"His Butler, The Contract is Fullfiled"

Kuroshitsuji (Black Butler) © Yana Toboso

Pair : Sebastian x Ciel

Warning : Shounen-ai

.

.

Story by : Black Jjajangmyeon

.


"Dendamku sudah terbalaskan, janji adalah janji.

Kau bisa ambil jiwaku sekarang Sebastian…"

Srek!

Cahaya matahari pagi dari jendela memenuhi kamar Ciel. Dalam pejam matanya, Ciel bisa melihat bahwa ini sudah pagi.

"Waktunya bangun Tuan muda. Untuk sarapan pagi ini ada tuna lemon dengan daun parsley. Sebagai pelengkap,kami memiliki sup kacang merah dan roti panggang dengan taburan keju mozzarella di atasnya. Apa anda menginginkan teh hijau untuk pagi ini tuan muda?"

Ciel Phantomive menggosok matanya sembari bangkit dari tidurnya. Dilihatnya Sebastian sedang menyiapkan sarapan pagi di meja dekat jendela. "Ya, buatkan aku teh hijau."

Tanpa menoleh, tangan Sebastian yang terbungkus sarung tangan putih itu mengambil segenggam teh hijau, lalu menyeduhnya dengan air hangat yang sudah ia siapkan sebelumnya. Beberapa detik kemudian, daun teh telah larut dalam air panas. Dengan segera Sebastian membawakan secangkir teh ke hadapan Ciel yang sedang duduk diujung kasurnya.

"Apa jadwal hari ini Sebastian?" Tanyanya tenang sembari mengambil cangkir teh dari tangan Sebastian, lalu meminummnya. Sebastian membuka piyama Ciel. Sembari menggantinya, Sebastian menjawab

"Jadwal anda hari Ini adalah belajar hingga pukul 12.00, dilanjutkan dengan bertemu Lady Elizabeth. Hanya itu jadwal anda hari ini." Ciel mengangguk pelan. Setidaknya hari ini bukan hari yang melelahkan seperti hari-hari biasanya. Ciel lantas menghabiskan tehnya lalu meletakkan cangkir kosongnya di meja lampu dekatnya. Ia telah berpakaian lengkap, Kini ia melihat pada Sebastian yang sedang memasangkan sepatunya. Ikatan terakhir, lalu Sebastian beranjak sembari mengambil cangkir kosong di meja lampu.

"Jika anda telah menyelesaikan sarapan anda. Saya menunggu anda di ruang belajar. Saya mohon diri untuk pergi ke dapur," Sahut Sebastian sembari menekuk 45 derajat tubuhnya. Ciel hanya sedikit mengangguk dan Sebastian pergi meninggalkan kamar Ciel.

Dalam diamnya, Ciel menghela nafas. Dendamnya telah terbalaskan. Pembunuh kedua orang tuanya telah musnah. Tujuannya telah terpenuhi, namun hingga detik ini ia masih hidup. Maksudnya… mengapa Sebastian tak lantas mengambil jiwanya? Bukankah seperti itu perjanjiannya? Aahh.. masa bodoh dengan jiwanya! Hidup atau mati, sama saja membosankan.

Ciel mengambil cincin birunya dan melingkarkannya di jempol tangan kiri. Ia lalu berjalan keluar kamarnya menuju ruang belajar. Ia harap Sebastian belum ada disana, ingin rasanya sesekali menghukum keterlambatan Sebastian. Meski hingga saat ini Sebastian selalu tepat waktu -_-

Ciel memutar knop pintu, dan dibukanya pintu ruang belajar. "Sial!"

Ia melihat Sebastian, butler dengan tubuh tinggi itu sudah duduk di meja menghadap pintu tempat Ciel datang. Mengenakan kacamata dengan rambut hitam yang jatuh, sungguh berkarisma.

"Akhirnya kau datang juga, aku harap kau sudah siap untuk belajar," Sambut Sebastian sambil bangkit dari duduknya dan menarik kursi untuk Ciel duduki. Ciel hanya berjalan dengan wajah datarnya menuju bangkunya. Dalam hati ia menggerutu,

"Kenapa dia harus datang tepat waktu?"

Beberapa saat setelah Ciel duduk, Sebastian memulai pelajarannya. Ia mengambil buku tebal dan mulai menulis di papan tulis. Kali ini Ciel belajar matematika. Yaa.. Pelajaran yang tak pernah ia sukai. Ciel hanya diam, ia memperhatikan cara Sebastian menjelaskan, namun pikirannya memikirkan hal lain-bukan matematika- sekitar 2 jam sudah Sebastian menerangkan mengenai pelajaran matematika, namun tampaknya Ciel benar-benar tak menangkap satupun pelajaran.

"Apakah ada yang ingin anda tanyakan mengenai ini Tuan Muda?"

Ciel terbangun dari pikiran lainnya, mata kiri Ciel yang tak tertutup eyepatch melihat pada Sebastian yang rupanya sudah berada tepat di hadapan wajahnya~Ia sedikit kaget. Ciel hanya terdiam hingga Sebastian mengulang lagi pertanyaannya

"Apakah ada yang ingin anda tanyakan mengenai ini Tuan Muda?"

Ciel menjauhkan wajahnya dari wajah Sebastian, ini terlalu dekat. Entah mengapa, tapi dekatnya wajah mereka membuat jantung Ciel sedikit berdebar–debar. Tunggu! Ini bukan berarti Ciel jatuh dalam pesona sang butler, hanya saja… hanya saja … Ah! Ciel pun tak tahu mengapa ia berdebar–debar.

Ruangan belajar hening. Keheningan ini membuat perasaan Ciel semakin tak karuan. Belum lagi cara Sebastian menatapnya. Ciel harap wajahnya tidak menjadi merah saat ini. Ciel menarik nafas~ ia berusaha memecah keheningan.

"Sebastian, aku ingin menanyakan sesuatu,"

Sebastian menjauhkan wajahnya, "Apakah itu tuan muda?"

"Kenapa… aku masih hidup hingga saat ini?" Ciel bertanya sembari mencoba mengatur emosinya yang sempat tak karuan.

Sebastian menaruh buku yang ada di tangannya ke meja belajar Ciel. Sebastian membuka kacamata yang menghalangi matanya, menatap mata biru Ciel, dan kembali mendekatkan wajahnya pada wajah Ciel yang sudah tepat membantur sandaran kursi karena ia mencoba menjauh. Kedua tangan Sebastian meraih wajah Ciel dan sedikit menariknya agar wajah mereka bisa saling berdekatan. Tangan Ciel meremas kain celananya sendiri. Hatinya tak karuan. Pupil matanya membesar. Kenapa seperti ini?

Sebastian tersenyum, "Kau masih hidup hingga detik ini karena…"

Kring! Kring! Kring!

Sebastian menghentikan perkataannya. Melepaskan tangannya dari wajah Ciel dan berdiri menjauhkan wajahnya dari Ciel.

"Waktunya bertemu Lady Elizabeth, Tuan Muda,"

Ciel tak bisa melepaskan pandangannya dari Sebastian. Matanya masih menunjukan bahwa ia kaget dengan apa yang tadi Sebastian lakukan padanya. Dengan terbata – bata Ciel membuka mulutnya.

"A…a-apa yang membuatku tetap hidup?"

Sebastian hanya tersenyum sambil mengulurkan tangannya pada Ciel "Lady Elizabeth mungkin sudah menunggu di bawah,"

"Sebastian! Lanjutkan jawabanmu tadi!" kali ini Ciel bangkit dari bangkunya dan berjalan ke hadapan Sebastian dengan sedikit kesal.

Dan lagi-lagi Sebastian hanya tersenyum, "Akan saya lanjutkan nanti," Ia mengusap pelan rambut Ciel. Ciel terbelalak. Butler-nya, mengusap puncak kepalanya?

"Apa yang kaulakukan?! " Ciel menepis tangan Sebastian lalu merapihkan rambunya. Ia terlihat kesal.

"Maaf Tuan Muda. Tapi tampaknya saya harus menggendong anda menuju ruang tamu." Sebastian lalu menggendong tubuh kecil Tuan Mudanya yang terus menggerutu dengan bride style.

.

To Be continued?


A/N : Hoy hoy hoy! Ini fanfic saya yang pertama (dan gak berharap yang terakhir) Saya bikin ini malem-malem setelah nonton Kuroshitsuji yang ambigunya banyak banget. Saya bikin fanfic ini sampe mules-mules, jadi terima kasih bagi yang sudah baca sampai akhir ya *wink*

Akhir kata,

Review please? XD