Map merah disodorkan di atas meja panjang. Lampu gantung menjadi satu-satunya benda yang menerangi tempat itu. Keempat orang dengan surai pelangi—biru tua, kuning, merah muda, merah-hitam—duduk berjejer mendengarkan si surai lumut yang memimpin operasi kali ini.
"Namanya Akashi Tetsuya," manik zambrudnya memandangi para lawan satu persatu. "Umur satu setengah tahun, jenis kelamin laki-laki. Anak dari bos yakuza, Akashi Seijuurou."
Momoi Satsuki, satu-satunya gadis yang ada di ruangan itu membuka isi map. Foto berwarna ukuran 4R ia ambil kemudian dipandanginya secara menyeluruh. Alisnya bertaut bingung dengan isi gambar tersebut.
"Ano… Midorin," ia mengangkat tangan hendak untuk mengajukan pertanyaan. Midorima menoleh ke sumber suara. "Apa ini fotonya Akashi Tetsuya?" tanyanya agak ragu.
"Iya. Memangnya ada apa nanodayo?" sang pemuda hijau membenarkan letak kacamatanya.
Momoi mengangkat foto yang dimaksud tinggi-tinggi. Membaliknya agar Midorima bisa melihatnya dengan jelas. "Tapi ini fotonya Takao-kun." ucapnya polos.
Kagami, Aomine, serta Kise menutup mulut mereka guna menahan tawa.
Wajah Midorima bersemu merah. Entah karena malu atau marah. Bodohnya ia sampai ceroboh seperti itu.
Lembaran foto diambil kasar lalu di ganti dengan yang benar.
"Oh… ini toh Akashi Tetsuya… kawaii!" ucap Momoi.
"Mana? Mana ssu? Aku juga mau lihat Momoicchi!" Kise langsung mencondongkan dirinya ke arah Momoi agar bisa melihat foto tersebut dengan jelas.
"KAWAIIIII!" Teriaknya heboh.
Kagami serta Aomine pun mencuri pandang sesaat.
Imut juga. Jiwa pedo Aomine mulai menguar keluar.
"Ehem. Kita masih di dalam rapat nanodayo. Mohon perhatiannya sebentar." ujar Midorima.
"Wah… Midorimacchi ingin diperhatikan oleh kita ssu? Terus Takaocchi bagaimana? Selingkuh itu tidak baik, Midorimacchi" sahut Kise seenaknya.
Ujung dahi Midorima berkedut kesal. Ia maju mendekati lawannya itu. Lembaran dokumen yang ada di tangannya di gulung asal lalu,
PLAK!
"Ittai Midorimacchi!" si pirang mengusap pucuk kepalanya yang menjadi target pemukulan.
Seolah mengabaikan protesan sang korban yang kesakitan seraya mengeluarkan jurus air mata buayanya, Midorima kembali ke posisi.
"Baik kita lanjutkan, Jadi operasi kita kali ini adalah—" Ia kembali menatap para kawannya dengan serius.
"—Menculik Akashi Tetsuya."
.
.
Tetsuya's Days Out!
Kuroko no Basuke belong to Fujimaki Tadotoshi, but this fic belong to me~ xD
GoMxBaby!Kuro
WARN : TYPO(s), OOC, GARING, GAJE, DAN SEBANGSANYA~
Dipersembahkan untuk seseorang yang tengah sibuk berkutat dengan skrip(SHIT)nya,
#Challenge4Us #FuriShirogane
Happy Reading~
.
.
Dering ponsel membuat Seijuurou menghentikan aktivitasnya sejenak. Sesaat sebelum menekan tombol terima, ia memijat kecil pelipisnya demi mengusir penat.
"Ada apa Chihiro?"
"Akashi, aku sudah memesan tiket pesawatmu. Lusa, penerbangan pagi." Jawab sang sekretaris, Mayuzumi Chihiro dari seberang sana dengan nada datar.
"Baiklah," Tangan Seijuurou meraih lembaran dokumen yang ada di atas mejanya. "Bagaimana dengan babysitter yang akan mengurus Tetsuya nanti. Kau sudah dapat?"
Hening sejenak, "Aku sudah survey ke beberapa yayasan penyedia pembantu rumah tangga. Kau mau apa? Perawan atau perempuan yang berpengalaman?"
Ujung alis si merah berkedut kesal. "Aku menyuruhmu untuk mencari babysitter. Bukan pasangan hidup untukku!" ucapnya tajam.
Terdengar hembusan napas panjang. "Iya memang," di seberang sana, Mayuzumi merotasi kedua manik kelabunya. "Kau maunya yang mana? Yang muda atau yang berpengalaman? Dan ahh, apa kau menginginkanku untuk mencari yang pria saja? Di sini juga banyak pria muda ataupun yang berpengalaman."
"Mau ku potong gajimu?"
"Bercanda," sahut Mayuzumi datar. "Jadi bagaimana? Di sini mereka sudah dilatih untuk merawat anak sekaligus membersihkan rumah."
Raut wajah Seijuurou kini mulai melunak. Ia bangkit dari kursi kerjanya sembari memandang ke arah jendela. "Tidak usah yang bisa membersihkan rumah. Cukup yang mengurus Tetsuya saja. Pria atau wanita terserah kau saja, asalkan kerjanya bagus dan dapat diandalkan." Jelas Seijuurou
"Baiklah." Mayuzumi mengakhiri percakapannya dengan sang bos.
Ponsel merahnya ia masukkan ke dalam saku. Manik ruby menerawang keatas langit yang mulai berwarna kelabu bertanda akan turun hujan. "Ah, seandainya aku boleh membawa Tetsuya di perjalanan bisnis kali ini…" gumamnya miris.
.
.
Mayuzumi memandang kelima orang berambut mencolok yang duduk di hadapannya.
"Jadi, tugas kalian hanya mengurus bayi berumur satu setengah tahun selama tiga hari. Tenang saja, perlengkapan untuk mengurusnya sudah disediakan oleh sang majikan," manik kelabunya kini menelanjangi satu persatu sang lawan. "Siapa yang bersedia?" tanyanya datar.
"Aku! Aku saja ssu!" si kuning yang paling bersemangat diantara keempat temannya mengacungkan tangan ke atas.
Aomine yang kebetulan duduk di sebelahnya, menyikut tubuh Kise. "Oi! Jangan bertindak mencurigakan seperti itu teme!" bisik Aomine.
"Maaf ssu." lirih Kise menyesal.
"Ehem," Midorima berdeham untuk mencairkan suasana. "Berapa bayarannya nanodayo?"
Sasuga Kaichou! nice job ssu. Batin Kise lega.
"Sekitar seratus ribu yen per hari."
"SE—SERATUS RIBU YEN?!" Tanya kelimanya kompak.
Mayuzumi mengangguk kaku menanggapi kelebaian para lawannya itu. "Tentu saja bayaran kalian akan setimpal,"—karena telah bersedia merawat bayinya iblis—"Tapi mungkin akan dipotong jika kalian melakukan kesalahan."
"Di potong berapa kira-kira?" kini Kagami yang bertanya.
"Tergantung jenis kesalahan. Mulai dari potong gaji hingga potong jari."
Kelima orang bersurai pelangi menelan ludah. Jelas ancaman tersebut bukan gertakan sambal semata. Toh orang yang mengancamnya adalah Akashi Seijuurou. Yakuza yang menguasai seluruh distrik di Tokyo dan juga bos perdagangan illegal.
"Kenapa seram sekali ssu?" Tanya Kise polos.
Mayuzumi mengangkat kedua buah pundaknya. "Tetsuya itu bayi yang hyper active, dan sedikit sulit untuk di urus. Walaupun masih belia, ia menuruni sifat sang ayah yaitu keras kepala." Jelasnya namun tak memberikan jawaban yang sesuai. Toh, Mayuzumi tak mau pekerjaannya bertambah hanya karena ia berbicara sesuai kenyataan bahwa sang ayah bocah tersebut, sangat suka menebarkan gunting terbang.
Kelimanya hanya mengangguk kompak. Antara lugu atau terlampau bodoh tidak menyadari bahaya yang ada.
"Jadi siapa yang bersedia untuk mengambil pekerjaan ini?"
"AKU!" sahut kelimanya bersamaan.
.
.
Mobil mewah menepi di pekarangan masion megah. Si rambut merah turun dengan elegan. Surainya sesekali tertiup oleh angin yang datang menerpa.
"Papa pulang," Ucapnya lembut ke bayi berparas elok yang sedang digendong oleh seorang pria berambut hitam yang cukup gondrong. "Tetsuya kangen papa?"
Sang bayi tersenyum kegirangan. Kedua tangannya yang bebas terjulur seolah meminta ayahnya itu untuk menggendong dirinya.
Seijuurou memberikan tas kerjanya ke salah satu pelayan yang berdiri di sisinya. Kemudian menggendong Tetsuya. "Tetsuya sudah makan?" tanyanya lembut.
"Papapapa" jawabnya seadanya karena belum lancar berbicara.
Gemas dengan kelakuan sang anak, Seijuurou mengecup keningnya penuh dengan rasa sayang.
Manik azure bulat yang besar itu memandang sepasang rubi dengan tanda tanya.
"Kau sudah memberinya makan kan, Reo?" selidik Seijuurou ke salah satu orang kepercayaannya yang bertugas untuk merawat Tetsuya.
"Sudah Sei-chan. Tet-chan juga tadi sudah tidur siang dengan cukup." jawabnya jujur.
Mengangguk samar. Seijuurou melangkahkan kaki masuk ke dalam rumahnya. Yang kemudian diikuti oleh Mibuchi Reo dan salah seorang pelayannya.
"Ayo main sama papa." Seijuurou mencubit pipi gembul Tetsuya yang kemudian dibalas oleh gigitan sang anak pada ujung hidungnya.
.
.
"Oi! Oi! Yang serius dong. Bagaimana bisa kita menculik anak si setan merah itu jika begini caranya? Bukankah dari awal kita sudah setuju untuk mengirimku sebagai babysitter gadungan?" Tanya Aomine tajam. Manik navynya melirik sinis satu persatu teman seperjuangannya.
"Dai-chan, tampangmu itu meragukan untuk menjadi seorang babysitter! Bagaimana kalau Akashi-san nantinya malah curiga? Sudah kubilang, lebih baik aku saja. Wanita jauh lebih baik dalam mengurus anak!" sahut Momoi sembari mengembungkan kedua pipinya kesal.
"Bukannya tugas Momoicchi adalah sebagai operator agar misi kali ini sukses ssu? Aominecchi juga bukannya harus menyusup ke dalam perusahaan Akashi untuk memantau gerak-gerik target ssu? Mending aku saja yang menculik Tetsuyacchinya!" celetuk Kise yang makin menambah sengitnya perdebatan diantara mereka.
Midorima hanya bisa menggeleng pasrah menghadapi teman-temannya yang sedikit sengklek itu.
"Bagaimana kalau kita undi saja? Bukannya lebih adil?" ujar Kagami memberi usul.
"Diundi?"
Si alis cabang mengangguk. "Kalian ambil salah satu sumpit yang ada di sini. Kalau dapat yang bertuliskan osama, maka dia berhak menyamar menjadi babysitternya Tetsuya sekaligus pondasi lancarnya rencana ini!"
"Hmm, lumayan nanodayo. Baiklah ayo ambil satu persatu sumpitnya," semua mengikuti perintah sang ketua dengan mengambil ujung sumpit. "Satu… dua.. ti—"
Glek!
"Ah sial aku gagal!" gerutu Aomine yang langsung melempar asal benda tak bersalah itu.
"Yaa sudah diputuskan—"
Seluruh manik berwarna menatap sinis si hijau.
"—Midorin yang akan menjadi babysitternya!"
Yang benar saja? Batin Midorima ragu.
.
.
"Majide? Shin-chan yang menyamar menjadi babysitter? Mengurus diri sendiri saja ia tidak bisa, sekarang harus mengurus bayi? Yaa, walaupun hanya untuk sementara sih," ujar Takao dari seberang sana.
Momoi memindahkan ponselnya dari telinga kanan ke telinga kiri kemudian menjepitnya dengan pundaknya. Kedua tangannya kini sibuk mengetik serentetan kalimat pada komputer super canggih itu. "Ya Kagamin menyuruh kita untuk mengundi. Tak disangka yang dapat malah Midorin. Mau bagaimana lagi coba?" jawabnya.
"Pftt, hahahaha… ku rasa ia harus membawa semua lucky itemnya ketika bertemu dengan setan berkepribadian ganda itu besok."
"Kuharap semua berjalan lancar besok," Momoi menghela napas sejenak. "Oh ya, Takao-kun, data-datanya sudah kukirim. Sepertinya Akashi-san akan menemui clientnya lusa di hotel pinggiran Hongkong. Kira-kira apa yang mereka lakukan? Perdagangan senjata lagi?"
"Menurut informasi yang aku dapat, client yang akan Akashi temui lusa itu Alexandra Gracia, putri petinggi gangster di Amerika. Mungkin mereka akan mengadakan sejenis ikatan aliansi bisnis illegal? Aku juga belum tahu. Tapi yang pasti bukan untuk perdagangan senjata."Jelas si surai eboni.
Momoi menekan tombol enter kemudian menyenderkan punggungnya pada senderan bangku yang empuk. ponselnya kini di pegang oleh tangan kirinya sementara tangan kanannya memain-mainkan surai yang sewarna dengan kembang gula.
"Huh, padahal kita bisa mengancamnya jika ia melakukan perdagangan senjata. Oia Mukkun disana sudah siap juga kan? Kalau tidak salah kemarin ia membawa seperangkat alat penyadap dan kamera pengintai."
"Iya, yang ukuran mikro. Tapi entah mengapa bagasinya sampai tiga koper besar seperti itu."
"Pasti isinya snack semua yaa?" Tebak Momoi.
"Bingo. Padahal di sini banyak juga mini market duapuluh empat jam yang menyediakan hal serupa." Takao terkekeh geli sendiri jadinya, melihat kerakusan sang partner. " Momoi-chan…"
"Ada apa Takao-kun?" Sang gadis menegakkan punggunya karena nada Takao yang berubah menjadi serius.
"Apa tidak kenapa-napa kita menculik anaknya? Maksudku, bayi tersebut tidak bersalah sama sekali… Apa tidak apa dia dimanfaatkan seperti itu?"
"Takao-kun jangan salah paham dulu. Kita menculiknya bukan karena ingin meminta tebusan atau apa. Kelemahan Akashi-san adalah anaknya itu. Jadi kita bisa memaksanya untuk mengaku seluruh perbuatannya kemudian menjebloskannya ke penjara."
"Terserah kalian saja deh," Takao mendesah lelah. "Aku hanya mengikuti perintah. Hanya saja aku kasihan dengan bayi itu nantinya. Siapa tahu ia akan kesepian jika ditinggal sang ayah meringkuk di balik jeruji besi."
Momoi bungkam. Pikirannya kalut.
"Momoi-chan?"
"Ah, yaa ada apa Takao-kun?"
"Hmm… ya sudah, sampaikan salamku untuk Shin-chan ya nanti. Jaa nee."
"Jaa." Tombol akhiri di tekan. Sepasang manik merah muda menerawang jauh ke atap.
Yaa mau bagaimana lagi? Ini yang namanya resiko pekerjaan. Batin Momoi
.
.
Sepasang rubi mengamati pemuda surai lumut yang berdiri di hadapannya dengan seksama.
Walaupun samar, Midorima dapat melihat perubahan warna pada mata kiri sang lawan. Memangnya ada yaa mata seperti itu? Tanyanya dalam batin.
"Siapa namamu tadi?" Seijuurou duduk dengan posisi angkuh. Kedua lengannya terlipat di depan dada. Sorot rubiyang tak bersahabat itu membuat Midorima gugup setengah mati.
"Mi—midorima Shintarou." Jawabnya ragu.
"Hmm… penampilanmu lumayan rapih. Tapi apa bisa merawat bayi berusia delapan belas bulan?"
Midorima mengangguk mantap—padahal batinnya meringis malu.
Jangankan merawat anak, ia sendiri bahkan tidak akrab dengan yang namanya anak kecil! Mereka selalu menangis jika didekati Midorima. Beruntung ada Takao yang mampu menghentikan tangis bocah-bocah tersebut. Namun naas, pemuda raven itu sedang tidak berada di dekatnya sekarang.
"Reo, bawa Tetsuya keluar." Perintah Seijuurou kepada sosok pemuda melambai yang dari tadi senantiasa berdiri di sampingnya.
"Baik, Sei-chan."
Pemuda tersebut melenggang pergi. Namun tak lama, ia kembali seraya menggendong sesosok bayi biru muda dengan sepasang azure besar yang memukau.
Seketika itu juga Midorima merasa di panah oleh para cupid. Wajah kaku si tsundere di warnai oleh rona merah yang samar.
Mibuchi berjalan mendekati Seijuurou kemudian memberikan Tetsuya ke pangkuan sang bos.
Duduk di pangkuan sang ayah, tentu saja membuat si bocah biru kegirangan. Sesekali bibir plum mungil mengeluarkan tawa kecil atau celotehan yang masih belum jelas.
"Anak papa cerewet banget sih…" ucap Seijuurou jahil sambil bercengkrama dengan sang anak. Dirinya seolah melupakan sosok hijau tinggi yang masih setia berdiri di hadapannya.
"Sei-chan…" sang tangan kanan kepercayaan mencoba untuk menyadarkan bosnya yang kadang suka lupa waktu jika sudah berinteraksi dengan anak kesayangannya.
"Tetsuya adalah anak yang lincah," rubiitu sama sekali tidak lepas dengan sosok biru yang ada di dalam dekapannya. Tapi Midorima tahu kalau Seijuurou sedang berbicara kepadanya. "Dia tidak mudah rewel, dan tidak takut akan orang asing." Jelasnya singkat.
Lengkungan bibir menghiasi paras tampan sang ayah muda. Senyuman tulus yang hanya ia tunjukkan untuk ensititas biru di hadapannya.
Pintu manor dibuka kasar, membuat Midorima, Seijuurou, dan Mibuchi menatap pemuda kelabu yang masuk sembarangan dengan tampang terburu-buru. "Akashi, Mibuchi cepatlah. Kita bisa terlambat."
Mayuzumi mengendus kesal begitu melihat sang bos yang masih lengket dengan anaknya itu.
Mibuchi yang pertama kali menghampiri Mayuzumi. Kedua buah tangannya membawa koper kerja. Midorima mencoba untuk mencuri pandang sesaat, penyelidikkan secara diam-diam di kandang singa adalah tugas keduanya.
Seijuurou bangkit kemudian berjalan mendekati Midorima. "Perlengkapan serta rincian tugas-tugasmu ada di atas meja di kamar Tetsuya. Ku harap tidak terjadi apa-apa selama ia ku tinggal pergi." Ujarnya dengan nada dingin nan tajam.
Wajah Tetsuya memelas begitu Seijuurou menyerahkan dirinya ke dalam gendongan Midorima. Bibirnya bergetar sesaat sebelum tangisnya pecah dan menggema dalam manor mewah. Rupanya sang pangeran cilik tidak rela sang ayah pergi meninggalkannya.
Midorima cukup kepayahan untuk menenangkan bayi yang ada di dekapannya itu.
"Anak papa tidak cengeng," ucap Seijuurou lembut sambil mengelus kepala Tetsuya. "Papa hanya pergi sebentar. Tetsuya jangan nakal yaa." Ia mengecup kening batita tersebut.
Tak lama Tetsuya berhenti menangis. Helaian teal diusap halus oleh telapak tangan pemuda kekar. "Papapapa…" panggil bayi tersebut.
"Ada apa sayang?" Tanya Seijuurou sambil tersenyum.
Jari jemari kecil menggenggam telunjuk Seijuurou sesaat kemudian dilepaskan kembali.
Walau tanpa ucapan verbal yang jelas, pemuda crimson itu mengerti bahwa anaknya rela untuk ditinggal pergi sesaat.
Seijuurou mundur selangkah lalu berbalik badan dan berjalan ke arah pintu keluar.
Midorima mengekori sambil menggendong Tetsuya yang nampak tenang.
Mobil sedan hitam mewah terparkir di depan pintu dengan pintu penumpang yang terbuka. Mibuchi berjalan mengelilingi mobil tersebut lalu masuk ke kursi penumpang di sisi yang lain. Sedangkan Mayuzumi lebih memilih duduk di kursi penumpang depan.
Jujur saja, hati Seijuurou tak tenang meninggalkan sang pangeran tersayang di genggaman orang asing. Namun apa daya, pekerjaannya menuntutnya untuk berbuat seperti itu. akan lebih rumit nantinya jika ia keukeuh untuk membawa Tetsuya keluar negeri bersamanya. Tubuh sang anak terlalu rentan pada lingkungan sekitar, ia jelas tak mau mengambil resiko ini.
"Papa berangkat, Tetsuya sayang." Ucap seijuurou lembut sesaat sebelum ia masuk ke dalam mobil sedan tersebut.
Tetsuya menatap antusias kepergian Seijuurou tanpa mengeluarkan satu ocehan pun.
Tak lama, mobil tersebut melenggang pergi keluar dari pekarangan mansion utama keluarga Akashi.
Midorima lantas masuk dan berjalan menuju sebuah ruangan yang ia yakini sebagai kamar Tetsuya.
Setelah berada di ruangan tersebut, tangan kirinya tetap setia menggendong sang bayi mungil. Sementara tangan kanannya meraih sebuah agenda yang ada di atas meja.
Menu makanan Tetsuya.
Jam tidur Tetsuya.
Jadwal harian Tetsuya.
Larangan-larangan untuk Tetsuya.
Sepasang emerald itu menyipit. Orang gila mana yang menerapkan jadwal seperti ini ke seorang batita yang bahkan gigi susunya saja belum lengkap? Batinnya
Ia tak habis pikir akan jadwal yang diberikan Seijuurou untuk Tetsuyanya. Les renang untuk bayi, yoga bayi, dan lain sebagainya.
"Tetsuya," panggil Midorima. Sosok mungil di dekapannya itu pun langsung memandangnya dengan azure lebar yang indah. Oh bagus, sepertinya anak ini sudah mengambil separuh hati milik pemuda tsundere itu. Terbukti dari rona merah yang menghiasi wajah sang maniak oha asa. "Ma—mau main bersama paman?"
.
.
"Sungguh sebuah keajaiban kalau manor megah itu kosong melompong." Gumam Aomine tanpa melepaskan pandangannya dari layar lcd yang ada di depan ruangan.
"Kurasa Akashi-san cukup mampu untuk menyewa ratusan pembantu." Timpal satu-satunya gadis yang ada di ruangan itu.
Kagami mengalihkan tatapannya dari layar lcd. Keningnya berkerut begitu para kawannya mulai mengomentari pemandangan yang direkam oleh kamera pengintai milik Midorima Shintarou.
"Bukankah sudah jelas ssu? Mana ada orang yang mau bekerja di bawah perintah iblis merah?" celetuk Kise yang kebetulan satu pemikiran dengan si pemuda alis ganda.
"Tumben kau pintar Kise."
Sepasang manik madu memincing tak suka. "Aku memang pintar, Ahominecchi!" ucapnya lantang dan nyaring hingga menggema.
"Benar Aho! Kalau ia tidak pintar, mustahil ia bisa lolos seleksi agen divisi khusus. Lagi pula aku ragu juga, kenapa orang bodoh sepertimu justru lolos seleksi?"
Kening pemuda berkulit coklat mulai berkedut tak suka. Seolah senjata makan tuan, justru ia lah yang terpojok disini. "Berhenti menyebutku Aho, Kagami, Kise."
Ok, tanpa ada kendalinya sang hijau, ruangan ini bisa jadi arena debat panas karena ke idiot-an si alis cabang, si coklat berandal, serta si kuning berisik. Momoi tak mau operasi kali ini terganggu hanya karena ketiga pemuda tersebut berpegang teguh pada ideologi mereka—Aku bukan orang bodoh—yang selalu mereka junjung tinggi itu.
Mereka memang tidak bodoh, itu sebuah kenyataan.
Tapi sengklek.
"Sudah-sudah! Kalau seperti ini bukankah lebih baik? Kita jadi bisa menjalankannya sesuai rencana tanpa hambatan dan korban yang berjatuhan bisa diminimalisir." Ucap momoi tegas hingga membungkan mulut para lelaki tersebut.
Sambil menghembuskan napas berat, Momoi kembali memusatkan perhatiannya ke arah monitor yang menunjukkan suasana kediaman Akashi lebih dalam. Mulai dari ruang makan, ruang keluarga, serta halaman belakang.
"Sepertinya keadaannya aman ssu, kenapa tidak langsung jalankan saja operasinya?" Tanya Kise.
Momoi menggeleng samar. "Tidak bisa seperti itu Ki-chan. Sebelum Akashi-san dan para pegawainya menginjakkan kaki di Hongkong, kita tidak boleh menculik Tetsuyanya." Jawabnya.
.
.
Manor megah yang luas itu terasa sepi.
Namun kehadiran sang malaikat kecil seolah mampu mengubah atmosfir yang ada di tempat itu. Abaikan saja, banyaknya gunting yang asal menancap di beberapa sisi dinding. Midorima yakin seratus persen, kalau Seijuurou melepaskan seluruh anjing penjaga rumahnya setelah pemimpin Yakuza yang paling di segani seantero jepang itu, merawat sang bayi mungil nan menggemaskan.
Midorima dan Tetsuya tengah duduk berdua di atas karpet lembut yang ada di ruang keluarga. Jam sepuluh siang, waktunya Tetsuya belajar.
"Mi… do… ri… ma…" eja si pemuda lumut perlahan agar lawan ciliknya itu bisa mengikuti arahannya.
Azure besar itu menatap mulut Midorima dengan intens. "Mi… do… li… ma…" ucapnya ragu.
Midorima mengulas senyum tipis lalu mengelus rambut Tetsuya sebagai tanda ucapan selamat karena bayi tersebut berhasil menyebutkan namanya walaupun masih cadel.
"Coba Tetsuya ulangi sendiri."
"Mimolima."
Uh, baru saja ia memuji. Andai saja pesonanya tidak memukau, sudah dipastikan Midorima dongkol setengah mati.
Sudah puluhan kali ia mengajarkan bayi tersebut untuk mengeja namanya dengan benar. Tapi tetap saja salah. Namun apa yang kau harapkan dari bayi berusia delapan belas bulan? Melafalkan huruf 'R' dengan benar?
"Coba kalau O… ji… san…" Midorima mencoba untuk mengajarkan panggilan yang baru yang mungkin lebih mudah.
"O… i… can…"
"Oji-san"
"Oican"
Oh cukup sudah.
Terserahlah anak ini mau memanggil apa nantinya.
Lagipula untuk apa Midorima repot-repot mengajarkan Tetsuya berbicara? Bukankah bayi itu memiliki tutor khusus yang dipekerjakan oleh Akashi Seijuurou?
Mendesah lelah, ia merenggangkan anggota tubuhnya.
Tetsuya mungil merangkak mendekati dirinya kemudian menabrak dada bidang pemuda tersebut.
Tangan kekar memeluk tubuh kecil. Wajahnya bersemu merah melawan harga diri yang terlampau tinggi.
Takao pasti akan tertawa jika melihatku seperti ini. Batinnya.
Namun pucuk di cinta, ulam pun tiba.
Getaran dalam saku celana, membuat Midorima yang tengah mendekap Tetsuya harus rela melepaskan salah satu tangannya kemudian menrogoh saku, mengambil benda tipis berwarna hijau. Sosok pemuda raven yang baru saja ia pikirkan kini tengah menelponnya. Tombol terima ditekan acuh, walaupun dalam hati bersorak gembira.
"Ada apa nanodayo?"
"Ah Shin-chan~ bagaimana hari pertamamu sebagai babysitter? Menyenangkan? Merepotkan? Atau apa?" Di sebrang sana, Takao membuka suara dengan nyaring hingga pemuda lumut itu harus menjauhkan ponselnya beberapa senti dari daun telinga.
"Kalau tidak ada yang penting, aku tutup nanodayo." Ucapnya ketus
"Ah, jangan begitu dong Shin-chan. Aku kan hanya ingin menanyakan kabarmu saja kok."
"Baiklah kututup sekarang." Midorima baru saja ingin menekan tombol akhiri di layar ponselnya namun Takao cepat-cepat menyanggahnya.
"Akashi Seijuurou sudah tiba di bandara Hongkong beberapa saat lalu."Ujarnya cepat dalam satu tarikan napas agar dapat didengar oleh lawannya sebelum sambungan tersebut diputuskan secara sepihak.
Pemuda lumut itu menarik kedua buah ujung bibirnya tipis. "Bagus. Kalau begitu, lanjutkan operasi." Perintahnya.
"Baik." Sahut Takao yang kemudian memutuskan panggilannya.
Midorima melirik Tetsuya yang tengah bermain dengan jari-jemarinya yang dililit perban putih. "Mau jalan-jalan keluar?"
.
.
Sebuah mobil yang dikamuflasekan sebagai mobil laundry menepi di ujung gang perumahan mewah. Pintu penumpang belakang dibuka, sesosok tubuh pemuda berperawakan tinggi masuk seraya menggengam dua buah tas serta menggendong seorang bayi di depan dadanya.
"Kau jadi mirip ibu rumah tangga yang sedang berbelanja ke pasar, Midorimacchi." Celetuk Kise dari kursi kemudi.
"Kenapa banyak sekali barang bawaannya?" Tanya Kagami yang sedang membantu Midorima menaruh tas-tas tersebut di kursi paling belakang yang kosong.
"Jangan salah paham nanodayo. Ini semua perlengkapan milik Tetsuya agar ia tidak rewel," sepasang zamburd melirik sosok mungil yang tengah tertidur di gendongan seraya mengisap jempol kecilnya. "Ngomong-ngomong, bagaimana dengan cctv yang ada di daerah ini? Sudah kalian urus?"
Kagami mengangguk. "Momoi sudah memalsukannya. Tenang saja, mereka takkan merekam apa-apa."
Pintu geser di tutup. Kereta baja itu melaju, membelah jalan perkomplekkan kemudian keluar di jalan raya yang lumayan ramai.
"Imutnya…" Gumam Kagami yang sesekali mencuri pandang kearah Tetsuya.
Kise yang melirik dari kaca spion hanya bisa terkekeh geli. "Tentu saja imut, Kagamicchi. Kalau tidak imut pasti, Midorimacchi takkan kehilangan sifat tsunderenya."
"Oi." Yang bersangkutan tak terima disindir untuk kedua kalinya.
Telunjuk kagami menekan pipi gembul Tetsuya. Bayi itu mengarang kecil namun sama sekali tidak terbangun dari tidurnya yang pulas.
Midorima menepis tangan Kagami "Jangan dibegitukan nanodayo. Bisa repot kalau dia bangun dan rewel nantinya."
"Kau tidak memberikannya obat biuskan, Midorima?"
"Tentu saja tidak. Kau mau ia keracunan?"
Kepala bersurai ombre menggeleng.
Karbon dioksida dihembuskan dengan berat. "Mungkin ia kelelahan setelah bermain tadi." Ujar si pemuda berkacamata.
"Wajar saja kalau tidurnya nyenyak, Kagamicchi. Sekarangkan jam satu siang. Jamnya para bayi untuk tidur." Timpal Kise.
"Sou ka…"
Tak lama, mobil tersebut keluar dari jalan utama kemudian mengambil arah menuju jalan ke pinggiran kota yang cukup sepi. Mobil tersebut kini hanya dihiasi oleh keheningan karena ketiganya terlalu malas untuk membuka mulut.
Sayup-sayup terdengat dengkuran halus si bayi yang sedang terbuai di alam mimpi.
.
.
Akashi Seijuurou mengetuk-etukkan jarinya di atas meja berulang kali untuk mengusir bosan. Persentasi yang sedang di tayangkan seolah tak mampu menyedot perhatiannya yang hanya tertuju kepada sang anak di Jepang sana.
Rasa rindu kini mulai membuncah dalam dada walaupun baru setengah hari ia meninggalkan bocah tersebut keluar negeri.
"Sei-chan," Panggil Mibuchi Reo, salah satu sekretaris kepercayaannya. "Sepertinya kita dapat masalah." Pemuda melambai itu berbisik setelah ia mencondongkan tubuhnya agar lebih dekat dengan sang bos.
Alis Seijuurou bertaut bingung. "Masalah apa?"
"Aku menghubungi rumah tadi. Tapi tak ada yang menjawab. Kupikir babysitter yang kau pekerjakan itu sedang pergi makanya aku coba satu jam kemudian, namun hasilnya tetap nihil."
BRAK!
Meja rapat dipukul dengan keras oleh seseorang yang duduk paling ujung. Seluruh perhatian yang ada di ruangan itu hanya menuju ke Akashi seorang.
"Se—sei-chan?" Mibuchi menelan salivanya, gugup. Begitu menyadari bahwa sosok sang bos sedang berpindah ke mode yandere.
Aura mencekam mulai mencemari ruangan hingga seluruh entisitas yang ada di tempat itu bergidik ngeri.
"Reo, panggil Chihiro dan Kotarou sekarang juga," sepasang manik yang tadinya berwarna rubi kembar, kini berubah menjadi merah-jingga. Mibuchi berani bersumpah kalau jantungnya hampir saja copot ketika tatapan penuh aura membunuh itu tertuju hanya kepadanya. "Rapat ini ditunda sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan. Kalian bisa meninggalkan ruangan ini." Ucap Seijuurou dingin yang langsung ditanggapi dengan anggukan kaku secara serentak.
Beberapa saat kemudian setelah ruangan hanya diisi oleh sosok Seijuurou dan Mibuchi, kelabu dan kuning kecoklatan masuk.
"Apa yang terjadi?" Tanya Seijuurou dengan nada dingin yang mengintimidasi.
"Seharusnya kami yang bertanya apa yang ter—" gunting merah melesat kemudian tertancap kokoh di dinding belakang kedua pemuda tersebut setelah sebelumnya menggores pipi si kelabu hingga meneteskan cairan merah.
"Aku tanya sekali lagi, apa yang terjadi. Kenapa rumah tidak bisa dihubungi. Dan kemana perginya Tetsuya?"
Hening tak ada yang berani untuk menjawab.
Seijuurou bangkit dari singgasananya kemudian berjalan mendekati sosok kelabu dan kuning kecoklatan yang diam membantu.
"Siapkan pesawat. Aku kembali ke jepang malam ini juga." Ujarnya tepat di telinga Mayuzumi sesaat sebelum pemuda scarlet itu melenggang pergi keluar pintu.
Sepeninggalan Seijuurou, Hayama dan Mibuchi menghembuskan napas lega bersamaan.
"Sebenarnya apa yang sedang terjadi, Reo-nee?" Tanya Hayama dengan nada sedikit bergetar pasca shock mental tadi.
Mibuchi memandang lirih dua sosok yang ada di hadapannya itu. "Rumah tak bisa dihubungi beberapa kali. Aku rasa, ada yang tak beres disana," jawabnya lemah. "Mayuzumi-san, kau yakin memperkerjakan babysitter dari agen yang terpercaya kan?"
Mayuzumi nampak menimbang-nimbang sesaat. Ia yakin seratus persen kalau saat itu ia mengunjungi salah satu agen penyedia pembantu yang terpercaya. "Sepertinya begitu."
"Sepertinya?" Hayama memandang Mayuzumi heran. Bisa-bisanya orang ini bekerja setengah-setengah padahal bosnya adalah titisan raja iblis. Apalagi perihal pemilihan babysitter sementara yang akan menjaga anak kesayangan Seijuurou itu.
"Kalau begitu kau punya nomor kontak agen tersebutkan?" Tanya Mibuchi yang berusaha tetap waras dibawah tekanan seperti ini.
Mayuzumi mengangguk cepat. Tangannya menyambar ponsel di saku jas. Jari-jamarinya seolah terlatih untuk memilah-milah kontak.
Sederet nomor di tekan, ponsel bercasing hitam metalik didekatkan ke telinga.
"Tut… tut.. tut… nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada diluar jangkauan silahkan hubungi beberapa saat la—" Dalam hitungan detik, ponsel tersebut tewas mengenaskan diatas dinginnya lantai setelah sang pemilik membantingnya dengan kasar.
Mibuchi memijat kecil pangkal hidungnya, lalu menekan tombol panggilan cepat di ponselnya sendiri. "Gorila, siapkan pesawat. Bos akan kembali ke Jepang malam ini."
Mayuzumi Chihiro, aku doakan kau mendapatkan peti mati terbaik. Batin Hayama yang dari tadi hanya menjadi penonton.
.
.
Beberapa peralatan bayi disusun rapih di atas meja, sisanya dibiarkan di dalam tas jinjing.
Sesosok gadis bersurai kembang gula tengah bermain-main bersama target penculikan mereka yang sedang merangkak di atas karpet lembut.
"Tetsu-chan Kawai!" ujar Momoi girang.
Lain halnya Momoi yang tengah bersantai, di dapur Kagami terpaksa membolak-balik lembaran buku agenda yang diberikan Midorima kepadanya.
"Bayi mana yang diberi makan bubur caviar?" Tanya Kagami dengan kening berkerut.
Aomine yang tengah menonton televisi di ruang keluarga—tepat samping dapur mengangkat kedua buah pundaknya, acuh. "Bayinya Akashi Seijuurou tentunya."
"Harga lima ratus gram caviar sama dengan total gaji kita sebulan loh, Aomine-kun." Gumam Momoi yang kini bangun dan mengambil posisi duduk di hadapan Tetsuya kecil.
Midorima yang sedang menyusun peralatan anak baby blue itu diam bergeming. Ia melirik sosok mungil yang sekarang malah sibuk sendiri bermain dengan lego-legonya. "Apa papamu itu punya tambang emas?" tanyanya polos.
Pintu depan terbuka, pemuda pirang menenteng beberapa kantung plastik.
"Oi Kise, apa cheeseburger pesananku ada?"
Kantung ditaruh asal di atas nakas dekat televisi. "Ada kok, Aominecchi. Teriyaki burger pesanan Kagamicchi juga sudah ku belikan. Masing-masing limabelas buah kan?"
Kagami memutuskan untuk menyerah terhadap menu makanan Tetsuya yang harga bahan-bahannya saja selangit. Ia lebih memilih untuk menanak nasi dan membuatkan bayi tersebut sup sederhana.
Aomine menghampiri plastik berlogo majiba tersebut kemudian meraih burger-burger yang ada di dalamnya. Tetsuya nampak tertarik dengan apa yang dilakukan oleh pemuda tan . Ia mengabaikan lego-legonya lalu merangkak dengan cepat mendekati Aomine.
"Oican!" panggil bayi tersebut dengan nada cadelnya yang khas.
Aomine membuka salah satu bungkus burgernya kemudian menjejalkan makanan tersebut kedalam mulutnya sendiri. "Hmm?" tanyanya seraya melirik bocah biru muda yang duduk di atas lantai.
Tangan Tetsuya menunjuk ke atas nakas.
"Tetsu mau makan burger juga?" tawar Aomine.
Helaian teal menggeleng. Ia tetap keukeuhmenunjuk kearah kantung-kantung Majiba itu.
"Tetsuyacchi mau ini ssu?" Tanya Kise sambil mengangkat gelas plastik yang ia ambil dari dalam kantung.
Tetsuya mengangguk cepat lalu merentangkan kedua tangannya.
Tatapan azure yang berbinar itu seolah mampu menyihir Kise untuk memberikan gelas plastik tersebut. Tinggal beberapa senti lagi, gelas itu akan ada dalam kuasa si kecil. Namun apa daya, sebuah tangan kekar menghalangi.
"Tetsuya tidak boleh minum minuman itu sebelum makan malam." Ucap Kagami
Manik sewarna langit di musim panas itu kini mulai berair. Tak lama, suara tangisan pecah di ruangan tersebut karena keinginan sang bayi tak terpenuhi.
Midorima selaku pemimpin misi kali ini, terpaksa turun tangan meredakan tangis si kecil.
"Cup… cup… cup… jangan nangis Tetsuya," ia segera menggendong bayi tersebut kemudian menepuk-nepuk punggungnya. "Kise berikan gelas itu nanodayo."
Pemuda pirang mengangguk nurut. Gelas tersebut kini telah berpindah tangan ke si surai lumut.
Kagami melipat kedua buah lengannya di depan dada. "Kalau dia minum minuman itu, dia akan kekenyangan dan takkan menyentuh makan malamnya." Jelasnya.
Midorima nampak tak peduli akan protesan si alis cabang. Ia malah memberikan gelas berukuran sedang itu ke si bayi yang kini berteriak kegirangan.
"Itu apa isinya?" Tanya Kagami ke Kise ketika pemuda pirang tersebut sibuk mengamati tingkah Tetsuya yang sedang menyedot minumannya dengan menggemaskan.
"Vanilla shake ssu."
Orang yang bertugas memegang kendali dalam urusan dapur itu mengangguk mengerti sebelum ia berjalan kembali ke posisinya semula. "Midorima, kau yang bertanggung jawab kalau Tetsuya tidak menghabiskan makan malamnya." Ucapnya dingin.
"Tenang saja nanodayo." Jawab si megane ringan.
Aomine seolah acuh saja menyikapinya. Ia kembali duduk di atas sofa dengan belasan cheese burger di pelukannya.
.
.
"Bagaimana Takaochin, ada pergerakkan yang mencurigakan?" si bongsor ungu menghampiri pemuda raven yang tengah sibuk memperhatikan gerakan orang dibawah sana dengan teropongnya.
"Begitulah. Sepertinya Akashi Seijuurou mulai menyadari ada yang tidak beres dengan rumahnya."
"Kau tidak menghubungi Midochin?"'
"Belum saatnya," teropong diturunkan. Pandangannya mengarah ke sosok lawan bicaranya yang sedang mengunyah keripik singkong di mulutnya. "Akashi Seijuurou belum pergi meninggalkan hotel. Setahuku ia hanya menunda rapatnya."
Murasakibara Atsushi mengangguk setengah paham. "Alexandra Gracia tidak hadir dalam pertemuan kali ini. Yang datang malah pemuda berperawakan asia dengan poni menupi salah satu matanya~" ucapnya dengan nada malas.
"Mungkin ia memang tidak akan datang dalam pertemuan kali ini," hembusan napas berat di keluarkan oleh mata-mata terpercaya agen divisi khusus. "Padahal kita butuh bukti yang lebih valid untuk menjerumuskan Akashi Seijuurou ke jeruji besi."
"Hah… kalian semua menyusahkan~" manik lavender melirik malas sosok Takao. "Kenapa kalian semua terlalu cepat menyimpulkan sesuatu yang belum jelas?" Tanya Murasakibara.
Takao diam, enggan untuk menjawab.
Jujur saja, batinnya berkecambuk ragu.
Memang benar, Akashi Seijuurou adalah pemimpin Yakuza yang paling disegani di Jepang. Namun tak ada catatan hitam yang jelas yang mencemari nama si ayah muda tersebut. Sebenarnya, beberapa rumor mengatakan bahwa pemuda itu sering melakukan jual-beli barang-barang illegal serta menjalankan bisnis kotor di bawah tanah. Maka dari itu, divisi khusus mengambil langkah sedikit ekstrim untuk membuat Akashi mengakui tindakan kriminalnya sendiri.
Mereka memanfaatkan satu-satunya kelemahan sang pemimpin absolut, sang anak angkat, Akashi Tetsuya.
Lamunan Takao buyar ketika matanya menangkap sosok pemuda merah yang berjalan keluar dari dalam hotel dan masuk ke dalam mobil sedan metalik.
"Aku harus menghubungi Shin-chan dan yang lainnya." Ujarnya cepat.
Jari jemari menari diatas keyboard yang berada tepat di atas meja yang tak jauh dari tempatnya semula. Sederet kalimat diciptakan, kemudian tombol enter di tekan.
Terlalu cepat untuk menghembuskan napas lega, setidaknya Takao harus menunggu lawannya di seberang sana yang akan balik menghubunginya untuk mengkonfirmasi.
Jam delapan malam lewat empat belas menit waktu setempat, Akashi Seijuurou pergi meninggalkan hotel.
.
.
"Momoi-san, mereka mulai bergerak ssu!" seru Kise yang sedang duduk di hadapan monitor.
Gadis kembang gula yang tadinya sibuk membaca dokumen kini mengangkat kepalanya lalu menoleh ke arah pemuda kuning yang duduk tak jauh darinya. "Mereka sudah jalan ke bandara?"
"Sepertinya begitu ssu. Takaocchi serta Murasakibaracchi sedang membuntuti dari belakang."
"Aomine-kun, Kagami-kun." panggil Momoi ke dua orang yang sedang bermalas-malasan di depan televisi.
Mendecih malas, Pemuda tan itu bangkit lebih dahulu kemudian di susul oleh si alis cabang. "Ada apa Satsuki?"
"Rencana B." ucap gadis itu singkat namun dapat dimengerti oleh kedua lawannya.
Tak lama, Aomine dan Kagami menyambar sebuah ransel yang tergeletak di dekat pintu masuk.
Midorima keluar dari sebuah ruangan yang disulap menjadi kamar tidur Tetsuya, setelah terdengar bunyi pintu depan ditutup.
"Si merah sudah bergerak?" tanyanya.
Kise dan Momoi mengangguk.
"Bagaimana dengan Tetsu-chan, Midorin?"
"Tenang saja nanodayo. Ia sudah tidur pulas setelah makan malam tadi," Midorima mengambil posisi di salah satu kursi kosong. Laptop hitam dinyalakan, kemudian sederet password dimasukkan agar dapat mengakses data yang diinginkan. "Bagaimana percakapan Akashi dengan para sekretarisnya. Sudah bisa di sadap?"
"Mungkin," manik madu Kise tak lepas dari layar. "Tapi kode yang dikirim Murasakibaracchi terlalu rumit. Harus di compress dulu."
"Berapa besar datanya?" Tanya Momoi.
"Err… dua giga lebih ssu."
"Biar aku yang mengurusnya." Perhatian si merah muda begitu fokus seolah ia tenggelam dalam rentetan kode yang juga terhubung dengan komputernya.
Bunyi ketikkan riuh terdengar dari ruangan tersebut. Midorima dan Kise hanya bisa diam melongo begitu melihat kelincahan jemari jenjang sang hacker cantik yang professional itu.
Dehaman keluar dari mulut pemuda berkacamata. "Kise, cepat sambungkan komunikasi ke Aomine dan Kagami sebelum mereka menyusup ke kantor Akashi."
Anggukan cepat dikeluarkan sebagai jawaban.
Melihat kedua kawannya sibuk, Midorima lantas tak mau kalah. Dinding firewall kokoh dapat di jebol dalam hitungan detik, ribuan dokumen dengan Akashi Seijuurou di dalamnya terakses tanpa izin.
Ketiganya terlalu sibuk dalam urusannya masing-masing hingga tak menyadari sosok mungil yang terbangun dari tidurnya lalu merangkak turun dari kasur setinggi paha orang dewasa ,dan keluar dari kamar tidurnya.
Tetsuya kecil memperhatikan tiga orang itu dalam diam selama beberapa saat. Sebelum perhatiannya teralihkan ke daun pintu keluar yang terbuka sedikit. Rupanya Aomine dan Kagami tidak menutup pintu tersebut dengan benar tadi.
Bayi mungil merangkak mendekati pintu. Lengan kecil terjulur mendorong papan kayu itu.
Azure Tetsuya berbinar begitu ia melihat seekor anjing Siberian husky yang sedang tertidur tak jauh dari posisinya sekarang.
Melaju lebih cepat, Tetsuya keluar dari markas agen divisi khusus dan menghampiri hewan berbulu. Angin malam yang berhembus seolah mendorong pintu yang tadinya terbuka sedikit menjadi tertutup rapat.
Midorima Shintaro, Momoi Satsuki, serta Kise Ryota tak menyadari target penculikannya kabur dari sangkar malam itu.
.
.
Sebatang rokok dinyalakan dengan pematik api, lalu didekatkan ke mulut sebelum di hirup dalam-dalam.
Aomine Daiki, menikmati sepoinya angin malam dimusim panas sambil mengisap rokok favoritnya sementara sang partner sibuk menyetir membelah jalanan ibu kota yang sepi.
"Jadi," asap putih dikeluarkankan dari mulut. Kagami nyaris terbatuk kalau saja angin yang berhembus itu tidak menerbangkan ampas nikotin. "Apa itu rencana B?" Tanya Aomine datar.
Perempatan urat kesal muncul di dahi si supir. "Menyusup ke kantor Akashi Seijuurou, menempelkan seluruh alat perekam yang ada di dalam tas," jawabnya ketus. "Memangnya kau tidak dengar apa yang dikatakan Midorima saat rapat kemarin lusa?" sepasang manik merah marun itu melirik sejenak lawannya yang duduk acuh.
"Tentu saja aku mendengarnya. Tapi aku tetap tidak mengerti kenapa di sebut 'rencana B' bukankah rencana B itu artinya rencana cadangan jika yang A gagal?" Aomine kembali mengisap batangan rokok yang bertaut di antara telunjuk dan jari tengahnya.
"Terserah kau sajalah." Kagami kembali fokus dengan kemudinya.
Sebuah gedung kokoh yang merupakan tempat tujuan mereka sudah mulai terlihat di depan mata. Setir dibanting ke sisi kanan. Kereta baja itu memasuki gang-gang pertokoan sepi. Lalu berhenti pada sebuah tanah lapang kosong dengan minim penerangan.
Kedua pemuda kekar itu turun dari mobil dinas mereka.
Berjalan mengendap-endap diantara kegelapan malam, Aomine dan Kagami berhasil memasuki kantor kesultanan Akashi Seijuurou lewat titik buta kamera cctv berkat data-data dari Momoi.
Dengan gerakan lincah bak ninja, keduanya menempelkan kamera berukuran mikro serta alat penyadap di beberapa titik yang sudah di tentukan.
"Semua sudah beres, Kise." Ucap Kagami lewat handsfreenya
"Bagus ssu, cepat kembali ke sini sebelum ada yang menyadarinya." Jawab Kise di seberang sana.
"Baik."
Belasan menit kemudian, kedua bokong pemuda itu kembali mendarat mulus di jok mobil dengan posisi yang di tukar. Aomine menyetir, Kagami duduk di kursi penumpang.
Mesin mobil van putih itu dinyalakan dan dipacu untuk kembali ke tempat semula, markas mereka.
.
.
Murasakibara Atsushi, serta Takao Kazunari berjalan menuju burung baja raksasa secara terpisah bagai orang asing yang tak saling kenal.
Kacamata berlensa hitam menghalangi sepasang manik lavender, tak lupa sebuah hoodie dari jaket hitam menutupi helaian ungu diatas sana.
Sedangkan Takao menutupi wajahnya dengan masker dan berlagak seperti orang yang sedang terserang flu.
Tak jauh dari keduanya, sosok pemuda melambai yang diketahui sebagai sekretaris Akashi Seijuurou tengah bercengkrama dengan pemuda pirang kecoklatan. Tak terlihat tanda-tanda keberadaan si bos yakuza.
"Nee, Reo-nee… kemana perginya Akashi dan Mayuzumi-san?" Tanya Hayama Kotarou dengan nada cerianya, melupakan sebuah fakta bahwa beberapa jam lalu nyawanya nyaris melayang diterjang rajaman gunting merah terbang.
Mibuchi menjentik-jentikkan jarinya ke dagu. "Mereka berdua naik penerbangan sebelumnya bersama dengan Gorila."
Hayama memandang deretan kursi penumpang kelas bisnis itu sesaat, kemudian melepaskan tas ranselnya lalu ditaruh ke dalam bagasi yang ada di atas kursi penumpang.
Takao berjalan melewati keduanya yang sekarang sudah duduk di bangku yang berdampingan. Ia mengambil posisi beberapa bangku di belakang Hayama dan Mibuchi. Sementara Murasakibara mengambil jarak cukup jauh yakni bangku paling depan.
Sial, mereka tidak naik pesawat yang sama. Batin Takao gusar.
Sebuah email dikirimkan lewat ponselnya sebelum pesawat lepas landas beberapa menit lagi.
Akashi mungkin akan tiba di Jepang beberapa saat lagi. Ia naik pesawat yang berbeda denganku.
Di depan sana, Murasakibara mencuri pandang saat Takao memulai acting batuknya.
Rencana E, serahkan sisanya ke Midochin.
Setelah mengerti kode yang dimaksud Takao, Murasakibara kembali mengalihkan fokusnya ke arah snack-snack yang ada dalam pelukannya.
"Boleh aku duduk disini?" namun sebuah suara membuyarkan kegiatannya. Mengangkat kepala, lavender itu bertabrakan dengan manik milik pria arang berponi panjang di salah satu sisinya.
Saliva ditelan gugup. Himuro Tatsuya. Batin Murasakibara.
Mengangguk kaku, ia kembali melanjutkan kegiatannya semula, memakan snack.
Jantungnya berdegup kencang ketika pria itu duduk tepat di sampingnya. Oh, sepertinya penerbangan kali ini bukanlah penerbangan yang mudah bagi raksasa ungu. Karena salah satu orang yang ia selidiki berada di dekatnya.
.
.
Tetsuya kecil merangkak mengikuti anjing itu. Setelah berhasil menyusul, ia menarik ekor si anjing hingga hewan tersebut menggongong tidak suka. "Woof… woof…"
Tetsuya malah kegirangan dengan bertepuk tangan, padahal anjing tersebut menyalak keras. Beruntung, spesies Siberian husky itu nampak jinak hingga tidak menggigit atau mencakar bayi yang ada di hadapannya.
Anjing yang memiliki mata warna mata serupa dengan sang bocah kini mengambil posisi duduk saling berhadapan. Salah satu kakinya diangkat seolah mengajak untuk berjabat tangan.
Tangan mungil menggengam kaki anjing yang terangkat "Tetcuya." Ucap si bayi dengan senyuman lebar yang mengembang di parasnya.
"Woof… woof…" anjing tersebut menanggapi dengan gonggongan yang semangat. Ia merunduk di hadapan Tetsuya bak memberi tanda ayo naik ke punggungku. Namun anehnya, bocah biru itu seperti mengerti apa yang diinginkan oleh si anjing.
Setelah persiapan selesai, ksatria cilik beserta kuda—anjing—kesayangannya itu siap menjelajahi dunia besar yang tak berbatas!
.
.
TBC
Demi mengejar hutang, saya mencicilnya terlebih dahulu :")))
Terima kasih telah membaca ^^)/
Mind to RnR?
(Reupload karena banyaknya kesalahan penulisan :"))) pmlg 27/03/16 10.34)
