Bawa Aku
Naruto belongs to Masashi Kishimoto
.
.
Warning: Typo, M for save, alur tidak jelas, mengandung banyak kata kasar dan umpatan.
.
No Flame
.
DLDR
.
.
.
Haruno Sakura merapatkan mantelnya ketika angin dingin menerpa tubuhnya. Ia meniup kedua telapak tangannya guna mencari kehangatan.
Pertengahan bulan Desember, salju semakin menebal. Tak jarang membuat pejalan kaki tergelincir karena salju yang licin.
Ia berjalan hati-hati agar tidak terjadi hal-hal yang memalukan. Tergelincir di hari pertama kuliah sama sekali tidak lucu. Tentu saja ia harus membuat hari ini menjadi hari yang sempurna dengan semangat yang membara.
Ia mengembangkan senyum di bibirnya ketika melihat gedung tinggi bertuliskan "Seoul National University" ah dia mengatakannya.
Sakura memejamkan matanya seraya menangkupkan kedua tangannya yang mungil di depan wajahnya.
"Semoga Tuhan mempermudah jalanku." Do'anya dalam hati berharap hari ini menjadi hari yang mudah.
Oh tidak! Sepertinya hari ini tidak akan mudah. Kenapa?
" Aku lupa menanyakan lokasi fakultasku. Argh... Ini gara-gara Sasori-Nii!" Gerutu Sakura.
Ia jadi mencak-mencak sendiri mengingat gara-gara Sasori si Barbie Cantik yang tiba-tiba meneleponnya saat ia sedang berkonsultasi.
Kenapa ia bisa lupa segala sih?! Sungguh menyebalkan. Karena ia malas mendatangi ruangan administrasi yang berada di pojok college ini. Benar-benar deh!
Siapa pula yang menempatkan ruang administrasi yang jauh dari pintu utama. Apa harus ia pergi ke ruang administrasi yang sialannya jauh sekali?! Apa harus? APA HARUS?!
"Permisi."
"Oh My God!" Hahh... Hampir saja ia mati jantungan.
'Si bodoh siapa yang berani mengagetkan aku di pagi yang menjengkelkan ini?' Umpatnya dalam hati seraya membalikkan badan dan memasang wajah garang.
Eh tidak jadi.
Ia mundur satu langkah. Matanya melotot dan wajahnya memerah. Kenapa ia seperti orang yang mau muntah?
Ia menatap kagum pada apa yang ada di hadapannya.
Yang ada di hadapannya kini adalah makhluk Tuhan yang paling seksi. Ahh... Ternyata bukan sekedar judul lagu. Makhluk di hadapannya ini adalah ciptaan Tuhan yang paling indah di matanya.
Hampir saja ia akan menyemprot si pelaku. Untung saja orang ini ganteng seperti dewa Yunani. Jadi dia berhak mendapatkan kelembutan dari seorang gadis yang jomblo sejak lahir.
Orang ganteng mah bebas. Ga boleh dimarahi.
Oke, ia harus jaga imej di depan lelaki ganteng, harus manis dan tidak boleh serampangan.
Ia pun memasang senyum manis semanis-manisnya orang manis. Sebenarnya untuk apa dia tersenyum? Dia seperti orang gila.
"Kau tahu?"
'Oh My God, suaranya~'Teriaknya dalam hati saat mendengar suara yang dalam nan seksi kepunyaan si Ganteng Kalem. Begitu Sakura menyebutnya.
"Ini masih sangat pagi dan gerbang kampus baru dibuka sedikit. Tapi kau..." Lelaki itu menghentikan ucapannya yang membuat Sakura semakin penasaran.
"Ya?"
"Kau menghalangi jalanku." Jawab lelaki itu kalem tanpa memikirkan Sakura yang tengah menahan malu.
"Ah, Maaf." Sesalnya. Tak lupa menggunakan bahasa Korea karena ia berada di Korea sekarang.
Lelaki tampan bak dewa Yunani itu mulai melangkah. Sakura menggeser tubuhnya masuk ke dalam gerbang yang masih terbuka sedikit.
Sakura berhenti di dekat pintu gerbang seakan menunggu si lelaki paling seksi (menurutnya). Kenapa Sakura? Kau masih belum puas memandang wajahnya setelah beberapa detik yang lalu bertatap muka dengannya? Cih..
Tubuh tegap yang dibalut kemeja biru tua itu berlalu melewati Sakura. Kaki jenjang yang dilapisi celana denim yang sangat pas di kakinya melangkah bak model catwalk yang memamerkan hasil seninya.
'Ah... Pemuda itu adalah seni. Seni yang harus ditatap, ditelaah, diamati, dan dipahami lalu kemudian dikritik.' Batinnya girang.
Wait!!!
Apa barusan ia mengucapkan cara mengkritik seni?
Sial! itu mengingatkannya akan fakultas yang tidak jelas di mana letaknya.
"Permisi! Tunggu dulu!" Seru Sakura kepada lelaki tadi yang wajahnya bak dewa Yunani yang bahkan Sakura saja tidak tahu dewa Yunani itu seperti apa bentuknya.
Lelaki itu menghentikan langkah kaki jenjangnya yang membuatnya tinggi bak tiang listrik berjalan. Rambut hitam kebiruan dengan poni yang menutup mata kirinya itu bergoyang sedikit ketika ia menoleh dan membalikkan badannya. Tolong kondisikan, man. Kau membuat Sakura berhenti bernafas sejenak.
"Apa lagi?" Tanya lelaki itu dengan wajah malas.
Sakura mengernyitkan dahi lebarnya. 'Apa lagi katanya? memang tadi aku meminta apa?' Batin Sakura bertanya-tanya.
Oh kau lupa! Kau menghalangi jalannya tadi.
Sakura menghampiri lelaki itu.
"Apa aku boleh minta tolong? Di mana fakultas seni? Apakah jauh? Apa aku boleh memintamu mengantarkanku?" Tanya Sakura bertubi-tubi membuat lelaki itu mendengus kesal.
Di sinilah mereka. Dalam perjalanan menuju gedung fakultas seni yang kata si Ganteng lumayan jauh. Sejauh ini, ia berjalan berdua dengan si Ganteng disuguhi pemandangan gedung-gedung tinggi di belakang, depan, dan sisinya.
Gemericik air mengalihkan perhatiannya yang sejak tadi hilang entah kemana. Mungkin gugup.
Ia memandang sungai kecil buatan di mana ikan-ikan yang entah apa namanya berlenggak-lenggok genit memamerkan sirip indahnya.
Itu sedikit menghilangkan gugup yang melanda dadanya. Ini kali pertama ia merasa gugup berada di dekat lelaki. Ah... Apa mungkin karena ia tampan? Mungkin iya, mungkin juga tidak. Argh... Ia pusing sampai-sampai menggelengkan kepalanya tidak jelas.
"Kenapa?" Tanya lelaki itu. Sepertinya ia heran mendapati Sakura menggelengkan kepalanya tidak jelas. Seperti ada yang dipikirkan.
"Ah, tidak hehehe. Apa masih jauh?" Tanya Sakura mengalihkan pembicaraan.
Ia memberanikan diri menatap pahatan wajah sempurna di sebelahnya.
"Sebentar lagi." Jawab lelaki itu singkat.
Hening lagi. Ini membuatnya jenuh.
"Kau berada di fakultas mana? Maaf lancang." Sakura mencoba membuka topik sekaligus berharap semoga ia satu fakultas dengannya. Bisa saja kan si Ganteng mau mengantarnya karena kebetulan Sakura satu fakultas denganya. Jangan terlalu berharap, jatuh harapan itu rasanya cekit-cekit.
"Bisnis Managemen" Lelaki itupun menjawab.
Benarkan? Jatuh harapan itu cekit-cekit.
Itulah yang Sakura rasakan sekarang. Ah tapi ia tidak terlalu bawa perasaan. Ia bukan perempuan penggila lelaki tampan. Tapi kalau dikasih lelaki tampan, boleh juga.
"Oh. Sudah semester berapa?" Tanya Sakura lagi. Pura-pura ingin tahu. Padahal ingin tahu sekali. Pasalnya, lelaki di sebelahnya terlihat lebih dewasa darinya. Mungkin umurnya sekitar 21 sampai 25 tahun. Masa bodoh dengan umur, yang penting ganteng.
"Enam." Lagi-lagi lelaki itu menjawabnya dengan singkat padat dan jelas.
Sakura menyadari bahwa lelaki di sebelahnya ini adalah orang yang irit bicara tetapi serius dan jelas. Hm, tipe-tipe cowok yang layak dijadikan pasangan.
"Bukankah seharusnya kau sudah magang?" Tanya Sakura semakin penasaran. Atau cari perhatian?
Ah, tidak. Ia bukan perempuan kurang kerjaan yang mengharapkan sebuah perhatian dari lelaki tampan. Tapi kalau dikasih perhatian dari lelaki tampan, boleh juga.
Oh! Sakura kau terlihat seperti remaja labil.
"Sudah sampai. Ini fakuktasmu." Ujar lelaki itu seraya menghentikan langkahnya dan berdiri mantap di depan sebuah gedung tinggi berbentuk segi panjang unik yang bertuliskan "Art"
"Ah, terima kasih." Ucap Sakura sambil membungkukkan badannya. Sungguh berterimakasih untuk 'Jalan berdua dengan lelaki tampan di musim dingin'.
"Tak usah sungkan."
Apa katanya tadi? Tak usah sungkan? berarti ia tidak berkeberatan jika ia meminta sesuatu lagi dong?
"Tunggu!" Apa lagi Sakura? Dia baru saja membalikkan badan. Kau membuatnya kesal.
"Bagaimana kalau pulang nanti kita makan siang bersama? Maksudku, ini sebagai tanda terimakasihku. Biar aku yang traktir, aku tidak peduli jika kau anak orang kaya." Jawab Sakura panjang lebar.
Lelaki itu tersenyum tipis. Sakura hanya melihatnya sekejap. Hm... Senyum itu menawan 'kan, Sakura?
"Tentu saja. Kafe di depan kampus." Ucapnya lalu pergi tanpa pamit. 'Dasar tidak sopan. Tapi ganteng.' Batin Sakura kesal sekaligus senang.
Beruntung sekali Haruno Sakura ini. Berawal dari kelupaannya mengenai gedung fakultasnya sendiri, ia mendapat Jackpot. Bertemu dengan cowok super ganteng bak malaikat cinta. Ya, Sakura? Bukannya kau belum pernah merasakan cinta? Kau jomblo dari lahir, kau tahu itu.
Gedung itu menjulang tinggi. Warna gedungnya yang putih disertai pencakar langit menyilaukan mata. Pilar-pilar kokoh membentuk lingkaran di halaman gedung begitu unik dipandang mata.
Betapa megahnya gedung itu. Itu tidak seperti International University of Japan tempatnya berkuliah dulu di kota Minamiuonuma perfektur Niigata.
Gedung Seoul National University ini terlihat lebih modern dan lebih hidup daripada gedung tempatnya berkuliah dulu.
Kiranya itulah yang dipikirkan Sakura tentang apa yang ia lihat saat ini. Hanya itu yang bisa ia pikirkan karena suasana yang canggung ini membuatnya sulit berpikir.
Ia tak menyangka hanya karena duduk berhadapan dengan seorang lelaki tampan akan sebegini canggungnya. Jangan tanya bagaimana mereka bisa bersama karena aku malas menceritakannya.
Suasana ini cukup membosankan dan ia sudah mulai bosan. Ini buruk. Ia harus segera membuka topik.
"Ayo pesan apapun yang kau mau. Tak usah sungkan." Tawar Sakura mengutip perkataan lelaki itu.
"Aku akan pesan yang paling mahal." Canda lelaki itu. Sakura tertawa hambar. Sebenarnya itu lawakan garing. Tapi kalau ia tidak tertawa bisa saja lelaki itu merasa sakit hati dan ia akan berdosa.
Setelah memesan makanan pada pelayan, mereka kembali terhanyut dalam pikiran masing-masing.
Sakura sedang memberanikan diri melawan rasa malunya untuk mengajak lelaki itu bicara. Sedangkan yang dipikirkan lelaki itu..., Apa ya?
"Jadi siapa namamu?" Tanya Sakura.
"Sebelum kau bertanya nama orang, sebutkan namamu terlebih dahulu." Come on, man! Apa kau malu menanyakan nama Sakura?
Sakura berdehem canggung dan malu sekaligus. Tentu ia hafal betul etika itu. Tapi mungkin ia melupakan itu. Ingat Sakura! Kau tidak boleh melupakan etika.
"Aku Haruno Sakura. Aku pindahan dari Jepang."
"Uchiha Sasuke."
"Oh? Kau dari jepang? Namamu terdengar seperti nama orang Jepang. Kalau begitu kita gunakan bahasa Jepang saja." Cerewet kau Sakura.
"Hn." Hn? HN? HN?! What Hn?!
"Semester berapa?"
"Enam." Jawabnya singkat. Sakura menyimpulkan bahwa lelaki ini pribadi yang irit bicara. Terbukti jika ia tidak balik bertanya.
Sebenarnya ia sudah menanyakan ini di awal pertemuan. Hanya saja pada dasarnya Sakura adalah gadis pikun. Jadi tolong maklumi. Ia tipe orang yang akan terus bertanya jika ia lupa. Sebaiknya kalian sabarkan diri kalian menghadapi bocah satu ini.
"Bukannya itu bagus untuk mengambil magang?"
Belum sempat Sasuke menjawab pertanyaan Sakura yang sama seperti di awal pertemuan, pesanan sudah datang dan tersaji di meja. Sakura berpikir, cepat sekali pesanannya datang. Ia jadi ingat salah satu restoran di Jepang yang tingkat waktu pelayanannya super lemot seperti kura-kura peliharaan Sasori. Ia tidak akan makan di sana lagi, itu akan membuatnya mati kelaparan hanya karena pesanannya belum datang. Ne, Sakura... Sepertinya kau hanya mengingat sesuatu yang menarik, ya?
Sasuke membuktikan ucapannya. Ia memesan makanan paling mahal dan lebih enak dipandang daripada pesanan Sakura. Tapi Sakura tidak merasa berkeberatan, toh ia juga pernah merepotkan Sasuke. Jadi ia harus ringan tangan. Tidak mungkin ia akan melarang Sasuke memesan makanan mahal, itu terlihat dari pembawaan Sasuke yang elegan dan mungkin saja ia tidak menyukai sesuatu yang murahan.
Ittadakimasu~
Setelah selesai makan, seperti biasa keduanya hening dan sibuk dengan pikiran masing-masing.
Sakura ingin membuka pembicaraan namun terpotong dering ponselnya yang menyala.
"Hallo. Ya aku akan pulang."
Sasuke memperhatikannya. Itu membuatnya sedikit salah tingkah. Tatapannya tajam tapi seksi itu yang membuatnya salah tingkah. Ia merasa seperti diintimidasi.
"Kau akan pulang? Biar aku antar." Kali ini Sasuke yang membuka pembicaraan menawarkan untuk mengantar Sakura pulang.
"Ah tidak perlu. Aku bisa naik kereta bawah tanah."
"Kubilang aku akan mengantarkanmu." Sepertinya ia cukup keras kepala. Itu membuat Sakura enggan menolak karena ia juga takut dengan tatapan itu. Hei... Siapa yang bisa menolak ajakan cowok ganteng ini? Orang gila juga pasti mau diantar Sasuke. Tapi jangan berpikir kalau Sasuke mau mengantarkan orang gila. Kecuali jika ia sama gilanya. Lupakan.
Mereka memasuki area parkir mobil di SNU. Menghampiri mobik Volvo silver. Konsep Volvo biasanya tenang, elegan, dan percaya diri. 'persis seperti pemiliknya.' Batin Sakura. Ia yakin Sasuke adalah pribadi yang tenang. Tentu saja ia orang yang tenang, Sakura. Ia tidak sepertimu yang serampangan. Gayamu juga selengean. Ya Tuhan... Anak siapa kau ini?
Sakura berdiri mematung di kanan mobil. Punggungnya terasa tertusuk dan panas. Ia pun menoleh ke belakang dan ia mendapati beberapa perempuan yang menatapnya. Ia kurang mengerti arti tatapan itu. Tatapan benci, mungkin? Tapi kenapa?
"Hei!" Seruan Sasuke membuatnya menoleh lagi menghadap Sasuke dengan mobil silver sebagai perantara keduanya.
"Apa kau menungguku membukakan pintu untukmu?"
Pertanyaan Sasuke membuat ia malu sendiri. Sudah tertangkap basah melamun, digoda pula. Ia pun segera membuka pintu mobil yang hanya tersedia dua kursi itu.
"Maaf." Sesal Sakura.
Ia sama sekali tidak terpengaruh perkataan Sasuke. Yang ada di pikirannya adalah 'mengapa mereka seperti ingin menerkamku?'
Tak ingin mengulur waktu, Sakura lekas naik dan mendudukkan dirinya tak lupa memasang sabuk pengaman.
"Apa aku merepotkan?" Ia merasa tak enak. Baru kenal sudah menumpang.
"Dimana rumahmu?"
"Dekat sini. Happy Tower Gwanak kawasan Bongcheon."
"Itu dekat."
Sasuke menepikan mobilnya di depan sebuah gedung tinggi dengan gerbang lobi bertuliskan 'Happy Tower'. Sebuah apartemen elit di Distrik Gwanak tepatnya kawasan Bongcheon. Sangat dekat dengan tempat kuliahnya. Berterimakasihlah ia pada Sasori.
Sakura turun dari mobil Sasuke yang ditumpanginya. Ia berdiri di kanan mobil lalu membungkukkan badannya dan menatap Sasuke dari jendela mobil yang kacanya dibuka lebar.
"Mau mampir?"
"Tidak. Aku akan pulang." Sasuke menolak. Mungkin ada urusan atau memang tak ingin mampir.
"Oke. Terimakasih. Maaf merepotkanmu."
"Jangan sungkan. Aku pergi." Pamit Sasuke. Tanpa senyum dan tanpa menatap Sakura. Begitu ingin ditatap ya Sakura?
"Hati-hati di jalan."
"Hn."
Bersama Sasuke tadi memang biasa saja. Tapi sepertinya Sakura merasa senang. Hatinya terasa berbunga-bunga jika mengingat apa yang terjadi tadi. Padahal tidak ada sesuatu yang 'spesial' terjadi. Tapi ia merasa senang saja.
Ia tidak bisa tidur sekarang. Bagaimana jika besok ia bertemu Sasuke? Ia harus bersikap apa? Ia malu bertemu Sasuke, tapi di lubuk hatinya ia ingin bertemu Sasuke. Ah, ini membuatnya pusing. Apa ia perlu minum obat tidur? Tapi jika ia tertidur ia akan berhenti memikirkan Sasuke. Ne, Sakura? Baru saja kau berkeinginan untuk terus memikirkan Sasuke. Benar 'kan?
