Fic ini bermula dari ketertarikan saya dengan suku Maya... Sebenarnya, fic ini gk ada hubungannya dengan suku Maya karena saya hanya memakai tempat-tempat suci mereka sebagai latar, bahkan semua ceritanya saya buat-buat agar cocok dengan cerita, semua yang saya tulis hanyalah fiksi bualan- keasliannya bohong belaka karena terlahir dari imajinasi saya...

Jika berminat, silahkan Baca, jika tidak anda bisa Kembali...

Peringatan : Fic ini berisi banyak kekurangan- terkadang bagus dan terkadang berubah membosankan, typo di mana-mana, AU, OOC, Banyak basa-basi, terlalu dramatis dan masih banyak kecacatan lain...


Chapter 1 : Suku Maya


Bulan purnama memantulkan cahayanya, membuat air menjadi biru kehijauan dengan efek kilauan-kilauan yang bersinar indah. Danau dalam gua yang ditumbuhi beberapa tanaman liar yang bergelantungan sebagai perhiasan alamnya, airnya yang jernih memancarkan dasar danau yang penuh dengan karang, walau dasarnya tak diketahui keasliannya— sangat indah namun memiliki aura mencekam yang dalam— Indah namun menakutkan diwaktu yang sama.

"Tidak! Kumohon, lepaskan aku!" Pekik seorang gadis yang diseret oleh dua orang pendeta.

"Kau telah dipilih sebagai prantara kami dengan-Nya anakku," Ketua suku yang juga sebagai pembaca mantra memulai upacara suci mereka, ajian-ajian gaib mulai diperdengarkan… sang gadis meronta keras, tapi semua itu sia-sia. Pada akhirnya, gadis itupun diceburkan kedalam cenote, berharap doa mereka dapat terkabulkan melalui tumbal-tumbal sebagai prantaranya. Sang gadis yang sempat meronta di dalam air cenote tiba-tiba menghilang di dalamnya— seketika, permukaan air menjadi biru terang ditimpa sinar bulan, menandakan upacara mereka telah usai. Puji syukur dan doa mereka panjatkan bagi sang gadis, 'semoga arwahnya diterima di sisi-Nya'

Tanpa disadari, seorang anak lelaki memerhatikan upacara penumbalan— memberi tatapan benci— bertanya-tanya, dewa macam apa yang ingin mengambil nyawa pengikutnya, hanya untuk memberi sedikit belaskasihan? Lalu— apa gunanya kita berdoa setiap hari dan membawa semua dupa ke candi? Ini tidak masuk akal.

#####EEE33333333#####

Kerajaan suku maya, dikenal dengan suku yang spektakuler di zamannya, berbagai ilmu pengetahuan dikuasai semua rakyatnya. Seolah kerajaan suku maya adalah duplikat dari Atlantis yang hilang. Tapi, kisah kelam dari suku maya-pun tak pernah luput.

Rakyatnya sangat mengagungkan dewa mereka, terutama Dewa Matahari, ia digambarkan sebagai sosok yang indah, bijaksana, dan sangat pemurah, sosok pencipta yang memberi banyak kehidupan. Begitu pula putranya 'Dewa Malam' sosoknya yang indah nan rupawan, memberi kesuburan dan keberuntungan, tapi sayangnya ia membuat ayahnya 'Dewa Matahari' murka, sehingga membuatnya dikurung ke dalam gua cenot. Setiap tahun-Setiap bulan purnama total, sang Dewa Malam menginginkan tumbal untuk persembahan, sebagai mainan bagi sang Dewa untuk melampiaskan amarahnya terhadap Dewa Matahari yang mengurungnya selama 5 abad. Setiap sang Dewa Malam murka, musim kemarau yang panjang akan melanda suku maya— maka dari itu, satu-satunya jalan adalah memberikan tumbal untuk sang dewa melewati cenote, gua bawah tanah yang tergenang air bersih dengan warna kebiruan jika diterpa cahaya yang juga dipercaya sebagai portal antara dunia nyata dan gaib.

Setiap tahun mereka memberikan tumbal untuk menyenangkan hati sang Dewa, agar musim kemarau tidak berkepanjangan, bahkan, jika musim kemarau masih melanda, mereka akan terus memberi tumbal agar dapat menyenangkan hati sang dewa, dan itu masih terjadi— hingga sekarang.

Semua orang yang dijadikan tumbal adalah orang-orang terpilih, entah apa, setiap tumbal-tumbalnya haruslah sosok yang cerdas dan berusia rata-rata dari 10-20 tahunan. Tetapi, adapula tumbal yang dinilai istimewa— kenapa istimewa? karena ia memiliki tanda heksagram di punggung tangannya dengan tengah yang terukir huruf 'K' english kuno, selain itu mereka dinilai langka bagi para pendeta, karena kelahiran mereka hanya 5 tahun sekali, tumbal istimewa akan mendapat tanda kebesaran 'Dewa Malam' dari umur 10 tahun… belum lagi, selama sepuluh tahun ini pendeta dan kepala suku belum menemuka sosok tumbal istimewa. Apa mungkin ia terbunuh sebelum diserahkan ke hadapan sang Dewa? Bisa jadi— ia melarikan diri, atau apa? Itulah kenapa ketua suku merasa bingung akan keberadaan tumbal istimewa ini. Ingat— satu tumbal istimewa sama dengan sepuluh tumbal manusia… itu membuat dalam lima tahun kedepan, penumbalan tak akan dilakukan. Kenapa bisa seperti itu? Entah— tanyakan saja pada sang Dewa.

Selain itu masih banyak yang bertanya-tanya, apakah tumbal-tumbal itu dibunuh sang Dewa sebagai makanan atau dijadikan pelayan? tetapi, pemikiran para warga menjerumus ke pernyataan pertama, karena setiap penumbalan, air gunung berubah warna menjadi merah, dalam sehari semalam, dan berubah menjadi jernih kembali dengan rasa dan kesegaran yang luar biasa nikmat bagai air surga seperti air cenote.

565 M.

##### 333333EEEEEEE #####

Sebuah mata hitam mengawasi pedagang yang menjual cemilan dengan rasa manis nan lezat. Mengawasi setiap orang yang lalu-lalang agar tak ada yang melihat tingkah mencurigakannya.

Pedagang wanita itu berbalik. Dan kesempatan untuk beraksi-pun tiba. Dengan cepat sosoknya berdiri mendekati kue-kue khas yang dijajalkan mengambil beberapa untuk dimasukkan ke dalam kantung coklat usang.

"HEY! KAU PENCURI…!" Gawat— aksinya tertangkap, menarik topi kumalnya berusaha menutupi wajah pucat. Ia bergegas meninggalkan tempat. Orang-orang memerhatikannya, beberapa ada yang mengejar dan ada pula yang tak perduli. Karena, warga di sana ada juga yang bekerja sebagai penangkap maling atau sebut saja Hansip.

Ia berlari melewati semua kerumunan hingga tersenggol beberapa orang dan mendapat sumpah serapah di belakang punggungnya. Ia tidak peduli, ia terus berlari, karena pemburu maling itu tak akan menyerah mengejarnya. Hingga akhirnya ia menemukan tempat persembunyiannya— masuk melewati gang dan melompati pagar kayu, di sana terdapat semak-semak yang sebenarnya pintu masuk. Ia melesat masuk melewati semak-semak, bersembunyi diantaranya, berharap pemburu maling yang ganas tak menemukannya.

"Hahh… haah… dimana pemuda itu? Ia cepat sekali— Heh… awas saja kalau ketemu, kupatahkan tangannya agar tak mencuri lagi," Hansip-pun pergi dengan kelelahan. Sedangkan sang maling hanya menghela lega.

Dengan sedikit berjongkok, sosoknya yang kurus dan ramping membuat mudah untuk melewati celah-celah sempit di lorong bawah tanah, walau sebenarnya, orang dewasa-pun bisa melewati lorong sempit itu jika merangkak seperti bayi, ya... kecuali orang gemuk tentunya… Sebuah bintik cahaya yang tertutup semak-semak berada di ujung lorong, membuat kakinya bergerak lebih cepat. Semak-semak berbunga ungu ia singkirkan, membuat matanya terkena sinar matahari yang menjengkelkan, memperlihatkan tempat persembunyian anak-anak yatim piatu yang ditinggal pergi kedua orang tuanya dan bahkan dibuang seperti dirinya. Rumah besar dari batu kapur yang terawat bersih menjadi tempat peristirahatannya, sepetak tanah tak terpakai menjadi lahan perkebunannya, aliran sungai dari gunung melewati celah batu besar yang membentang bagai tembok raksasa yang mengitari wilayah tempat tinggal mereka, dan hanya lorong gelap dan sempit sebagai pintu masuk ke dalamnya.

"Kak L," Anak laki-laki berambut pirang sebahu menghampirinya dengan girang.

"Kakak kemana saja?" Anak lelaki itu terdengar khawatir, sedangkan sosok di hadapannya hanya tersenyum lembut.

"Habis mengambil ini," ia memperlihatkan hasil jarahannya ke anak pirang. Mata anak itu berbinar, seperti baru melihat sesuatu yang lama diidamkannya.

"Ini semua untukku?" tanyanya bersemangat.

"Haha- lebih tepatnya, untuk semuanya Mello… kau harus belajar berbagi mulai sekarang," anak laki-laki itu cemberut, tetapi tidak membantah, ia mengambil kantung yang berisi makanan khas dengan rasa manis itu dan membagikannya ke teman-teman yang lain dengan kantung celana yang telah terisi penuh terlebih dahulu.

Sosok pemuda bernama L itu berpikir... Jika anak-anak terlantar ini (beserta dirinya) ditemukan warga-apalagi hansip sialan itu… mereka semua pasti telah berakhir menjadi budak-budak yang disuruh bekerja untuk memperkaya seorang saudagar yang sudah jelas kaya, dianiyaya, dijual sebagai peliharaan dan pembantu— kami, anak yatim piatu... sudah bukan manusia lagi saat itu juga— betapa menyedihkannya dunia ini…

Lamunannya pecah saat menatap anak kecil yang baru saja dibawanya seminggu yang lalu, ia sedang menatap air sungai dengan damai.

"Ada apa Near? kau tak bergabung dengan teman-temanmu?" anak berambut putih itu hanya menggeleng.

"Kalau begitu, ini untukmu," Terdapat manisan gula-gula berbentuk segiempat di tangannya, anak itu hanya diam saja, hingga tangan mungilnya meraih gula-gula ditangan L dengan canggung. Mungkin, trauma akan perbudakan yang menimpanya seminggu yang lalu belum sembuh— pertama kali L melihat anak itu, dia sedang berusaha mengangkat sekarung gandum dari sebuah ladang, malang, anak sepuluh tahun seperti dia telah menjadi budak orang-orang kikir dengan diupah makanan satu kali sehari. L juga bernasib sama dengan Near, bedanya hanya, Near lebih beruntung dari L... Trauma akan siksaan manusia, pemukulan brutal, darah— L merasa sedikit pusing, hingga dia perlu menghirup udara masuk ke paru-paru, umur lima tahun, ia menjadi budak yang dianggap paling hina—trauma yang dirasanya lebih parah… fisiknya cacat, psikologisnya rusak, pemikirannya berubah menjadi ketakutan yang luar biasa— hingga orang itu datang membawa kebebasan.

"L! kemarilah," Sesosok pria paru baya memanggilnya dari depan pintu rumah berbatu. Dia adalah Wammy, sosok dermawan yang terkenal akan penemuan-penemuan besarnya. Sosok yang membawa L untuk tinggal di rumah tersembunyi ini, setiap pagi ia ke luar melewati lorong, dan menjadi penemu-penemu sebagai pekerjaannya, lalu kembali di malam hari untuk menemani anak-anak yatim piatu-nya. Karena, jika ia diketahui menyelundupkan anak yatim piatu, dia akan ditahan di dalam candi yang telah dibuat seperti penjara dan dihukum 100 cambukan, kemudian semua anak-anak yatim piatu akan dipekerjakan dan dijual— Sudah dibilang… dunia itu tidak adil. Di dunia ini, sosok yang paling rendah adalah anak-yatim-piatu, karena mereka tak punya orang tua, tempat tinggal, maka dari itu— siapapun boleh memperlalukan mereka sewena-wena, toh, siapa yang melarang? mereka tak punya keluarga untuk menghentikan itu—

"Ada apa Wammy?" L berjalan menghampirinya.

"Aku ingin bicara sebentar denganmu," Apa yang ingin ia bicarakan? L hanya mengikutinya dari belakang, memerhatikan punggung tua yang begitu renta dan rapuh. Akhirnya mereka sampai di sebuah ruangan dengan buku-buku berjejeran rapi 'Perpustakaan'

"L… kuharap kau tak keluar dari tempat ini lagi," Wammy memulai pembicaraan.

"Kenapa? Wammy, kau tidak perlu khawatir dengan saya, saya bisa menjaga diri-"

"Bukan itu maksudku L," Matanya yang penuh dengan kerutan, tiba-tiba terlihat sendu, mata tua itu terlihat sedikit berair. Kemudian, kedua tangan keriputnya menyentuh tangan kanan L yang terbalut kain putih. Sekilas, L paham maksud dari pembicaraan Wammy.

"Kuharap kau tidak keluar lagi nak, tadi malam, aku bermimpi buruk tentangmu," Suara Wammy terdengar serak. L menunduk, ia tau kenapa Wammy berkata begitu, itu karena sesuatu terjadi padanya saat umur sepuluh tahun yang lalu… Ia demam sepanjang malam, tubuhnya gemetar, tangan kanannya ngilu luar biasa- nyeri yang membuat tangannya itu terasa tersayat-sayat— dan pagi harinya, ia menyadari satu hal… Dewa telah memilihnya, dan ia menentang takdirnya— menutupi lengannya tanpa diketahui banyak orang, apa yang tersembunyi di bawahnya.

"Aku tau, tapi…"

"Kumohon L, jangan pernah keluar lagi dari tempat ini… aku khawatir mereka menemukanmu nak," Wammy meremas lengan kanannya membuat ia sedikit meringis.

"Jika saya tertangkap— itu artinya takdir,"

"L…"

"Apapun itu, saya akan tetap berhati-hati… Wammy tak perlu terlalu mengkhawatirkan saya seperti itu," Mata Wammy menjadi lembut, tangan kanannya mengelus pipi L dengan kasih sayang seorang Ayah.

"Apapun itu, aku percaya padamu," L hanya tersenyum simpul, kasih sayang yang tak pernah dirasakannya selama lima tahun, kini diberikan melalui Wammy, betapa Tuhan begitu adil.

##### 333333EEEEEEE #####

TO BE CONTINUE


Panda : Apaan? lu bikin fic baru lagi? fic yang kemarin lu kemanain hah?

Ete : Iya, iya- gue minta mangap... fic yang kemarin masih mojok di tengah jalan, sedang pusing nyari jalan cerita yang bikin para pembaca bisa membayangkan juga...

Panda : Lalu ini apaa?

Ete : Ini fic juga

Panda : Napa lu gk lanjutin yang kemarin?

Ete : Kan udah bilang gak ada ide...

Panda : ALESAN...

Ete : -_-'

Oke... hanya sampai sini aja ne... di halaman ini, hanya perkenalan aja, di chapt selanjutnya saya gk bisa bayangin bakalan jadi apa... jika masih ada yang berminat silahkan tinggakan jejak Review-nya... Kritik dan saran selalu diterima, atau jika ada yang punya masukan silahkan saja, karena imajinasi itu sangat berharga... sekian dari saya,

Senyum hangat dari Ete... ^_^