Bae Jinyoung, 15 Years old
Bae Jinyoung baru berusia 15 tahun saat ia pertama kali jatuh cinta. Tidak ada bunyi lonceng gereja, kicau burung atau pun hal spesial lainnya, biasa saja, tidak ada yang spesial.
Ah, maaf, tentu saja ada sesuatu yang spesial saat Jinyoung jatuh cinta pertama kalinya, dan itu adalah anak laki-laki manis yang sedang berdiri dibawah pohon sakura di taman dekat rumah Jinyoung.
.
.
.
.
Bae Jinyoung bukanlah anak yang terlalu sering jalan keluar rumah. Ia lebih suka berada dirumah, bermain piano atau membaca buku. Jinyoung juga sedikit berbeda dari anak lain seusianya, saat anak-anak seusianya sibuk bermain dan tertawa bersama teman-temannya, Jinyoung harus rela belajar lebih. Walaupun ia homeschooling bukan berarti itu membuatnya menjadi lebih santai.
Menjadi satu-satunya penerus perusahaan keluarga Bae merupakan hal yang berat. Setiap hari Jinyoung harus belajar banyak, mulai dari pelajaran sekolah biasa, musik, sampai etika. Namun Jinyoung tidak pernah mengeluh, dia sudah dididik untuk menjadi pribadi yang dewasa dan bertanggung jawab sejak kecil.
Walaupun terlahir dari keluarga yang kaya dan serba ada, Jinyoung tidak pernah bersikap manja seperti Guanlin, anak dari tuan Lai teman ayahnya. Ayah Jinyoung bahkan sering dibuat kagum oleh sikap dewasa anaknya.
Ayah Jinyoung memang menginginkan Jinyoung menjadi pria terdidik dan sopan, namun dia tidak mengekang Jinyoung untuk terus belajar atau memaksanya untuk mejadi lelaki yang terlalu serius. Dia pernah menanyai Jinyoung jika anak semata wayangnya itu menginginkan sesuatu dan ia terkejut mendengar jawaban Jinyoung saat itu.
"Jinyoungi, apa kau menginginkan sesuatu? Seperti handphone baru misalnya? Ayah akan kabulkan apapun permintaanmu!"
Jinyoung hanya tersenyum, ia mengangguk kemudian menoleh kearah ayahnya, menghentikan permainan pianonya.
"Ya, aku ingin ayah meluangkan waktu ayah dan jalan-jalan denganku, sebentar saja 15 menit pun sudah cukup."
Ayah Jinyoung tersenyum lembut mengusak rambut putranya, ia tidak habis pikir bagaimana bisa Jinyoung selalu berpikiran berbeda dari anak seusianya. Adik tuan Bae, ibunya Daehwi, sepupu Jinyoung bercerita kalau Daehwi minta dibelikan 10 pasang sepatu bermerk yang harganya sangat fantastis saat ia berkata seperti itu pada Daehwi, Namun Jinyoung malah lebih memilih menghabiskan 15 menit bersama ayahnya daripada meminta seluruh dunia.
"Ayah bahkan tidak tahu kebaikan apa yang ayah perbuat di masa lalu yang membuat ayah mendapat anak sebaik dirimu Jinyoung-ah"
.
.
.
Saat musim semi, Jinyoung tidak pernah melewatkan acara jalan-jalan bersama kedua orangtuanya di taman dekat rumahnya. Usianya sudah 15 tahun, namun berjalan-jalan di taman sambil menggandeng tangan ibu dan ayahnya tetaplah merupakan hal spesial baginya mengingat bagaimana sibuknya mereka sehari-hari.
"Jinyoungi, bagaimana kalau kau belikan ibu dan ayah kopi hangat dan biarkan kami berduaan disini sebentar?" Jinyoung memasang wajah merajuknya, namun kemudian ia tertawa bersama kedua orang tuanya dan pergi untuk membeli minuman di café dekat taman itu, membiarkan orangtuanya memiliki waktu mereka sebentar.
Jinyoung kambali dengan dua cangkir kertas berisi kopi hangat, ia sengaja mengambil rute memutari taman tersebut, mengagumi bagaimana indahnya bunga sakura berjatuhan dan melihat-lihat sekelilingnya sampai sesuatu, tepatnya seseorang menarik perhatiannya.
Orang itu, mungkin seumuran dengannya, pikir Jinyoung. Ia mengenakan seragam sekolah yang sama dengan Daehwi, kulitnya putih dengan sedikit rona pink di pipinya, bibirnya penuh dan berwarna merah, dia mungkin sedikit lebih pendek daripada Jinyoung.
Rambutnya kecoklatan, dan ia sedang menatap keatas sambil tersenyum, sepertinya ia menyukainya bagaimana bunga sakura menghujani wajah manisnya.
Jinyoung tanpa sadar menatapi anak itu, mulutnya sedikit terbuka, entah mengapa wajahnya terasa hangat. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya dan Jinyoung sedikit panik karenanya. Jinyoung mengingat-ingat pelajaran biologinya mengenai tubuh manusia, namun seingatnya Seungwan-noona –Guru biologinya— tidak pernah mengajarinya apa penyebab jantung yang berdetak terlalu kencang secara tiba-tiba.
Namun kemudian Jinyoung teringat sesuatu yang dikatakan Minhyun minggu lalu di sesi pelajaran seninya dan hal itu membuatnya meneguk ludahnya kasar.
.
.
.
.
"It was you, I fell in love with first." Jinyoung tersenyum senang mendengarkan puisi yang dibacakan Minhyun, guru seninya.
Hari ini Minhyun membacakan sebuah puisi modern berjudul 'First Love' karangan Lang Leav, ia yakin Jinyoung pasti menyukainya, Minhyun bisa dibilang guru yang paling dekat dengan Jinyoung. Minhyun selalu memperhatikan bagaimana mata Jinyoung akan berbinar saat mendengar kata-kata yang disusun dengan rapih dan indah. Dia juga tahu kalau Jinyoung belakangan membaca beberapa novel dengan genre romantis dan penasaran tentang cinta.
"Hyung, apa kau pernah jatuh cinta?" Minhyun tersenyum, sedikit gemas dengan anak berusia 15 tahun ini, tertutup dari dunia luar dan hanya bicara dengan para tutor ataupun sepupunya tentu saja membuatnya jadi sedikit asing dengan perasaan cinta.
"Tentu saja"
"Bagaimana rasanya jatuh cinta"
Minhyun mencubit pipi Jinyoung gemas, sedikit berpikir sebelum menjawab pertanyaan anak polos didepannya.
"Rasanya menyenangkan Jinyoung-ah. Saat pertama kali jatuh cinta, jantungmu akan berdebar kencang dan rasa hangat yang nyaman akan mendatangi mu dan rasanya ada ribuan kupu-kupu beterbangan di perutmu."
.
.
.
.
Jinyoung kembali setelah cukup lama memandangi pria manis itu, pipinya masih merona hingga telinganya dan dia tidak bisa menyembunyikan senyumannya, ia menyerahkan kopinya kepada ibu dan ayahnya dan ikut duduk di bangku taman.
"Sayang, pipimu merah, apa kau sakit?" Ibunya sedikit cemas melihat wajah Jinyoung sekarang. Jinyoung hanya menggeleng kemudian tersenyum menatap kedua orangtuanya dengan mata yang berbinar-binar yang akan membuat siapa saja gemas dengannya.
"Ayah, ibu, boleh tidak kalau aku suka dengan anak laki-laki?" Ayah dan ibunya hanya tersenyum.
"Kalau Daehwi sih tidak boleh" Ibunya tersenyum jenaka, Jinyoung mendengus.
"Bukan ibu! Daehwi terlalu genit. Lagian dia sepupuku."
"Jadi siapa yang mencuri hati anak ayah? Asalkan orangnya baik-baik ayah perbolehkan" Ayah Jinyoung mulai tertarik. Ia memang tidak mempermasalahkannya, toh menyukai sesama jenis bukanlah hal yang asing lagi sekarang.
"aku juga tidak tahu dia siapa, tapi dia sangat manis, kulitnya putih, dan terlihat sangat menawan diantara bunga sakura yang berguguran" Ibunya berusaha untuk tidak mencubit pipi Jinyoung saat itu. Mata Jinyoung yang berbinar-binar ditambah senyumannya yang terlewat lebar itu membuatnya terlihat cukup menggemaskan.
"Ah, anak ayah sudah besar. Kenapa tidak diajak berkenalan Jinyoung-ah?"
Jinyoung menggeleng dan mendengus sedikit kesal. "Tidak, habisnya aku gemetaran dan jantungku seperti mau pecah padahal baru satu langkah mendekatinya, kan tidak lucu kalau aku mati."
Ayah dan Ibu Jinyoung tertawa lepas mendengarnya dan dibalas dengan rutukan kesal oleh Jinyoung.
End or TBC?
a.n :
males buat nyariin typo yang pastinya bertebaran. Mungkin baejinnya terlalu cute yah, eh tapi kan dia emang cute. Tapi tenang aja, se cute cutenya baejin, tetep lebih uke-an jihoon
Sebenernya idenya dateng karena akhirnya winkdeep kembali ke peredaran(?) setelah kemarin aku disiksa sama panwink dan deephwi. Ga like aku tuh kalo bukan winkdeep : ((((
Mungkin gabakal terlalu banyak konflik di ff ini, tapi mungkin untuk chapt ganjil bakal mengenai Jinyoung POV dan chapt genap dari Jihoon POV. Dan mungkin nanti bakal ada rated things di tengah-tengah.
Semoga ada yang baca dah, rnr nya yah
