Pairing: Kris X Chanyeol
Disclaimer: All characters belong to their own.
Warning: Boys love. Don't like, don't read.
.
.
.
Mt_Chan proudly presents...
A remake
.
.
"Tian Di ( 天地 )"Kehidupan yang terjadi di dunia ini adalah sebuah konsep. Berdirinya sebuah negara, kerajaan, suku, kawanan dan bahkan susunan keluarga di dalam sebuah rumah juga adalah sebuah konsep. Dalam konsep itu, akan ada sebuah pemimpin, pekerja dan rakyat biasa. Sejatinya sebuah konsep akan dipimpin oleh satu orang, tapi pada praktiknya, akan ada ratusan hingga ribuan yang mendamba untuk duduk di tempat yang sama.
Dinasti Jung adalah salah satu generasi kerajaan yang cukup berkembang di Korea pada masanya. Kerajaan itu dipimpin oleh seorang Raja muda yang berhasil naik tahta di usianya yang ke-enam belas tahun. Mendiang Raja sebelumnya menderita sebuah sakit yang hingga saat ini belum ditemukan nama dan obatnya hingga membuatnya harus turun tahta. Selang beberapa hari setelahnya sang Raja dinyatakan meninggal dunia dan membuat Pangeran Jung Yunho segera menggantikannya. Keadaan begitu kacau saat itu, tetapi semua seolah sudah terencana dengan begitu mulusnya.
Pangeran Jung Yunho baru saja menyelesaikan prosesi pernikahan dengan Kim Heechul, putri perdana menteri pertahanan yang menjabat saat itu ketika ia harus naik tahta dan menggantikan Ayahnya. Berkat bantuan orang-orang berpengalaman di sampingnya, Raja Jung berhasil meningkatkan perekonomian dan perdamaian di negeri itu dalam kurun waktu lima tahun. Sebuah pencapaian epic untuk seorang raja muda sepertinya.
Desas-desus yang berkembang di seluruh penjuru negeri, selain berkat bantuan para menteri di sekelilingnya, Raja Jung juga mempunyai seorang Saman yang begitu mahir memberikan nasihat untuknya. Saman atau dukun itu memiliki keahlian yang cukup mumpuni untuk mendampingi raja. Ia bisa mengobati beberapa penyakit dan meramal masa depan hingga tidak mengherankan jika Raja sering mengonsultasikan strategi perang pada Saman itu.
Hingga di usianya yang ke-tiga puluh dua ini, Raja Jung telah memiliki seorang permaisuri dan sembilan selir. Mereka dengan setia menemani sang Raja dan mencintainya sepenuh hati. Namun dari keseluruhan pendampingnya, Raja Jung hanya berhasil memperoleh satu orang putra dari permaisurinya.
.
.
.
Malam itu, seorang laki-laki berperawakan tubuh tinggi dan tegap memasuki sebuah tempat yang dijaga dengan cukup ketat oleh para pengawal. Seorang dayang memberitahukan kedatangan laki-laki itu pada si tuan rumah yang dengan suara pelan mengizinkannya masuk. Di dalam ruangan yang hanya diterangi oleh cahaya lilin di setiap sudutnya itu, seorang wanita dengan hanbok berwarna merah duduk dengan anggun. Bahkan tanpa penerangan yang cukup sekalipun semua orang bisa melihat kecantikannya.
Laki-laki itu melepas topi yang dipakainya dan membungkuk singkat. Tanpa dipersilakan ia kemudian duduk di lantai menghadap wanita itu dengan sebuah meja terhampar di tengah mereka.
"Ada apa kau datang kemari?" Tanya wanita itu dengan suaranya yang dingin.
"Permaisuri, ada sebuah kabar yang harus saya sampaikan." Jawab laki-laki itu dengan kepala tertunduk.
Wanita yang dipanggil permaisuri itu menghirup nafas dalam-dalam. Entah kabar apa yang akan disampaikan laki-laki itu.
"Katakan, Perdana Menteri Han. Kabar itu pasti sangat penting."
Bukan hal yang biasa ketika Perdana Menteri Han mengunjunginya pada malam hari seperti ini. Laki-laki itu terlihat gelisah. Kedua tangan yang terkepal di atas lututnya berkeringat.
"Selir Kim tengah hamil, Yang Mulia. Tabib memprediksi bayinya akan terlahir laki-laki." Kata Perdana Menteri Han sambil menelan ludahnya dengan susah payah.
Kali ini giliran Permaisuri yang mengepalkan kedua tangannya. Semburat ekspresi panik sempat menghiasi wajah tanpa cacat miliknya, namun Permaisuri berhasil menenangkan dirinya dengan apik. Tidak ada yang tahu bagaimana gemuruh perasaan di dalam diri wanita itu, tetapi ia tetap menunjukkan raut wajah datar dan tenang.
"Maksudmu Kim Jaejoong, selir raja yang ke-sembilan?" Permaisuri memastikan.
Perdana Menteri Han mengangguk sebagai jawabannya.
Permaisuri menarik salah satu sudut bibirnya. Menjadi seorang pendamping raja memang bukanlah hal yang mudah, apalagi membuatnya bahagia, tetapi ini adalah jalan yang ia pilih sejak awal.
"Apa Raja sudah mengetahui kabar ini?" Suara Permaisuri bergetar.
"Selir Kim berniat untuk mengumumkan hal ini setelah Raja pulang dari Pulau Jeju. Belum ada yang mengetahui hal ini selain tabib istana dan Selir Kim sendiri." Jelas Perdana Menteri Han.
Permaisuri terlihat menimbang-nimbang sesuatu dari gerakan jemari lentiknya di atas meja.
"Saman Park pasti sudah mengetahuinya, kan?"
Perdana Menteri Han tidak lekas menjawab, tapi Permaisuri pun tidak membutuhkan jawabannya karena kemudian wanita itu tiba-tiba tersenyum.
"Kita memang sudah terlalu lama berdiam diri. Mungkinkah ini adalah pertanda untuk kita memulai sesuatu, Perdana Menteri Han?"
Laki-laki itu merinding. Bulu-bulu halus di tengkuknya berdiri ketika ia memberanikan diri untuk mendongak dan menatap senyuman yang tersungging di wajah Permaisuri.
"Saya akan selalu bersama Yang Mulia Permaisuri." Ucap Perdana Menteri Han memberikan janji.
"Tentu saja. Aku akan memikirkan sesuatu sebelum kita bertindak." Kata Permaisuri.
Perdana Menteri Han memberikan penghormatan dan mendongak sekali lagi untuk merekam kecantikan permaisuri ke dalam ingatan sebelum undur diri dari hadapannya.
.
.
.
"Hyung! Hyung!"
Suara kecil itu memekik ketika pemiliknya memasuki halaman sebuah rumah. Ia sampai hampir jatuh tersungkur ketika melepas alas kakinya dengan terburu-buru sambil membawa sesuatu di tangan kecilnya. Bocah berusia tujuh tahun itu membuka pintu ruangan di setiap rumah itu demi menemukan keberadaan kakak laki-lakinya.
"Park Chanyeol! Apa yang kau bawa ke dalam rumah?"
Namun bukannya sang Kakak yang ia temukan, justru omelan Ibunya yang menyambut. Bocah laki-laki itu meringis sebelum menyembunyikan kedua tangannya di balik punggung, berharap Ibunya tidak akan melihat. Tapi tentu saja Ibunya yang juga punya sifat tidak sabaran itu meraih lengan bocah yang dipanggil Chanyeol itu dan memekik.
Seekor tikus berwarna hitam dengan ukuran sebesar telapak tangan Chanyeol sedang meringkuk di balik genggaman tangan bocah itu. Nyonya Park kemudian berteriak memanggil putra sulungnya yang sengaja tidak menampakkan diri sejak tadi.
"Park Kyungsoo!"
Bocah yang usianya hanya berjarak tiga tahun dari adiknya itu akhrinya keluar dari kamarnya. Ia menahan ekspresi wajahnya yang sudah akan tergelak ketika melihat Ibunya yang sudah ketakutan melihat hewan di tangan Chanyeol.
"Aish! Kau tidak seharusnya membawa tikus itu pulang." Kata Kyungsoo pura-pura memarahi Chanyeol.
Si bungsu mengerucutkan bibirnya. Kemarin kakaknya itu berjanji bahwa mereka akan merawat tikus itu bersama, tetapi sekarang di hadapan Ibu ia mengatakan hal yang berbeda.
Kyungsoo kemudian menarik telinga Chanyeol dan menyeretnya keluar rumah. Setelah memastikan Ibunya tidak mengikuti, Kyungsoo melepaskan tangannya dari telinga Chanyeol dan memeriksa keadaan tikus di tangan adiknya.
"Kenapa kau membawanya pulang? Eomma pasti akan marah." Gerutu Kyungsoo.
Chanyeol sudah akan menangis karena kakaknya itu terus menyalahkannya.
"Hyung apa dia akan mati? Dia terus tertidur dari tadi." Kata Chanyeol ikut memeriksa tikus di tangannya.
"Tidak, dia tidak akan mati. Kita tunggu sampai Aboeji pulang dan memintanya untuk menyembuhkan tikus ini." Kata Kyungsoo meyakinkan.
"Benarkah?"
"Tentu saja. Sekarang kita sembunyikan dulu sebelum Eomma tahu."
Kedua bocah itu kemudian berlari ke belakang rumah mereka untuk menyembunyikan tikus itu. Sementara sang Ibu yang masih terkejut melihat hewan pengerat itu hanya bisa mengelus dada ketika melihat tingkah kedua putranya.
.
.
.
Perjalanan dari Pulau Jeju menuju area kerajaan memakan waktu yang cukup lama. Selain harus menaiki sebuah kapal, rombongan raja juga harus menempuh perjalanan darat yang tidak mudah. Biasanya seorang raja akan melakukan perjalanan dengan ditandu, tetapi mengingat perjalanan yang saat ini mereka lalu cukup jauh, maka Raja Jung memilih untuk menaiki kuda putih kesayangannya.
Rombongan raja yang baru saja menyelesaikan sebuah kunjungan di pulau buangan itu terdiri dari prajurit handal, dayang istana dan para menteri. Saman tepercaya Raja Jung, yakni Tuan Park juga ikut andil dalam perjalanan itu.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Raja Jung pada tangan kanannya itu.
Tuan Park membungkukkan tubuhnya yang duduk di punggung seekor kuda istana.
"Saya baik-baik saja, Yang Mulia. Apakah Yang Mulia sendiri mulai kelelahan? Kita bisa beristirahat sebentar jika Anda berkenan." Kata Tuan Park.
Raja Jung menggeleng dan melihat pemandangan di sekitarnya. Setelah menghabiskan waktu di atas kapal dan mengalami mabuk laut, pemandangan hijau rumput dan pepohonan menyejukkan matanya.
"Kita sebaiknya bergegas. Pasti keluargamu sudah menunggu di rumah." Kata Raja Jung.
Perasaan Tuan Park menghangat ketika mengingat keluarganya. Kedua putra kesayangannya itu pasti sedang berulah dan mengganggu istrinya.
"Yang Mulai pasti juga merindukan Pangeran dan Permaisuri." Balas Tuan Park.
Raja Jung tiba-tiba mendengus. Sesuatu yang sudah lama tidak ia lakukan.
"Apakah aku merindukan mereka? Tuan Park pasti lebih tahu jawabannya." Kata Raja Jung pelan.
Meskipun kerahasiaan tentang apapun yang mereka ucapkan kala itu pasti terjamin, Raja Jung seperti sudah terbiasa untuk berbicara pelan dengan lawan bicaranya.
"Yang Mulia, seorang Saman seperti saya hanya bisa meramalkan kejadian-kejadian di masa depan, tetapi tidak dengan hati dan perasaan manusia."
Raja Jung kemudian menoleh dan memperhatikan orang yang sudah mendampinginya sejak lama.
"Tentu saja. Kalau begitu menurutmu apa yang akan menungguku di rumah?" Tanya Raja Jung tiba-tiba.
Tuan Park mengencangkan tali kuda di genggamannya tetapi tidak menariknya. Gambaran yang ada di kepalanya tidak berbentuk nyata dan hanya sebatas simbol-simbol yang harus ia pecahkan artinya. Gambaran itu pun hanya muncul untuk kejadian-kejadian tertentu saja.
"Paduka Yang Mulai akan dinanti di rumah dengan sebuah kabar gembira."
Raja Jung tersenyum puas. Entah kabar apapun itu, tetapi jika Tuan Park mengatakan hal itu akan membuatnya bahagia, maka ia sudah tidak sabar untuk mengetahuinya.
"Tapi Yang Mulia tetap tidak boleh lengah. Kita semua tidak boleh lengah." Lanjut Tuan Park.
Raja Jung mengangguk. "Bagaimana kau bisa mengetahui kalau kau memiliki kemampuan untuk meramal masa depan?"
Tuan Park terdiam sejenak sebelum menjawab.
"Kemampuan ini diwariskan secara turun temurun. Dulu orang tua saya juga adalah seorang Saman."
"Kalau begitu putra-putramu juga akan mewarisi kemampuanmu?" Tanya Raja Jung lagi. Setelah sekian tahun dan ia baru penasaran dengan kemampuan itu sekarang.
"Untuk hal itu belum bisa saya pastikan, Yang Mulia. Bisa jadi hanya salah satu putra saya atau keduanya yang akan memiliki kemampuan itu nantinya."
"Apa kemampuan itu bisa hilang?"
Lagi-lagi Tuan Park terdiam untuk merangkai kalimat yang tepat.
"Karena kemampuan ini diwariskan secara turun temurun, maka kami akan menikahi sesama Saman, atau orang yang memiliki kemampuan yang hampir sama. Kemampuan untuk membaca masa depan ini akan hilang ketika kami berhubungan badan dengan orang biasa." Jelasnya.
Raja Jung terlihat semakin tertarik.
"Kalau begitu kau pasti sudah mengetahui masa depan dan nasibmu sendiri." Ujar Raja Jung.
"Sekali lagi, Yang Mulia. Kami para Saman hanya bisa membaca masa depan, tetapi nasib dan takdir kami—atau orang yang kami baca masa depannya—adalah kendali dari kekuatan lain."
"Maksudmu kau tidak bisa mengetahui masa depanmu sendiri?"
"Sebagian, iya. Biasanya kami akan mendapatkan sebuah tanda jika akan terjadi sesuatu yang besar, tetapi untuk nasib kami sendiri terkadang sangat sulit untuk dilihat."
Raja Jung tertawa mendengar penjelasan Tuan Park. Pasti mengesalkan sekali ketika kita bisa mengetahui masa depan orang lain, tapi kesulitan untuk mengetahui masa depan kita sendiri.
Tuan Park kemudian mengarahkan pandangannya ke arah langit. Kedua matanya yang sudah berkeriput di setiap sudutnya itu menangkap sebuah bayangan aneh di sana. Tiba-tiba perasaannya tidak enak, tetapi lelaki itu tetap mengunci bibirnya.
.
.
.
Setelah menempuh perjalanan panjang, akhirnya rombongan Raja Jung tiba di kerajaan. Permaisuri, selir, dan seluruh penghuni istana sudah berkumpul untuk menyambut rombongan itu di halaman utama istana. Raja Jung turun dari kudanya ketika orang-orangnya yang sudah menunggunya itu memberikan hormat.
Raja Jung memperhatikan setiap wajah yang menundukkan pandangan darinya itu. Seseorang yang ia harapkan justru tidak ada di antara mereka. Namun dengan keahlian yang terlatih, Raja Jung menutupi perasaannya dan tetap tersenyum serta menyapa keluarganya.
Rombongan dan orang-orang yang menyambut Raja mereka itu kemudian membubarkan diri setelah Yunho masuk ke dalam istananya untuk beristirahat dan membersihkan diri.
Permaisuri Heechul yang sudah hafal dengan tugasnya itu berniat untuk membantu Raja dan menghiburnya setelah perjalanan panjang. Namun ketika ia sampai di kediaman Raja, beberapa pengawal menghalanginya.
"Yang Mulia mengeluarkan perintah untuk tidak membiarkan siapa pun masuk." Kata salah seorang pengawal dengan wajah tertunduk.
"Termasuk aku?" Heechul mengepalkan jemari tangannya yang tersembunyi dibalik Hanboknya.
"Iya, Yang Mulia Permaisuri."
Dengan langkah anggun, Kim Heechul kemudian membalikkan tubuhnya dan meninggalkan tempat itu dengan diikuti oleh beberapa dayang setianya. Setelah keluar dari area kediaman raja, wanita itu tiba-tiba berhenti.
"Kita ke tempat Selir Kim." Ucap Heechul pelan.
Dayang-dayang di belakangnya membungkuk dan mengikuti langkahnya.
Malam itu langit bersinar cerah ketika rembulan berbentuk bulat. Bahkan tanpa bantuan lilin atau cahaya dari lampion, keadaan istana itu terlihat bercahaya. Begitu masuk di area kediaman Selir Kim, dayang istana Permaisuri berniat untuk mengumumkan kedatangannya ketika Heechul justru menahannya.
Tanpa melangkah lebih jauh pun Permaisuri sudah tahu diri dan memilih untuk mematung di tempatnya berdiri. Di samping kediaman Selir Kim, ada sebuah kolam ikan dengan tumbuhan teratai mengapung di atasnya, dan Permaisuri bisa melihat dua orang dengan postur yang tidak asing berdiri memandang bulan yang terpantul di atas kolam itu.
Sudah menjadi rahasia umum jika Raja Jung menaruh hati pada Selir Kim dan memperlakukannya dengan berbeda dari selir yang lain—bahkan dari Permaisuri. Selama ini pun Permaisuri menahan diri karena Raja Jung tetap menjaga sikap dan menghormatinya di hadapan orang-orang. Namun entah kenapa malam ini, Permaisuri yang biasanya tidak peduli dengan perilaku Rajanya merasakan cemburu bukan main.
Lagi-lagi Permaisuri membalikkan tubuhnya dan berjalan dengan anggun menuju kediamannya. Tidak ada yang tahu bagaimana isi hati wanita itu, dan justru hal itu yang lebih menakutkan bagi orang-orang di sekitarnya.
.
.
.
Perdana Menteri Han menunggu dengan gelisah ketika seorang dayang memberinya pesan dari Permaisuri. Wanita itu memintanya untuk bertemu di sebuah jembatan yang menjadi penghubung istana dengan desa selanjutnya. Karena jembatan itu sudah tua dan rentan untuk dipijaki, maka tidak ada yang melewatinya lagi. Tempat itu adalah tempat yang ideal untuk melakukan sebuah pertemuan rahasia.
"Yang Mulia." Perdana Menteri Han membungkukkan badannya di hadapan Permaisuri yang malam itu datang dengan hanbok serba hitam dan sebuah penutup kepala untuk menutupi identitasnya.
"Kau sudah menunggu lama?" Tanya Permaisuri berbasa-basi.
Tapi sebelum Perdana Menteri Han menjawab, Permaisuri sudah membuka suaranya lagi.
"Raja sepertinya sudah tahu mengenai kehamilan Selir Kim."
Keheningan malam diramaikan dengan suara gemericik air dari sungai yang mengalir di bawah jembatan itu.
"Apa yang harus kita lakukan, Yang Mulia?" Perdana Menteri Han terlihat gugup.
"Apa lagi yang bisa kita lakukan?—" Nafas permaisuri tercekat.
"Kita harus membuat Raja Jung turun tahta." Lanjut wanita itu dengan suara bergetar.
"Yang Mulia..." Perdana Menteri terkejut. Ia membelalakkan matanya.
Permaisuri juga tidak mempercayai kalimat yang keluar dari mulutnya sendiri. Tapi hal itu adalah satu-satunya cara.
"Kau dan Aboeji pernah melakukannya sekali. Kali ini kita akan melakukannya lagi." Permaisuri melepas penutup kepalanya ketika dadanya mulai terasa sesak.
"Aku tidak bisa membiarkan selir Kim merebut posisiku sebagai permaisuri. Aku tidak mau dia menikmati posisi yang hanya milikku ini. Tidak…" Nada suara permaisuri semakin meninggi.
"Untuk itu… aku perlu membuat semuanya saja musnah dari istana ini. Mereka yang tidak pernah mau berpihak padaku."
"Tapi Yang Mulia, bukankah posisi Yang Mulia sudah cukup aman sebagai permaisuri Raja dengan seorang putra mahkota?" Potong Perdana Menteri yang masih belum mengerti dengan motif dari sang Permaisuri.
"Kau tidak mengerti… Seperti ini saja tidak cukup. Aku tidak memiliki apa yang selir Kim miliki! Raja tidak pernah memberikan hal itu pada orang lain selain pada selir Kim!"
"Apa itu? Apa yang kau begitu inginkan dari Raja Jung?" Tanya Perdana Menteri.
Permaisuri mengatur nafasnya yang menderu sebelum menatap kedua mata Perdana Menteri Han.
"Sesuatu yang juga kau inginkan dari ku. Sesuatu yang kau rasakan padaku, Han Kyung." Jawab Heechul tanpa memutuskan kontak matanya dengan laki-laki itu.
Pandangan Perdana Menteri Han melembut. Jika Raja Jung memiliki Selir Kim, maka Perdana Menteri Han memiliki Permaisuri. Bedanya adalah permaisuri yang tidak menginginkannya.
Permaisuri melangkahkan kakinya dan mendekat pada Perdana Menteri.
"Rasanya sakit kan, menginginkan sesuatu yang tidak bisa kau miliki?" Permaisuri meraih tangan kanan Han Kyung. Perdana Menteri itu kemudian memperhatikan telapak tangan kasarnya digenggam oleh tangan lembut milik Permaisuri.
"Lakukan demi aku dan aku akan menjadi milikmu setelah kita berhasil." Bisik Heechul.
Jemari Heechul bergerak dan menangkup salah satu pipi Perdana Menteri. Sinar bulan yang memancar dari langit kini memantul di wajah sang Permaisuri.
"Apa yang harus aku lakukan, Yang Mulia?" Ucap Han Kyung pada akhirnya.
Wajah Permaisuri yang melembut kini berubah menjadi sebuah seringaian. Wanita itu kemudian menarik tangannya kembali.
"Aku akan mempersiapkan pernikahan Pangeran dengan putri seorang pejabat. Kau harus menyingkirkan Saman Park dan keluarganya hingga tidak ada lagi peramal yang tersisa di Kerajaan." Kedua mata besar Permaisuri mengkilat.
"Setelahnya baru kita urus Ibu Suri dan sepasang kekasih itu. Aku juga akan meminta bantuan Aboeji."
Han Kyung mengangguk tanda mengerti setelah mendengar ucapan Permaisuri.
.
.
.
Terlahir menjadi seorang bungsu di keluarganya tidak membuat Chanyeol berkecil hati. Tentu saja Kyungsoo akan mendapatkan berbagai keuntungan yang hanya bisa didapatkan oleh putra sulung, tetapi yang paling membuat Chanyeol iri adalah bagaimana Kakaknya itu bisa masuk sekolah terlebih dahulu.
Chanyeol yang masih berusia tujuh tahun itu sering protes pada kedua orang tuanya agar ia juga segera masuk sekolah. Namun kedua orang tuanya itu hanya tertawa menanggapi celotehannya. Seperti kali ini, ketika Ayahnya bangun dari istirahat setelah melakukan perjalanan panjang mendampingi Raja, Chanyeol buru-buru menghampirinya.
Tuan Park membuka selembar kertas dan mengeluarkan tinta hitam simpanannya. Chanyeol selalu menunggu saat ia bisa melihat Ayahnya menulis kaligrafi China.
Dua buah kata terlukis di atas kertas putih tipis itu. Chanyeol memiringkan kepalanya dan seolah-olah bisa membaca tulisannya.
天地 *)
"Kau tahu cara membacanya?" Tanya Tuan Park pada putra bungsunya.
Chanyeol menggeleng.
"Tian Di." Kata Tuan Park sambil menunjuk setiap katanya.
"Tian Di." Chanyeol mengikuti.
"Kau mau tahu artinya?"
Chanyeol menganggukkan kepalanya dengan antusias.
"Tian artinya Langit, Di artinya Dunia."
Chanyeol tiba-tiba memajukan bibir bawahnya dengan mata berkaca-kaca. Bocah itu kemudian melompat dan memeluk leher Ayahnya.
"Apa Aboeji dan Eommoni akan pergi ke Tian dan meninggalkan aku dan Kyungsoo di Di?" Tanya Chanyeol dengan air mata yang mengucur dari mata besarnya.
Tuan Park tiba-tiba tersentak.
"Kenapa kau tiba-tiba berkata seperti itu?" Tanya Tuan Park dengan hati-hati.
Chanyeol terlihat berpikir sebentar sebelum menjawab. "Aku melihatnya."
Tuan Park kemudian tanpa sengaja beradu pandang dengan istrinya ketika wanita itu berniat membawakan teh dan makanan ringan padanya ketika ia juga tidak sengaja mendengar kalimat Chanyeol.
Tidak ada yang bisa keduanya perbuat kala itu selain menenangkan Chanyeol yang semakin tersedu.
.
.
.
BERSAMBUNG
Jadi sebenarnya, fanfic ini adalah remake dari fanfic saya yang sebelumnya berjudul "Sarang". Di akun saya yang satunya pernah saya published pada Mei 2013dengan pairing Wonkyu. Tapi sepertinya saya tidak bisa melanjutkannya dan berniat untuk membuatnya lagi dengan pairing Krisyeol.
Judul fanfic ini diambil dari judul lagu Kris Wu – "Tian Di" yang kalo saya googling artinya Heaven and Earth. Kebetulan minggu kemarin saya belajar bahasa Mandarin dan nemu kata Tian yang artinya Langit, ingetlah sama fanfic jadul dan memutuskan untuk menulisnya lagi. mumpung karep gitu loh.
Semoga nggak mangkrak kayak yang udah-udah ya. Hwaitiiingggg~
Oh iya, entah kenapa kata-kata ini kayaknya otomatis ke hapus deh dari ffn. Barangkali ada yang pengen baca tulisan saya, yang ehm—straight—bisa cek profil saya di (s)(t)(o)(r)(i)(a)(l).(c)(o) dengan nama akun mtchn. Di ilangin kurungannya aja ya, kalo diilangin semua sama ffn ya sudah.
Terima kasih sudah membaca dan meninggalkan review.
Dengan cinta,
Mt_Chan
