Good Mistake
.
Chapter 1 : A Latter
.
Disclaimer : Bleah belong to Tite kubo
.
Warning : fic ini penuh dengan typo, pembunuhan karakter, penulisan tidak sesuai EYD, gaje, serta segala kritik dan saran yang membangun.
.
Good Mistake
.
"Kuchiki-chan!" seru seorang gadis sexy bernama Inoue Orihime. Rambutnya yang penjang tergerai, terombang-ambing mengikuti langkah kakinya yang sedikit berlari. Senyumnya mengembang tatkala gadis pendek yang iya panggil menoleh padanya.
"Oh... Orihime. Tumben sekali kau berangkat pagi. Ada apa?" tanya gadis yang Orihime panggil. Kuchiki Rukia. Gadis pendek berkacamata yang terkenal galak karena gelar wakil ketua komite kedisiplinan atau yang biasa disebut KK. Rambutnya yang pendek tersisir rapi dengan salah satu sisi yang terselip di belakang telingannya. Kacamata dengan frame ovalnya membuatnya terihat nerd—walaupun kenyataannya memang begitu.
"Tadi Ulqui-kun menjemputku. Bagaimana persiapan ulangan nanti. Ugh... aku pusing setiap saat harus memelototi angka-angka tidak jelas itu," ucap Orihime.
"Haha... Kau tahu betul bahwa angka adalah kekasihku. Lagi pula—"
Langkah kedua gadis itu terhenti ketika ada seorang pemuda dari jauh melambai padanya. "Kalau angka adalah kekasihmu, maka kekasih impianmu tengah mendekat kesini," bisik Orihime tepat di telinga Rukia.
Rukia menelan ludahnya kasar. Pemuda itu, mantan ketua KK sekaligus senpainya di Karakura High School. Shiba Kaien. Seorang siswa teladan yang cukup populer di kalangan siswi. Seperti yang Orihime katakan, Kaien adalah kekasih impian Rukia. Gadis manis itu sangat mengagumi ketua KK tersebut.
Langkah Kaien terhenti tepat di depan siswi tersebut. Nafasnya sedikit tersenggal karena acara lari kecil dai lorong kelas. "Selamat pagi, Kuchiki, Inoue," sapanya.
"Selamat pagi!" jawab Orihime ceria.
Sementara Rukia? Gadis nerd itu terdiam. Walaupun dia sudah terbiasa dengan kehadiran Kaien di sekitarnya, jantung nya masih tetap bertalu dengan rona merah yang menghiasi pipi pucatnya. "Se-selamat pagi, Kaien-senpai," jawab Rukia tersadar dari lamunannya.
"Wah... seperti biasa, kalian selalu berangkat pagi. Dasar anak rajin!" ujar Kaien. Tangannya mengacak pelan rambut kedua gadis itu.
Berbeda. Ekspresi kedua gadis itu berbeda. Orihime cemberut, sementara Rukia sibuk ber-blushing-ria. "Kau menghancurkan rambutku!" cerucus Orihime. Matannya melirik jahil pada gadis disampingnya. Ah, sepertinya akan ada hal menarik. Pikirnya.
"Kuchiki-chan, kau kenapa? Wajahmu merah. Kau sakit?" tanya Orihime yang langsung meletakkan tangan kanannya pada kening gadis di sampingnya. Wajahnya tampak khawatir—yang Rukia yakini itu palsu.
"Kuchiki, kau sakit?" pertanyaan Kaien sukses membuat wajah Rukia semakin memerah. Antara marah pada Orihime juga malu pada Kaien. Kaien-senpai khawatir padaku? Kaien-senpai?!
"T-tidak. Aku hanya... um... Orihime kita harus segera ke kelas. Sebenter lagi bel." Rukia menggenggam pergelangan tanagan Orihime. "Sampai jumpai, Kaien-senpai," katanya sebelum akhirnya menyeret Orihime yang tampak protes untuk menjauh darinya.
"Bukankah kelas dimulai setengah jam lagi?" gumam Kaien mengangkat bahu heran.
.
Good Mistake
.
"Kuchiki-chan, kau ini apa-apaan? Kenapa menyeretku?" protes Orihime.
Rukia menyentak tangan Orihime yang Ia cengkram tadi. Wajahnya sudah tidak semerah tadi. Tangan kirinya terangkat membetulkan kacamatanya yang melorot karena gerakan berlabihan akibat menyeret gadis berambut karamel tadi kemudian Ia berkacak pinggang. "Kau! Bukankah sudah kubilang jangan menggodaku di depan Kaien-senpai?!"
Alis Orihime terangkat. Bibirnya yang mengerucut kini telah berganti senyuman tanpa dosa andalanya. "Ayolah. Kau sudah menyukaianya sejak lama. Sebentar lagi dia lulus dan kau tidak akan pernah memiliki kesempatan seperti sekarang," Orihime menangkup wajah Rukia dengan tangannya. "Ungkapkan perasaanmu!"
Sudah lama? Suka? Rukia ingat betul pertemuan pertama dengan Kaien. Pertemuan yang tak akan pernah Rukia lupakan. Saat itu...
Flashback
Upacara penerimaan siswa baru Karakura High School. Seluruh murid sudah kembali ke rumah masing-masing kecuali seorang siswi baru. Kuchiki Rukia. Langit yang beranjak gelap tak menyurutkannya bergerak barang semeter dari posisinya saat ini, gerbang utama. Wajahnya mulai panik. Ia tidak pernah pulang sendirian. Dan kemana kakak perempuannya. Sudah enam jam lebih Ia menunggu dan belum ada tanda-tanda kakaknya akan datang.
Ia menghela nafas berat. Sepertinya Ia harus naik bis kali ini. Gegara peraturan siswa baru tidak boleh membawa ponsel, Ia jadi seperti bocah yanhg hilang dari pengawasan orang tuanya. Menyebalkan. Yah, sepertinya kakaknya sedang lembur.
Rukia membetulkan letak kacamatanya lalu beranjak meninggalkan gerbang menuju halte bis. Udara dingin yang menyeruak membuatnya merapatkan jaket di tubuhnya. Gang-gang yang Ia lewati sudah sepi, dan Ia takut sendirian. Beberapa kali Ia tersandung karena matanya yang tidak terlalu baik dalam kegelapan. Semoga saja bis nya belum berangkat.
"Hai anak kecil, apa yang kau lakukan disini? Kemana perginya orang tuamu? Hehe..." ucap seorang preman berkepala plontos yang tiba-tiba muncul di depannya. Karena malam mulai gelap, Rukia tidak bisa betul melihat pakaiannya yang serba hitam itu. Ia hanya yakin bahwa preman itu adalah ancaman yang perlu dijauhi.
"Menjauh dariku!" perintah Rukia yang tentu saja tak didengarkan oleh preman tersebut.
"Jangan galak begitu," preman itu terkikik. "Ayo, kakak antar pulang."
Dengan kasarnya, preman itu mencengkram pergelangan Rukia lalu menyeretnya pergi. Rukia meronta. Ia berusaha melepas cengkraman pada pergelangan tangannya. Rukia berteriak. Mencoba memanggil seseorang yang kelihatannya mustahil mengingat gang ini sangat sepi. "Lepaskan aku! Lepaskan aku—akhhh!" preman itu menampar Rukia keras. Panas, perih berdenyut di sekitar pipinya yang memerah. Kacamatanya terlepas entah kemana.
"Diam kau, sialan!" bentak preman itu. Rukia ketakutan. Tubuhnya gemetar dengan air mata yang terus jatuh dari orb violetnya. Rukia benar-benar takut. Terlalu takut bahkan hanya untuk berteriak meminta bantuan. Ia hanya bisa berteriak dan berdoa dalam hati. Siapa saja, tolong!
BUAGH!
Rukia tersentak. Ia mendongak menatap preman yang tadi di hadapannya telah lenyap tersungkur di jalan. Ia tidak tahu apa yang terjadi. Yang Rukia tahu, Ia segera merunduk, meraba-raba jalan, mencari kacamatanya yang jatuh entah kemana.
"Sialan! Berani sekali kau memukulku, Hah?!" suara preman itu memekik telinga Rukia. Ia segera mencari kacamatanya dan ketika tangan mungilnya menemukannya Ia segera memakainya.
BUAGH.. BUAGH..
"Kyaaa!" Rukia menjerit saat menemukan dua orang yang saling baku hantam di depannya. Pemuda yang menyelamatkannya beberapa kali terjatuh karena pukulan lalu Ia membalas. Entah dari mana, yang pasti preman itu memegang botol yang dasarnya telah pecah lalu menodongkannya pada pemuda penolong itu. Rukia merinding membayangkan sisi botol yang tajam itu menembus kulit penolongnya.
Keduanya saling menyerang hingga pukulan telak mendarat tepat di tengkuk preman itu yang segera jatuh pingsan. Pemuda itu menyeringai. Ia mengusap darah di dekat pipinya karena tergores pecahan kaca tadi.
"Kau baik-baik saja?" tanya pemuda itu mendekati Rukia.
Rukia terpana. Walaupun Ia tidak bisa melihat jelas, Ia tetap bisa mengenali wajah pemuda itu. Ia benar-benar tampan dengan rambut hitamnya yang berantakan. Entah kenapa jantungnya bedetak kelewat cepat. "Kau terluka!" seru Rukia saat melihat luka di wajah pemuda itu.
"Tidak—"
Pemuda itu terdiam ketika Rukia tiba-tiba berjingjit dan menempelkan plester penutup luka dengan corak kepala kelinci di wajahnya. "Terima kasih?" ucap pemuda itu dengan nada bingung dan kaku.
"Seharusnya aku yang berterima kasih karena kau telah menyelamatkanku," ujar Rukia. Ia merasa bersalah karena ada orang yang terluka demi menolong dirinya.
Tiba-tiba tangan pemuda itu menggenggam pergelangan tangannya. Pemuda itu tersenyum lembut padanya yang membuat Rukia terpana. "Kau ingin ke Halte bis kan? Ayo aku antar." Tanpa menunggu persetujuan Rukia, Ia menarik Rukia dan menemaninya berjalan menuju halte bis. Selama perjalanan, Rukia hanya menunduk menatap tangan mereka yang terhubung. Ini pertama kalinya dalam hidup, Rukia mengijinkan seorang pemuda menggenggam tangannya. Penyelamatnya itu membuatnya nyaman dan tidak nyaman sekaligus. Ia merasa aneh. Sangat aneh. Dan saat itulah, Rukia mengenal yang namanya cinta pertama.
Flashback end
Rukia sangat ingat itu. Saat ada pemuda yang menyelamatkannya dan keesokan harinya Ia mengenali ketua KK sebagai pangeran kuda putihnya itu. Karena alasan itu pula Rukia memutuskan bergabung dalam KK.
"Baiklah. Aku akan mengatakannya," ujar Rukia. Ia sudah memutuskan akan mengatakannya pada Kaien. Ia tidak mau menyesal pada akhirnya. Kalaupun Kaien menolaknya, Ia tidak akan menesal. Setidaknya Ia sudah mencoba.
.
Good Mistake
.
Kantor KK tengah dalam keadaan sepi. Hanya ada beberapa orang yang mengisi ruangan tersebut. Salah satunya Rukia. Ia tengah sibuk menyusun daftar kegiatan KK karena ketua tengah pergi izin entah untuk apa. Walaupun posisi Rukia sebagai wakil ketua dan memiliki wewenang langsung meminta anggota lain untuk mengurus tugas itu, tapi Rukia memilih untuk mengerjakannya sendiri. Ia bukan orang yang seenak jidat memerintah sana sini hanya agar pekerjaannya menjadi lebih ringan. Rukia orang yang rajin dan pekerja keras.
Dan dalam KK Rukia terkenal dengan julukan monster mata empat. Ia yang agak pendiam akan langsung berubah ganas begitu melihat suatu pelanggaran terjadi. Bahkan sang ketua KK sendiri memilih diam jika Rukia sudah marah.
"Kuchiki-san, biar aku saja yang menyelesaikan pekerjaan ini," ujar seorang pemuda anggota KK bernama Hanatarou.
"Tidak perlu. Aku bisa mengerjakannya sendiri," jawab Rukia tanpa mengalihkan pandangannya dari lembaran kertas di tangannya.
"Bukan begitu. Hanya saja..." Hanatarou menggantungkan kalimatnya. Ia terlalu takut untuk mengatakannya pada Rukia. Takut kalau-kalau gadis itu tiba-tiba mengamuk di depannya. "...Ada anak berkelahi di lapangan basket," ucapan Hanatarou makin lirih.
Dan benar saja. Rukia langsung terdiam. Tangannya yang sibuk membolak-balik kertas tiba-tiba berhenti bergerak. Dan dalam hitungan detik, gadis itu telah lenyap dari hadapan Hanatarou.
'Untung tidak menggebrak meja,' pikir Hanatarou.
.
Good Mistake
.
"Ayo. Apa hanya segitu kemampuanmu, Nanas?" tanya seorang pemuda bersurai jingga yang tengah berdiri angkuh di depan seorang pemuda lain yang jatuh tersungkur karena pukulannya.
"Cih! Yang benar saja, Jeruk?!" pemuda itu bangkit lalu berbalik menghantam pemuda yang Ia panggil 'Jeruk' itu. Keduannya saling melancarkan pukulan sementara seluruh siswa mengelilingi mereka dan menyoraki agar perkelahian semakin ramai.
"Ayo Kurosaki!"
"Hajar dia, abarai!"
Dan perkelahian benar-benar berlangsuung sangat ramai. Puluhan siswa berdesakan demi melihat dua pemuda tampan saling beradu otot. Dan mobilitas semua orang di tempat itu terhenti seketika saat seorang gadis mungil muncul diantara mereka.
"BERHENTIIIII!" teriak Rukia. Ia melangkah maju menyelip diantara kerumunan dan berada tepat di tengah dua pemuda yang sedang saling menarik kearah lawannya.
"Lepaskan," perintah Rukia, yang bagai seorang budak, kedua pemuda itu menuruti perintah Rukia. Sementara para siswa yang lain lebih memilih bubar dari pada harus mendengaran teriakan keras dari wakil ketua KK. Dan dalam hitungan detik, tempat itu sudah sepi. Hanya ada Rukia dan dua pemuda lainnya.
Rukia menaikan letak kacamata nya lalu menatap tajam pada kedua pemuda yang kini menatap bosan dirinya. Rukia sudah menebak siapa orang yang telah membuat kerusuhan. Siapa lagi kalau bukan si pembuat onar, Kurosaki Ichigo. Pemuda dengan surai seterang mentari ini benar-benar mengganggu pandangan Rukia.
Sementara lawannya bernama Abarai Renji. Pemuda yang penuh tato itu sangat suka bertarung walaupun tidak separah Ichigo.
"Apa yang kalian lakukan?" tanya Rukia memulai interogasinya.
"Itu bukan urusanmu," jawab Renji santai. Sementara Ichigo hanya diam di tempat. Pemuda itu terlalu malas untuk berbicara. Untuk apa? Toh, gadis kerdil galak itu tidak akan menghiraukan jawabannya.
"Itu urusanku karena kalian telah menghancurkan kenyamanan seluruh siswa disini!"
"Oh ya? Menurutku semua orang menikmati pertunjukan kami, bukankah begitu, Jeruk?"
Ichigo menyeringai pada Renji. Mereka berdua memang sering berkelahi, tapi, dibalik itu semua, kedua orang itu sangat akrab. Ichigo menunduk. Menyejajarkan wajahnya dengan wajah Rukia lalu berbisik padanya. "Jangan sok kaku, Pendek!"
Pendek? Satu kalimat tabu untuk Rukia. Gadis mungi itu mengepalkan tangannya erat. Ia benci dikatai pendek apa lagi oleh dua orang yang menurutnya tidak jelas itu. Dan dengan amarah yang meletup-letup, Rukia menghantamkan keningnya ke hidung Ichigo hingga pemuda itu mundur kesakitan.
"Argh... apa yang kau lakukan, Midget?! Kau menghancurkan hidungku!" bentak Ichigo yang sibuk memegangi hidungnya yang berdarah. Sementara Renji? Pemuda itu tengah menahan tawa melihat kondisi frienemynya.
"Pulang sekolah nanti, kalian bersihkan taman belakang. Jangan coba-coba kabur dariku!" putus Rukia tanpa memedulikan kondisi Ichigo dan segera beranjak pergi.
.
Good Mistake
.
"Kuchiki-chan, ayo pulang!" ajak Orihime. Gadis cantik itu merangkul pundak sahabatnya yang tengah sibuk merapikan bukunya.
"Kau pulang duluan. Aku harus mengawasi si 'pembuat onar' membersihkan taman belakang."
"Maksudmu Kurosaki-kun?" Orihime memberi jeda. "Wah, tiada hari tanpa masalah."
Rukia telah selesai memasukan bukunya dalam tas lalu memalingkan wajahnya pada Orihime. Ia membetulkan letak kacamatanya lalu berujar lelah. "Sejak Ishida-san—ketua KK saat ini—mengambil cuti, Kurosaki semakin sering membuat keonaran. Aku lelah harus meladeninya setiap hari," keluh Rukia. Ia bangkit dari posisi duduknya lalu mengalungkan tas nya menyerong di tubuhnya.
"Tapi Kurosaki-kun sangat taaaaampan," ucap Orihime. Pandanganya menerawang jauh membayangkan wajah Kurosaki yang memang mirip dengan orang yang Rukia suka. Shiba Kaien. "Aku bahkan tidak bisa membedakan Shiba-san dengan Kurosaki-kun," sambung nya.
Rukia melirik Orihime tidak suka. Baginya, Kurosaki Ichigo pembuat onar itu sangat tidak pantas dibanding-bandingkan dengan Shiba Kaien, pangeran sekolah. "Kau buta?! Kaien-senpai jaaaaauh lebih tampan dari Kurosaki."
"Tapi mereka itu benar-benar mirip. Kalau Kurosaki-kun memakai topi, aku akan mengenalinya sebagai Shiba-san. Aku heran, bagaimana caramu membedakan mereka?"
"Mudah saja. Kalau yang ada di depanku itu Kaien-senpai, maka jantungku akan berdetak kencang. Ah, betapa tampannya senpai," ucap Rukia lalu memeluk Orihime yang berdiri di sampingnya.
Begitulah tingkah Rukia. Menjadi gadis manis jika membahas Kaien, dan murka ketika membahas sepupu Kaien, Kurosaki Ichigo. Dua orang itu memang memiliki fisik yang serupa, kalau saja rambut Kurosaki Ichigo memiliki warna hitam normal seperti Kaien, Rukia juga tidak akan mampu membedakan keduannya. Caranya membedakan dua orang yang berlainnan itu adalah dengan cara berpakaiannya. Kurosaki Ichigo tidak akan pernah berpakaian rapi.
"Sudahlah. Aku pergi dulu. Sampai jumpa besok."
.
Good Mistake
.
Hiruk pikup siswa Karakura sudah dimulai sejak lima belas menit yang lalu. Para siswa tengah sibuk melakukan kegiatan masing-masing. Ada yang sibuk bergosip-ria ada juga yang sibuk mengcopy-paste tugas temannya. Sementara itu, para KK tengah berjaga di depan gerbang. Siap menerkam para siswa yang kurang disiplin.
Diantara para siswa dengan lebel Komite Kedisiplinan yang melingkar di lengan kanannya, ada seorang gadis dengan aura kelam tengah menatap tajam seorang siswa. Keduanya saling melempar tatapan menantang. Siapa lagi kalau bukan Kuchiki Rukia dengan musuh kelamnya, Kurosaki Ichigo. Sementara anggota yang lain tidak berani mencampuri urusan 'monster mata empat'. Mereka lebih memilih mencari aman dari pada harus berurusan dengan dua orang yang memiliki gelar meyeramkan itu.
"Sudah berapa kali ku katakan? Siswa laki-laki dilarang bertindik, harus memasukan kemejanya, memakai dasi dan bersikap sopan. Kau tidak tuli kan, Kurosaki?" ujar Rukia dengan tangan yang menunjuk tajam tepat di depan wajah Ichigo.
"Dengar ya, Midget. Tidak bisakah kau berhenti belagak hebat di hadapanku? Urusi saja urusanmu. Awas!" ucap Ichigo mendorong tubuh Rukia kesamping agar memberinya ruang untuk pergi.
Tidak terima diperlakukan seperti itu, Rukia berusaha menghadang langkah Ichigo dengan membentangkan tangannya di depan pemuda berlabel preman sekolah itu.
"Kurosaki! Apa menurutmu berkelahi, membuat onar, berpakaian kaucau seperti itu membuatmu terlihat keren, hah? Kau merasa hebat dengan bertingkah rendahan seperti itu?!"
Ichigo menyeringai. Ia sedikit merendahkan tubuhnya, menyejajarkan wajahnya agar bertatapan langsung dengan violet cantik itu. "Kau benar-benar nerd rupanya? Apa kau tidak tahu berapa fangirlku? Atau jangan-jangan kau salah satu dari mereka, hn?" goda Ichigo. Perlahan Ia mencondongkan tubuhnya, mengeliminasi sesenti demi senti jarak di antara mereka dan sukses membuat Rukia merinding dan memilih mundur selangkah. Mencari zona aman dari Kurosaki Ichigo.
"Jangan bercanda. Mana mungkin aku menyukai preman rendahan sepertimu?!" Rukia mengatur kembali wibawa nya. "Kurosaki Ichigo. Istirahat nanti kau bersihkan gudang olah raga. Jangan harap kau bisa kabur karena Kenpaci-sensei yang akan mengawasimu."
Dan begitulah hari-hari menyebalkan Kuchiki Rukia bersama Kurosaki Ichigo.
.
Good Mistake
.
Kepala berbeda warna itu sesekali menyembul dari balik dinding kamar mandi. Keduanya tengah mengamati segerombolan pemuda senior mereka yang tengah asyik bercengkrama. Sayang, pemuda yang ditunggu kedua orang itu belum muncul dari pandangan.
"Ah... aku tidak jadi saja," ujar gadis berkepala hitam legam, Rukia, pada teman disampingnya yang berkepala karamel, Orihime. Gadis itu tampak pucat saat melihat jumlah gerombolan itu. Mereka semua adalah teman-teman Shiba Kaien. Dan itu semua cukup untuk membuat seorang Kuchiki Rukia gugup bukan main.
"Ayolah, Kuchiki-chan. Kau hanya perlu menyerahkan surat itu padanya," bujuk Orihime menyemangati.
Dengan ragu, amethyst itu menatap sebuah amplop berwarna hijau di tangan kirinya. Amplop berisi surat ajakan kencan yang Rukia tulis dengan penuh perjuangan. Rukia tahu bahwa Ia bukan satu-satunya dan yang pertama membuat surat seperti ini untuk Kaien. Banyak gadis-gadis yang telah melakukan hal serupa dengan Rukia dan berakhir dengan penolakan. Dan dengan rasa pesimistik yang tinggi, Rukia merasa bahwa Ia akan menjadi salah satu gadis yang ditolak oleh Shiba Kaien.
"Aku tidak yakin in akan berhasil. Bagaimana jika Ia menolakku di depan teman-temannya? Ini pasti akan memalukan..." keluh Rukia.
"Ck... kemana perginya 'monster mata empat' yanng disegani seluruh siswa di Karakura High School ini? Kau sudah susah payah menulisnya dan kau mau menyerah begitu saja?"
Rukia terdiam. Ia renungi kata-kata sahabatnya itu lalu mengangguk membuat keputusan. Rukia sudah memilih akan mengatakannya. Tidak peduli bagaimana hasilnya nanti, Ia akan memberikan surat ini padanya. Setidaknya mencoba lebih baik dari pada tidak sama sekali.
"Eh... Kaien-senpai datang!" seru Orihime.
Rukia yang mendengar itu mengalihkan matanya pada seorang pemuda dengan jaket hitam yang sangat Rukia kenali. Jaket KK yang selalu Kaien kenakan. Rukia tidak bisa melihat wajahnya karena terhalang tudung yang Kaien pakai. Satu hal pasti, begitu pemuda itu datang, teman-temanya tersenyum ramah menyambut kehadirannya.
Jantung Rukia berdetak kelewat kencang. Keringat bercucuran. Dan dengan satu tekat, Ia memutuskan keluar dari tempat persembunyiannya dan berjalan mendekati kerumunan tersebut. Sesekali Ia melirik Orihime yang menyemangatinya dari jauh. Gadis pendek itu membetulkan kaca matanya dan menggenggam erat surat di tangannya.
Dengan segenap keberaniannya, Rukia menyapa kerumunan itu sementara kepalanya menunduk tidak berani menatap wajah orang-orang di sana. Ia berdiri tepat di depan pemuda itu lalu memberikan amplop kecil itu padanya tanpa mengalihkan pandangannya dari lantai. "Ini untuk senpai." Ucapan Rukia sontak menjadi bahan omongan pemuda-pemuda lainnya. Gin—pemuda dengan tapang rubah—yang sedari tadi tersenyum bahkan terperangah takjub dengan tindakan Rukia.
"Untukku?" tanya pemuda itu.
Rukia mengangguk sebagai jawaban. Wajahnya sudah semerah strawberry kesukaannya apa lagi saat pemuda itu menerimanya dan Gin mulai angkat bicara. "Wah, kau sangat mengejutkan, Kuchiki."
Rukia semakin malu dan ketika pemuda itu menerima suratnya, Rukia berojigi pada mereka semua lalu segera pergi meninggalkan kerumunan yang tengah riuh itu. Ia kembali menuju tempat Orihime tadi bersembunyi. Wajahnya masih merah dengan nafas yang terputus-putus karena berlari. Ia melepaskan kacamatanya lalu berujar kaku. "A-aku malu sekali."
"Kuchiki-chan, kau berhasil," ujar Orihime menampilkan senyum terbaiknya.
.
Good Mistake
.
Hangatnya mentari pagi membuat langkah Rukia lebih bersemangat dari sebelumnya. Hari ini adalah hari dimana telah Ia tulis di surat waktu itu. Hari dimana dia akan berkencan dengan Shiba Kaien—kalau pemuda itu menerima ajakannya.
Suhu yang dingin membuatnya mengenakan sweater warna putih dengan syal pink hasil rajutannya sendiri. Untuk bawahan, Rukia mengenakan rok pendek dengan sepatu flat favoritnya. Rambutnya Ia jepit dengan penjepit rambut berbentuk sakura. Tak lupa, kacamata lebar yang menggantung nyaman di hidung kecilnya. Ia sangat menantikan hari ini.
Sesampainya digerbang Karakura Land, Rukia berhenti sejenak. Ia merasa gugup. Pipinya memerah membayangkan kencan yang menyenangkan dengan Kaien-senpai. Tapi di sisi lain, Ia takut pemuda itu tidak datang dan membuat dirinya kecewa.
Dengan sabar, Rukia berdiri di sana sendirian. Mengamati orang-orang yang berlalu-lalang. Sesekali Ia memandangi kakinnya yang bergerak-gerak kekanan-kiri mengisi kekosongan waktu. Beberapa menit berlalu dan belum ada tanda-tanda pemuda yang Ia tunggu datang. Hal itu membuat Rukia pesimis. Sepertinya, pemuda itu tidak akan datang. Ayolah Rukia. Kau pikir Kaien-senpai mau berkencan dengan gadis nerd seperti dirimu? Ucap nya pada diri sendiri.
Dan ketika Rukia memutuskan untuk berjongkok karena lelah berdiri sedari tadi, seorang pemuda jakung menghampirinya. "Lama menunggu?"
Mata Rukia melebar. Ia mengamati pemuda yang berdiri tepat di depannya dari bawah perlahan ke atas. Senyumnya merekah karena Kaien-senpai datang menerima ajakan ken—tunggu! Sejak kapan Kaien-senpai memiliki rambut berantakan, memakai kemeja yang tidak rapi dan yang paling penting, kenapa rambut hitamnya berubah jingga? DILIHAT DARI MANAPUN, DIA INI KUROSAKI ICHIGO.
"APA YANG KAU LAKUKAN DI SINI?!" teriak Rukia tidak percaya. Ia langsung berdiri. Mengedipkan matanya beberapa kali bahkan Ia sampai mengusap-usap kacamatanya. Rukia tidak salah lihat. Pemuda itu benar-benar si pembuat onar, Kurosaki Ichigo. Bukan pemuda mempesona Shiba Kaien.
"Hei, Midget. Kau yang mengajakku kesini. Kau tidak ingat dengan surat ini?" Ichigo memamerkan surat yang Rukia tulis.
Rukia terperangah tidak percaya. Bagaimana mungkin surat itu ada pada Ichigo. Apa Kaien-senpai tidak mau menerima ajakan kencannya dan memilih memberikan surat itu pada sepupunya? Tidak! Kaien-senpai tidak mungkin melakukan itu. Lalu bagaimana bisa? "Bagaimana bisa surat itu sampai pada mu?"
Ichigo mengangkat alisnya heran. "Dua hari yang lalu. Kau menghampiriku. Memberikan surat ini. Lalu pergi. Dan sekarang aku disini. Selesai." Terang Ichigo.
Tunggu. Pemuda itu Ichigo? Pemuda yang menerima suratnya itu Kurosaki Ichigo bukan Shiba Kaien. Bagaimana mungkin Rukia tidak mengenalinya? Lagipula kenapa waktu itu Ichigo berkumpul dengan Gin-senpai dan lainnya?
"Ternyata aku benar," Ichigo merendahkan tubuhnya. "Nona Kuchiki ternyata menyukaiku, hn?!" ucap Ichigo dengan senyum di wajahnya.
Tersenyum. Kurosaki Ichigo tersenyum padanya. Bukan seringai ataupun senyum meremehkan. Itu adalah senyum tulus yang berhasil membuat Rukia lupa cara bernafas. Ini benar-benar aneh. Rukia seperti ini hanya jika bersama Kaien-senpai. Lalu kenapa jantungnya berdetak kencang?
"Ayo!" Ichigo menggenggam pergelangan tangan Rukia. "Kita kencan."
Dan kalimat itu berhasil membuat Rukia terperangah. Ia akan berkencan dengan orang yang salah. Kencan pertamanya dengan KUROSAKI? TIDAAAAAK!
.
Good Mistake
.
To Be Continoue
.
Salam. Setelah sekian lama tidak menulis, akhirnya aku punya ide juga. Terima kasih untuk para senpai yang telah menberi kritik yang sangaaaaaaat membantu sekali. Sekali lagi terima kasih.
Fic ini terinspirasi dari sebuah komik karya Shiraishi Yuki. Sebenarnya beda banget sih dari komiknya tapi moga-moga bisa bagus kaya cerita di komik.
Mohon review nya :D
