-UNTITLED BLOOD-

Cast © Each other band

Original Character, Story, Idea © Orihara

Genre: Friendship, Romance, Action,

Warning: Shonen Ai, OOC, typos

-Prolog-

.

.

.

.

Vampire, mahluk dunia belakang berwujud manusia rupawan yang memikat hati. Dengan penampilannya yang menipu, ia bisa dengan mudah memakan mangsa mereka. mereka hidup dari inti sari manusia, yaitu darah.

Vampire haus akan darah. Mereka yang bisa mengontrol keinginan 'lapar' dan 'dahaga' mereka adalah mereka yang bisa hidup dengan manusia. Vampire dilarang menjalin cinta, merajut mimpi indah bersama manusia dan mahluk dunia belakang lainnya, werewolf. Mereka nyata, mereka ada, dan mereka punya dunia.

Werewolf, sosok yang digambarkan sebagai binatang buas yang kejam. Mereka dianggap sebagai mahluk rendah dimata vampire. Namun seiring berjalannya waktu, mereka lama kelamaan dapat mengambil bentuk manusia yang tak kalah rupawan dengan para vampire.

Dari zaman dahulu, vampire dan werewolf adalah dua mahluk dunia 'belakang' yang tidak pernah akur. Selalu saling membunuh, saling bertarung. Namun dibalik semua itu, tidak sedikit ada yang saling menjalin kasih dan menolak semua konflik itu. mereka yang menolak selalu berpikir 'untuk apa kita bertarung?' yang kemudian akan dijawab oleh 'Harga Diri'.

Ada dua orang manusia yang menjalin cinta dengan seorang vampire, dan seorang werewolf. Mereka menyembunyikan rahasia itu rapat-rapat. Meski harus menerima rindu yang tak terpuaskan, mereka masih mau bersama.

.

.

.

.

Di sebuah balkon kamar apato, duduk di sana seorang gadis remaja berumur lima belas tahun. Rambut cokelat susunya tergerai lembut tertiup angin malam. Mata light blue-nya yang jernih menatap sendu langit hitam. Pemandangan Tokyo di malam hari membuat matanya rileks.

'Tap'

Gadis itu tersentak saat menyadari ada sesuatu di belakangnya. Ia menoleh dan mendapati seekor serigala berbulu silver. Bukannya ia berteriak atau memasang mimik takut. Ia malahan dengan senang hati memeluk serigala itu. mencium bulu-bulunya penuh kasih sayang.

Geraman halus lolos dari bibir sang serigala. Matanya yang berwarna hijau cerah menatap lembut sosok yang memeluknya dengan sangat erat. Serigala itu menyamankan dirinya dan tidur di atas pangkuan sang gadis. Lalu dalam sekejap serigala itu berubah menjadi seorang pemuda rupawan dengan rambut perak dan mata hijau cerah. Pemuda itu menatap lembut sang gadis dan memeluknya.

"Aku sangat merindukanmu." Ungkap sang gadis.

"Ya, aku juga, Kotoha." Balas pemuda itu.

"Rui-kun, apa tidak masalah untukmu keluar di saat seperti ini?" tanya Kotoha lembut.

"Aku….. Tidak bisa berkata tidak masalah. Mungkin aku bisa mengatasinya sedikit. Aku terlanjur merindukanmu." Jawab Rui mengelus kepala si gadis.

"Bagaimana? Apa masih perang?"

"Ya. Klan vampire menuduh kalau kami yang mengkhianati perjanjian. Meski kami tahu kalau salah satu dari mereka juga menjalin cinta dengan manusia, kami berusaha untuk tidak menyerang."

"Aku takut kalau pemimpinmu bertindak gegabah. Aku…. Takut kehilangan kau." Kotoha mengelus pipi Rui lembut. Rui meraih tangan Kotoha dan menciumnya.

"Aku akan membuat Yuki berpikir dua kali soal menyerang." Ucap Rui menenangkan Kotoha.

"Baiklah….. Aku juga berharap semoga pemimpin vampire itu juga mau memberi toleransi." Harap Kotoha lesu.

"Yah, kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti Kotoha-chan." Rui menepuk lembut kepala Kotoha.

"Masuklah, di sini dingin." Ajak Kotoha. Rui menggeleng.

"Aku tidak bisa lama-lama di sini. Maaf. Sampaikan salamku pada kakakmu." Tolaknya halus. Kotoha mengehela nafas dan mengangguk.

"Aku mengerti. Pergilah. Sampai jumpa." Ucapnya mengecup kening Rui lembut.

Rui tersenyum samar dan membalas gadis itu dengan kecupan singkat di bibir kecil sang gadis. Rui beranjak pergi meninggalkan Kotoha sendiri. Ia menghilang bersama gelapnya malam. Kotoha menatap sedih kepergian kekasihnya. Tapi ia harus tegar, karena ia sudah siap dengan resiko mencintai seorang werewolf.

.

.

.

Di sebuah kastil elegan bergaya eropa

.

.

Seorang pemuda berutubuh mungil menatap langit malam. Tiba-tiba munculah seorang pemuda lain yang memiliki rambut hitam panjang dan ikal. Wajahnya manis. Ia tampak tersenyum lemah pada sosok Ruki yang merenung sendiri.

"Melamun lagi, Ru-chan?" tanya pemuda itu. Ruki menatap sendu Akihide.

"Aku…. Sungguh, aku sangat ingin bertemu dengan Reita. Atau sekedar bicara dengannya di telpon." Jawab Ruki lesu. Dimainkannya boneka panda yang ada di tangannya.

"Aku juga, ingin bertemu Daigo. Tapi, selama konflik terus berlanjut, kita tidak bisa melakukan apapun. Kau tahu sendiri kan seperti apa Kamijo-kun itu?..." ucap Akihide.

"Wakatta…." Balas Ruki.

.

.

.

.

Peace Smile High School

.

.

.

.

"Ah, Kuriyama bersaudara!" panggil seorang perempuan manis berbaju seragam SMA PS.

"Ada apa, Kumiho-san?" tanya Kiseki, kakak kembar Kotoha.

"Kalian dipanggil Leda-sensei." Jawabnya.

Kotoha dan Kiseki hanya berterima kasih pada gadis itu. Tiba-tiba dari arah jendela kelas, angin bertiup sangat kencang. Rambut Kiseki yang berwarna keemasan tertiup hingga sedikit berantakan. Kotoha tersentak dan menatap sangsi langit biru. Manik birunya menatap tajam kumpulan burung gereja yang terbang.

"Tenanglah Kochan…. Selama mereka tidak tahu 'diri' kita, kita aman." Bisik Kiseki menenangkan gadis itu. Kotoha menggeram lembut dan berjalan menyusul Kiseki yang sudah pergi duluan.

.

.

.

.

Kantin

.

.

Waktu istirahat, adalah saat dimana kita akan melihat lautan manusia di tempat bernama kantin ini. para siswa berebut makanan untuk mengisi perut kosong mereka. kantin sudah sangat penuh padahal bel tanda istirahat baru berbunyi beberapa menit yang lalu. Tampak di sebuah meja duduklah lima pemuda tampan yang akan selalu menarik perhatian siswa di sekitarnya.

"Kyaa! L, lihat! Itu Shin-kun!" bisik seorang siswi.

"Um! Mereka selalu bersama." Balas yang lain.

"Uh… Yang bertubuh mungil itu lucu sekali… Apalagi yang rambutnya perak!" seru siswi satunya.

Yah, setiap istirahat memang lima pemuda 'spesial' ini akan berkumpul di kantin. Kelima pemuda ini adalah mereka yang sangat ahli dalam bidang-bidang tertentu. Baik pelajaran, olahraga, atau menarik perhatian siswi (kalau itu termasuk sih). kelima pemuda itu adalah: Shin, Teru, Ruki, Saga, dan Akihide.

Shin adalah siswa yang sangat pandai dalam akademik. Ia selalu rangking dua parallel. Lalu yang berambut perak dan berwajah imut adalah Teru. Pemuda itu pendiam namun sebenarnya baik hati. Teru sangat pandai dalam pelajaran home economic dan olahraga renang. Sementara si 'mungil' Ruki adalah sang penyandang ranking satu sesekolah. Lalu Saga, pandai dalam olahraga basket. Begitu pula dengan Akihide. Akihide yang berambut panjang seperti perempuan adalah yang paling ramah. Tidak heran ia sangat populer.

"Berisik." desis Shin sambil melirik pada kumpulan siswi yang melihatnya.

"Manusia seperti itu banyak di dunia ini Shin. Kau tidak bisa muak. Kau harus terbiasa." Balas Ruki lirih.

"Aku tidak bisa untuk tidak muak, Ru. Aku tidak suka manusia."

Ruki hanya menghela nafas. Ia mengedarkan pandangannya ke tiga temannya yang lain. Teru dan Saga asyik dengan PSP mereka sementara Akihide lebih memilih membaca novel. Shin benar, tempat ini terlalu berisik. Ia sebenarnya ingin ke taman belakang sekolah yang lebih sepi, tetapi di saat seperti ini malah banyak anak yang makan siang di sana.

"Shin, kau tertarik?" tanya Akihide tiba-tiba. Pemuda manis itu menutup pelan buku yang dibacanya.

"Tertarik? Apa?"

"Si kembar Kuriyama. Aku merasa kalau mereka bukan manusia biasa." Teru dan Saga berhenti bermain dengan PSP-nya dan tertarik untuk mendengarkan.

"Atas dasar apa kau bilang begitu?" Ruki yang mendengar bertanya sambil menaikan alisnya.

"Aura. Dari klan kita yang paling peka aku 'kan?" jawab Akihide santai.

"Tidak hanya kau yang tertarik Akichan. Aku juga, merasa mereka menarik." Sahut Teru tersenyum penuh arti.

"Fuh~ Mereka melihat kita dengan pandangan aneh. Kemarin aku bertemu salah satu dari mereka. siapa namanya?"

"Kotoha." Jawab Teru.

"Ya, mereka seolah tahu kalau kita….Bukan manusia." Ucap Saga memelankan bagian akhir.

"Sudahlah, kita tidak perlu memikirkan manusia seperti mereka. kita hanya harus memikirkan bagaimana caranya agar perang ini berakhir. Aku bosan jika harus waspada setiap hari. Hidupku tidak tenang." Sergah Shin. Pemuda berambut cokelat itu berdiri dan beranjak dari bangku yang mereka duduki.

Ruki hanya mengangkat bahu dan ikut menyusul Shin. Begitu pula dengan Saga dan Teru. Sementara Akihide memandang punggung teman-temannya dengan pandangan yang tak bisa dijelaskan.

.

.

.

TBC

.

.