Shingeki No Kyojin © Hajime Isayama
Broken © jena florn
OOC, AU, Boyslove; RiRen. Typos.
Cerita ini dibuat untuk kesenangan saya semata.
(Levi bilang, dia harus meninggalkan Eren. Bagaimana bisa Eren merelakannya? [levi eren riren ereri])
"Kau tidak akan menikahiku, kan?"
Dia menatapku. "Ya."
Meraup oksigen guna kendalikan dada yang tiba-tiba sesak. Aku mendenguskan tawa. Pun menatapnya.
"Ya?" Aku menggigit bibir. "Oh, ya. Ya. Bagaimana bisa aku terfokus pada fakta bahwa kita bahkan sering berhubungan sex hingga bertanya begitu."
"Hei." Dia terlihat tertekan dengan situasi ini. "Kau tahu kita—"
"Aku tidak tahu. Jika bukan tentang impian kita sejak bertahun lalu untuk hidup bersama. Bahwa kita saling membutuhkan, saling menyayangi. Aku tidak bisa tahu."
Hembusan napas beratnya terdengar jelas. "Aku harus menikah dengannya."
"Tapi kau tidak mau menikah dengannya," ujarku. Aku tahu persis apa yang kukatakan. "Jadi kenapa kau tidak kabur bersamaku saja?"
Tawaran yang harusnya dengan mudah ia setujui mengingat hal itu pernah ada dalam rencana kami dulu. Jika situasi seperti ini terjadi.
Dia bilang, jika ada yang mengharuskan kami untuk berpisah, maka dia akan menghentikannya bagaimanapun caranya. Kalau perlu dia akan membawaku ke belahan bumi dimana hanya ada aku dan dia. Dimana kami tidak perlu dihakimi. Dia bahkan menyuruhku mengingatkannya akan hal itu jika dia lupa.
"Bagaimana jika aku bilang... aku mau menikah dengannya?"
Ya?
Gurauannya tidak lucu sama sekali.
"Apa?" Aku menatapnya. Menelanjangi pasang matanya. Harap-harap di sana tidak ada kesungguhan yang aku takuti. "Jangan bergurau, brengsek!" Aku kalap saat ketakutanku benar ada di matanya. "Kau tidak bisa menikah dengannya! Kau hanya bisa menikah denganku... dengan Eren! Rivaille, kau tidak lupa diri, kan? Kau gay! Kau hanya bisa menyukaiku!"
"Maaf..."
Apa itu?
Dia merapalkannya sembari menatapku penuh rasa bersalah. Aku berdiri, melangkah mundur dari meja makan. Masih menatap dia dengan rahang mengeras. Tak berapa lama kutendang kursi yang tadi kududuki. Suara kursi yang jatuh di lantai, meja yang bergeser, dan tempat buah yang goyah membuat dia terkejut di kursinya.
Aku kalap. Aku serasa mau meledak.
"BAJINGAN KAU!"
Aku merasa harus mendekati tempat buah dan meraih pisau yang ada di sana. Barangkali, kematian bisa jadi satu-satunya cara agar dia meninggalkanku dengan sopan.
Fin.
.
.
A/N: postingan pertama di sini. Nekat mosting padahal tahu nggak akan ada yg baca. Heuheu.
Batang, 30 Agustus 2015
Jena florn
