Hai.. aku penulis baru di sini, salam kenal semuanya. by the way, ini bukan fic ku yang pertama di ffn, karna sebelumnya aku juga sudah pernah menulis fic-fic lain di account yang berbeda berberapa abad yang lalu *plak* maksudnya berbulan-bulan yang lalu, dan accountnya sudah lama sekali kagak di buka sampai pada akhirnya lupa passwordnya apa, maklum si author satu ini emang jenis mamalia yang sering pelupa.
Author : Eh, ini apaan ya? Lho, kenapa aku bisa ada di sini ya? Ini apaan sih? *di bankai sama toshiro*
Toshiro : Woi! Loe kan mau nyeritain kisah gue sama momo, gimana sih?!
Author : Uuaapaa? Momo? Harusnya kan kisah gue sama elo! *di bankai lagi sama toshiro*
Toshiro : Ah, banyak bacot loe, buruan deh ceritain!
Langsung saja kisah ini di ceritakan sebelum saya di bankai lagi sama toshiro. Cekidot~
WARNING :
rada geje, OOC, AU, Fanon, dll.
Don't like, Don't read
.
.
Irreplaceable
.
.
Mentari menggantung indah di antara guratan awan-awan putih di langit kota Karakura. Angin bertiup sejuk dari timur, menggesekan dedaunan pinus satu sama lain yang tumbuh subur, berjejer sepanjang pinggir jalanan yang lenggang.
Sebuah mobil keluaran lama berwarna biru kusam di parkirkan pemiliknya di halaman rumah sederhana yang penuh taman bunga.
Seorang remaja laki-laki yang usianya bahkan belum mencapai lima belas tahun turun dari kursi kemudinya. Dandannya rapi meski hanya memakai baju casual. Senyum membingkai di wajahnya, kemudian di tekannya bel rumah berwarna krem itu.
Ia menunggu beberapa detik hingga sebuah suara wanita meneriakinya dari dalam, "tunggu sebentar!".
Ia mendengar dari dalam suara-suara kunci terbuka dan kenop pintu yang di putar. Seorang wanita berusia empat puluhan berdiri di sana, senyumnya membingkai cantik di usianya yang bahkan hampir setengah abad.
"Apa Momo ada di rumah?" seru remaja laki-laki tersebut. Senyumnya terus membingkai di wajahnya yang tampan, bagai telah terukir indah di sana.
"Ya, tentu saja. Masuklah, jangan menunggu di luar, aku akan memangilkannya." Wanita itu tersenyum sambil mempersilahkannya masuk.
Remaja laki-laki tersebut hanya mengangguk dan membalas tersenyum. Ia duduk di atas sofa berwarna merah muda yang mencolok, sesuatu yang tidak lagi asing bagi matanya. Lemari-lemari buku tua serta buku-buku tebal yang di tata rapi di sana, ternyata belum ada yang berubah, batinnya dalam hati.
"Eh…" matanya menangkap sebuah figura kecil dengan foto gadis berambut hitam yang kenalnya berdiri membelakangi Menara Eiffel dangan seorang pria tua beruban. Entah kenapa dengan menatapnya saja ia jadi tersenyum―
"Ada apa?" remaja laki-laki tersebut terkejut menatap, seorang gadis berambut hitam mirip dalam foto dalam figura itu, tiba-tiba muncul di belakangnya.
"Kenapa tidak mengajakku?" ujar remaja laki-laki itu pura-pura kesal sambil menunjuk ke arah figura yang di lihatnya barusan.
Gadis itu hanya melipat tangan di depan dada dengan wajah yang tak kalah kesal. "Salah sendiri Shiro-chan tidak membalas emailku!"
"Eh, aku kan sudah balas emailmu―"
"Tapi telat seminggu, huh!" omel gadis itu memotong penjelasan Toshiro. Dengan tidak peduli ia berjalan ke ujung sofa yang sama dengan tempat yang berlawanan dengan anak laki-laki berambut perak itu dan menghempaskan dirinya di sana.
Toshiro menghela napas pelan.
Momo Hinamori adalah sahabat Toshiro Hitsugaya sejak kecil. Dulu rumah mereka bertetangga sehingga ia dan kedua orang tuanya saling mengenal, tapi semenjak kematian ayahnya tiga tahun silam, Toshiro dan ibunya memutuskan untuk meninggalkan kota Karakura, meninggalkan rumah lamanya, Momo, beserta semua kenangannya yang berserakan di tiap sudut kota kecil Karakura.
"Iya, maaf…" ia berpaling menghadap Momo yang sama sekali tak merubah ekspresinya, ia terlihat enggan sekali saat menatap balik Toshiro. "Saat itu aku sedang repot sekali untuk mengurusi kepindahan." Lanjutnya.
"Kepindahan?" raut wajah heran Momo langsung muncul mengdengar kata terakhir Toshiro.
"Iya." Toshiro sengaja menjawab singkat pertanyaan Momo. Ia ingin Momo yang bertanya alasan kepindahannya, dan bukan ia yang menjelaskan.
"Oh…" seru Momo hanya ber-'oh' ria yang langsung menghancurkan harapan Toshiro.
"Apa? Hanya 'oh' saja?" ujar Toshiro kesal.
"Iya" Toshiro langsung berpaling dengan wajah bersungut-sungut mendengar nada ketidakpedulian Momo. Kenapa sih dia tidak bertanya, batin Toshiro kesal.
Hening. Momo, sama sekali tidak berpaling dari kesibukannya menatap keluar jendela ataupun berusaha membuat topik pembicaraan untuk memecah keheningan setelah perdebatan tidak penting mereka. Sementara Toshiro terus saja berkutat dengan pikirannya sendiri, mencoba menimbang-nimbang sebaiknya ia bicara atau tidak, karna meski sudah beberapa menit berlalu, kekesalannyapun tak kian berkurang, dan dia sangat gengsi untuk membuka pembicaraan duluan.
"Kenapa?" Tanya Momo yang seketika mengagetkan acara perdebatan Toshiro dengan otaknya. "Shiro-chan berfikir jika aku pasti akan bertanya, kan? Shiro-chan, mengira aku akan bertanya tentang kepindahan Shiro-chan, kan?"
Pertanyaan Momo jelas mengagetkannya. Kenapa dia bisa tahu?
Bak seorang pembaca pikiran momo menjawab pertanyaan toshiro yang tak terkatakan, "tentu saja aku tahu, benar begitu, kan, shiro-chan?"
Seketika semburat merah bermunculan di pipinya. Momo berpaling untuk menatap Toshiro yang menjawab langsung pertanyaannya. Sial, umpat toshiro dalam hati.
"I-iya," jawabnya terbata-bata dengan semburat merah yang masih mendiami pipinya.
"Aha!"
Momo berujar keras-keras begitu mendengar jawaban toshiro. "ternyata buku itu benar! Berarti tidak salah selama ini aku membacanya!" teriak momo kegirangan.
"A-apa? Buku? Buku apa? Yang mana?" Tanya toshiro kebingungan. Rona merah di wajahnya pelahan menghilang menggantikan ekspresi keheranan yang tak bisa di sembunyikannya.
"Tidak ada, hanya buku psikologis tentang cara membaca pikiran orang, dan aku sedang mempraktekkan bab terakhir dan tersulit di buku itu. Tapi, toh, nyatanya aku bisa." Jelasnya panjang lebar dengan nada-nada bangga yang terselip di dalamnya.
"A-apa? Jadi kau gunakan aku sebagai tikus percobaan?" ujar Toshiro yang lagi-lagi dibuat kesal oleh seorang Hinamori Momo.
"Haha, maaf-maaf. Tadinya aku juga tidak bermaksud begitu, tapi tenyata situasinya memungkinkan dan tiba-tiba dugaan itu lewat begitu saja, haha.." Momo hanya tertawa sambil membentuk tanda 'peace' di jarinya.
"Sialan." Umpat Toshiro kesal, tapi malah membuat tawa Momo makin kencang.
"Huh, ya sudah, berarti jalan-jalannya tidak jadi." Ujar Toshiro kesal sambil bangkit dari sofa saat menatap Momo yang terus tertawa sambil memegangi perutnya.
"Eh, jalan-jalan?"
"Iya, jalan-jalan, berarti tidak jadi nih!" ujar toshiro kesal menatap wajah momo yang memerah dengan bekas air mata di ujung matanya.
"Wah, ikut!" seru Momo yang langsung berhambur kearah shiro-chan nya.
"Tidak jadi, aku malas!" dengan wajah masam dan kesal ia memalingkan wajahnya dari Momo dan bersiap-siap pergi―
"Eh, shiro-chan ngambek nih? Iya, maaf, aku tidak bermaksud begitu." Momo tiba-tiba saja memegang lengan Toshiro dan membuatnya menghentikan langkahnya. Seketikan semburat merah kembali muncul di wajah Toshiro.
"Hn.." ia hanya bergumam sebagai jawaban 'iya' dan membiarkan wajahnya terus berpaling dari gadis di sampingnya ini. Ia tak ingin Momo menatap wajahnya yang memerah saat Momo berada dalam jarak dekat dengannya seperti ini.
"Wah, berarti jalan-jalannya jadi donk?" Tanya Momo dan lagi-lagi Toshiro bergumam sebagai jawabannya.
"Ih, Shiro-chan baik, deh! Kalau begitu aku ganti baju dulu ya, tunggu di sini sebentar!" Momo langsung berlari menaiki tangga menaiki tangga dan berganti baju secepat yang ia bisa, sebelum makluk putih ini berubah pikiran.
Sementar Toshiro menatap kepergian momo dengan senyuman.
Akhirnya chapter 1 terselesaikan meskipun pendek sekali, mungkin disini belum kelihatan plotnya bakal mengarah kemana, karena saya sendiri belum terfikirkan jalan ceritanya mau kemana *plak*. Tapi, ya sudahlah, aku harap para readers mau menunggu apdet buat chapter selanjutnya.
Oke, saya mohon review nya :)
