Chapter 1 : Meeting
Darah.
Hanya noda darah yang menyelimuti bajunya.
Setiap malam, mereka (Vampire) selalu mencari mangsanya untuk diminum darahnya.
Taringnya yang tajam, matanya yang mengkilat berwarna merah membuat manusia takut padanya.
Keberadaannya sangat sedikit, akibat umat Vampire terancam kepunahan. Sehingga kepercayaan manusia kepada Vampire semakin berkurang, manusia menganggap Vampire itu adalah cerita mitos.
Padahal, Vampire masih ada. Vampire masih berkeliaran dimalam hari. Dikota ataupun di Hutan, mereka ada. Hanya saja manusia tidak tahu kalau Vampire itu adalah berwujud manusia, seperti bisa makan, minum, beraktivitas, sekolah, dan bercakap seperti halnya dengan manusia asli.
Vampire juga memiliki tujuan.
Tujuan Vampire hanya satu.
Yaitu..
Mendapatkan mangsa abadi untuk sang Raja.
Mangsa yang khusus diklaim oleh Raja, mangsa yang hanya bisa disentuh oleh Raja, dan hidup penuh dengan kesejahteraan.
"Your Majesty.."
Adalah panggilan untuk sang Raja. Siapa saja yang memanggil, Raja itu akan berhadapan denganmu, siapa saja yang memanggil namanya, Raja itu akan membuatmu untuk berhenti bicara.
Raja tidak pernah tertarik pada orang-orang meskipun orang itu sempurna, tetapi jika dia tak tertarik maka Raja tidak akan memilihnya sebagai mangsa abadinya.
"Blood.."
Raja akan tertarik kepada orang-orang jika darahnya terasa manis.
Dan hal itu tidak pernah ia temui. Dirinya tidak pernah menemukan manusia berdarah manis. Rata-rata, manusia yang berdarah manis itu adalah orang yang berhati suci.
Suci.
Iya berhati suci.
Jaman sekarang orang berhati suci sangatlah jarang untuk ditemui. Oleh karena itu orang suci di cap sebagai "Limited Edition". Seperti barang antik yang terjual habis.
.
.
.
.
.
.
Singeki no Kyojin Isamaya Hajime
Teachers's Vampire Lutte
(Credit to Artist for Picture:ByUnap/Maine)
Warning: R18, Yaoi, ShounenAi, Boyslove (BoyxBoyLove), EYD, and others.
Rated: M
Pairings: ErenxLevi (EreRi)
Don't like Don't Read!
.
.
.
.
.
Para pelayan berjajar rapih mengitari gerbang masuk ke Mansion. Menunggu sang tuan mudanya untuk segera pulang. Wajah para pelayan terlihat gugup seperti akan bertemu seekor serigala. Air keringat mengalir disudut pelipisnya, pakaiannya dirapihkan dengan cara menepuk-nepuk bajunya agar debu hilang tidak menempel. Tubuhnya tegap, membusung kedepan layaknya seorang bodyguard.
Tak menunggu lama, gerbang tersebut dibukakan oleh dua orang pelayan. Semua pelayan yang berjajar membungkuk sopan, berniat menghormati kepada tuan mudanya.
Pintu mobil berwarna putih dibukakan, kaki pucat yang masih dibalut oleh sepatu sekolahnya menapak diatas karpet merah. Tatapannya tajam lurus kedepan, tubuhnya yang ramping, wajahnya yang manis, membuat kesan menarik bagi orang-orang. Banyak para gadis menyukai tuan mudanya. Tapi sayang sekali, tuan muda itu terlalu dingin sehingga gadis-gadis pun mengurungkan niatnya untuk mengungkapkan perasaan pribadinya pada sang tuan muda.
Nama tuan muda itu adalah Levi Ackerman. Dia berumur 17 tahun, lahir pada tanggal 25, Bulan Desember. Levi mempunyai warna rambut Raven beriris hitam. Levi memiliki keturunan darah Prancis, karena Ayahnya orang Prancis. Ayahnya sudah meninggal sejak dia belum lahir, Ibunya hidup hanya bersama anak tunggalnya dan pelayan, tanpa ada pendamping hidup.
Kuchel Ackerman, nama itu adalah nama Ibunya. Sifat Kuchel bertolak belakang dengan Anaknya. Kuchel periang, sementara Levi pendiam. Keluarga yang unik bukan? Baiklah, lanjut saja kedalam cerita, dimana seorang pemuda berwajah stoic itu tengah melangkahkan kakinya ke dalam Mansion dengan angkuh.
Sesampainya didalam, Levi menyimpan tas itu ke tempat asalnya. Bokongnya didaratkan di atas sofa empuk berwarna krem emas. Tangannya mengambil buku majalah, membacanya dengan tenang tanpa ada gangguan apapun.
"Levi sayang~ kamu sudah pulang ya?"
Sebuah suara cempreng tertangkap jelas di Indra pendengaran Levi, membuat pandangannya teralih pada sosok Ibunya tengah duduk disamping Anaknya sembari mengelus Puncak kepala Levi secara lembut.
Levi menepis tangan Ibunya pelan, "jangan pernah menyentuhku. Kau belum mencuci tanganmu." ujar si tuan muda sambil menatap Ibunya tajam.
Kuchel menghela nafas panjang melihat sikap anaknya yang tidak mau berubah. Ditatapnya Levi lekat-lekat menggunakan sorot matanya.
"Mama kecewa sudah melahirkan anak sebrengsekmu itu, Levi. Kau tahu aku ini Mamamu kan? Setidaknya bersikaplah lembut pada orang yang merawatmu selama 17 tahun ini. Tanpa Mama kau bisa apa?" Levi mendecakkan lidahnya, bosan mendengar nasehat Ibunya yang menurutnya sangat tidak berguna.
"Kau bilang merawatku selama 17 tahun? Berhenti omong kosong, aku tahu kalau kau berbohong. Orang yang tulus merawatku itu adalah Pamanku, bukan wanita jalang sepertimu. Kenny merawatku tanpa bantuan darimu, saat aku kecil kau berkeliaran kemana-mana, mencari pria yang akan kau kencani dan ditiduri. Kau tidak punya rasa malu? Ayah pasti sangat kecewa padamu sekarang." balas Levi tak mau kalah dari Ibunya. Keningnya berkerut, kesal akan sikap Kuchel yang sok keibuan.
Merasa tidak dapat menahan emosi lagi, Kuchel akhirnya menampar pipi kanan anaknya cukup keras hingga memerah. Levi terdiam ketika Ibunya menamparnya, ekspresi wajahnya tetap datar. Tidak ada tanda-tanda bahwa dia akan membalas tamparan tersebut.
"Baiklah, kalau itu keinginanmu, anak brengsek. Mulai sekarang dan seterusnya, kau akan diajari oleh guru Privat profesional. Dia dari Jerman, gurunya seorang laki-laki. Tema pembelajarannya adalah 'bagaimana cara bersikap sopan, lembut, dan tersenyum'. Tidak ada kata pembatahan untukmu, ini adalah perintah dari Mamamu, kau harus belajar bersamanya. Sore ini, dia akan datang kesini. Bersikaplah sewajarnya seperti anak SMA."
Kuchel bangkit berdiri dari tempat duduknya menuju kamarnya untuk mengganti bajunya. Setelah menggantinya, Kuchel keluar menggunakan pakaian terbuka. Wajahnya sudah penuh dengan make up tebal. "Sayang, aku ingin pergi keluar untuk mencari uang. Belajarlah yang baik, Levi." gumam Ibunya seraya berjalan keluar Mansion.
Levi menatap kosong pada Kuchel yang sedang menaiki mobil hitamnya. Dihelakan nafasnya secara kasar, bukunya dilemparkan hingga mengenai gelas kaca. Tuan muda itu mengerang, tidak tahan akan sikap Ibunya. "Aku begini karena ulahmu, brengsek.." Levi mendesah lelah, ia mengambil ponsel yang ada disaku celananya dengan malas.
Saat dirinya menyalakan ponsel bermerk Applenya, layarnya sudah dipenuhi oleh kotak masuk pesan yang terkirim padanya. Levi membuka satu persatu pesan tersebut.
From: Isabel Magnolia
For: Levi
Hey, Aniki! Hari ini kita main ya? Aku sedang bersama Farlan di tempat carnival-land.
Aku sudah membeli 3 tiket Roller Coaster, yang satu lagi untukmu. Cepat kesini ya? Aku menunggu kedatanganmu~
Pemuda bertubuh pendek itu menghembuskan nafasnya berkali-kali, kesal sikap teman sekelasnya yang seenaknya membelikannya tiket untuknya. Dengan segera, Levi pergi keluar pintu berlapis emas itu menuju tempat yang ditunjukkan oleh Isabel.
[Airport, 3.11 PM]
Seorang pemuda berambut brunette, memakai kacamata hitam, memakai jas hitam, sepatu sneakers sedang mendorong kopernya. Bibirnya menampilkan senyum lembutnya membuat semua orang yang ada disana terkagum-kagum akan ketampanannya.
Mau tampan bagaimana? Wajahnya pucat plus keren, tinggi, dan menggoda. Parfumnya yang Wangi membuat semua orang semakin tergoda padanya.
Matanya menatap jam arloji peraknya yang melingkar dipergelangan tangannya. "Jam 3? Aku harus cepat." gumam si pemuda sambil mempercepat langkahnya. "Gara-gara mereka menghentikkan pemberangkatanku, aku jadi telat seperti ini. Dasar," rutuknya seraya membuka pintu mobil sedannya.
Siapa ya pemuda tampan itu? Biar kujawab, dia adalah Eren Jaeger. Pemuda berusia 21 tahun itu seorang guru Privat profesional dari Jerman. Sekarang, dirinya akan mengendarai mobilnya ke Mansion milik keluarga Ackerman.
Senyumnya tidak pernah luntur, wajahnya selalu berseri-seri entah kenapa. Mungkin gegara otaknya terus memikirkan anak yang akan menjadi anak didiknya. Sebelum menyetujui permintaan dari Kuchel, Eren meminta padanya untuk memberikan foto anak itu. Kuchel pun memberikannya, sejak saat itu Eren tidak bosannya untuk memandangi foto pemuda bernama Levi tersebut.
Wajahnya datar, memakai seragam pakaian SMA elite Survey Corps. Eren semakin tertarik pada Levi, dia merasa bahwa Levi memiliki darah yang manis. Baunya saja sudah tercium ketika Eren telah berdiri di Jepang.
"Levi Ackerman ya?" Eren menyetir mobil itu dengan pandangan lurus kedepan agar dirinya tidak menabrak sesuatu selama mengendarainya. "Menurut penyelidikan dia anak yang kasar, dibenci oleh teman-temannya dan masuk ke organisasi hitam bernama 'Black Kid'. Sungguh kekanak-kanakan sekali sikapnya," Eren sudah tahu kalau Levi tidak diperhatikan oleh Ibunya. Kuchel hanya bersikap manis didepan semua tamu.
"Apa aku harus mengajarinya dengan cara yang kasar?" tambahnya seraya membelokkan arah kemudi mobilnya ke kanan. "Mungkin sedikit hukuman akan mengajarinya bagaimana cara menghormati orang yang lebih tua darinya." Eren tanpa sadar memperlihatkan seringai tipisnya, dirinya sudah sangat tertarik pada anak tersebut.
Sesampainya didepan Mansion, Eren langsung dipersilahkan masuk ke dalam. Mobilnya diparkirkan dibagasi mewah. Kacamatanya ia lepas dan diselipkan diantara jasnya. "Hmm, mansionnya sangat luas. Meskipun milikku lebih besar dari ini." batinnya pelan, Eren membuka pintu tersebut dan tidak menemukan sosok anak yang akan ia ajari tentang pembelajaran, Ibunya pun tak ada.
Dihelakan nafasnya perlahan-lahan. "Kemana Levi? Aku tidak melihatnya. Ibunya pun sepertinya tidak ada disini." Pelayan perempuan menatap Eren dengan wajah memerahnya, malu karena ditanya tiba-tiba oleh laki-laki tampan sepertinya.
"Nyonya Kuchel sudah berangkat sebelum tuan muda pergi." jawab pelayan tersebut terbata-bata, tidak berani untuk menatap langsung kearah pria tampan itu. "Tuan muda ya? Biasanya dia pergi kemana?" tanya Eren seraya melihat poto keluarga Ackerman. Disana terlihat Ayahnya bersama Ibunya memakai baju gaun, dan satu lagi gambar Levi sedang memakai baju kimono berwarna ungu, memakai pita bunga bergagang disudut rambutnya.
Pelayan itu mengambil sapu, dan mulai untuk membersihkan lantai keramik kremnya. "Tuan muda selalu pergi ke Taman bermain bersama temannya. Selain itu, saya tidak mengetahuinya. Maafkan saya," Pelayan itu membungkukkan badannya, kemudian kembali melanjutkan aktivitas sapu-menyapu lantainya.
Eren menganggukkan kepalanya, pertanda mengerti apa yang dikatakan oleh pelayannya tersebut. "Begitu ya. Kalau seperti itu, saya akan menjemputnya saja. Dia masih 17 tahun seharusnya dia fokus untuk belajar." Eren tersenyum pada sang pelayan, membuatnya tersipu malu.
"Anda tidak perlu menjemputnya. Tuan muda pasti akan menghajar anda, ditambah dia belum mengetahui anda jika anda adalah guru Privatnya. Tuan muda sangat membenci diperlakukan seperti anak-anak." lanjut si Pelayan. Eren berjalan meninggalkan Mansion, "tenang saja. Dia tak akan mungkin menghajarku," jawab Eren selembut sutra.
'Karena aku bukan manusia...'
[Carnival-land, 3.26 PM]
Levi memasukkan kedua tangannya disaku celana seragam sekolahnya. Matanya fokus pada wahana terbesar di Karnival tersebut. Roller Coaster wahana yang paling ditakuti oleh para pengunjung. Kenapa ya? Alasannya cukup sederhana, wahana itu sangat cepat bergerak sehingga membuat seseorang yang memiliki penyakit jantung akan langsung mati.
Bukan hanya bergeraknya cepat, jalannya juga sangat curam. "Tch, buruk sekali tempat ini. Si gadis gila itu menunggu dimana?" Levi mendecak ketika dirinya sama sekali tidak menemukan 2 orang temannya.
"Jangan bilang kalau mereka sudah pulang duluan. Dasar bodoh.." pemuda raven itu menghela nafas panjang, dia memilih untuk duduk dikursi kayu seraya memandang pemandangan Karnival.
Tatapannya kosong, tanpa ada sedikitpun ekspresi yang ia keluarkan. Bibirnya terkatup, matanya dia pejamkan. Merasakan angin yang menyapu rambutnya.
"ANIKIII!"
Baru saja dia sedang menenangkan pikirannya bersama angin, Levi sudah terganggu dengan suara teriakkan seseorang yang memanggil 'Aniki'. Tidak salah lagi, dia pasti gadis pencari onar. "Gadis brengsek itu memang perlu kutendang, tch!" Levi berlari ke arah sumber suara itu.
Lariannya terhenti disebuah lorong jalan sepi. Levi memandang 6 orang anak SMA tengah menyakiti kedua temannya. Levi melipatkan kedua tangannya didepan dada.
"Hey Levi, kau kemari juga ternyata. Seperti yang kau lihat, Isabel mencuri uang dari anak SMA brengsek ini, kami pun ditangkap." jelas Farlan sambil tersenyum ke arah Levi. Isabel menggerucutkan bibirnya tidak setuju mendengar penjelasan yang terlontar oleh Farlan. "Ehh? Aku tidak mencurinya! Aku hanya mengambil uang mereka karena dompetnya mudah sekali untuk diambil! Jadi ya aku ambil!" elak sang gadis Magnolia itu dengan membentak Farlan.
Levi mengambil pisau lipat dari balik blazer sekolahnya yang hanya ditempelkan diantara pundaknya, tangannya sibuk memutarkan pisau tersebut. "Jadi, aku kemari hanya untuk membersihkan sampah-sampah ini? Tch.. Sama sekali tidak elite." Levi mulai bergerak lincah pada anak-anak SMA tersebut, menebasnya dengan pisau lipat itu.
Mereka mulai merintih kesakitan akibat goresan dari pisau milik Levi. Akhirnya mereka meminta maaf lalu segera pergi dengan meninggalkan dompetnya terjatuh ke tanah.
Isabel tertawa melihat dompet milik anak SMA yang tergelatak disana. "Waah, isinya sangat banyak! Aku bisa membeli peralatan sekolah! Farlan, besok antar aku ke supermarket ya!" yang dipanggil hanya tersenyum, mengacak rambut Isabel lembut.
"Kalian berdua memang orang yang aku benci. Seragam sekolahku sudah penuh darah. Tch," Levi merutuk kesal, dirinya membersihkan pisau lipat dengan sapu tangan polosnya berwarna putih. "Maaf Levi, salahkan saja Isabel. Aku tidak terlibat." Farlan tertawa, Isabel memalingkan wajahnya karena kesal.
Tanpa ada adu mulut lagi, mereka pun pulang menuju kerumah masing-masing tidak jadi naik wahananya, padahal Isabel sudah membeli tiketnya.
Diperjalanan, Farlan dan Isabel saling tertawa karena cerita lucunya. Mereka meniru gaya guru killernya yang dibenci akibat banyak mengomel. Levi menatap kearah jalanan datar, mendengarkan setiap keluhan dan perkataan yang terlontar oleh mereka berdua.
Sebuah mobil berhenti didepan Levi, membuat mereka bertiga berhenti melangkah. Seorang pemuda berpakaian jas keluar dari mobil sedan hitamnya, parfumnya yang wangi membuat Farlan dan Isabel tergoda.
"Anak manis, cepat pulang. Ibumu mengkhawatirkanmu." rayu Eren seraya menarik lengan pucat milik Levi. Guru Privat itu menarik Levi ke dalam mobilnya dan mendorongnya paksa untuk duduk dikursi mobil. "Oi! Kau pria aneh! Apa-apaan kau menarikku ka-Hey brengsek!"
Levi tak dapat melanjutkan kalimatnya lagi gara-gara Eren langsung menutup pintu mobilnya. Pemuda itu menggeram, terlihat Eren sedang melambaikan tangannya kepada dua temannya. Eren duduk disamping Levi, ia mulai menyetir mobilnya untuk kembali ke Mansion.
"Tch, kau jawab pertanyaanku, keparat!" Levi membentak Eren, tangannya mencengkram kerah kemeja abu miliknya. Eren tersenyum menggoda, dia mendorong tangan Levi pelan agar berhenti mencengkramnya. "Bukankah Ibumu sudah bilang? Kalau sore ini akan ada guru Privat? Kau pikun?" ledek Eren meremehkan siswa SMA Survey Corps itu.
"Aku tidak butuh guru Privat! Apa gunanya menyewa guru Privat? Tch, itu hal yang sangat tidak berguna didalam kamusku. Nilaiku bahkan selalu naik setiap harinya." Levi memandang guru Privat itu dengan tajam, seperti ingin membunuh pemuda yang ada didepannya.
Eren berhenti menyetir, tangannya mendorong tubuh Levi ke bawah sehingga dirinya bisa menindihnya. "Kau yakin tidak membutuhkan guru Privat sepertiku, hm?" Eren menaikkan dagu milik Levi agar anak didiknya ini menatapnya.
"Aku kemari jauh-jauh dari Jerman hanya untuk mengajarimu, Levi Ackerman. Jadi, jangan sia-siakan usahaku." ujar Eren seraya mendekatkan wajahnya ke telinga Levi. "Kau tahu? Aku tertarik padamu. Pada aroma darahmu yang menggiurkan."
Eren menjilat telinga Levi dengan lambat. Sebelah tangannya menahan tangan Levi agar dia tidak memberontak. Eren menatap wajah pemuda pendek itu.
"Mulai sekarang, kau adalah anak didikku. Jangan pernah membantahku ataupun berkata kasar padaku. Bisa saja orang yang ada dihadapanmu ini sangat berbahaya."
Sepertinya kehidupan Levi akan berubah mulai sekarang.
Akankah Eren bertahan pada sikap Levi yang sangat dingin?
To be Continue
Author's note:
Haii. Aku adalah author baru di Fandom Singeki no Kyojin. Yoroshikuna~
Gomennasai, kalo tulisannya sangat rancu, tidak jelas dan yang lainnya :v
Maklum, aku masih amatir w
Saya suka Ereri atau Riren. Duaduanya dibikin ff wkwk:v
Oh ya follow wattpad punya saya ya: Leenalytte
Yoroshiku neee~
Saya open Roleplay (RP) Mau Ereri atau Riren boleh:V
See you~
Salam manis,
-Leenalytte-
