Disclaimer : Andai ku Yana Toboso…
Yang punya Kuroshitsuji… (bernyanyi ala Gayus Tambunan)
Pairing : SebaXCiel
Genre : Family, Drama
Warning : OOC, cerita aneh, GaJe, dll ( dan lupa lagi)
DON'T LIKE DON'T READ
Happy reading…..
Lost Hope
Chapter 1
March, 23rd 1988
Baker Street, London 22.30 p.m.
Hujan tak henti-hentinya mengguyur kota yang sidah nampak sepi itu. Tampak seorang pemuda yang kira-kira berusia 20-an sedang berusaha keras melawan hawa dingin yang dimbulkan oleh perubahan cuaca sejak dua jam yang lalu. Mantel hitam yang ia pakai kini telah basah telak. Rambut raven dengan potongan harajuku belah tengah miliknya kini telah menyerah pada aliran air yang mengalir dari puncak kepalanya. Pemuda itu hendak mencari tempat berteduh. Awalnya, ia tak sendiri, ia ditemani porth hitam kesayangannya saat berangkat ke pesta ulang tahun rekan kerjanya sore tadi. Namun hari ini sepertinya porth kesayangannya itu sedang tidak bersahabat. Ya, mobil itu mogok di tengah jalan sehingga ia harus menghubungi petugas derk untuk mengurus mobilnya itu.
Setelah agak lama mencari, akhirnya ia menemukan sebuah toko dengan atap yang bias digunakan untuk berteduh. Segera ia berlari menuju tempat tersebut. Tanpa ragu ia melepas mantel yang sudah terasa sangat berat dan memeras mantel itu agar bebannya berkurang.
"Uhuk…Uhuk…". Refleks pemuda itu mencari asal suara yang membuatnya agak merinding itu. Walau ragu, dilangkahkan juga kedua kaki jenjangnya menuju lorong dekat tempat ia berteduh, lorong yang biasanya digunakan untuk menampung sampah-sampah.
"Uhuk…Uhuk…". Suara itu semakin jelas dan membuat langkah pemuda itu semakin cepat. Diedarkan pandangannya ke tempat kotor, bau, dan gelap itu, mencoba mencari sesuatu yang ia belum tahu pasti.
Akhirnya ia menemukan apa yang mungkin ia cari. Seorang bocah laki-laki yang kira-kira berusia 5 tampak sedang duduk sambil memeluk kedua lututnya. Hal itu jelas membuat pemuda itu membelalakan matanya yang berbola seindah ruby, miris sekaligus takjub. Tanpa ragu ia melangkahkan kakinya mendekati bocah tersebut. Setelah diperhatikan lebih dekat, ternyata bocah tersebut memiliki rambut biru kelabu yang sangat indah, mata berwarna biru langit cerah walaupun saat ini mata tersebet sedang tak bersinar, seperti langit malam ini, mendung. Bocah tersebut tampak terkejut atas kedatangan pemuda raven tersebut. Hal itu jelas terlihat saat bocah tersebut menengadahkan kepalanya ke arah pemuda raven dengan tatapan gugup.
"Tenang… Aku tak bermaksud jahat," ujar si pemuda raven dengan maksud menenangkan bocah yang sedang ketakutan tersebut. Saat ini jarak antara pemuda raven dan si bocah hanyalah sekitar satu meter. Dengan dua langkah terakhir, pemuda raven itu berhasil meraih pundak si bocah dengan kedua tangannya. Kemudian pemuda raven itu berjongkok agar posisi mereka sejajar. Bocah itu masih tak bersuara, namun tatapannya menunjukkan rasa takut yang luar biasa.
"Siapa namamu, anak manis?" pemuda raven bertanya dengan sangat lembut. Tak ada jawaban melainkan tatapan curiga yang makin menjadi yang ia dapatkan.
"Tenang… Aku hanya ingin menolongmu," pemuda raven tak menyerah. Dan kini, bocah itu merespon, "Ciel.."
Walaupun suara bocah itu hampir tak terdengar, namun pemuda raven itu masih bisa mengandalkan pendengarannya yang tajam. Perlahan tapi pasti, pemuda raven itu melakukan pendekatan psikis pada bocah di hadapannya. Ia mulai meraih tangan si bocah dan menghangatkannya dengan kedua tangannya yang lebih besar dari tangan si bocah. Si bocah tidak menolaknya, malah sekarang bocah itu tampak nyaman atas perlakuan orang asing di depannya.
"Namaku Sebastian. Di mana rumahmu? Aku akan mengantarmu pulang," ujar pemuda raven yang diketahui bernama Seabastian tersebut. Namun bocah tersebut malah menggelang keras sambil memejamkan kedua matanya. Otomatis Sebastian terkejut dan langsung bertnaya, " Ada apa?"
"Ini.. rumahku, Tuan.." Suara parau yang bergetar keluar dari kedua belah bibir mungil milik bocah bernama Ciel tersebut. Tanpa berpikir panjang, Sebastian langsung merangkul pundak Ciel dan berkata, "Kalau begitu, kau ikut aku saja,ya? Ke rumahku?" Entah setan atau malaikat apa yang merasuki Sebastian saat itu, yang ada di pikirannya saat ini hanyalah menolong bocah malang yang tak punya tempat tinggal. Air mata Sebastian kini mengalir sama derasnya dengan hujan yang turun semakin deras.
Sebastian's Mansion 23.45 p.m.
Begitu sampai di rumah, Sebastian langsung mengganti pakaian Ciel dan pakaiannya. Setelah mengganti pakaian, Senastian meletakkan tubuh mungil si bocah di atas tempat tidurnya. Bocah itu terlihat makin kecil dengan balutan kemeja Sebastian yang terlampau besar untuknya. Kini bola mata safir itu tengah tersembunyi di balik kedua kelopak mata yang seolah direkatkan. Orb merah sang pemilik rumah meneliti tubuh mungil di hadapannya dengan seksama.
'Betapa kurusnya tubuh anak ini? Apa ia tak punya seseorang yang mengurusnya?' batin lelaki berambut raven itu.
Dada yang naik turun perlahan menandakan betapa nyenyaknya bocah malang itu terlelap. Seolah tertular, Sebastian pun ikut membaringkan tubuhnya di samping tubuh Ciel. Kemmudian ia menarik selimut hingga menutupi tubuh mereka berdua. Kini mereka berada di bawah selimut yang sama. Sebastian memeluk tubuh mungil di sampingnya, ia berharap bisa berbagi kehangatan dengan si bocah. Tak lama kemudian, ia pun ikut terlelap.
March, 24th 1988
Sebastian' room 07.00 a.m.
CKLEK! Seorang maidberkacamata dan berambut merah membuka pintu kamar sang tuan sambil membawakan beberapa helai pakaian. Sebatian yang sedang membenarkan posisi tidur Ciel, menoleh kea rah maid nya itu.
"Hanya ini pakaian Tuan semasa kecil yang mungkin cukup digunakan oleh Tuan kecil itu, Tuan.:" Maylene, nama maid itu, berkata seraya meletakkan pakaian yang ia bawa di atas meja dekat ranjang.
"Letakkan sja. Kalau dia sudah bangun, tolong kau urus dia,ya." Sebastian menyambar tas kerjanya kemudian beranjak pergi meninggalkan kamar.
"Hati-hati, Tuan."
"Oh, ya." Sebastian menghentikan langkahnya di ambang pintu, " Aku akan pulang agak terlambat hari ini."
CKLEK. Pintu yang ditutup perlahan seolah menelan sosok pemuda sukses tersebut.
Sebastian adalah seorang pemuda berusia 20 tahun dengan profesi yang cukup menakjubkan. Di usianya yang terbilang sangat muda, ia sudah mengelola sebuah yayasan sekolah yang terdiri dari tingkat dasar sampai tingkat perguruan tinggi. Walaupun sekolah itu bukan murni ia yang mendirikan , melainkan warisan dari mendiang ayah angkatnya, namun Sebastian sanggup mengelola sekolah itu lebih baik dari generasi sebelumnya, hingga kini sekolahg tersebut menjadi sekolah terbaik di kotanya.
Kembali ke Ciel yang tampak sudah membuka matanya.
"Tuan muda sudah banguyn. Ini susunya," Maylene menghampiri dan memberikan segelas susu hangat kepada Ciel yang sekarang sudah berada pada posisi duduk di ranjang Sebastian.
Ciel tampak ragu untuk menyentuh gelas berisi susu yang disuguhkan padanya, antara haus dan merasa tidak enak. Merasa tidak enak karena merasa sudah banyak merepotkan. Maylene yang menyadari gelagat tuan muda barunya itu, kini hanya tersenyum.
"Tidak apa-apa. Tuan Sebastian yang menyuruh saya merawat Anda. Setelah ini tuan muda harus mandi. Saya akan ajak tuan muda berkeliling rumah ini."
Ciel's PoV
Aku kembali ke kamar Sebastian setelahh dua jam lebih berkeliling rumah Sebastian yang menurutku terlampau besar bersama Maylene. Itu pun belum semua ruangan kami datangi karena aku sudah capek dan memilih istirahat. Aku beristirahat di kamar Sebastian walaupu tadi Maylene sudah menunjukkan kamar untukku. Aku lebih suka berada di kamar Sebastina dan merasa aman kalau berada di sini.
Aku duduk memeluk lutut di atas ranjang Sebastian. Jujur, saat menciuam aroma tubuh Sebastian yang tertinggal di kasur, aku merasa sangat nyaman. Seolah ada seseorang yang mendekapku dengan penuh kehangatan. Aku merasa aman saat berada di dekat Sebastian. Padahal, kami baru saja bertemu belum sampai 24 jam.
Kemudian aku membaringkan tubuhku agar aku dapat menikmati aroma Sebastian lebih lekat. Aku tidur meringkuk sambil memeluk bantal yang semalam dipakai oleh Sebastian. Kepalaku terasa sangat berat, begitu pula dengan mataku. Perlahan aku pun mulai menutup mataku sambil membayangkan sosok malaikat yang baru saja menolongku dari kehidupan jalanan yang jauh dari kata 'damai'.
Bersambung….
Gya…. Gimana chap pertama Ara? Ni juga fic pertama aku lho….
Ara berpikir untuk mulai di fandom ini karena ada seorang temanku yang tergila-gila pada Sebastian.
Karena Ara baru di sini, jadi mohon, kritik, saran, review, apa aja lah yang penting jangan flame cz Ara gak terima yang namanya flame or semacamnya. Maaf juga kalau masih banyak kesalahan pada pengetikan karena Ara gak pinter ngetik. Ngetiknya jg pke sebelas jari, he he he…
Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca fic gak menarik dari Ara ini. Dan Ara juga berharap reader mau nge-review setelah baca.
Please reviewnya…
