"Hei, Dazai. Ulang tahunmu besok, kan. Mau dirayain?" Kunikida tiba-tiba mengajukan pertanyaan itu di tengah-tengah kegiatannya mencetak laporan dengan printer.

"Pass ... " Dazai tanpa semangat melambaikan sebelah tangan, isyarat penolakan. Kepalanya menempel di meja kerja dengan setumpuk buku digesernya ke ujung.

"Beneran?"

"Yap."

Atsushi bengong berat melihat percakapan kedua seniornya itu. "Kunikida-san, harus ya nanya begitu?" Bukan pesta kejutan namanya kalau sebelum diadakan malah tanya orangnya.

"Hah, kenapa memangnya, Atsushi?" Kunikida yang heran pada pertanyaan itu balik bertanya.

"Itu ... Habisnya ... " Atsushi malah tambah sulit untuk mengutarakannya. "Bukannya harusnya itu kejutan?" Perayaan ulang tahun maksudnya.

"Memangnya rencana macam apa yang menurutmu bisa mengejutkan orang macam dia?" Kunikida belum lupa pertaruhan antara dirinya dengan Dazai dua tahun lalu.

"Haha ..." Dazai yang mendengar itu tertawa kering. "Sebenarnya aku kurang menyukai pesta, lho. Habisnya ribet beres-beres setelah itu."

"Makanya Dazai-san ngilang pas pesta penyambutan Kyouka-chan?!" kejar Atsushi buru-buru.

"Itu juga karena ada urusan lain, sih." Menyampaikan terima kasih pada Hirotsu-san misalnya.

"Jadi ... Ulang tahun Dazai-san tidak pernah dirayakan sebelumnya?" tanya Atsushi ragu-ragu.

"Atsushi-kun memang bagaimana?" Dazai tidak yakin si Kepala Panti mengadakan pesta tiap tahun untuk semua anak asuhnya. Bisa-bisa ada yang ulang tahun tiap hari, tuh. Jika demikian pantas saja mereka kekurangan dana seperti yang Atsushi bilang sebagai alasannya diusir ke luar.

"Ngg, gak juga sih. Tapi sekali dalam setahun, aku diberi porsi chazuke dua kali lipat. Kalau Dazai-san gimana?"

Dazai meletakkan jarinya di bibir, memasang pose berpikir. "Aku tidak ingat."

Sebenarnya bukan lupa, Dazai hanya tidak mau menceritakan lebih jauh tentang masa lalunya sebagai eksekutif termuda. Port Mafia tidak merayakan ulang tahun, mereka bertaruh dengan kematian setiap menjalani misi jadi tidak ada waktu untuk itu.

Di usia enam belas, dia duduk di antara tumpukan mayat-mayat dan menatap langit gelap yang meneteskan gerimis. Chuuya berbaring kelelahan di sampingnya, bergumam tentang dia lupa tanggal berapa sekarang. Entah sudah berapa hari mereka lewati sejak menjalani misi sulit yang tidak sesederhana menyerbu markas musuh.

"19 Juni." Dazai memberitahu dengan suara serak akibat kurangnya minum.

"Beneran? Kau perhatian sama tanggal juga, ya," Chuuya tidak menyangka. Dazai selalu terlihat tidak peduli pada waktu meskipun dia pernah bilang paling menikmati saat malam.

"Soalnya besok ada diskon di toko tempatku biasa membeli kepiting kalengan."

"Memangnya besok kita sudah bisa balik ke Yokohama?" ragu Chuuya mempertimbangkan jarak dan transportasi.

"... Aku akan telepon Odasaku untuk minta tolong beliin."

Chuuya mendengus rendah. "Aku tidak mengerti apa bagusnya kepiting kalengan, mending minum-minum."

"Orang yang membandingkan makanan dengan minuman berhak dikatai bodoh." Dazai dengan santai membalikkan perkataan Chuuya. Membuat temannya itu hanya mendecih dan diam untuk beberapa saat.

Seolah belum merasa cukup dingin dengan tetesan rintik hujan, Chuuya Mengipas-ngipas dirinya sendiri dengan topi. Matanya melirik Dazai yang juga mendadak diam. "Seingatku ini tanggal ulang tahunmu." Ucapnya kemudian dengan ragu.

"Oh? Lihat di mana?"

"Gak sengaja nemu di kumpulan data," sahut Chuuya. Dia berusaha keras mencari informasi tentang rekan Randou begitu masuk Port Mafia, dan Dazai kadang-kadang secara ajaib membantunya. "Aku tidak terkejut sih orang yang ingin mati sepertimu apatis pada ulang tahun," gumamnya mengisi keheningan.

"Membahas itu di antara aroma kematian ini ... Chuuya kadang-kadang kejam juga ya?"

"Hei, orang yang menembaki mayat tanpa alasan jangan menukar balik fakta." Jika kejam dan sadis itu beda arti, mereka memang beda spesialisasi.

Dazai tertawa kecil. "Terlepas dari itu, aku tidak yakin sepenuhnya itu tanggal lahirku. Habisnya, kita kan gak bisa memastikan itu ketika lahir."

"Jelas aja." Chuuya juga tahu bahwa tidak ada bayi yang begitu lahir langsung bisa baca kalender.

"Nah, invalid kan?" Dazai menekankan.

"Hmm, ya sih." Chuuya juga tidak tahu tanggal lahir aslinya. 19 April adalah tanggal yang ditemukannya di salah satu dokumen peninggalan Randou. "Lalu apa salahnya menetapkan itu sendiri?"

"Kalau gitu sekalian aja semua orang menetapkan ulang tahunnya tanggal 1 Januari." Dazai merentangkan tangan, "Rame, kan?"

"Gak gitu juga kali." Chuuya tiba-tiba sadar bicara dengan Dazai cuma tambah menguras tenaga.

"Setiap detik itu punya durasi yang sama. Yang membedakan hanya peristiwa pada saat itu. Jadi ulang tahun bagiku tidak lebih penting dari diskon kepiting." Dazai menegaskan itu dengan ekspresi bosan yang tidak berubah.

Chuuya mengedip-ngedipkan matanya dengan takjub beberapa kali. Iya, orang yang gak peduli pada hari lahir itu banyak, tapi untuk membandingkannya dengan diskon kepiting ... Apakah partnernya ini kepalanya kosong atau kebanyakan isi, masih misteri.

Kembali ke kantor agensi, Atsushi tambah bengong ketika Kunikida menceritakan situasi serba salah mereka kalau mau memberi kado pada Dazai. Antara yang pemuda tinggi itu butuhkan atau inginkan, mana yang jadi prioritas. Bicara masalah keinginan, tak satu pun orang di agensi benar-benar tahu apa yang Dazai sukai atau tidak.

Tanpa sengaja Atsushi membayangkan bagaimana proses perancangan kejutan untuk Dazai ...

("Untuk kuenya mau yang rasa apa?" tanya Atsushi.

Masing-masing anggota memikirkan kue tart yang menurut mereka bagus. Lalu menambahkan Dazai. Kemudian semua kue enak itu lenyap dan mereka serempak bergumam, "Yang beracun."

"E-eh ... Kalau dekorasi ruangan?"

"Pasang gantungan tali di tengah sana," Tanizaki menunjuk ke atas loteng.

"Untuk hiasan dinding ... Bagaimana kalau jamur yang warnanya mencolok?" Yosano mengusulkan.

"Aku akan mencarinya~!" Kenji mengajukan diri.

Atsushi makin berkeringat dingin. "A, ayo kita bicarakan masalah hadiah ... "

"Obat nyamuk."

"Pestisida."

"Sianida."

"Bom waktu."

"Pisau dapur.")

"Cukup!" Atsushi menggeleng-geleng dengan wajah pucat.

"Kau itu kenapa sih, Atsushi?" Kunikida bingung melihat tingkah aneh bawahannya. "Jangan berpikir yang aneh-aneh dan kerjakan tugasmu!"

Dazai yang agaknya bisa menebak apa yang dipikirkan Atsushi tersenyum miring. "Sebenarnya itu mungkin bakal menarik, Atsushi-kun."

"A-apanya?" sahut anak itu gugup. Diam-diam dia merasa khayalannya lumayan kejam bahkan untuk orang semacam Dazai.

Dazai melihat ketidaknyamanan Atsushi dan kali ini berbaik hati untuk tidak lanjut menggodanya. "Tapi, Dazai-san, apa kau benar-benar tidak pernah mendapat pesta kejutan?" Secara aneh Atsushi merasa kasihan pada pemuda 22 tahun itu.

"Aku yakin malah kau yang bikin jebakan di pesta semacam itu, ya kan, Dazai?" terka Ranpo yang rupanya mengikuti pembicaraan mereka.

"Benar sekali, Ranpo-san." Dazai menjawab antusias. "Waktu itu aku menggali lubang yang cukup dalam di depan meja kue dan menutupinya dengan karpet." Dia mendadak teringat pesta kejutan untuk Chuuya yang disiapkannya sebagai hadiah kebebasan anak itu dari Sheep.

"Lalu bagaimana jadinya?" Atsushi ingin tahu sukses tidaknya rencana ekstrim Dazai.

"Gagal. Targetku menghancurkan dinding ruangan dan memukul seseorang sampai tembus ke ruang sebelahnya. Jadi dia bahkan gak tahu apa yang kusiapkan karena bangunan itu kemudian rusak dalam pertarungan."

Hasil yang sungguh di luar ekspetasi. Atsushi bertanya-tanya setidak normal apa kehidupan yang dijalani Dazai sampai detik ini. Meskipun mengingat yang dibicarakan ini Dazai, tidak jelas apakah lingkungan yang membuatnya rada sinting atau sejak awal dirinya sendiri yang jadi pencetus keabnormalan.

"Kalau hadiah bagaimana?" tanya Atsushi lagi. Dia ingin tahu juga apa Dazai pernah menerima hadiah.

"Karena bagiku berulang tahun itu bukan prestasi ... Tapi yah, aku pernah diberi mantel baru ketika bergabung ke suatu organisasi... " Tentunya bukan Agensi Detektif Bersenjata.

"Waah, apa itu yang kau pakai sekarang ini?" Atsushi sedikit lega dengan pengakuan Dazai.

Dazai menggeleng dengan ekspresi datarnya. "Sebenarnya mantel hadiah itu sudah kubakar."

"Haaah?!" Kali ini bukan hanya Atsushi yang berteriak kaget dengan kesan tidak terima.

"Di hari-hari pertama bergabung dengan agensi, aku berniat memasak di asrama. Tapi Kunikida-kun malah menelepon dan mengoceh panjang lebar tentang kasus Azure King ... Jadinya aku tidak sengaja membiarkan kompor menyala."

Kemudian ketika kembali, tahu-tahu apinya sudah menyebar dan Dazai melempar mantel hitamnya begitu saja untuk menghalangi sampainya oksigen. Masalahnya adalah dia lupa membasahi mantelnya.

"Itu salahmu yang gak datang ke rapat, anggota baru tapi belagu," sambar Kunikida yang tidak akan pernah mengaku di hadapan Dazai bahwa dia sebenarnya diam-diam memuji pemikiran pihak bersangkutan yang punya ide untuk mencari informasi ke kantor imigrasi. Terlepas dari akting 'novelis gagal' nya yang juga bikin muntah darah.

"Gimana nasib asramanya ...?" selidik Tanizaki yang juga rada pucat setelah mendengar cerita Dazai. Maksudnya, membakar asrama bahkan sebelum resmi diterima bergabung adalah tindakan yang sangat berani, kan?

"Tidak ada masalaah, aku berhasil menghentikan apinya sebelum benar-benar kebakaran, kok." Dazai awalnya berniat membalas kata-kata Kunikida, tapi pertanyaan Tanizaki mengalihkannya.

"Tidak ada masalah katamu? Jangan lupa biaya yang harus dikeluarkan untuk mengecat ulang dinding dapur!" Kunikida menguak fakta sebenarnya.

"Eh, tapi itu diambil dari gajiku yang dipotong, kan."

Haruno masuk ke kantor, sepertinya baru dari ruangan Shachou. "Atsushi-san, pekerjaan untukmu."

Atsushi bangkit dari kursinya, menyempatkan diri memanggil Dazai yang sudah kembali ke posisi santainya. "Dazai-san,"

"Hmm?"

"Berarti aku boleh ngasih hadiah di luar ulang tahun kan?" tanya anak itu dengan nada bersemangat yang mengagumkan.

Dazai mau tidak mau mengangkat kepalanya dari meja. "Atsushi-kun memang aneh." Komentar itu lolos dari bibirnya.

Atsushi tersenyum senang. "Aku banyak berhutang budi pada Dazai-san, jadi kapan-kapan akan kuberikan sesuatu. Oh, Kunikida-san dan yang lainnya juga!"

"Mau menabung gajimu, eh? Jangan repot-repot."

Ekspresi Atsushi tidak berubah ketika dia menghampiri Haruno untuk mendengar penjelasan tentang detail tugas. Dan Dazai tahu anak itu tidak mudah berubah pikiran kalau sudah begini.

Setelah Atsushi pergi, Dazai masih menerawang langit-langit putih loteng agensi. Entah apa yang berkecamuk di kepalanya selama beberapa menit. Mungkin kepikiran tentang masa lalu, bisa juga menebak-nebak hari esok. Apapun itu, kepalanya kembali bertemu meja dalam waktu singkat.

("Hidupku ini penuh dengan hutang budi. Dazai, kamu sudah membantuku beberapa kali. Kalau bawahanmu dalam masalah, dia harus diselamatkan.""Kau seharusnya lupakan saja itu. Karena tak ada seorang pun yang mengingat ... hutang budi apa yang kau miliki pada mereka.")