Hunter
Dalam lengkingan pistol dan dentingan pedang perak. Mereka bekerjasama, membunuh vampire yang merajarela. Dan rahasia akan kebenaran pun terkuak dalam guratan luka.
...
Di perpustakaan Aku mencari-cari buku yang ingin kubaca, sebenarnya aku bingung. Namun saat menyusuri rak buku tentang mythology mataku tertarik akan buku tebal yang sudah usang bersampul hitam dengan judul "vampire" yang tertulis dengan warna perak.
Aku mengambilnya lalu duduk di meja baca dan mulai membuka lembar demi lembarnya.
"merekalah yang terus mengapdi pada takdir yang sadis.. merekalah yang selalu berbakti pada dunia yang kejam.. merekalah yang mendapat anugrah kutukan abadi.. merekalah yang paling kuat dalam menyembunyikan kelemahan diri.. merekalah yang paling tabah menghadapi siksaan yang pedih.. tanpa segan menghiasi dunia kelam mereka dengan pertumpahan darah.. merekalah yang dengan berani mengenakan mahkota dosa.. merekalah.. vampire"
Suara bising dari sekerumunan murid seolah-olah memecahkan gendang telingaku. Aku di buat kesal karena tidak bisa membaca buku dengan tenang. Oh, ayolah, ini kan perpustakaan. Bukankah seharusnya memang keadaannya tenang dan sunyi? Lalu apa yang menyebabkan tempat ini jadi begitu gaduh bagai terminal bus di seberang.
Aku segera bangkit dan melihat keadaannya, kulihat ada segerombolan murid mengelilingi sesuatu. Eh, kurasa mereka berebut untuk melihat ke arah jendela. tiba-tiba dari dalam kerumunan tersebut, muncullah sesosok gadis ramping,rambut ikal panjang sewarna caramel yang menyeruak keluar dari desakan-desakan murid dan bergegas ke arah ku. Ternyata itu adalah sahabatku, miwa.
"miwa, ada apa?" tanyaku. Ia nampak panik, dengan terbata-bata ia segera menjawab.
"nanti kau juga akan tahu, yang penting sekarang kita harus melapor pada guru" katanya lalu menarik tangan ku dan di bawanya berlari menuju tempat tujuannya, kantor guru. Setibanya di sana ia langsung melapor pada seorang guru, namun di pintu masuk ruang guru kami di hadang oleh seorang pemuda bersurai merah dengan aura dingin sekaligus mengintimidasi yang kuat. Tentu saja aku dan miwa terdiam setelah melangkah mundur beberapa langkah darinya.
"kalian kemari ada urusan apa?" tanyanya dengan datar yang entah kenapa menakutkan. Aku menunduk tak sanggup menatap lantaran tak sanggup menatap matanya.
"anoo.. kami akan melapor kepada sensei" kata miwa menjawabnya, astagah, dia memang anak yang kelewat berani bahkan di kondisi seperti ini.
"beritahukan saja padaku, sekarang aku sudah resmi jadi pengajar di sini" katanya pasti.
'hah!? Dia jadi guru? Mudah-mudahan ia tidak mengajar di kelas kami' kataku dalam hati.
"baiklah sensei, ada seorang siswi yang terjatuh dari lantai atas. Ia sekarang terbaring dengan kepala berdarah di halaman belakang" kata miwa terburu-buru. Aku sweatdrop karenanya.
"astaga miwa-chan, kenapa kamu tadi tidak langsung menelpon ambulans saja?"kataku frustasi. Coba kalau dia langsung mengontak pihak berwajib, pasti kita juga tidak akan berhadapan dengan pria menakutkan ini kan?
"langkah yang di ambil oleh teman mu ini tidak salah, sebaiknya memang harus melapor pada guru dahulu sebelum pada pihak luar atau yang berwajib." Katanya sambil menatap intens padaku, matanya dwi warna dengan warna merah dan kuning emas, wajahnya amat menawan, kulitnya putih pucat dan surainya menyala merah berkibar di terpa angin dari jendela. Ah, jadi ini pemandangan yang sedari tadi aku lewatkan?, ah, tapi tetap saja menakutkan.
"baiklah, antarkan aku kesana" perintahnya mutlak, aku pun berjalan beriringan dengan miwa sementara sensei itu berjalan di belakang kami.
"sst hei miwa, apa maksudnya ini?" tanyaku berbisik tidak jelas pada miwa.
"ok, aku akan menceritakan semuanya dari awal" ia nampak menarik nafas dalam-dalam, seolah mempersiapkan diri untuk kisah yang panjang dan menegangkana.
"tadi aku sedang duduk di samping jendela perpustakaan menunggumu, tiba-tiba aku melihat sekelebat sesuatu jatuh dari atas tepatnya lantai atap sekolah. Ketika aku melihat kebawah, aku mendapati seorang siswi telah terkapar dengan kepala berdarah. Oleh karena itu banyak orang yang berkerumun di dekat jendela, namun aku langsung menarikmu untuk menemaniku melapor pada guru" katanya panjang lebar, ouh, ok. Aku faham sekarang.
"aku akui tindakanmu tadi tepat, namun mendengar ceritamu tadi aku jadi berpikir. Kenapa kau tidak menyuruh teman atau dirimu sendiri untuk segera pergi ke atap guna memeriksa keadaan? Bisa saja dia bukan terjatuh atau bunuh diri tetapi ia terjatuh karena ada yang mendorongnya?" tanya guru itu ikut nimbrung, huft, sudah kuduga ia mendengar ucapan ku dan miwa.
"maaf sensei, karena panik saya jadi tidak kepikiran tentang hal itu" jawab miwa jujur, ada raut rasa bersalah menyelimutinya. Yha, walau tidak kentara oleh mata orang biasa. Tapi hei, aku kan sahabatnya sejak lama tentu saja tahu.
Kami pun tiba di area yang di maksud, tampak di sana seorang siswi masih terkapar tidak berdaya dengan darah segar berceceran di sekitarnya. Miwa langsung mendekat guna memeriksa tubuh korban, namun segera ku cegah ketika guru itu bertindak.
"tidak usah repot-repot, biar aku yang urus masalah ini" katanya lalu berjongkok di dekat tubuh korban, ia melihat leher korban lalu memeriksa denyut nadi di leher dan tangannya. Wajahnya nampak tenang seperti biasa, hingga aku tidak dapat menebak siswi itu selamat atau tidak. Setelah itu merogoh saku jas nya dan mengeluarkan telpon dan menghubungi seseorang.
"ada insiden di sini, tangani secepatnya." Kata guru itu singkat lalu mengakhiri panggilannya. Ia lalu menoleh ke arah kami. "sebaiknya kalian cepat kembali ke kelas, masalah ini akan segera di selidiki."
"baik sensei" kataku sambil menarik tangan miwa untuk segera pergi dari tepat ini,lari.
"(your name)-chan, tapi kan.."
"miwa!" aku memotong ucapan miwa dengan sebuah teriakan, gerakan kami seketika terhenti. "miwa-chan... maaf... aku hanya merasakan.." kini ucapanku terputus saat tangan miwa menggengam tanganku dengan lembut.
"aku tahu, kau merasakan firasat buruk kan?" tatapan matanya yang indah itu kini tampak teduh seolah mencoba menenangkanku. Giliran tatapanku yang tiba-tiba memburam, air mata menggenang di pelupuk mata. Aku pun menangis pilu dalam pelukan miwa.
"hiks.. miwa.. aku takut.." kataku sesenggukan.
"tidak apa-apa, takut itu wajar." Miwa menepuk-nepuk punggungku dengan lembutnya.
...
"temui aku setelah ini vampire" kata seseorang dengan nada bossy.
"rupanya anda sudah tahu siapa saya, baiklah" jawab orang tersebut patuh.
