LOVE AT BAKERY
Chapter 1
Pagi itu terasa berbeda. Ya, hari ini ia akan pindah ke kota yang tiap harinya tidak pernah tidak sibuk. Ia yang dimaksud adalah Ran. Lengkapnya Ran Mouri. Gadis itu bukan seperti gadis umur 17 tahun lainnya yang memiliki banyak impian. Dia hanya gadis sederhana dengan mimpinya yang sederhana.
Ran segera bersiap dan turun menuruni tangga rumahnya. Sudah saatnya ia meninggalkan rumah ini. Rumah yang menemaninya selama 17 tahun terakhir. Dari bawah terdengar seseorang menyerukan namanya.
"Ran! Kau sudah siap?" seru seseorang.
"Ya!" balas Ran.
Ran mengunci pintu rumah tersebut. Dititipkannya kunci itu pada tetangganya. Ran dan Kazuha berjalan menuju stasiun. Mereka bisa terlambat jika tidak berlari.
Sesampainya di stasiun, Ran tidak langsung naik kereta. Dia berhenti di sebuah kios yang menjual majalah. Kazuha yang dari tadi mengomel karena takut sahabatnya ini ketinggalan kereta, akhirnya geram dan nekat membawa koper dan tas Ran ke dalam kereta.
"Apa-apaan kau? Kereta sudah mau berangkat tapi kau masih bisa beli majalah." omel Kazuha.
"Hahaha. Sebenarnya, kenapa kau yang takut? Kan' aku yang berangkat."
"Kau tahu, aku tidak suka terlambat. Lagipula, aku kaget waktu mendengar kalau kau tiba-tiba memutuskan untuk pindah ke Tokyo. Bukankan di Sapporo jauh lebih baik?"
Ran mendengus. "Ya. Aku tahu. Tapi, entah kenapa, aku merasa kalau aku pindah ke Tokyo, maka jalanku akan lebih baik. Lagipula disana ada sebuah bakery yang sudah lama kuincar. Aku membeli majalah tadi supaya aku bisa melihat produk baru apa yang sekarang diincar orang dari bakery incaranku itu."
"Bakery…" Kazuha menerawang. "Kenapa tidak bekerja di kantor atau di supermarket atau membuka usaha sendiri? Aku tidak mengerti denganmu. Bagaimana kalu kau tidak diterima di bakery incaranmu itu?"
"Dengar, aku bukan anak kecil lagi. Aku tahu hidup dengan bekerja seperti yang kau katakann lebih baik. Tapi, aku sudah lama menentukan ini dan aku harus menjalaninya. Aku bukan Kazuha yang ngotot, banyak omel tapi baik ini." Ran tertawa kecil. "Kalau tidak diterima, ya aku cari yang lain."
"Huh. Oya, kenapa kau menintipkan kunci rumahmu pada nenek itu. Kau bisa menitipkan padaku."
"Aku tidak mau membuatmu repot bolak-balik hanya untuk melihat keadaan rumahku. Tapi, kalau kau mau, ambil saja pada nenek itu. Eh, gawat! Kazu, keretanya mau berangkat."
"Waa! Iya. Baiklah, jaga diri baik-baik ya. Jangn lupa kirim e-mail padaku!"
"Jangan bertengkar terus dengan Heiji ya!" Ran melambaikan tangannya. Dan saat itu juga, sosok Kazuha hilang digantikan dengan deretan toko dan gedung-gedung Sapporo.
Ran POV
"Glek! Inikah Tokyo? Ya Tuhan aku baru pertama kali kesini. Aduh, bagaimana ini?"
Aku sangat bingung begitu aku tiba di stasiun Tokyo. Aku sempat berpikir lama di ruang tunggu kedatangan. Kemana aku harus pergi? Tiba-tiba, aku ingat selebaran yang diberikan Kazuha semalam. Kalau tidak salah, itu seperti promosi apartemen. Kuaduk isi tasku. Berusaha menemukan selebaran berwarna biru yang diberikan Kazu.
"Semoga tidak tinggal…"
Ah! Dapat! Aku tidak membaca secara jelas tadi malam soalnya Kazu terus menerus menyuruhku mendengarkan ceritanya. Ketika dia pulang, aku lupa karena hari itu aku benar-benar lelah karena seharian megepak barang dan membereskan ruang tamu makanya aku langsung tertidur.
"Sepertinya tidak begitu jauh dari stasiun ini." kataku. Aku keluar dan langsung menaiki taksi yang berderet di sepanjang jalan keluar stasiun ini. Setelah bilang tujuanku pada sang supir, aku mengubah posisi duduk sedikit agar aku bisa bersender pada sisi pinggir jendela.
Aku tiba di sebuah apartemen yang ada di brosur itu. Apartemennya lumayan. Harganya juga tidak bikin kaget Tidak buruk juga tidak mewah. Sama persis yang ada di brosur. Apartemennya mempunya tiga tingkat dan lebar. Seperti sekolahan kecil, pikirku. Kamarnya ada 36. Aku melihat kanan-kiri. Dimana aku bisa konsultasi untuk tinggal di apartemen ini? Officialnya saja tidak tahu. Aku mendengus.
"Kau baru disini?"
Hah? Aku berbalik ke belakang. Siapa orang ini ? Agen apartemen inikah.
"Kau butuh tempat tinggal? Kau ingin tinggal disini?" katanya sekali lagi.
"A, Anu. Aku butuh tempat tinggal. Anda pemilik apartemen ini?" Gawat, sekarang pasti mukaku seperti orang bodoh.
Orang itu tersenyum. "Ah, ini punya ayahku. Kalau kau ingin tinggal disini, ayo ikut aku kedalam."
Aku mengikuti orang asing ini masuk ke satu kamar di apartemen ini. Dia mempersilakanku duduk.
"Baiklah. Pertama, siapa namamu?"
Aku baru sadar kalau orang ini cantik sekali. Rambutnya yang pendek bergelombang. Warna rambutnya yang tidak hitam, cokelat. Lekukan wajah dan matanya. Sesaat aku berpikir kalau orang ini campuran.
"Aku Ran. Ran Mouri. Aku baru saja pindah dari Sapporo."
Orang itu sedikit terkejut saat aku mengatakan 'Sapporo'.
"Oh.." orang itu kemudian tersenyum. "Aku Ai Haibara. Panggil saja Ai. Oya, kalau ingin tinggal apartemen disini, seharusnya kau memesannya dulu."
"Maaf, tapi karena aku baru disini, aku tidak tahu bagaimana cara memesannya." kataku membela diri.
"Di dekat stasiun Tokyo ada deretan kios. Disana ada agen khusus apartemen. Kau bisa menanyakan dan berkonsultasi disana." Orang itu, eh maksudku Ai, mengeluarkan secarik kertas.
Aku tidak tahu apa yang dia tulis tapi sepertinya negosiasi ini berakhir. Ai menyerahkan selembar kertas itu padaku. Dia bilang mulai sekarang aku bisa tinggal di apartemen ini.
Esoknya.
Aku pergi pagi-pagi sekali. Di luar sangat dingin. Sambil membawa tas dan majalah yang kubeli dia kios stasiun Sapporo kemarin aku berjalan menuju bakery yang kuincar. Aku mengerti kenapa orang-orang Tokyo berangkat harus pagi-pagi sekali. Jam segini saja sudah mulai ramai.
Oh! Itu dia bakery-nya. Ya ampun, lucu sekali tempatnya. Bakery kecil tapi tidak terlalu kecil yang dihiasi ornamen-ornamen roti. Lalu ada papan tulis kapur tempat menulis roti special di bakery ini. Bau rotinya tercium sampai kesini.
Pintu bakery itu dibuka. Seseorang keluar membawa sesuatu. Ia menuliskan sesuatu di papan tulis itu. Ini kesempatan, aku harus bicara dengan orang itu.
"Permisi, bisakah aku bicara denganmu?"
Orang itu tidak berbalik menghadapku. Oh, mungkin tidak kedengaran.
"Hei, bisakah kau…"
"Hum?"
Ya Tuhan. Gantengnya! Mungkinkah orang yang punya bakery ini? Tidak mungkin!
"Apa-apaan kau?" katanya terlihat kebingungan melihatku.
Baiklah, sekaranglah kesempatanku. "Um, aku ingin bekerja di bakery ini. Aku jatuh hati begitu melihat bakery ini disebuah majalah. Aku mohon, bolehkah…bolehkah… bolehkah aku bekerja disini? Maksudku,"
"Ayo masuk…"
Loh? Boleh ya? Aku masuk begitu orang ini masuk. Waaah.. Begitu masuk kedalam, aroma dari segala roti tercium menjadi satu.
"Kelihatannya enak roti-roti yang ada disini." kataku sambil menoleh cowok ganteng ini.
Dia menoleh dan tersenyum padaku. Ya ampun. Bisa kubayangkan mukaku merah meihat reaksinya itu.
"Loh Shin? Siapa itu?" tanya seorang cewek berbando.
"Wah, ada anggota baru ya? Cantik sekali." kata seorang cewek berambut panjang. Rambutnya hampir sama denganku, tapi kelihatan sedikit berantakan.
"Hei, siapa anak ini?" kali ini seorang cowok yang sangat mirip dengan orang ada disampingku ini. Kalau tidak salah, salah satu dari mereka memanggilnya 'Shin'?
"Hei siapa namamu?" tanya cewek berbando itu padaku. "Namaku Sonoko." Kemudian ia tersenyum.
"Aku, Aku Ran Mouri. Senang bisa berkenalan dengan kalian." kataku gugup.
"Namaku Aoko. Yang lagi memanggang roti itu Kaito." orang yang disebut menoleh padaku melambaikan tangan. "Dan orang yang membawa kamu ke dalam adalah Shinichi."
"Hei, hei. Sudah ah. Perkenalannya nanti saja. Sebentar lagi toko mau buka. Sebaiknya kalian segera bersiap."
"Ya Bos!" kata mereka bertiga serempak.
"Dan kau, Ran Mouri. Kau segera ganti pakaian. Kau bertugas di bagian kasir sana. Cepatlah."
Eh, secepat ini? Aku bahkan belum memberikan surat lamaran pekerjaan. Aku juga tidak tahu apa saja yang ada di toko ini.
"Kau mau atau tidak?"
"I, Iya."
Wah, seragamnya lucu. Simple. Baju putih berkancing besar dan lengan panjang, serbet hitam pendek, dan dasi kotak-kotak biru. Lengannya terlalu panjang jadi kugulung saja. Serbetnya pendek sekali, untung aku bawa celana pendek.
Setelah siap, aku keluar dari kamar ganti. Saat membuka pintu, orang bernama Shinichi itu sudah berdiri di depanku.
"Kau sudah siap? Di meja kasir ada Sonoko. Dia yang akan mengajarimu membungkus roti dan segala macam."
Benar katanya. Ada Sonoko disana. Ia sedang membungkus pesanan. Ah, aku harus membatunya.
"Uh..oh! Ran! Kau bisa membantuku? Tolong bungkuskan roti-roti itu. Yang cepat ya. Soalnya rata-rata pembeli disini buru-buru."
Dan sepertinya pekerjaanku tidak sebagai kasir saja.
"Ingat! Harga tiap roti berbeda. Jangan sampai salah."
"Hei, tolong bersihkan piring kotor yang ada di dapur. Habis itu, kau kembali membantu Sonoko."
Orang ini. Meskipun ganteng, seenaknya saja menyuruhku membantu ini, membersihkan itu. Aku tidak kebayang kalau kerja di bakery ternyata sulit.
19.00
Berkat cowok bernama Shinichi itu, sampai sekarang aku harus menyelesaikan piring kotor yang menumpuk. Ini juga gara-gara tadi pembeli banyak sekali yang datang.
Setelah merapikan piring dan keperluan di dapur. Aku langsung menuju kamar ganti. Capeknya… Aku mengerti kenapa Kazu ngotot tidak setuju aku kerja di bakery. Aku membuka ponselku. Ah! e-mail dari Kazuha. Hem, sepertinya besok saja aku membalasnya.
"Loh disini rupanya. Bagaimana? Kau lelah? Maaf ya…" kata Aoko.
"Terima kasih, Ran. Tadi kau sudah membantuku." kata Sonoko sambil merapikan rambutnya.
"Ah, iya. Hey, apa kalian semua seumuran?"
Mereka berdua diam menatapku. Lalu mereka tertawa. Ha? Memangnya ada yang salah?
"Ya. Kami semua seumur. Bulan depan Kaito yang akan bertambah umur. Kau sendiri?"
"Hee. Aku tahun ini 17."
"Wah, kebetulan sekali. Kami juga. Bulan kemarin Shin yang ultah. Karena itu, jam tutup toko sempat dipercepat."
Hoo. Jadi orang menyebalkan itu baru ultah bulan lalu.
"Tapi, kenapa wajah Kaito-kun dan Shinichi-kun mirip? Apa mereka saudara?"
"Ya. Mereka saudara. Bisa dibilang kembar. Kalau orang yang baru lihat, mungkin sulit membedakan. Tapi pembedanya adalah rambut mereka."
"Shin orangnya rapi, begitu sih kata para cewek penggemarnya yang sering datang ke bakery ini" lanjut Sonoko. "Tapi biar begitu, Shin itu sama seperti cowok 17 tahun lainnya. Shin juga orangnya dingin. Kalau ada orang yang baru dikenalnya, dia bersikap seperti tidak peduli dengan orang itu."
Tidak…peduli?
"Berbeda dengan kaito. Dia jahil tapi juga menyenangkan. Kaito tidak dingin terhadap cewek seperti Shin. Makanya dia sering dimarahi Aoko." ledek Sonoko. Aoko hanya diam dan mukanya seperti udang rebus. "Rambutnya berantakan seperti Aoko."
"Apaan sih!" seru Aoko malu. "Kau juga. Pura-pura tidak cemburu kalo Makoto-san dikerumuni cewek penggemarnya."
"Sssstt!"
Malam itu, untuk pertama kalinya aku mempunyai teman baru selain Kazu. Kami bertiga tertawa bersama. Entah kenapa, seakan sudah mengenal lama.
XXXXXXX
Gawat! Hujannya deras sekali. Gara-gara Sonoko dan Aoko, kami dimarahi Shinichi. Dan imbasnya, aku jadi pulang telat karena disuruh oleh orang menyebalkan itu merapikan keranjang roti. Uhg~ perutku lapar. Bagaimana ini? Apa masih ada sisa roti di dapur?
Tuk…tuk…tuk…
"Kau lapar?"
Eh? Siapa?
Nah, segitu dulu aja ya readers. Maaf banget kalo gaje, abal, pendek, dan teman-temannya itu. Yah, alasan yang banyak dipake karena Feen masih sangat-sangat baru.
Kalau gak keberatan mohon di reviews. Saran dan kritik sangat membantu Feen untuk nulis yang lebih baik lagi. Chapter 2 akan update dan diusahain update karena cerita selanjutnya akan banyak perbaikan.
Sekali lagi, mohon di review ya readers :)
