Malam sabtu. Seperti malam-malam sabtu sebelumnya, Grey menanjaki Mother's Hill untuk mencapai puncaknya. Malam ini merupakan bulan baru dan tak tampak bulan di langit. Meskipun demikian, ia tetap menanjak ke puncak untuk melanjutkan ritual melihat bulan yang selalu dilakukannya setiap malam sabtu. Ya, selalu, di setiap malam sabtu yang cerah, sejak gadis itu datang ke Mineral Town. Gadis yang saat ini sudah mendahuluinya duduk di puncak Mother's Hill bersama anjing kecilnya. Gadis berambut panjang pirang itu menoleh ketika menyadari langkah kaki Gray. Ia tersenyum lebar dengan latar langit malam bertabur bintang, dan angin malam yang dingin memainkan rambut panjangnya. Saat ia melakukan itu, Gray selalu ingat pertama kali ritual ini dimulai. Saat itu, dua tahun lalu...
Spring 3rd.
Setelah euforia tahun baru berakhir, Gray kembali berada di dekat tungku panas tempatnya menempa berbagai logam menjadi berbagai alat pertanian hingga aksesoris wanita. Meskipun begitu, saat ini ia belum mampu membuat aksesoris. Ia baru belajar sejak tahun lalu ia memutuskan untuk menetap di Mineral Town dan belajar menjadi blacksmith seperti kakeknya, Saibara. Sejujurnya ia sangat menyukai pekerjaan barunya ini jika dibandingkan pekerjaannya sebagai editor majalah di kota. Pengetahuan tentang ore stone yang diberikan kakeknya sangat menarik. Ia bahkan betah berjam-jam di tambang demi mendapatkan ore berharga seperti mistryle, topaz, atau rubi. Tapi ia tak betah berlama-lama bekerja ditungku ini, tidak kecuali kakek tua itu berhenti memarahinya setiap ia melakukan kesalahan kecil. Ia semakin kesal jika kakeknya mulai berteriak, dan ia tahu ia takkan bisa lagi bekerja dengan benar setelah itu. Ia tak biasa bekerja di bawah tekanan, membuat hatinya panas di samping tungku panas tempatnya menempa besi.
Hari ini ia mengerjakan sabit pesanan pemilik Yodel farm, Barley. Sabitnya sudah tua dan sudah keropos, sehingga ia memerlukan yang baru untuk memotong rumput di peternakannya. Suara palu memantul di langit2 tempat kerja mereka. Sementara saibara saat ini sedang membuat bros bunga di mejanya. Gray selalu ingin mencoba membuat bros, tapi saibara belum mau mengajarinya, kecuali ia bisa menyelesaikan pesanan kali ini dengan sempurna. Bisa dibilang sabit ini menentukan kenaikan level pelajaran blacksmith gray.
"Permisii..." suara wanita yang tidak gray kenal terdengar bersamaan dengan decit pintu yang terbuka.
"Oh, selamat datang nona!" sapa Saibara.
Gray menyeka keringatnya, dan melihat ke pintu sebentar untuk melihat siapa yang datang. Seorang gadis berambut pirang, dengan mata berwarna biru seperti matanya, dan overall biru muda yang melapisi kemeja putihnya, tampak berbicara dengan kakeknya.
"Perkenalkan, Kek. Aku orang baru di sini yang akan mengurus farm di selatan. Namaku Claire," kata gadis itu sambil membungkukkan badannya. Saibara menyambut salamnya dengan senyum.
"Aku Saibara, seperti yang kau lihat, aku ini blacksmith. Apa kau datang dari timur? Normalnya orang sini berjabat tangan saat berkenalan," ujar saibara. Claire tersenyum.
"Aku tahu dari nama toko kakek bahwa kakek orang timur. Ibuku juga berasal dari timur, dan aku pernah tinggal di timur hingga umur 10 tahun," jelasnya. Gray ikut mendengarkan percakapan itu. Ya, kakeknya berasal dari timur, tapi ia tak pernah bercerita banyak pada Gray.
"Ooh... hahah! Kau membuatku homesick sesaat, Claire! Senang bertemu denganmu. Karena kau bekerja di tanah pertanian itu, kau pasti harus sering-sering kemari untuk mengupgrade alat-alat pertanianmu!" jelas Saibara. Gray menoleh lagi, ia jarang mendengar kakeknya banyak bicara pada anak muda.
"Auch!" teriak Gray. Tangannya terkena besi panas. Sial. Konsentrasinya jadi pecah tadi.
"Gray!" kakeknya menoleh dengan geram. "Kau melakukan kesalahan lagi?!" tanyanya.
"Tidak. Aku hanya... menyentuh besi panas," jawab Gray pelan. Ia menunduk saat tahu bahwa gadis pirang itu kini memusatkan perhatian padanya.
"Berapa kali harus kukatakan padamu untuk hati-hati? Ketelitian dan kehati-hatian adalah inti penting pekerjaan blacksmith. Dengan sikapmu yang setengah-setengah itu, kau takkan bisa membuat aksesoris!"
Gray menunduk lebih dalam, kali ini untuk menahan amarahnya yang telah ia pendam selama setahun menjadi murid kakeknya.
Hey, aku sedang terluka di sini. Tak bisakah kau lebih mengkhawatirkan cucumu dibanding besi rongsokan itu?
"Kau sering sekali melakukan kesalahan, berapa alat sudah kau rusak hah!"
Aah... kali ini aku tak tahan lagi.
"Gray, keteledoranmu itu suatu saat bisa membuat toko ini terbakar!"
Bagaimana mungkin? Satu-satunya yang terbakar disini adalah tanganku, kakek tua!
"Gray, jawab aku!"
"Berisiik!" teriak Gray sangat keras sambil membanting palunya ke lantai, membuat Claire memasang ekspresi kaget, dan Saibara berwajah merah karena marah.
"Aku cari udara segar sebentar!" lanjut Gray sambil berjalan penuh amarah ke arah pintu, tempat di mana Claire berdiri. Gray yang jauh lebih tinggi dari Claire memandang Claire yang menghalangi jalannya dengan pandangan tajam.
"Minggir kau!" hardik Gray. Claire yang sejak tadi membatu karena kaget segera menyingkir untuk memberinya jalan.
"Gray, begitukah sikapmu pada pelanggan?!" Saibara kembali berteriak, tapi Gray tak menghiraukannya dan malah keluar dengan membanting pintu.
Setelah gray pergi, Claire kembali menoleh pada Saibara yang tengah menghela napas sambil mengusap janggutnya. "Anak itu... dasar bocah tidak tahu adat!" keluhnya sambil menggelengkan kepalanya pelan. Tampak jelas wajahnya sangat khawatir.
"Kakek, dia cucumu?" tanya Claire sambil mencondongkan tubuhnya ke counter tempat Saibara duduk.
"Benar. Gray, satu-satunya diantara cucu-cucuku yang berminat pada blacksmith. Tapi kau lihat sendiri kelakuannya. Ia memalukan."
Claire memperhatikan wajah Saibara sebentar, dan itu membuat Saibara merasa risih.
"Kenapa huh?" tanyanya sambil mengerutkan dahi.
Claire tersenyum. "Tidak. Hehe. Kau pasti sangat menyayanginya."
Kalimat ini membuat kerutan di dahi Saibara bertambah dalam, tapi ia lalu berdeham sambil memalingkan wajahnya dari Claire, berusaha menyembunyikan ekspresinya. "Waktuku tidak banyak lagi, Claire, dan aku masih harus mengajarkan banyak hal padanya agar ia menjadi blacksmith yang hebat." jelasnya dengan suara pelan, membuat Claire tersenyum lagi.
Gray bilang ingin mencari udara segar, dan tanpa sadar ia sudah berjalan ke arah utara Mineral Town. Di hadapannya berdiri perpustakaan kecil. Ia berjalan masuk ke sana, menemui wajah yang tak pernah membuatnya bosan: Mary.
"Oh, hai Gray!" sapa Mary dengan senyum lebar di wajahnya, membuat Gray ikut tersenyum. Tapi senyuman di wajah Mary sirna saat pandangannya jatuh ke jari-jari gray. "Kau berdarah, Gray!" serunya. Gray melihat tangannya. Ia tak sadar ia berdarah. Luka bakar kecil di jari telunjuknya ternyata cukup memerlukan perhatian. Mary segera mengambil kotak P3K di laci counter dan mengoles luka Gray dengan obat luka bakar.
"Kau harus lebih hati-hati, Gray! Dan jangan pernah lagi membiarkan luka seperti ini tak terobati!" omel gadis itu. Membuat Gray tertawa kecil.
"Terimakasih, Mary," ucapnya tulus. Sebenarnya hanya dengan melihat wajahnya amarah Gray langsung padam. Ya, dia Mary, gadis yang telah mencuri hati Gray dengan kelembutannya.
"Permisiii!" suara seorang gadis yang pernah Gray dengar sebelumnya. Dan ya, itu memang dia, Claire, si gadis berambut pirang yang baru pindah itu.
Kenapa aku harus melihatnya lagi? Menyebalkan!
Claire bersalaman dengan Mary dan memperkenalkan dirinya sambil tersenyum lebar. Setelah selesai, ia mengulurkan tangannya pada Gray.
"Kita belum berkenalan dengan baik. Namaku Claire! Kau?" seru Claire. Gray menyambut jabatan tangannya dengan enggan, dan menyebutkan namanya.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Claire dengan nada polos. Gray menaikkan satu alisnya, berkata sinis dengan wajahnya, "apa urusanmu?"
"Kakekmu mengkhawatirkanmu" jawab Claire. Gray mengerutkan dahinya. Gadis ini seolah bisa membaca pikirannya barusan.
"Mana mungkin kakek itu mengkhawatirkanku? Ia tak peduli padaku. Ia hanya bisa membentakku setiap harinya!" ujar Gray kesal.
Claire memasang wajah cemberut. "Tidak, dia menghawatirkanmu. Jika ia tak peduli ia takkan mau repot-repot mengajarimu ilmu blacksmith dengan keras," kata Claire dengan yakin.
Mary kali ini ikut bicara. "Tapi kurasa ia tak seharusnya selalu bersikap keras pada Gray kan. Kasihan Gray," bela Mary.
Claire bedecak. "Ck. Mungkin itu memang caranya menunjukkan perhatian padamu. Ia persis seperti ayahku. Kau harus belajar mengerti dia, Gray," ujar Claire lagi, dengan nada yang sangat yakin.
"Kau gila? Tak ada lagi yang perlu kumengerti dari kakek itu. Tahu apa kau?" Gray kemudian meninggalkan mereka berdua dan pergi ke lantai dua. Mereka diam hingga Mary memecah keheningan.
"Anu... Claire, di sini banyak buku-buku untuk peternakan, jika kau butuh. Sering-seringlah berkunjung kemari, aku akan sangat senang."
Claire tersenyum melihat kelembutan Mary. "Tentu! Ah, kira-kira di mana aku bisa membeli bibit di kota ini?"
Hari sudah mulai gelap saat Gray keluar dari perpustakaan. Ketika hendak berbelok ke Inn, matanya tertuju pada rumah kecil dengan cerobong asap di arah selatan. Asap masih mengepul di sana, tanda bahwa masih ada pekerjaan yang berlangsung. Mungkinkah itu kakeknya yang masih bekerja? Kata-kata gadis bernama Claire kembali terngiang di pikirannya. Kakek itu mengkhawatirkannya? Mana mungkin.
Tapi...
Gray memutuskan untuk menengok tempat kerjanya itu sebentar. Ia mengintip dari jendela dan mendapati kakeknya tertidur di counter pelanggan. Ia menghela napas, lalu masuk ke dalam. Sebuah buku tampak tergeletak di samping kakeknya. Ia mengerutkan dahi, lalu mengambil buku itu. Dan isinya membuat Gray kaget. Di sana terdapat bermacam-macam cara pembuatan alat-alat, desain aksesoris, dan di bagian akhir buku itu terdapat beberapa daftar alat dan aksesoris yang berjejer dengan musim serta minggu ke sekian. Di bagian atasnya terdapat tulisan, "menu belajar". Hari ini, spring minggu pertama, tahun kedua kedatangannya di mineral town, terdapat tulisan di kolom alat: membuat satu alat sendiri dengan sempurna. Dan bulan berikutnya, mulai membuat bros shapphire.
Hatinya tiba-tiba menghangat. Dan ia menatap langit-langit untuk mengindari air matanya keluar. Kakeknya telah membuat menu latihan untuknya. Kakeknya memikirkannya sampai sejauh itu. Ia kesal. Setelah beratnya hari-hari yang telah dilaluinya, dan kutukan-kutukan yang dilontarkannya dalam hati, sepertinya saat ini ia bisa meleleh jika melihat wajah kakeknya.
Kau benar-benar menyebalkan, kakek tua.
Curang.
Kau melucuti semua kemarahanku.
Gray mengambil napas dalam-dalam, lalu meletakkan kembali buku itu dengan suara sekecil mungkin.
"Kakek!" panggil Gray. Saibara segera bangun, dan berdiri ketika menyadari cucunya kembali.
"Kau! Kemana saja kau! Pekerjaanmu belum selesai tahu!"
Gray tak menggubris amarah kakeknya, dan membungkukkan badannya 90 derajat. Bagi adat orang timur, ini berarti ia menunjukkan respect yang dalam.
"Maaf soal tadi. Aku terlalu emosi. Akan kulanjutkan sekarang juga," ujar Gray cepat. Saibara tampak bingung dengan sikap Gray itu.
"Cuma sebentar lagi. Satu jam lagi aku pasti selesai," katanya yakin. Saibara menghela napas.
"Jangan sampai membakar toko! Aku mau makan malam dulu," katanya sambil mengambil jubah hakamanya dan keluar dari inn.
Gray tersenyum melihat kakeknya berjalan dengan cepat ke inn.
Sesuai target, hari ini aku akan membuat satu alat dengan sempurna. Lihat saja kakek tua.
Pukul 06.30 pagi di Mineral Town. Setelah selesai menyirami turnip-turnipnya, yang hanya dua petak 3x3 buah, Claire bermaksud untuk berjalan-jalan ke pantai sekaligus mecari herb yang bisa dijual. Namun, baru melangkah dari peternakannya, ia melihat Saibara keluar dari tokonya.
"Pagi, Saibara! Kau keluar pagi sekali hari ini?"
"Ah, Claire, kebetulan!"
Claire segera menghampiri kakek itu.
"Ada apa?" tanya Claire. Saibara memandang Claire dengan pandangannya yang menekan. "Aku mau ke tempat Zack sebentar untuk memesan barang. Kau jaga tokoku."
Claire menaikkan satu alisnya. "Kenapa tidak dikunci saja?"
"Ada Gray di dalam, aku tak bisa menguncinya dari luar kan," jelasnya.
"Heeh, kudengar dia tidur di Inn?"
Saibara berdecak kesal. "Kau cerewet sekali untuk ukuran seorang gadis, Claire. Sudahlah. Aku titip tokoku!"
Claire tak punya kesempatan untuk protes karena Saibara sudah berjalan pergi. Claire masuk ke toko dan mendapati Gray tertidur di counter, dengan selimut melapisi tubuhnya. Pasti saibara yang menyampirkan selimut itu. Dan sebuah sabit yang tampak bagus dan mengkilat ada di atas meja di dekat tungku. Claire mengangguk-angguk mencerna apa yang terjadi. Ia kembali menjatuhkan pandangannya pada sosok Gray yang tertidur pulas di meja counter. Ia tidak memakai topinya, dan rambut pirang gelapnya yang lurus pendek tampak jatuh dengan lembut ke dahinya.
Claire duduk di kursi dekat situ dan kembali memandangi sosok Gray yang tertidur.
Saibara lama sekali...
Karena sedang melamun, ia kaget sekali, hampir melompat dari tempat duduknya, ketika Gray bergerak dan membuka matanya.
"Ng... " Gray tampak mengumpulkan nyawanya dan mencerna pemandangan sekitarnya, hingga pandangannya jatuh pada Claire. "Kau... sedang apa di sini?" tanya Gray sambil menguap.
"Kakekmu menyuruhku menjaga toko," jawab Claire. Sebelum Gray sempat bertanya lagi, pintu terbuka dan Saibara muncul dari sana.
"Oh, terimakasih Claire, aku sangat terbantu!" Ucap Saibara sambil tersenyum lebar. Claire membalas senyumannya, lalu pamit. Gray masih tampak bingung dengan apa yang terjadi.
"Kenapa dia di sini?"
"Aku menyuruhnya menjaga toko selagi aku ke tempat Zack sebentar. Semalam kau tidur di sini, dan tak mau bangun berpa kalipun kubangunkan!" kata Saibara tanpa melihat wajah Gray. Gray tersenyum kecil. Ia sudah tahu sekarang. Jika kakeknya bicara tanpa melihat wajahnya, kemungkinan besar ia berbohong. Gray segera menyadari selimut yang tersampir di tubuhnya. Ia tidak bisa tersenyum dengan baik kepada orang lain, tapi jelas wajahnya sedikit merah. "Terimakasih."
Tambahan:
Gimana? Semoga kalian suka .
Selama ini cuma jadi penikmat di fanfiction, akhirnya nyoba uplod cerita juga ''()''
Akhirnya, sekali lagi, semoga kalian suka~~
UPDATE:
Author mengedit beberapa chapter awal yang penuh dengan kesalahan~ mohon maaf atas ketidaknyamananya, dan terimakasih atas semua masukan pembaca fanfic ini :D
