Ya.
Tempat itu bagaikan memiliki kekuatan magis…
Hanya yang berkemauan kuat yang mendapatkannya.
Kebenaran akan terbongkar dan semuanya akan keluar!
Di sana kamu dapatkan…
Apa yang kau inginkan…?
.
.
.
Miracle of Music Room
Disclaimer: Tite Kubo (c) Bleach
Don't like, don't read!
.
.
.
Rukia's POV
Kringgggg!!!!!!
Suara jam weker membangunkanku dari mimpi indahku. Jam berapa ini? Astaga!!! Pukul tujuh!!! Aku harus cepat!!!
Aku menyambar pakaianku yang tergantung di lemari, mengambil handuk, lalu berlari ke kamar mandi. Aku mandi secepat yang kubisa. Tidak peduli entah mandiku bersih atau tidak!
"Ohayou, Rukia!" Sapa Byakuya Nii-sama dingin.
"Ohayou!!!" Kataku terburu-buru.
"Kau ini kenapa, sih?" Tanya Hisana Nee-san
"Aku terlambat! Aku harus cepat!" Aku menyambar sebuah roti selai kacang. "Aku akan suruh supir untuk mengatarmu!" Kata Hisana-nee. Tapi aku buru-buru mencegahnya. Aku tidak mau selalu tergantung orang lain. Apalagi mobil, rumah, dan segala isinya ini milik Nii-sama, kakak iparku. "Aku pergi!!!" Teriakku sambil berlari secepat kilat.
Drapp, drap, drap, drap!!!
Aku menyusuri kerumunan orang. Aku memilih jalan tembus, yaitu lewat jembatan penyeberangan.
Akhirnya aku sampai di Sekolah dengan terlambat. Ochi-sensei menyuruhku berdiri di Koridor sambil membawa ember hingga pelajaran pertama selesai. Yahh… Aku sudah biasa dihukum begini! Kemarin saja aku disuruh membersihkan kamar mandi. Kemarinnya lagi aku disuruh mengepel koridor lantai dua. Kemarinnya lagi juga sama! Entah mnengapa walaupun weker sudah dipasang aku tetap bangun terlambat. Kalau sudah begini aku hanya bisa menyesali nasib saja…
"Kuchiki-san! Ochi-sensei memanggilmu! Ayo masuk!" Panggil Tatsuki.
Aku segera masuk. Aku hanya menunduk ketika Ochi-sensei menatapku tajam. "Kuchiki, ini sudah kesekian kalinya kamu terlambat. Ibu tahu, mungkin nilai akademismu baik-baik saja, tapi kalau terus-terusan melanggar seperti ini kamu bisa dikeluarkan! Jadi nanti ketika istirahat pertama, kamu pergi ke Ruang bimbingan konsultasi, mengerti? Sekarang kau boleh kembali ke tempatmu!" Aku berjalan lunglai ke kursiku. Aku tidak tahu hukuman apalagi yang akan diberikan padaku… Aku cuma bisa pasrah…
.
.
.
KRINNNGGG!!!
Bel tanda istirahat pertama telah dibunyikan. Aku segera bergegas ke ruang bimbingan konsultasi.
"Kuchiki-san, mau kemana? Kenapa buru-buru sekali?!" Tanya Hinamori.
"Ahh… Tidak ada apa-apa, kok! Hanya aku ada urusan sebentar! Kau ke kantin duluan saja bersama Tatsuki, Chizuru, Ryo, Michiru, Mahana, dan yang lainnya!" Aku tersenyum pada Hinamori. Walaupun hatiku cemas, aku haru tetap memberikan senyumanku agar Hinamori tidak sedih. Aku tidak suka dikasihani seperti itu!
"Benar nih, tidak ada apa-apa?!" Hinamori mengerutkan dahinya. Aku hanya mengangguk dengan mantab, lalu segera berlalu.
'Tok, Tok, Tok…'
Aku mengetuk pintu perlahan. Terdengar suara seseorang menyuruhku masuk dari dalam sana. Dengan kaki bergetar aku memasuki ruangan itu. "Ah, ternyata itu kau, Kuchiki! Ayo, duduk!" Perintah Matsumoto-sensei. Aku duduk, kemudian meletakkan sepucuk surat yang diberikan Ochi-sensei kepadaku. Matsumoto-sensei membacanya dengan seksama kemudian mengangguk-angguk. "Kuchiki, apakah keluargamu memiliki masalah?" Tanya Matsumoto-sensei tajam. "Tidak, sensei" Jawabku perlahan. "Kau memiliki masalah dengan teman-temanmu?" Matsumoto-sensei bertanya lagi. "Tidak, sensei! Mereka semua baik padaku." Jawabku. "Hmm… Apa kau memiliki masalah dengan pacarmu?" Tanya Matsumoto-sensei sekali lagi. "Tidak, sensei! Aku bahkan tidak memiliki pacar…" Jawabku sambil mengangkat wajahku yang sedari tadi menunduk. "Hmm… Kalau begitu kenapa kau sering terlambat?" Tanya Matsumoto-sensei sambil mengernyitkan dagunya. "Hmm… Sebenarnya begini…" Aku menceritakan segala masalahku tentang bangun tidur pada Matsumoto-sensei. Aku dapat merasakan Matsumoto-sensei sekarang sedang tersenyum geli. Aku merasa senang bercerita pada Matsumoto-sensei. Beliau orang yang baik. Membuatku merasa nyaman berbicara padanya. "Ohh... Baiklah, ayo kita pikirkan… Apa hukuman yang pantas untukmu, 'nona kesiangan'?! Hahahaha…" Goda Matsumoto-sensei sambil mengelus-elus dagunya. Aku hanya bisa tersipu. Tiba-tiba terdengar suara dari luar.
"Ran-chaaann… Bisa tolong aku sebentar, sayang…?!"
Sejenak kami berdua terdiam…
"Hahh… lagi-lagi! Baiklah, letakkan saja di lemari! Nanti akan kukerjakan" Kata Matsumoto-sensei sambil menghela nafas panjang.
Laki-laki bermata sipit yang sedari tadi tersenyum itu meletakkan sebuah kardus penuh berisi kertas-kertas.
"I… Ichimaru-sensei?" Mataku terbelalak melihat guru geografiku yang murah senyum itu.
"Kuchiki? Waahh… Ternyata kau ada disini! Hehehehe…" Ichimaru-sensei hanya tertawa kecil. Aku menatap dua guru di depanku dengan terkejut. "Ichimaru-sensei… Ngg… Kau….? Ran-chan…? Sayang? Ehh… Mmm… Matsumoto-sensei… Ehh?" Aku terbata-bata. Aku heran, kenapa 'Matsumoto-sensei' sekarang sudah berganti menjadi 'Ran-chan'???
"Ahh… berjanjilah kau tak akan mengatakannya pada siapapun! Hehehehe… Hmm, Ran-chan kenapa dia ada disini?" Tanya Ichimaru-sensei mengalihkan pembicaraan. Matsumoto-sensei menceritakan segala masalahku pada Ichimaru-sensei.
"Hmm… Aku dengar kelompok orkestra sekolah kita membutuhkan tenaga. Hehehe…" Jawab Ichimaru-sensei sambil tertawa. Kemudian Matsumoto-sensei menulis sebuah surat. Kemudian surat itu diberikan padaku. Matsumoto-sensei berpesan: "Berikan surat ini pada guru seni musik sepulang sekolah di ruang musik, oke?" Matsumoto-sensei mengedipkan sebelah matanya. Aku mengangguk, kemudian permisi pergi…
.
.
.
"Semuanya, aku ada urusan! Kalian pulang duluan saja, ya… Daah…" Kataku sambil melambaikan tangan.
Aku berlari menuju ruang musik di ujung lorong lantai tiga. Biasanya ruangan ini digunakan untuk latihan grup orkestra sekolah. Tapi entah mengapa hari ini terasa sepi. Hanya ada dua orang yang sedang bercengkrama. Aku mengetuk pintu perlahan…
"Masuk!..." Terdengar suara samar-samar. Aku segera masuk. Ada Kepala sekolah Yamamoto dan guru seni musik, Ukitake-sensei.
"Baiklah Juushiro! Aku percayakan padamu…" Kepala sekolah tersenyum lalu berjalan keluar.
"Ada apa, Kuchiki?" Tanya Ukitake-sensei hangat.
"Eh, mmm, ini…" Aku menyerahkan sepucuk surat pada Ukitake-sensei.
Ukitake-sensei membaca isi surat itu, kemudian hanya manggut-manggut. "Ya, kami memang kekurangan tenaga untuk membersihkan ruangan ini seusai latihan…"
Apa?! Jadi aku harus membersihkan ruangan latihan ini??? Tiap hari???
"… Tugasmu adalah membersihkan ruangan ini setiap selesai latihan." Aku terbelalak. Kakiku rasanya lemas. "Jangan khawatir! Hanya sampai hukumanmu selesai! Hanya sebulan! Baiklah, Kuchiki, aku pergi dulu. Jangan lupa, kembalilah besok sepulang sekolah." Ukitake-sensei menepuk bahuku kemudian keluar.
Sebulan katanya???
Ohh… Tidak!
.
.
.
Teng, Teng, Teng…
Bel pulang sekolah berbunyi.
Hari ini seorang Kuchiki Rukia mencetak sejarah baru dalam hidupnya. Ya. Hari ini seorang Kuchiki Rukia akan menjadi 'babu' sementara di ruang seni musik. Huftt… Aku harus ke ruang guru dahulu untuk mencari Ukitake-sensei. "Kuchiki, ini kau simpan saja. Hanya sebagai pegangan saja!" Ukitake-sensei menyodorkan secarik kertas padaku. Rupanya berisi catatan anggota orkestra…
Konduktor + Komposer : Ishida Uryuu (11.F)
Piano I: Kotetsu Isane (12.A)
Piano II: …
Harpa: Shiba Miyako (12.G)
Biola: Kurosaki Ichigo (11.C)
Viola: Izuru Kira (11.B)
Cello I: Inoue Orihime (11.E)
Cello II: Kurotsuchi Nemu (12.B)
Kontrabass: Hisagi Shuuhei (11.B)
Flute: Hitsugaya Toushiro (11.A)
Klarinet: Soi Fon (12.D)
Terompet: Ggio Vega (12.B)
Trombon: Shiba Kaien (12.G)
Tuba: Ulquiorra Schiffer (11.E)
Timpani: Abarai Renji (11.C)
Aku berjalan sambil mengamati catatan itu baik-baik. Kelas 10 sepertiku masih belum diperbolehkan ikut klub orkestra. Itu hanya untuk kelas 11 dan 12 saja. Aku mengerutkan dahi. "Ukitake-sensei! Kenapa pemain piano II disini dikosongkan?" tanyaku. "Hmm… Yahh… Kami hanya belum menemukan pemain piano yang cocok untuk klub ini. Banyak yang sudah mendaftar. Tapi semua aku tolak. Aku merasa ada yang kurang disetiap permainan mereka! Lagipula belum ada yang permainannya pas dengan Kotetsu…" Jawab Ukitake-sensei. Aku hanya mengangguk pelan.
"Nah, kita sampai! Kau boleh menunggu diluar sampai latihannya selesai, atau kalau kau mau kau boleh masuk." Kata Ukitake-sensei sambil tersenyum. "Tidak, sensei! Saya menunggu di dalam saja." Jawabku pelan.
"Semuanya! Ini Kuchiki Rukia. Ada suatu alasan sehingga ia harus menjalani hukuman, atas pertimbangan dari bagian bimbingan dan konsultasi, ia akan membantu kita membersihkan ruang latihan. Perlakukan dengan baik!" Kata Ukitake-sensei memperkenalkanku. Aku hanya menunduk. Wajahku memerah karena malu. Kemudian aku menarik kursi ke sudut ruangan yang dekat jendela. Aku memilih menunggu disana sambil membaca buku 'Chappy Adventure' yang baru kubeli.
Alunan musik mulai berpadu lembut. Benar benar suara yang merdu. Aku melihat senpai-senai yang sedang bermain musik. Tapi aku tertarik pada seseorang. Kurosaki-senpai. Yahh… Sudah lama aku mengaguminya. Ia kaya, tampan, dan memiliki prestasi yang bagus di bidang akademis, olahraga, dan musik tentunya. Ia juga jenius nomor tiga se-angkatannya (setelah Hitsugaya-senpai dan Ishida-senpai tentunya). Aku mengaguminya. Ya, aku akui itu. Tapi aku sadar aku ini tidak ada apa-apanya. Lagipula aku bisa dibantai oleh fans girlsnya. Hahaha… Aku sadar aku tertawa kecil saat membayangkannya!
"Baiklah, cukup! Kita lanjut nanti… Kotetsu, ikut aku!" Kata Ukitake-sensei.
Isane-senpai mengikuti Ukitake-sensei. Aku mengenal Isane-senpai karena adiknya, Kiyone-chan adalah temanku. Sepertinya Isane-senpai sedang dimarahi. Tapi aku tidak tahu kenapa.
Beberapa senpai mendekatiku.
"Hai, Kuchiki!" Sapa salah seorang dari mereka. Aku hanya membalas dengan senyuman. Aku berkenalan dengan beberapa senpai disana. Mereka ramah. Tidak seperti yang kubayangkan.
Tapi pandanganku lagi-lagi terpaku pada Isane-senpai yang terduduk lemas di kursinya. "Eh, Kuchiki, kau sedang melihat apa?" Tanya Miyako-senpai. "Oh! Err… Itu… Mmm… Isane-senpai sedang dimarahi, ya?" Tanyaku sambil memelankan suaraku. "Iya. Sebenarnya permainan dalam orkestra yang kami mainkan didominasi dengan permainan piano duo. Tapi karena Isane adalah satu-satunya pianis, jadi ia cukup kerepotan memainkan nada dari dua jenis piano sekaligus. Jadi dia seperti merangkap sebagai piano II, begitu! Kadang aku kasihan dengan Isane, tapi… Ya… Mau bagaimana lagi?" Jelas Miyako-senpai setelah menghela nafas panjang. Aku hanya terpaku. Pasti rasanya berat sekali…
Akh! Aku segera membuang jauh-jauh pikiran itu.
Aku melihat-lihat alat musik itu. Aku mencoba memegangnya. "Kuchiki, kau mau coba?" Izuru-senpai menawariku ketika ia tahu aku menyentuh viola miliknya. Aku hanya tertawa kecil. Izuru-senpai mengajariku cara memainkannya. Aku mencobanya, tapi nada terakhir yang kuhasilkan selalu buruk. Aku yakin sudah melakukannya dengan benar! Ahh… Mungkin aku tidak berbakat! Aku meletakkan viola itu kembali ke tempatnya semula. Aku menepuk-nepuk timpani dengan tanganku. "Hei, tanganmu bisa melukainya! Gunakan tongkanya!" Kata Abarai-senpai. Aku hanya mengangguk pelan. "Hmm… Kuchiki, apa ada yang salah dengan tongkatnya, ya? Kenapa kalau kau yang menggunakannya bunyinya jadi aneh?" Abarai-senpai mengerutkan alisnya. Aku hanya mengangkat bahu, lalu kembali ke tempat dudukku semula karena latihan akan dimulai lagi.
Ada apa aku ini??? Kenapa aku tidak bisa memainkan semuanya dengan benar??? Bahkan timpani sekalipun???
.
.
.
"Baiklah anak-anak, hari ini cukup segini saja! Besok kita lanjutkan." Kata Ukitake-sensei. Semua senpai menyudahi permainan mereka, lalu mulai meninggalkan ruangan satu persatu.
Aku keluar ruangan. Ingin mengambil udara sebentar, kemudian masuk kembali. Tapi aku terkejut ketika melihat Hinamori dan Tatsuki. "Hinamori-san? Tatsuki-san? Kenapa ada disini?" aku menatap mereka berdua.
"A… Aku… Aku menunggu seseorang." Jawab Hinamori perlahan. Aku dapat melihat semburat merah di wajahnya.
"Momo!" Panggil seseorang. Aku terkejut. Hitsugaya-senpai?!
"I, Iya! Hmm… Kuchiki-san, aku pergi dulu! Dahh…" Hinamori melambaikan tangannya.
"Tunggu!!! Apakah kau dan senpai sudah…" Aku menggantung kalimatku. Tapi Hinamori mengerti yang aku maksudkan. Ia mengangguk perlahan. Kemudian segera berlalu.
Aku hanya geleng-geleng -tiba terdengar suara Tatsuki. Hei, dia sedang apa?
"Tatsuki-chan, hari ini mau kemana?"
"Aku mau langsung pulang saja. Tapi temani aku ke kedai ice cream sebentar, ya!"
Whhhaaaa… Tatsuki-chan bersama Abarai-senpai!!! Aku ingin menyapanya tapi tidak enak karena aku tidak ingin mengganggu acara mereka. Aku hanya berlalu ke ruang musik.
Yahh… Membersihkan ruangan yang kotor bekas dipakai latihan. Baiklah, kita mulai dari piano dahulu! Aku mengelapnya perlahan lalu menutup tuts piano itu dengan kain beludru. Tapi sebelum menutupnya aku iseng memainkannya. Dulu aku senang sekali bermain piano. Tapi hanya sampai umur 7 tahun. Aku sudah tidak punya waktu lagi untuk hal seperti itu! Aku saja sudah lupa cara bermainnya seperti apa! Tapi ini ajaib! Jari-jariku dengan lincah memainkan 'Fur Ellise'. Entah ini keajaiban atau hanya spontanitas otakku saja, tapi ini hebat! Kemudian tanganku berhenti. Aku tidak mengerti nada di baris yang terakhir…
"Mainkan di G lalu beri sentuhan di sini…" Terdengar suara datar dari mulut seseorang.
Ting, ting…
Piano itu berbunyi seiring dengan suara tadi. Tapi bukan aku yang memainkannya!
Aku terkejut karena ada sepasang tangan lain yang menyentuh tuts piano itu. Aku menoleh ke belakang…
"Ku-… Kurosaki-senpai!!!???" Aku terkejut nyaris meloncat. Jujur aku dapat merasakan wajahku yang sekarang merah padam ini. Kurosaki-senpai memandangku dalam-dalam dengan tatapan sangat datar. Kurosaki-senpai berbalik, lalu pergi. Karena gugup aku terpeleset dan…
Aku mematakan dawai pada cello Nemu-senpai!!! Aku juga membuat klarinet Soi Fon-senpai retak!!!
Bakayaro!!!
Apa yang kulakukan???!!!
Untung tidak ada yang melihatnya.
Aku panik. Ya, sangat panik! Akhirnya aku memutuskan untuk bicara terus terang besok… Aku pulang dengan langkah gontai…
.
.
.
Keesokan harinya sepulang sekolah… Aku memasuki ruang seni musik dengan gontai. Aku sudah bertekad akan bicara hari ini. Aku sudah memikirkan resikonya. Yah… Ini semua memang kesalahanku, kan?!
Tokk, tokk,
"Konnichiwa…" Kataku perlahan. Ternyata semua senpai (dan Ukitake-sensei juga,) sudah berkumpul. Mendadak badanku kaku. Nyaliku ciut. Tapi apa boleh buat… Aku menunduk…
"Semuanya… Aku minta maaf… Terlebih pada Nemu-senpai dan Soi Fon-senpai… Maaf karena kecerobohanku sendiri aku merusakkan alat musik kalian… Aku mematahkan dawai pada cello Nemu-senpai dan meretakkan klarinet Soi Fon-senpai. Aku ini benar-benar bodoh! Baru sehari disini tapi sudah membuat kacau. Aku benar-benar…"
"Tunggu sebentar!!! Dawai? Dawai… Dawai yang mana? Maaf aku tidak mengerti maksudmu! Memang dawai yang mana yang kau putuskan?" Nemu-senpai memotong kalimatku sambil menunjuk kearah cellonya. "Iya, apa maksudmu dengan meretakkan klarinetku? Aku lihat tidak ada yang salah dengan benda ini!" Soi Fon-senpai mengacung-acungkan klarinetnya.
Aku tertegun…
Aku menatap cello dan klarinet itu bergantian. Sungguh, dawainya menyambung kembali! Juga tidak ada retak-retak lagi pada klarinet Soi Fon senpai! Aku tentu saja terkejut!
"T… Ta-, Tapi…"
"Kau ini… Benar-benar aneh, ya!" Potong Kurosaki-senpai dengan suara datar, tapi dengan pandangan menusuk seperti kemarin. Aku segera memalingkan wajahku.
"Baiklah semua, ayo kita latihan lagi! From the top, please…" Perintah Ukitake-sensei.
Aku segera duduk di sudut ruangan seperti kemarin…
Aku yakin kemarin aku merusakkannya!!!...
.
.
.
Srekk, srekk...
Aku menyapu lantai dengan lesu. Aku masih memikirkan kejadian yang tadi. Ah... Sudahlah! Mungkin ada yang membetulkannya! Tapi siapa?
Aku terus memikirkannya. Tapi kemudian aku berhenti. Aku seperti mencium bau sesuatu yang aneh! Bau yang membuatku sedikit merasa... Pusing! Pusiiinggg sekali. Awalnya aku berpikir mungkin migrainku kambuh. Tapi ini beda dari biasanya! Aku merasa pusing hingga badanku limbung, kemudian semuanya gelap...
++++ To Be Continue ^_ ++++
Ugh! Ugh! Kenapa nggak jelas begini???
Ya sudahlah!
Maklum sy author baru. Tolong bantuan dari senpai sekalian, ya!!! ^o^
RnR???
