A story about my Son and Him
.
.
.
Cast : DBSK family and others
Genre : Drama, romance and Family
Rate : T to M
Disclaimer : Mereka semua milik Tuhan, saya hanya pinjam nama mereka demi berjalannya cerita.
Warning : GS, OOC, Mohon kritik dan saran dengan bahasa yang sopan.
.
.
.
"Ketika kita membicarakan keburukan oranglain, belum tentu kita lebih baik dari orang tersebut."
.
.
.
_ Happy Reading _
.
.
.
Jaejoong menghembuskan nafasnya kasar. Sekali lagi dia harus dihadapkan dengan surat dari sekolah yang spesial ditujukan untuknya. Sudah tak terhitung berapa kali yeoja cantik itu menerima surat panggilan orangtua seperti itu. Hampir setiap bulan, hah... mungkin hampir setiap minggu dia mendapatkan surat semacam itu.
Entahlah! Saat ini, apalagi ulah putra tunggalnya hingga dia kembali harus berhadapan dengan kepala sekolah tempat putranya menimba ilmu.
"Minnie berulah lagi?" tanya seorang namja yang memiliki jidat lebih lebar dari jidat manusia pada umumnya. Biasanya Jaejoong memanggil namja itu dengan sebutan 'jidat lebar' kalau sedang dalam mode kesal pada namja itu. Dia bernama Park Yoochun, dan dia adalah sepupu dari Jaejoong.
"Begitulah!" Jaejoong menundukkan kepalanya sembari memijat pelan pelipisnya.
"Kau tidak pernah mengatakan ini pada Siwon?"
"Untuk apa?"
"Dia ayahnya Joongie-ya, harusnya dia tahu anaknya suka berulah disekolahnya."
"Dia tak pernah peduli lagi pada Minnie sejak dia menikah lagi."
"Tapi..."
"Sudahlah! Jangan membuatku semakin pusing dengan menyebut-nyebut nama namja itu. Hah..."
"Hmm... aku rasa Minnie butuh sosok kuat yang bisa mengimbanginya."
"Maksudmu?" Jaejoong menegakkan kepalanya, menatap curiga sepupunya yang sedang sibuk membersihkan lensa kamera yang sedang dipangkunya.
"Menikahlah!"
"Hah... berapa kali aku harus mengatakan padamu jidat lebar jelek, aku tidak mau menikah lagi!"
"Changmin butuh sosok ayah Chagi."
"Aku bisa menjadi ayah dan ibu sekaligus untuk Changmin."
"Kau memang ibu yang luar biasa Joongie, tapi kau bukan ayah bagi Changmin. Katakan padaku, dari semua kegiatan yang dilakukan Changmin, bagian mana yang bisa kau ikuti. Hmm..."
Jaejoong terlihat bingung. Otaknya kembali merangkai setiap kejadian yang terjadi selama tujuh tahun terakhir ini. Ya... tujuh tahun sejak dia berpisah dengan mantan suaminya.
Changmin masih berusia tiga tahun saat dia memutuskan bercerai dari Choi Siwon. Bukan tanpa alasan, dia memutuskan untuk berpisah karena mantan suaminya itu berselingkuh dengan adik kelas mereka semasa sekolah dulu.
Sebenarnya Siwon tak ingin bercerai, tapi namja itu pun tak mampu bila disuruh memilih ingin tetap bersama siapa. Dengan berat hati, Jaejoong memilih mundur. Dia bukan wanita hebat yang bisa berbagi suami dengan wanita lain.
Sejak itu dia hanya hidup berdua dengan Changmin. Bekerja keras seorang diri demi mencukupi kebutuhan sang buah hati. Siwon? Di tahun pertama hingga tahun kelima pasca perceraian mereka, namja itu masih sering berkunjung untuk kemudian membawa Changmin ke rumahnya, istilahnya berbagi tugas dalam membesarkan Changmin. Namun setelah itu, Siwon menjadi sangat jarang menemui Changmin dan sekarang bahkan tak pernah. Hanya sesekali namja itu menelpon Jaejoong, menanyakan kabar Changmin.
Ya... Jaejoong paham, Siwon memiliki keluarga baru, tentunya dia lebih sibuk dengan keluarga barunya. Tapi... Jaejoong tak lagi ingin memikirkan apapun tentang namja itu. Terserah apa yang mau namja itu lakukan. Yang terpenting baginya saat ini, dia hidup bahagia meski hanya dengan Changmin. Buah hatinya itu adalah sumber kebahagiaan, kekuatan yang selalu mampu dapat membuatnya teguh berdiri.
Namun rupanya, Changmin yang manis saat kecil kini sudah mulai berubah. Si kecil yang sangat cerdas itu sudah mulai sering berulah. Ada saja laporan dari guru ataupun wali murid yang lain tentang kelakuan buruk putranya ketika berada dilingkungan sekolah. Namja kecilnya sekarang sudah mulai suka marah dan memukul siapa saja yang menyinggungnya. Tanpa terkecuali.
Seminggu lalu, Jaejoong juga baru mendapatkan panggilan dari sekolah Changmin. Alasannya, putranya itu memukul wajah temannya hingga sang teman menderita patah tulang di hidungnya. Ketika hal itu ditanyakan pada Changmin, jawaban Changmin membuat Jaejoong terdiam seribu bahasa.
"Dia mengatakan aku anak haram Eomma!"
Saat itu Jaejoong hanya mendesah, tak mengerti harus membalas seperti apa seruan anaknya. Changmin tahu dia memiliki ayah dan mungkin karena hal itulah dia marah karena disebut anak haram oleh temannya. Tapi jelas Jaejoong tak bisa membenarkan tindakan kasar Changmin, namun dia pun tak kuasa mencegah Changmin melakukan hal itu.
Jaejoong mengerti, tindakan kasar Changmin itu dilakukan untuk melindungi dirinya sendiri. Agar temannya tak lagi kurang ajar padanya atau agar temannya tak lagi mengatakan hal yang tidak-tidak padanya. Tapi...
"Hah!"
"Waeyo?" tanya Yoochun, matanya teralih menatap Jaejoong yang baru saja menghembuskan nafas kasar.
"Temani aku ke sekolah Changmin, Yoochun-ah." pinta Jaejoong kemudian.
"Pasti! Tapi pikirkan apa yang aku katakan ini. Kau butuh seorang namja untuk keluarga kecilmu, untuk melindungimu dan anakmu. Seberapa kuat pun kau berusaha menolak, kehadiran sosok namja di hidup kalian itu sangat penting. Lupakan sakit hatimu pada makhluk berjenis namja. Arraseo!"
Jaejoong hanya menatap Yoochun, ingin rasanya mengiyakan apa yang dikatakan Yoochun tapi dia tak bisa. Dia masih sanggup membesarkan Changmin sendirian, toh selama ini dia bisa bukan. Jadi untuk apa makhluk berjenis namja itu, kalau pada akhirnya akan kembali menorehkan luka dihatinya.
Namun, tak ingin membuat saudaranya kecewa lagi, Jaejoong pada akhirnya menganggukkan kepalanya.
"Bagus! Aku akan mencarikan namja terbaik untukmu. Yang bisa menerimamu tanpa syarat apapun. Percaya padaku!" ujar Yoochun percaya diri, sedangkan Jaejoong menanggapi ucapan Yoochun dengan kerutan tak percaya.
"Kalau aku ingin mencari seorang pendamping untuk menjadi Appa Changmin, aku akan meminta Eomma mencarikannya untukku dan aku bisa minta bantuan Changmin untuk memberi penilaian. Kalau kau..."
"Kau tak percaya padaku?"
"Ani!"
"Ya!"
.
.
.
Suasana sekolah Changmin sudah tampak lengang ketika Jaejoong dan Yoochun sampai. Dari lorong yang menghubungkan tempat parkir dengan ruangan kepala sekolah, Jaejoong dapat menangkap siluet tubuh putranya yang berdiri di depan ruang kepala sekolah. Kepala namja kecilnya itu tampak tertunduk lesu.
"Aku akan di luar dengannya, kau masuklah!" suruh Yoochun begitu langkah mereka sudah cukup dekat dengan ruang kepala sekolah dan siluet Changmin sudah sangat jelas dihadapan mereka.
"Eomma mianhae." suara lemah Changmin menyapa gendang telinga Jaejoong, yeoja itu tak bersuara. Dia hanya diam dan kediamannya itu justru membuat Changmin semakin tertunduk dalam.
"Eomma masuk dulu, kau disini dengan Yoochun ahjussi!"
Tanpa menunggu jawaban dari Changmin, Jaejoong melangkah memasuki ruang kepala sekolah. Ruangan yang sangat familiar untuknya karena selama hampir satu tahun terakhir ini dia kerap mengunjungi tempat itu.
"Selamat siang saenim!" sapa Jaejoong ramah begitu dia sudah masuk ke ruang itu. Seorang yeoja berkacamata tampak menyambutnya dengan sebuah senyum lembut.
"Silahkan duduk Ny Kim!" ajak yeoja bernama Jang Nara bila dilihat dari id card yang dipakainya. Setelah Jaejoong duduk, yeoja itu juga ikut duduk di single sofa tak jauh dari tempat Jaejoong duduk.
"Mianhamnida atas tindakan putra saya saem." Jaejoong mengumbar senyum canggung.
"Kali ini Changmin menendang tulang kering teman sekelasnya." beritahu kepala sekolah mungil itu. Jaejoong mendesah frustasi, kenapa lagi dengan putranya kali ini.
"Alasan yang dikatakannya, temannya mengejeknya tak punya ayah kemudian temannya itu menjegal Changmin dan Changmin membalasnya dengan... yaahh..."
"Bagaimana keadaan temannya?"
"Baik! Hanya saja orangtuanya terlihat tak dapat menerima tindakan Changmin. Hmm... Mianhada Ny Kim, beberapa wali murid juga menyampaikan keberatannya atas sikap kasar Changmin dan mereka meminta pada pihak sekolah untuk mengeluarkan Changmin dari sekolah."
"Lalu?"
"Kami menyesal mengatakan semua ini Ny. Kim, tapi... terpaksa kami ambil keputusan mengeluarkan Changmin dari sekolah ini."
.
.
.
.
Suasana makan malam di rumah Jaejoong kali ini berlangsung dalam keheningan. Tak ada suara yang keluar meski disana ada empat orang. Jaejoong sibuk dengan nasinya yang sejak tadi hanya dimainkannya diatas piring, Changmin pun terlihat enggan menyentuh makanannya. Sedangkan Yoochun dan Junsu, pasangan ini tak berani bersuara meski terlihat sangat ingin. Benar-benar suasana yang tak menyenangkan.
"Eomma..."
"Bagaimana kalau besok kita berlibur ke Jeju, Minnie-ah?"
"Eomma." Changmin mendesah tak percaya, dengan segenap keberaniannya, mata bambinya berusaha menatap Jaejoong. Disorot sepasang mata bulat milik ibunya, Changmin hanya menemukan kekosongan. Mata yang biasanya menatapnya penuh dengan sinar, sekarang sinar itu sirna, yang ada hanya kegelapan.
Namja kecil berusia sepuluh tahun itu kemudian menundukkan kepalanya. Sedetik kemudian airmatanya mulai turun. Meski usianya masih sangat muda, Changmin sangat cerdas, dia mengerti apa yang terjadi saat ini. Ibunya pasti sangatlah kecewa dengannya saat ini, karena sikap kasarnya tentu saja.
"Pernahkah Eomma tak menuruti apa yang kau inginkan Minnie?"
"Eomma!"
"Eomma kecewa, teramat sangat kecewa. Tapi... hiks... eomma tak akan menyalahkanmu. Apa yang terjadi padamu semua karena salah..."
"Minnie yang salah eomma. Bukan eomma... hiks... hiks... Eomma..."
Tubuh kecil itu kini sudah memeluk erat tubuh Jaejoong, menangis keras diceruk leher yeoja yang sudah melahirkannya itu. Bukan, bukan yang seperti ini yang diinginkan dari sikap yang diambil ibunya. Dia berharap ibunya memarahinya atau bahkan mungkin memukulnya seperti kebanyakan orangtua diluar sana, yang ketika anaknya melakukan kesalahan maka mereka tak segan melayangkan pukulan.
Sangat berbeda dengannya tentu saja. Ketika dia melakukan sebuah kesalahan, entah itu besar atau kecil, maka ibunya hanya akan menangis dan menyalahkan dirinya sendiri. Bukan menyalahkan dia yang adalah pelaku kesalahan itu.
Changmin bukan tak menyadari perbuatannya, dia tahu dan dia sadar tindakannya memukul temannya adalah salah. Tapi dia tak bisa tinggal diam ketika temannya mengolok-olok dia, dia punya ayah meski ayahnya tak lagi bersama dengannya. Jadi jangan salahkan dia kalau pada akhirnya temannya itu berakhir di rumah sakit.
"Jae... aku rasa kau perlu bicara dengan Siwon." lirih Junsu, tunangan Park Yoochun itu terlihat ragu mengemukakan pendapatnya.
"Tak perlu Suie." sahut Jaejoong lemah, dapat dirasakannya pelukan Changmin semakin erat di lehernya.
"Dia ayah Changmin, dia seharusnya juga ikut bertanggungjawab atas semua tindakan Changmin. Dia harus tahu putranya tumbuh seperti apa?"
"Seperti apa? Changmin anak yang baik Suie." nada suara Jaejoong meninggi tanpa disangka-sangka.
"Anak yang baik tak mungkin menciderai temannya!"
"Junsu-ie!"
Perdebatan itu terhenti setelah suara Yoochun menginterupsi. Membiarkan dua yeoja itu saling adu mulut bukanlah hal yang baik. Jaejoong memiliki pandangan sendiri akan tindakan brutal anaknya, sedangkan Junsu, yeoja itu memposisikan dirinya sama seperti orangtua korban pemukulan Changmin, yang tentu saja memandang Changmin sebagai tersangka dan sudah pasti bersalah dimata Junsu.
"Kalau kau diposisi dia, tindakan apa yang akan kau lakukan ketika temanmu mengatakan kau adalah anak haram Suie?" suara Jaejoong terdengar datar, namun jelas membuat Junsu syok.
"Tindakannya memang salah, aku tahu itu, tapi dia anakku Suie. Aku tak akan menghakiminya dan menyudutkan dia, karena aku tahu, tindakan yang diambilnya hanya sebagai bentuk dia melindungi dirinya. Kalau aku jadi dia, mungkin aku juga akan melakukan hal yang sama."
"Joongie!"
"Dan untuk Siwon, aku rasa aku tak perlu terus-terusan mengingatkan dia akan tanggungjawabnya terhadap anaknya bukan?"
"Eomma!" lirih Changmin, dia bukan namja kecil yang cengeng tapi bila melihat ibunya menangis, dia akan ikut meneteskan air matanya juga. Dia sangat perasa.
"Joonggie sudahlah!" sela Yoochun, tak tega melihat tetesan airmata Jaejoong yang tak berhenti sejak tadi.
"Dia anakku Yoochun-ah, apapun yang terjadi aku akan tetap membelanya. Aku tahu dan lebih mengenal dia dengan baik, jadi..."
"Joonggie mian."
"Kau boleh mengeluarkan pendapatmu Suie, aku tak melarangnya. Tapi... cukup salahkan aku, jangan menyalahkan dia. Semua yang terjadi adalah buah dari kesalahanku di masa lalu. Jadi cukup salahkan aku."
"Eomma!" rengek Changmin dan Jaejoong menyerah, yeoja itu memutar tubuhnya, kemudian menarik lembut Changmin dan mendudukkan namja kecilnya itu diatas pangkuannya. Jemari lentiknya membelai lembut punggung sempit putra tunggalnya itu,
"Besok kita ke Jeju nde?" Changmin menggeleng pelan, menghasilkan kerutan halus di dahi Jaejoong.
"Kau tidak mau?"
"Eomma belum memaafkan aku."
"Hmm..." gumam Jaejoong seraya melingkarkan lengannya pada pinggang Changmin, kemudian menempelkan dagunya dibahu kecil putranya itu.
"Eomma!"
"Minnie! Kau tahu Eomma sangat tak suka kau bertindak kasar, pada siapapun tentunya. Eomma membelamu bukan karena membenarkan tindakanmu, tapi karena kau anak Eomma, kau tanggungjawab Eomma. Apapun yang kau lakukan, Eomma 'lah yang akan disalahkan semua orang lebih dulu. Jadi... Bolehkah Eomma meminta satu hal padamu chagi?"
Changmin terlihat menganggukkan kepalanya, mata bambinya yang sedikit berair menatap sayu mata bulat ibu kandungnya. Teduh dan selalu membuatnya merasa aman dan nyaman.
"Bersikaplah lebih tenang dalam menghadapi apapun. Tak semua olok-olokkan mereka harus kamu tanggapi dengan pukulan sayang. Hmm... Tangan ini sangat lembut dan sangat nyaman ketika membelai wajah Eomma seperti ini, jadi sangat disayangkan kalau digunakan untuk memukul."
"Aku tidak suka mereka mengatakan hal itu Eomma."
"Eomma tahu sayang. Eomma juga tak suka mendengarnya, tapi..."
"Arraseo. Minnie janji tidak akan memukul lagi."
"Yaksok!"
"Yaksok!"
Changmin menyambut kelingking ibunya dengan kelingkingnya, mengaitkannya dengan erat sebagai bentuk janjinya yang akan ditepatinya. Demi ibunya, yeoja yang melahirkannya dan menyayanginya tanpa batas.
"Hah... Tepati janjimu itu tiang, sebab kalau tidak! Aku yang akan memukulmu." canda Yoochun memecah suasana haru yang tercipta antara ibu dan anak tadi.
"Jangan suka mengancam, Yoochun-ah!" tegur Jaejoong tak suka.
"Joonggie mian." lirih Junsu penuh penyesalan.
"Tak apa."
"Tapi..."
"Suatu saat kau akan tahu Suie, membela dan melindungi anakmu yang jelas salah itu adalah sebuah kewajiban."
"Nde."
"Kalau aku ikut menyalahkannya dan bahkan memukulnya, lalu pada siapa dia akan mencari perlindungan? Aku tak ingin anakku lebih merasa nyaman dengan oranglain daripada aku yang adalah ibunya sendiri."
"Miamhamnida Joongie-ya."
Jaejoong mengulas senyum lembut. Dia memahami pemikiran sempit Junsu soal mendidik anak, ya... semua disebabkan karena Junsu belum pernah ada diposisinya. Sedangkan dia, dia pernah ada diposisi Junsu. Dulu, semasa dia muda, dia juga sering menyalahkan kakaknya yang selalu membela anaknya meski jelas-jelas anaknya itu melakukan kesalahan.
Sekarang dia tahu, mendidik anak tak selalu harus dengan kekerasan. Hukuman yang diberikan juga tak selalu harus dengan sebuah pukulan. Anak yang bermasalah tidak harus dijauhi, tapi harus dirangkul dan diarahkan menjadi lebih baik. Dan hal itu yang sedang dia usahakan untuk Changmin.
Putranya bukanlah troublemaker seperti yang kebanyakan orang katakan. Changmin anak yang baik, penurut dan dulu sangat periang. Namun, sikapnya mulai berubah ketika usianya semakin bertambah dan sering mendapat ejekan dari teman sekolahnya. Memukul memang salah, tapi Jaejoong tahu, hal itu dilakukan Changmin untuk mempertahankan dirinya, ketika suaranya tak lagi didengar temannya, memukul mungkin dirasanya jauh lebih baik untuk melindungi dirinya.
.
.
.
.
Jaejoong kembali kekamarnya setelah menidurkan Changmin dan mengusir pasangan Yoochun dan Junsu dari apartemennya. Walau sebenarnya pasangan itu bersikukuh untuk tetap berada di apartemen Jaejoong alias menginap.
Yeoja itu kemudian memilih duduk di sudut ruangan, menghadap ke layar laptop yang sudah menyala sejak beberapa menit yang lalu. Jaejoong kemudian membuka sebuah layanan chat, dia memiliki teman chatting yang selalu aktif menghubunginya sejak enam bulan terakhir ini.
Senyumnya terulas tipis saat perhatiannya tertuju pada sebaris sapaan yang ditujukan untuknya dari sahabat dunia mayanya itu.
#Tuan_Jung : Malam cantik! Bagaimana kabarmu hari ini?
#Kim_Yeoppo : Sedikit berat.
#Tuan_Jung : Waeyo? Changmin berulah lagi?
Jaejoong menghela nafas berat, sedikit enggan ketika dia harus menceritakan sikap buruk putra semata wayangnya. Namun, si Tuan Jung itu mampu membuat Jaejoong merasa nyaman dan aman menceritakan apapun soal kehidupan pribadinya.
#Kim_Yeoppo : Hmm... Kali ini hukumannya jauh lebih parah, dia dikeluarkan dari sekolahnya. :-(
#Tuan_Jung : Memang kali ini Changmin melakukan apa? Jangan sedih cantik :-)
#Kim_Yeoppo : Menendang tulang kering temannya, kali ini orangtua anak itu tak terima dan menuntut pihak sekolah untuk mengeluarkan Changmin dari sekolahnya.
#Tuan_Jung : Apa mereka tak berpikir secara objektif? Bukankah harusnya mereka hanya mengingatkan Changmin?
#Kim_Yeoppo : Changmin sudah sering mendapatkan peringatan Tuan Jung!
#Tuan_Jung : Tapi... tetap saja tidak boleh seperti itu cantik. Menghukum anak-anak bukan seperti itu caranya.
#Kim_Yeoppo : Pemikiran setiap orang berbeda dalam menyikapi setiap masalah Tuan.
#Tuan_Jung : Kekekekeke... Kirimlah Changmin kesini, biar aku yang menjaganya.
#Kim_Yeoppo : :-(
#Tuan_Jung : Waeyo? Aku tak keberatan melakukannya.
#Kim_Yeoppo : Lalu aku sendirian disini?
#Tuan_Jung : Kau boleh ikut kalau kau mau cantik.
#Kim_Yeoppo : Dan membiarkan semua pekerjaanku disini terbengkalai. Kau pikir dengan uang siapa aku akan makan disana Tuan Jung.
#Tuan_Jung : Kalau aku berani meminta kalian kesini itu artinya aku siap menanggung hidup kalian selama kalian disini.
#Kim_Yeoppo : Gomapta. Mungkin lain kali, saat ini aku masih mampu mengasuh dan menjaga Changmin dengan baik.
#Tuan_Jung : Aku percaya itu. Kau memang yeoja hebat! Dua jempol untukmu cantik. ^_-
#Kim_Yeoppo : Pembual! *rolling eyes
#Tuan_Jung : Ahahahahaha... Sekarang katakan padaku, apa rencanamu besok?
#Kim_Yeoppo : Aku ambil cuti seminggu lalu pergi berlibur ke Jeju dengan Minnie :-)
#Tuan_Jung : Seminggu?! Hanya di Jeju?!
#Kim_Yeoppo : Wae?
#Tuan_Jung : Kalau aku jadi kau, aku lebih memilih Jepang sebagai tujuan. Kau tahu, negara ini sangat indah. Tempat permainan untuk anak seusia Changmin juga sangat banyak, dia akan puas bermain disini.
#Kim_Yeoppo : Jeju tak kalah dengan Jepang!
#Tuan_Jung : Woooowwww... Jangan marah cantik. Aku tahu! Tak ada yang mengalahkan indahnya Jeju, tapi tak ada salahnya 'kan berlibur ke Jepang.
#Kim_Yeoppo : Tidak untuk saat ini Tuan Juuuuuunnnggg!
#Tuan_Jung : Kekekeekeke... Aku bisa membayangkan bagaimana ekspresimu saat ini. Hmm... Alis yang bertaut, bibir yang terpout sempurna dan pipi yang mengembung. Pasti lucu... Ahahahahaha...
Rona merah muda menghiasi pipi putih Jaejoong. Bagaimana bisa sahabat dumaynya itu menebak ekspresinya dengan sangat tepat. Aish...
#Kim_Yeoppo : Yaaaaakkkkk! :-0
#Tuan_Jung : Hmm...
#Kim_Yeoppo : Aku off Tuan, tidurlah!
#Tuan_Jung : Sebentar lagi, pekerjaanku masih banyak.
#Kim_Yeoppo : Pekerjaanmu banyak tapi kita chat sudah hampir satu jam. Berarti... aku mengganggumu?
#Tuan_Jung : Tentu tidak cantik. Kau tak ada hubungannya dengan pekerjaanku.
#Kim_Yeoppo : Tetap saja aku mengganggu. Kalau kita tidak chat mungkin saja saat ini kau sudah menyelesaikan pekerjaanmu.
#Tuan_Jung : Asal itu kamu, aku sama sekali tak terganggu. :-p
#Kim_Yeoppo : Ooouuuhhh... Kepalaku semakin besar Tuan. Ck! Kalau saja aku masih berusia dua puluh tahun mungkin aku akan terbuai dan langsung jatuh cinta padamu, tapi sayangnya... saat ini aku merasa mual mendengar bualanmu itu Tuan.
#Tuan_Jung : Kekekeekeke... istirahatlah! Bukankah besok kau harus berangkat pagi?
#Kim_Yeoppo : Nde! Jaljayo Tuan Jung ^_^
#Tuan_Jung : Jaljayo ^_^ ... Semoga harimu besok lebih baik. Sampaikan salamku untuk jagoan kecilku ^_-
#Kim_Yeoppo : ? Aku semakin takut kau akan menculik Changmin suatu saat nanti Tuan!
#Tuan_Jung : Bukan hanya Changmin, aku bahkan berniat menculikmu juga saat ini -_-
#Kim_Yeoppo : _
#Tuan_Jung : *Flying_kiss
#Kim_Yeoppo : Huuueeekkk!
#Tuan_Jung : Ahahahahaha... :-)
Jaejoong mematikan laptopnya usai mendapatkan balasan dari Tuan Jung-nya itu. Segaris senyum tipis tergaris di bibir mungilnya. Beban yang sejak pagi menghimpit rongga dadanya, kini mulai terkikis sedikit demi sedikit, lega.
Dia tak tahu sosok seperti apa sahabat dumay-nya itu, seperti apa rupanya dan berada dimana tepatnya. Yang dia tahu, Si Tuan Jung itu adalah orang Korea yang tinggal di Jepang untuk urusan pekerjaan. Selebihnya, Tuan Jung itu tak pernah menceritakan persoalan pribadinya, disini justru Jaejoong 'lah yang sering menceritakan persoalan pribadinya. Terutama bila menyangkut soal Changmin.
Dan meskipun sama sekali tak pernah bertatap muka, Jaejoong merasa cukup nyaman bercerita pada Tuan Jung itu. Entahlah, menurut Jaejoong, sahabatnya itu sangat mengerti keadaan dan posisinya saat ini. Makanya dia merasa cukup nyaman bercerita pada sahabat dumay-nya itu.
.
.
.
"Sudah selesai?" tanya sosok namja paruh baya pada sosok namja lain yang tengah mengulas senyumnya sambil menatap layar laptop.
"Kau mengagetkanku Ahjussi." namja itu memutar kursi rodanya dengan sebuah alat yang terdapat dipegangan kursi itu, menghadap namja paruh baya yang berdiri sambil sedikit membungkukkan tubuhnya.
"Mianhamnida Tuan Muda."
"Hmm... Bisakah Ahjussi membantuku?"
Dengan sigap namja paruh baya itu menghampiri namja muda pemilik sepasang mata musang itu. Merangkul bahu namja itu kemudian dengan sedikit kesulitan membuat pemilik bibir hati itu berdiri dari kursi rodanya. Tertatih namja beruban itu memapah majikannya hingga mencapai ranjang.
"Maaf selalu merepotkanmu Ahjussi." lirih namja itu penuh sesal.
"Tidak masalah Tuan Muda. Melayani anda adalah tugas saya."
"Ghamsahamnida untuk kesabaran kalian menghadapiku."
Namja paruh baya itu mengulas senyum tipis. Terenyuh dengan pernyataan majikannya yang hampir setiap hari didengarnya. Dalam hati dia berucap syukur, majikan mudanya itu sudah begitu banyak berubah dan perubahannya adalah kearah yang lebih baik.
"Anda terlihat sangat berbeda sejak mengenal 'Dia' Tuan Muda."
"Benarkah?"
"Wajah anda tidak lagi tampak kaku seperti sebelumnya. Anda lebih sering tersenyum akhir-akhir ini."
"Dia seperti membawa sesuatu yang lain Ahjussi, selalu mampu membuatku tersenyum meski sedang marah sekalipun."
"Anda tak ingin menemuinya?"
"Sangat ingin Ahjussi. Bahkan kalau bisa, aku ingin saat ini ada dihadapannya, merangkulnya, meredakan beban hatinya. Tapi aku sadar, saat ini aku belum pantas untuk menghadapinya."
"Anda harus berusaha lebih keras lagi kalau begitu."
"Pasti Ahjussi!"
'Aku akan datang padamu cantik, suatu hari nanti. Saat aku sudah sangat pantas berdiri dihadapanmu. Tunggu aku'
.
.
.
.
TBC
Note :
Saya pendatang baru di dunia fiksi ini, masih butuh banyak belajar dan butuh pembenahan disana sini untuk setiap tulisan saya. Jadi... mohon masukannya.
.
.
.
15 Agustus 2015
.
^-^ Lord Joongie ^-^
