. Tentu alis Kishou terangkat. Kenapa dia diajak bergabung ke dalam organisasi tersebut? Dia bukannya tidak tahu perihal organisasi yang mengatasi ghoul itu. Hanya saja, kenapa orang itu mengetahui nama kecilnya? Apa kakek tua itu mengikutinya dan mencari tahu informasi tentangnya?

"Aku akan memberitahukanmu banyak hal, baik mengenai ayahmu … maupun ibumu."

Ajakan yang mujarab untuk membuat Kishou tidak berpikir dua kali. Sang pemuda mengiyakan tawaran sang pria tua. Dia akan bergabung menjadi investigator di CCG. Seperti janji Tsuneyoshi, Kishou belajar banyak hal di dalam organisasi tersebut. Dia belajar sesuatu yang disebut kebenaran dan kenyataan. Dia mempelajari celah di dalam kehidupannya yang bagaikan puzzle belum utuh. Dia kumpulkan setiap kepingan puzzle itu dan menyatukannya. Membukakan mata sang pemuda lebar-lebar.

Di lain sisi, Kishou mencoba untuk menghubungi sang ayah. Dia mencoba menelepon pihak rumah sakit atau datang ke kediaman sang pria melalui alamat yang diberikan oleh salah seorang perawat. Namun, hasilnya sama. Dia tidak bisa bertemu dengan sang ayah. Ayahnya selalu sibuk, sibuk, dan sibuk. Sebagai dokter, dia bahkan tampak seringkali absen berada di rumah sakit. Kishou perlahan sudah mengetahuinya. Semakin lama, dia tahu siapa dirinya, apa perannya, dan kenapa semua hal ini menimpa keluarganya.

Kanou Kishou adalah seorang One-Eyed King. Kishou tidak pernah menyadari hal ini karena kakugan-nya belum pernah aktif sekali pun. RC cells sang pemuda pun masih berada dalam angka yang tidak terlalu tinggi, bahkan nyaris menyamai manusia. Bisa dibilang, dirinya sebagai One-Eyed King belum bangkit. Tapi dari penjelasan Tsuneyoshi dan Yoshitoki Washuu, sang ibu sepertinya sudah mengetahui kenyataan tersebut. Ibu Kishou adalah keturunan raja ghoul. Darah ghoul murni dari kerajaan mengalir di setiap nadi sang wanita. Pernikahannya dengan seorang manusia justru memunculkan sebuah sejarah. Sejarah kelahiran One-Eyed King sesungguhnya sudah diramalkan sejak lama dan menjadi nyata. One-Eyed King menjadi rebutan setiap organisasi, baik ghoul maupun manusia. Ibu Kishou mati untuk melindunginya. Sang ibu bertaruh nyawa untuk melawan seluruh anggota organisasi yang mengetahui bahwa Kishou adalah One-Eyed King. Pertarungan sengit berlangsung dan imbang. Kedua belah pihak dijemput ajal. Kenyataan bahwa Kishou adalah One-Eyed King lenyap bersamaan dengan detak jantung mereka.

Hal yang dilihat Kanou ketika mencari sosok sang istri adalah genangan darah di mana-mana dan kerumunan anggota CCG. Kanou tidak menemukan jasad sang istri di mana pun, sebagai gantinya Kanou melihat cincin pernikahan mereka berdua. Kanou menganggap sang istri telah menjadi santapan ghoul dan merasa dendam pada ghoul. Dendam yang menyokongnya untuk masuk ke dalam CCG. Di sinilah awal mula kesalahpahaman. Kanou yang belajar perihal ghoul dan pergi ke Jerman akhirnya mengetahui kenyataan bahwa sang istri adalah ghoul. Kanou melihat dengan matanya sendiri detik-detik tubuh sang istri dijadikan cairan ghoul. Proyek CCG yang dinamakan "Sphinx". Entah bagaimana sang istri bisa menutupi identitasnya dengan cantik. Dia makan makanan manusia tanpa memuntahkannya dan hidup berbaur dengan manusia. Dia, istri Kanou sekaligus ibu Kishou, adalah manusia.

Kanou salah paham dan menganggap CCG-lah yang membunuh sang istri dan dengan tega menjadikannya cairan ghoul. Kesalahpahaman itu membuat sang pria berbalik memusuhi manusia dan mengatakan segala tetek-bengek bahwa dunia ini adalah dunia ghoul. Bahwa sistem lama yang mana dunia ini milik manusia adalah kesalahan.

Tsuneyoshi duduk di atas singgasananya dan menatap tajam ke arah sang pemuda berambut hitam.

"Mulai saat ini, Kanou Kishou akan dihapuskan. Namamu berubah menjadi Arima Kishou."

Arima Kishou adalah investigator berdarah dingin. Tanpa ampun, dia akan mengalahkan ghoul yang menghalangi jalannya. Namun, sang pemuda rupanya masih naif. Dia masih menyisakan kehidupan bagi ghoul tersebut, enggan mencerabut nyawa mereka selayaknya mencerabut daging. Bagaimanapun, ibunya adalah ghoul dan dia sendiri adalah manusia setengah ghoul. Namun, One-Eyed King telah condong sebelah. Dia berpihak ke sisi manusia. Itu adalah kesalahan.

Kishou tersenyum melihat pantulan dirinya di cermin. Ada beberapa helai rambut berwarna putih yang mulai tumbuh di bagian akar, menggantikan warna hitam kebiruan di bagian batang hingga ujung. Tidak. Ini tidak berarti Kishou membenci rambut hitam kebiruannya. Itu adalah warna rambut yang sama dengan warna rambut sang ayah dan sang ibu. Hanya saja, hitam mengingatkannya pada setiap kenangan pahit yang dia alami.

Ketika berusia enam tahun, Kishou memungut seekor kucing liar berbulu hitam. Dia dan sang ibu merawat kucing malang tersebut. Satu tahun setelahnya, kucing itu tidak ditemukan di mana pun. Ketika Kishou dan sang ibu berpencar, bocah kecil itulah yang menjadi penemu pertama si kucing. Sayangnya, kucing itu ditemukan tergeletak di tengah jalan dengan kondisi perut yang sudah tidak karuan. Kishou kecil tidak memiliki nyali untuk membawa tubuh kucing itu kendati lampu pejalan kaki berwarna hijau. Sang ibu, yang tiba-tiba ada di belakang sosok sang bocah, lalu berjalan ke tengah jalan dan meraih tubuh kucing tersebut. Wanita cantik itu menimang si kucing layaknya menimang seorang bayi. Kucing itu lantas dikuburkan di tanah Tuhan dalam mimpi abadi.

Masih berkisar warna hitam. Kishou punya segudang pengalaman tidak mengenakkan tentang warna itu. Di antara semua pengalaman tersebut, pengalaman saat sang ibu pergi dan sang ayah menghilang dari hadapannya adalah yang terburuk.

Jemari sang pemuda menelusuri helaian rambutnya, mengagumi warna hitam yang seakan memudar dengan cantik. Ayahnya pernah bilang, keluarganya mungkin punya gen seperti itu. Gen yang mengubah warna rambut menjadi putih, bahkan sebelum waktunya. Sang ayah memiliki rambut putihnya di usia yang juga masih terbilang muda, sekitar 25 tahun. Bagi Kishou, perubahan warna itu mungkin lebih disebabkan efek stres. Stres adalah kafein bagi manusia dari kehidupan yang buruk dan Kishou beserta sang ayah adalah pecandunya. Mereka berdua sudah terbius dengan stress dan perlahan menikmatinya persis seperti penghisap LSD.

Arima Kishou adalah manusia licik. Ya, dia sendiri pun mengakuinya. Dia melimpahkan bebannya pada Eto dan Kaneki Ken. Dalam hati, dia merasa beruntung melihat penampakan one-eyed ghoul yang lain. Itulah pula sebab mengapa Kishou menerima pengajuan operasi kagune Urie Kuki.

Namun, lelaki yang kini telah menjadi seorang pria itu pun bukannya kehilangan hati. Ketika bertemu Kaneki Ken pertama kali, dia merasa iba. Pemuda itu membaca syair yang dia dapat dari buku. Kishou mengetahuinya karena pernah membaca buku yang sama. Pemuda itu kelihatan rusak, baik fisik maupun mental. Kehidupannya mungkin sudah hancur. Dia gagal hidup bahagia sebagai manusia dan gagal hidup di dunia ghoul. Kaneki Ken adalah pemuda yang selalu menerima kegagalan. Sedikit banyak, ini semua adalah kesalahan Kishou.

Meski begitu, ada saatnya ketika sang pria yang dijuluki "Jack" dan "CCG no Shinigami" menerawang ke masa-masa yang dia jalani. Pria itu duduk di sudut ranjang besarnya dan melipat kaki. Dia menelungkup dan menyandarkan keningnya di lutut. Jika dia bisa menerima kenyataan sebagai One-Eyed King dan melakukan tugasnya, takdirnya, semua hal buruk tidak akan pernah menimpa Eto dan Kaneki Ken. Eto tidak perlu bergabung ke Aogiri dan mungkin menjalankan hari-hari sebagai novelis terkenal. Kaneki Ken tidak perlu hidup sebagai ghoul. Dia mungkin sudah berbahagia di alam sana bersama ayah dan ibunya setelah tragedi Rize. Jika sejak awal dia tahu dirinya adalah One-Eyed King, Kishou pasti akan melakukan banyak cara untuk melindungi sang ibu. Ayah dan ibunya tidak perlu menghilang dari kehidupannya seperti ini.

Sang pria berambut putih membuka jendela, merasakan semilir angin malam yang menggodanya. Sapuan angin itu mengibarkan helaian rambut sang pria yang senada dengan warna rembulan malam ini.


Dunia bukan lagi tempat yang aman. Pihak ghoul dan manusia yang memiliki kepentingan untuk menunjukkan eksistensi siapakah yang lebih memiliki derajat akhirnya mengibarkan bendera perang satu sama lain. korbannya justru lebih banyak dari masyarakat dan ghoul yang tidak tahu-menahu perihal keuntungan yang didapat dari perseteruan tersebut, perseteruan yang seperti rantai atau siklus kebencian di antara ghoul dan manusia.

Kishou berdiri di atas sebuah gedung pencakar langit. Jubah putih khas CCG dan rambut putihnya menari di antara angin. Siang itu, mentari gentar menampakkan diri. Langit berwarna gulita, ledakan terjadi di mana-mana, dan bau anyir tak tertahankan menusuk hidung. Dunia ini bukan lagi milik ghoul atau manusia, tapi milik kebencian. Ini semua salahnya. Salah Arima Kishou.

"Sudah cukup …," desis sang pria.

Dari lokasinya kini, dia bisa melihat sosok kecil orang-orang yang dia kenal. Kaneki Ken, Hirako Take, Suzuya Juuzou, Koutaro Amon, Mado Akira, dan Ui Kohri. Tubuh mereka dipenuhi luka. Darah nyaris menutupi setiap bagian kulit mereka.

Selalu seperti ini. Semua misi yang mereka lakukan dan kematian mereka, semua itu sebenarnya demi melindungi Kishou. Jika bukan untuk melindunginya, kenapa bukan dia saja yang dahulu diutus untuk menangani kasus Kanou? Kanou adalah ayahnya! Kenapa setiap kasus yang dia selesaikan seperti hanya manipulasi? Kasus itu diberi tingkatan paling rumit, tapi tidak terasa demikian!

Dia dihindarkan untuk bertemu dengan Kanou karena sebenarnya CCG takut Kishou berpihak pada ghoul! Alasan yang sama menjadi dasar proyek Quinx. Ya, Quinx dipersiapkan untuk mencegah kemungkinan terburuk jika Kishou berkhianat dan berpihak ke seberang. Itulah kenapa tujuan Quinx adalah mencetak investigator yang mampu melampaui Arima Kishou. Sejak awal, dia memang bukanlah bagian dari ghoul dan CCG. Dia tidak diterima di mana pun. Ketakutanlah yang menjadi alasan kenapa dirinya diperebutkan.

Tarikan napas terdengar. Sang pria mendongak sembari memejamkan mata. Tak lama, dia membuka kedua matanya. Memperlihatkan kedua mata yang berbeda. Satunya mata manusia dan satunya kakugan. Ini kali pertama Kishou akan menggunakan kekuatannya. Dia sangat terampil dalam mengendalikan quinque, jadi dia pun percaya bahwa dia bisa mengeluarkan dan mengendalikan kagune-nya.

'Aku dan leluhurku sama. Kami takut menunjukkan siapa diri kami sesungguhnya karena merasa tidak sanggup memegang peran sebagai penyambung dunia manusia dan dunia ghoul. Aku mungkin raja. Namun, sendirian tetap saja sendirian. Rasanya mustahil aku yang selalu penyendiri bisa membuat dunia seideal itu.'

Kishou tersenyum tipis dengan sorot mata yang memancarkan kesepian. Kekosongan serupa suwat wasiat yang selalu dibiarkannya kosong.

'Aku tidak ingin mundur lagi. Sudah cukup. Aku tidak ingin menjadi pecundang. Aku akan menyelesaikan semuanya. Aku akan melaksanakan tanggung jawabku kali ini.'

Kishou melompat turun dari atas bangunan. Tak lama, sulur-sulur kagune muncul dari beberapa titik di punggung sang pria. Sebagai One-Eyed King, Kishou memiliki semua jenis kagune: ukaku, bikaku, koukaku, bahkan rinkaku. Kaki sang pria mendarat di atas jalanan. Penduduk yang sudah dievakuasi berada di tempat yang aman begitupun dengan ghoul. Mereka yang berada di sini adalah anggota CCG dan organisasi serupa CCG serta organisasi ghoul.

Petarung yang masih tersisa sontak terpaku melihat kedatangan sosok investigator yang raib. Kishou yang tiba-tiba menghilang semenjak perang terjadi, kini menampakkan diri sebagai sosok sebenarnya. Ratusan pasang mata terarah padanya, menatap sang pria dengan mata membelalak.

"Arima-san."

Kishou mendengar suara Haise. Bukan, dia sudah kembali menjadi Kaneki Ken. Kembali dalam dunia menderita yang didalangi Kishou.

Kishou menatap sang pemuda dan tersenyum. "Kau tidak perlu menanggung semuanya lagi, Ken. Ini semua adalah tanggung jawabku. Ini semua adalah kesalahanku, jadi aku yang akan menebusnya."

Kagune di punggung Kishou menyatu. Kagune itu bergerak keluar layaknya tikar merah menyala dan melapisi seluruh bangunan, jalan, pohon, dan objek lain. Fenomena kagune tersebut menghentikan pertarungan yang terjadi di tempat lainnya. Kagune merah milik sang One-Eyed King menyelimuti seluruh lokasi tanpa pengecualian. Sejauh mata memandang, hanya warna merah menyala yang terlihat.

"ONE-EYED KING!"

Manusia dan ghoul yang menyadari siapa Kishou sebenarnya berteriak. Detik kemudian, tubuh seluruh manusia dan ghoul dibungkus kagune Kishou. Kagune sang pria bergetar dan pecah seketika. Menyisakan butiran berkilau dengan warna merah yang cantik. Tidak ada yang tahu kekuatan sebenarnya One-Eyed King dan untuk apa dia ada di muka bumi. Inilah saatnya mereka semua menjadi saksi bagi perubahan.

Kaneki Ken terperangah. Kagune miliknya seolah lenyap dan tidak dapat dikeluarkan lagi. Sang pemuda berbalik dan melihat bola mata Tsukiyama yang berubah normal.

"Apa yang terjadi?!" Ken memandang bingung.

Sang pemuda menoleh ke arah sang pria yang dianggapnya "ayah". Pria itu masih menyunggingkan senyuman. Namun, senyuman itu terlihat lemah.

"Apa … apa yang sebenarnya terjadi, Arima-san?!"

Kishou melangkah maju dan berjalan mendekati Kaneki Ken. Pemuda di depannya adalah salah satu korban atas keegoisan yang dia lakukan selama ini. Jika dia melakukan hal ini lebih awal, pemuda yang jauh lebih muda darinya itu tak perlu hidup dalam penderitaan.

"Ketika mengaktifkan kakugan-ku, ingatan leluhurku seolah muncul di benakku. Aku tahu apa yang bisa kulakukan. Aku mengubah semua ghoul menjadi manusia. Aku menyerap kekuatan ghoul kalian semua."

Ken menatap tidak percaya. Hal luar biasa seperti itu tidak mungkin tanpa risiko, bukan? Sebelum sang pemuda sempat bertanya, Kishou mendaratkan tangannya di atas kepala Ken.

"Kau anak yang baik. Aku tidak keberatan menjadi ayahmu. Maafkan aku, Ken."

Kishou melanjutkan langkahnya. Membiarkan Kaneki Ken yang masih mematung. Sang pria berusaha menyeret langkahnya. Tidak ada seorang pun yang menghampiri atau menghalangi pria tersebut, seakan mereka masih tidak percaya dengan semua ini.

Tentu saja semua ini bukannya tanpa risiko. Sehebat apa pun kekuatannya, tubuh Kishou adalah tubuh manusia. Dia memiliki batas. Melampaui batas sama saja dengan … mati. Ya, kematian adalah risikonya.

"Mungkin kita yang akan mati selanjutnya." Itu adalah lelucon yang Kishou lontarkan pada Take. Meski begitu, dalam hati sang pria, dia tidak ingin mati. Dia takut kematian. Kematian selalu disandingkan dengan warna hitam, kegelapan, dan kesendirian. Kishou sudah cukup merasakan ketiganya di dunia fana ini. Haruskah dia menjalani ketiganya lagi?

Sang pria berusaha menyeret langkahnya. Ada orang yang harus dia temui saat ini. Tidak peduli dia harus merangkak, dia harus pergi ke tempat orang itu. Kali ini, Kishou menggunakan intuisinya. Dia merasa mengetahui posisi orang itu.

"UHUKKK!"

Kishou terbatuk. Darah segar keluar dari mulutnya. Mata sang pria terasa berkunang. Namun, dia tidak boleh berhenti di sini. Tubuh Kishou terhuyung. Semua kenangan sedari kecil hingga saat ini berputar.

Sang pria terkesiap saat menyadari tubuhnya tidak menghantam jalan. Seseorang menahan tubuhnya. Pria berambut hitam yang sudah lama tidak dia lihat.

"Fura?"

"Aku akan membawamu." Fura tersenyum sembari melingkarkan tangan Kishou ke pundaknya, membantu sang pria berjalan.

Keduanya hanya diam. Mereka adalah teman, setidaknya dahulu keduanya pernah menjalani hari-hari sebagai teman sekelas dan terlibat dalam kasus. Bagi Fura, Kishou adalah orang aneh. Dari dulu sampai sekarang. Namun, sang pria tidak bisa membiarkan orang aneh itu sendirian dan merasa kesepian. Arima Kishou sudah cukup menderita. Dia menderita dan setiap orang tidak menyadarinya. Fura mengetahui identitas asli sang pria berambut putih belum lama. Identitas asli Arima Kishou adalah prioritas yang dijaga kerahasiannya di CCG.

Terlepas dari siapa dia sebenarnya, Kishou adalah sahabat. Itulah yang ada di dalam pikiran Fura.

Senyuman yang sesaat lalu enyah kini kembali menghiasi bibir sang pria. Sosok yang dicarinya ada di depan mata, hanya terbentang beberapa langkah.

"K-Kishou!?" Orang itu, Kanou, membulatkan mata.

Kanou melihat sobekan baju Kishou di bagian punggung dan jejak kagune yang tersisa. Kanou mendengarkan dengan seksama penjelasan Kishou mengenai kesalahpahaman sang dokter selama ini.

Ketika melihat air mata mengalir deras di pipi sang ayah, Kishou tersenyum hingga matanya tertutup di antara dua kelopak putihnya.

Kanou berjalan dengan langkah cepat menuju tempat sang pria dipapah, sedangkan Fura melepaskan lengan Kishou seraya mendorong pelan punggungnya.

"Katakanlah yang harus kau katakan dan lakukanlah yang harus kau lakukan, Arima. Ah, tidak. Kanou Kishou." Fura tersenyum lebar dan menunjukkan deretan giginya.

Ketika melihat Kanou meraih tubuh sang anak dan mendekapnya, Fura tidak bisa tidak menahan tangisnya, terutama saat melihat tangan Kishou yang sebelumnya balas mendekap Kanou kini terkulai.

Langit yang sebelumnya selalu terlihat mendung sepanjang pertarungan kini menjadi cerah. Sinar matahari mulai menyeruak dan memberikan cahaya yang seperti laser. Cahaya itu menyinari tubuh Kishou, layaknya memberikan lentera di dalam kematian sang pria. Langkah yang bergemuruh terdengar. Fura menoleh dan melihat orang-orang berdatangan. Mereka yang tadinya bertarung kini berjajar bersama untuk melihat sang One-Eyed King beristirahat dengan tenang.

Mereka semua merunduk, memberikan penghormatan terakhir. Pihak CCG mendominasi suara tangis yang terdengar menjadi simfoni. Kanou membaringkan tubuh sang anak, mendapati wajah Kishou tampak begitu tenang. Dia terlihat seperti tertidur. Jejak air mata masih terlihat di pipi sang anak. Namun, senyuman tipis menghiasi bibirnya yang tak akan lagi melontarkan kata. Sepasang mata itu sudah tertutup rapat selama-lamanya.

Dunia ini bukan milik ghoul atau manusia, tapi Sang Pemilik. Namun, menjadikan ghoul sebagai manusia adalah pilihan dari sang One-Eyed King. Akan lebih baik jika makhluk di dunia ini tidak memiliki kekuatan seperti kagune. Dengan ini, sejarah baru lahir. Masa ketika ghoul tidak ada lagi di dunia ini. Ghoul telah ikut mati bersama sang raja. Biarlah keduanya menjadi bagian dari serpihan kisah di dunia.

'Akhirnya, aku menemukannya. Menemukan lentera tepat di saat kematianku. Akankah lentera ini menerangi jalanku setelah ini?'

Fin


Thanks for reading!

(Hanao Harukawa, 2015)