Sang dewa keadilan, tak hentinya berjalan kesana-kemari. Tak jarang, ia berhenti untuk menghela nafas, lalu kembali melakukan aktifitasnya, berjalan kesana-kemari.
Ada yang salah.
Ya. Menurut Yesung sang asisten dewa keadilan, ini sangatlah salah. Tak pernah ia melihat Leeteuk, selaku sang dewa keadilan, terlihat gusar seperti ini.
Aneh.
Ini sangatlah aneh. Ia curiga, apa jangan-jangan, sesuatu yang buruk terjadi? Sebagai seorang dewa, Leeteuk pastilah tau apa yang sebenarnya terjadi.
"Apa yang terjadi, wahai sang dewa yang selalu memberikan segala keadilan?"
Leeteuk, menghentikan langkah kakinya, menatap Yesung dalam diam. Mulutnya kemudian terbuka, hendak mengeluarkan suara.
"Sudah kubilang berkali-kali, jangan panggil aku seperti itu Sungie-ah. Kita semua, komunitas dewa dengan asal muasal yang sama. Korea. Akan jauh lebih nyaman bila kita menggunakan bahasa sehari-hari kita dahulu. Yang kau ucapkan itu terlalu formal."
Yesung mengangguk mengerti, "Kalau begitu, Leeteuk hyung, apa yang terjadi? Mengapa kau terlihat gusar seperti ini?"
Leeteuk menggigit bibirnya dan menggerakan matanya kesana-kemari, seakan tak siap untuk mengatakannya. Namun, tatapan mata Yesung, menuntut jawaban.
"Lee Donghae... barusan aku mencari keberadaannya, dan-" ucapan Leeteuk terputus, begitu ia terbayang, apa yang ia lihat barusan. Jujur saja, ia ingin sekali mengembalikan waktu dan membiarkan semua ini tidak terjadi.
"Dan?"
"Dan... ia melanggar salah satu peraturan langit... salah satu yang fatal..."
Yesung membulatkan matanya tak percaya. Apa katanya? Melanggar salah satu peraturan langit? Fatal? Setahu-nya, jika Leeteuk sudah mengucap kata fatal, itu berarti... orang itu akan keluar dari surga, dan hidup dalam kelamnya dunia manusia.
"F-fatal? Hyung? Fatal? Kalau begitu, mengapa kita tak segera menghampirinya saja?"
"A-aku takut Sungie-ah. Aku takut aku tak bisa memberikannya keadilan. Aku takut tak bisa menghukumnya. Ia sudah kuanggap sebagai salah satu adikku sendiri..."
"Kalau begitu, bagaimana jika aku menemani kalian turun ke bawah? Aku akan menjadi salah satu pengatur nasibnya."
Yesung dan Leeteuk sontak menoleh, begitu mendengar sebuah suara menginterupsi kekhawatiran mereka. Kyuhyun. Dewa penderitaan.
"K-kyu?"
"Kau tau, Lee Donghae sudah pasti akan menjadi manusia. Dan... penderitaan tak bisa dilenyapkan. Harus setimpal dengan perbuatannya."
"Tapi-"
"Sebagai seorang dewa, kau tak boleh berlaku seperti itu hyung. Ayo kita turun ke bawah." ajak Kyuhyun, dan mereka pun menghilang, bersamaan dengan terbitnya matahari di dunia manusia.
.
.
.
Donghae mengecup manis kening gadis yang sedang tertidur dalam pelukannya. Perlahan, bola mata gadis itu bergerak-gerak, dan kelopak matanya mulai terangkat, menampilkan sepasang manik mata yang indah. Ia tersenyum, lalu mengecup kilat bibir gadis itu, membuat gadis itu tersadar sepenuhnya. Wajahnya langsung memerah, begitu mengingat kejadian apa yang menemaninya bersama dengan malam. Disembunyikannya wajah manis itu dalam selimut, guna Donghae tak melihat betapa merahnya wajah itu sekarang.
Donghae tertawa pelan, melihat tingkah gadis itu yang menggemaskan. Namun di lubuk hatinya yang terdalam, tersimpan begitu banyaknya kegundahan. Ia tau, apa yang ia lakukan semalam salah, sangat salah malah. Tapi... ia benar-benar sudah tak sanggup menahan dirinya.
Mengurusi dunia manusia adalah salah satu pekerjaannya. Sebenarnya, ia hanya iseng untuk berkelana di dunia manusia. Dan sepertinya, terlalu lama berkelana dalam dunia fana ini, memberikannya dampak yang buruk. Ini salah satunya.
"Lee Donghae. Apa yang kau lakukan?!"
Donghae tersentak kaget, begitu pula dengan Eunhyuk, gadis manis itu. Eunhyuk sudah mengetahui kenyataan bahwa Donghae adalah seorang malaikat, namun ia tak menyangka, bahwa teman-temannya juga muncul dihadapannya.
"K-kau? Melakukan hubungan terlarang? Apalagi... dengan manusia?" ucap Yesung lirih. Ini dia yang Donghae takutkan.
"Kalian berdua... maaf Hae-ah, tapi... hukuman harus berjalan, siapapun dirimu. Di kehidupan selanjutnya..."
Donghae dan Eunhyuk tak dapat mendengar apa yang Leeteuk ucapkan, karena suaranya yang makin mengecil. Apa yang muncul terhadap diri mereka sekarang hanyalah satu.
Ialah takut.
Dan yang terakhir mereka tau adalah, Kyuhyun yang tiba-tiba saja sudah berada di hadapan mereka, dan melakukan sesuatu entah apa itu, dan kemudian...
Semuanya menjadi gelap.
"Sampai jumpa di lain waktu, Hae-ah..."
.
.
.
.
Unexpected Life
Author:
CLA
Rated:
T
Genre:
Romance, Fantasy, Hurt/ Comfort, Angst, Friendship, etc
Disclaimer:
Seluruh cast disini milik Tuhan dan diri mereka sendiri,
Cerita ini murni imajinasi CLA
Cast:
Super Junior
Shim Changmin
Xiah Junsu
Choi Seunghyun (T. O. P)
Possible for another cast
Warning:
AU, OOC, BL, Death Chara, EYD, Typos, Impossible things, etc
.
.
Cerita ini TIDAK di dasarkan pada kenyataan, atau info-info wikipedia sebagaimana seharusnya. Para karakter yang bukan manusia, sifat-sifat dan keahliannya adalah murni imajinasi CLA.
.
.
.
.
.
Aiden membuka matanya perlahan lalu menatap bantal yang kini di rengkuhnya ke dalam pelukan. Bantal yang semula adalah sesosok makhluk berwujud manusia namun memiliki telinga dan ekor layaknya kucing.
Spencer Lee
Ya, ia tau, anak itu pasti sudah kembali melakukan aksinya untuk kabur dari dalam kastil kebanggaannya.
Ah bukan
Lebih tepatnya, kastil yang ia rebut dari sang penerus aslinya, Shim Changmin. Ah, begitu bangganya dirinya begitu mengingat apa yang terjadi saat itu.
TOK TOK TOK
Aiden, menoleh kearah pintu dan tersenyum. Ah bukan, lebih tepatnya menyeringai. Ia tau, pelayan kesayangannya pasti sudah mengetahuinya.
"Masuk"
CKLEK
KRIETTTT
"Master, d-dia kabur lagi..."
Aiden, menatap pelayan kesayangannya itu dalam diam. Ia menunggu apa yang akan dikatakannya lagi oleh pelayan kesayangannya itu, Junsu.
"D-dia... kali ini kabur ke dunia manusia... di luar kastil ini... sepertinya ia telah menemukan jalan keluarnya master..." jawabnya tergugup, takut-takut. Mendengar kata dunia manusia, takutnya sang master akan mengamuk, karena tak seorang pun dalam wilayah kekuasaannya yang diizinkan untuk sekedar menghirup udara bebas tanpa aura mencekam di luar sana.
Diluar dugaan Junsu, Aiden tidak marah. Ia malah segera berjalan menuju kamar mandi setelah mengambil pakaiannya. Tenang saja, Aiden menggunakan bawahan.
Junsu diam, tetap berdiri di tempatnya. Sebelum Aiden memerintahkan sesuatu, ia tak berani untuk berlaku lebih jauh. Ia ingat sekali, dulu. Bagaimana mengerikannya seorang Aiden. Saat itu, umurnya masih... hmm... entah, ia lupa. 8 tahun mungkin? Masih kecil. Kejadian ini sudah berlalu sekitar 70 tahun sepertinya.
Mengingat dirinya adalah kaum manusia serigala, bukan tak mungkin saat ia berumur 8 tahun ia masih kecil. Kaum mereka, tumbuh seperti manusia biasanya dengan normal. Namun, saat fisik mereka sudah dewasa, pertumbuhan akan terhenti, dan mereka akan menua seiring berpuluh ratus tahun berlalu.
Tuan-nya yang sebenarnya adalah Shim Changmin. Seorang vampir murni, satu-satunya yang masih hidup di dunia saat itu. Satu-satunya kaum vampir yang bertahan dari perang. Dan ia jugalah yang membangun kastil ini dan memberikan pelindung agar manusia biasa tak bisa melihatnya, kecuali mereka yang memang sudah ditakdirkan.
Junsu tak bisa melupakan kejadian itu. Kejadian yang menurutnya sangat mengerikan, dan membuat seluruh makhluk yang menghuni kastil tunduk kepada seorang Aiden. Ya, Aiden yang merupakan half-blood, bisa dengan mudahnya membunuh Changmin, seorang vampir berdarah murni di depan matanya sendiri.
Dan...
Junsu benar-benar sudah tidak kuat lagi saat Spencer, turut menjadi korbannya.
Saat itu, langit gelap disertai rintik hujan yang deras seakan ikut menangisi hilangnya Shim Changmin dari dunia. Suara angin yang berhembus kencang dan juga kilat yang terus bersahutan seakan menyanyikan lagu kematian untuk Shim Changmin, sang vampir berdarah murni, satu-satunya yang tersisa di dunia ini.
Junsu terdiam, tak sanggup untuk berteriak ataupun menangis. Dalam ruangan ini, hanya ada dirinya, Aiden, dan Spencer yang tersisa. Master-nya sendiri, telah berwujud sebagai butiran debu yang hanyut dan membaur bersamaan dengan angin yang tertiup dari salah satu jendela yang terbuka.
Ia dapat melihat, mata Spencer yang awalnya sedikit menaruh harapan kepada sosok dihadapannya, mendadak menampilkan ekspresi ketakutan yang amat sangat. Junsu tak tau apa yang sebenarnya Spencer takutkan secara tiba-tiba, mengingat Aiden berdiri membelakangi dirinya. Junsu, semakin ingin menangis. Ia percaya, tatapan mata Spencer meyakinkan setiap orang bahwa sosok Aiden sangatlah berbahaya.
Seekor kucing sepertinya tak bisa berbohong.
"Beritakanlah kepada seluruh penghuni wilayah ini, serigala kecil. Mulai sekarang, panggilah aku dengan sebutan Master. Akulah yang berkuasa sekarang!" tegas suara itu, membuat Junsu gemetar.
"Tunggu apa lagi? Keluar dari ruangan ini, sekarang!" perintahnya, membuat Junsu mengangguk takut, lalu dengan segera keluar dari kamar yang sekarang adalah milik Aiden. Sepertinya ego seorang vampir benar-benar mengalir dalam darahnya.
Junsu bisa mendengar, sesaat setelah pintu itu tertutup, terdengar suara desahan, jeritan, dan tangis pilu. Begitu memilukan. Begitu menyayat hati setiap orang berperasaan yang mendengarnya. Meskipun Junsu masih kecil, ia tau, apa yang sedang terjadi di dalam sana. Ia hendak melanjutkan langkahnya, namun ia tak sanggup. Ia meringkuk dan menutup telinganya rapat-rapat. Ia benar-benar merutuki kemampuannya untuk mendengar suara dalam jarak yang tak bisa di bilang dekat. Air matanya, benar-benar tak bisa dibendung lagi. Ia mengangis dalam diam.
"Ada apa Su-ie?"
Junsu menolehkan kepalanya, begitu mendengar ada suara yang memanggilnya.
Vincent.
Seorang peramal yang sudah dianggapnya sebagai kakak sendiri. Dengan usia yang terpaut 20 tahun, membuat Junsu merasa sangat nyaman diperlakukan sebagai seorang adik.
"Hiks... Kucing itu... hiks... Spencer... hiks... Su-ie tidak kuat... Su-ie tidak sanggup membayangkannya. B-bagaimana jika saat itu, Su-ie yang terlahir menjadi kucing? Bukan Tao? Dan bagaimana jika kami yang terlahir sebagai klan kucing tak dibunuh? Hiks... Su-ie takut..."
Sungmin merengkuh Junsu dalam pelukannya, menenangkannya. Dihapusnya air mata Junsu yang tak henti-hentinya mengaliri pipinya. Ia kagum, bagaimana bisa Junsu yang masih berusia 8 tahun, pikirannya begitu dewasa.
"Dengar Su-ie. Lupakan tentang sebagian keluarga kucingmu itu. Waktu sudah berlalu, kau tak perlu memikirkannya lagi."
"Tapi-"
"Spencer adalah satu-satunya klan kucing terakhir yang berada di dunia ini, setelah Master Changmin membunuh kedua orangtuanya. Sebenarnya bukan salah mereka juga menyembunyikan Spencer dari Master Changmin, aku pun pasti akan lebih memilih menyembunyikan anakku jika keadaannya seperti ini. Bagaimana pun juga, mereka dari klan itu... sudah ditakdirkan menjadi bawahan dari klan vampir." jelas Vincent, meskipun Junsu sudah mengetahui itu. Tangisan Junsu malah semakin menjadi.
"Tapi tak pernah ada yang-"
"Ya, memang tak pernah ada yang diperlakukan seperti ini. Ini adalah yang pertama. Tapi kita tak memiliki hak untuk menghentikan apa yang dilakukan Master, Junsu-ah. Kita hanyalah salah satu pelayannya. Kita tak bisa melakukan apa-apa selain diam dan menuruti perintahnya."
Vincent memeluk Junsu yang malah semakin menangis. Ia mengelus kepalanya pelan, lalu menariknya untuk melangkah.
CKLEK
Suara pintu kamar mandi yang terbuka, menyadarkan Junsu dari lamunannya. Ia menoleh kearah Aiden, yang kini tengah bersiap-siap, seakan ia hendak pergi keluar.
"M-master? Kau mau kemana?"
Aiden menatap tajam Junsu, membuat Junsu menundukkan kepalanya takut. Ia kemudian menghela nafas, lalu melewati Junsu untuk sekedar membuka pintu.
"Aku mencarinya tentu saja."
"Tapi jika master pergi ke dunia luar, para vampire hunter akan-"
"Kau lupa, aku masih memiliki jiwa Donghae?"
Junsu terdiam. Benar juga sih, masih ada Donghae, tapi... apa Aiden benar-benar akan melakukannya?
"Tapi jika master kembali menjadi Donghae-"
"Aku tau segala resiko-nya. Aku pergi. Jangan menghalangiku. Jangan melakukan hal-hal yang membuatku ingin membunuhmu selama aku pergi." ucapnya, sebelum akhirnya menjauh dan menghilang di balik pintu di ujung lorong kastil yang tak bisa dibilang kecil ini. Junsu benar-benar tak bisa melakukan apa-apa. Bukan karena khawatir Aiden yang akan menjadi incaran vampire hunter, namun ia lebih takut jika tuannya menemukan keberadan Spencer. Beruntung, di setiap dunia selalu ada raga yang sama. Seperti contohnya, Vincent pernah memberitau kalau ada seorang artis yang memiliki raga dan nama yang sama dengan Junsu. Xiah Junsu.
"Kau sebenarnya khawatir kepada Spencer kan?"
Junsu menoleh ke belakang, dimana Vincent sedang bersandar di tembok sembari melipat kedua tangannya di dada dan menutup matanya.
"Ya. Kami sudah begitu dekat semenjak kejadian itu. Aku sudah menganggapnya sebagai saudara sendiri."
Vincent membuka matanya, dan menampilkan senyum pedih. Bukan senyumnya yang pedih. Sorot matanya lah yang terlihat pedih.
"Ramalanmu... benar. Kita tinggal menunggu waktu. Jika ia hidup, kita masih dapat hidup namun dengan melihat begitu banyak penderitaan. Jika master mati, maka tempat ini juga akan hilang bersama dengan kita di dalamnya..." ucap Junsu lirih. Vincent mengangguk meng-iya-kan.
"Dan sejauh ini, ramalanku tepat bukan?" tanya Vincent, yang sebenarnya lebih terdengar seperti pernyataan. Junsu mengangguk.
"Ya, dan kuharap... Spencer dapat hidup bahagia disana..."
.
.
.
TBC
.
.
.
Author's Territory:
Itu judul maksa banget ._.
Kalau gak ada yang minat bisa di END kok. Khusus FF ini, ending-nya ketemu duluan, tenang aja.
Untuk FF Innocent Hyukkie, CLA lagi agak nge-stak. Jadi bingung lanjutnya bagaimana. CLA juga nyuri waktu ngetiknya, jadi ga janji di apdet minggu depan.
See you~
