It doesn't matter how many times I have to sacrifice myself.
When he calls my name with that miserable voice…
I can't help but think about how much I love him.
And yet, there's something else.
What is this feeling that approaching me so fast?
I haven't noticed it before…
Stronger…
Stronger…
I want each minutes, each second, to last an eternity for the sake of us being together…
-Tsukikage Nite, Yoshino Miri-
.
.
.
Tsukikage Nite ( In the Moonlight )
.
.
Pair :
MinYoon.
.
Genre :
Romance, family, a little bit of hurt/comfort.
.
Rate :
M
.
Disclaimer :
Tulisan pembuka di atas beserta judul diambil dari sebuah doujin karya Yoshino Miri, tapi jalan cerita gak akan sama seperti doujin itu. Kalau cast ff ini, mereka milik tuhan~
.
Warning :
Boys Love, M-preg, DON'T LIKE JUST DON'T READ.
.
.
.
Tsukikage Nite ( In The Moonlight )
Just enjoy this fict.
.
.
.
.
.
.
^Normal POV^
.
.
.
"Jadi kau takkan pulang malam ini? Bagus! Pergi saja sana! Kau pikir aku akan mengemis-ngemis padamu? Supaya kau pulang hah? Pergi saja dengan sekretaris cantikmu itu!" Min Yoongi, namja manis itu tampak menggeram marah menghadapi kenyataan jika malam ini, suami sekaligus appa dari anak-anaknya takkan pulang. Sekalipun hari ini adalah hari spesialnya.
"Yoongi hyung, jangan seperti ini… hari ini aku benar-benar tak bisa pulang. Proyek kali ini harus sukses… kumohon mengertilah." Suami tampan Min Yoongi itu sedang berusaha membujuk sang suami agar mengerti tentang keadaan mereka kali ini, lagipula dia bingung, kenapa Yoonginya mesti seperti ini hari ini? Biasanya dia mau mengerti dan menerima jika dia harus pergi keluar kota menuruti rekan bisnisnya.
"Tak apa… pergilah. Tak usah pulang sekalian!" Yoongi kali ini benar-benar kesal dan ingin menangis saat Jimin, suaminya itu melupakan hari spesialnya.
Yoongi meninggalkan Jimin untuk segera masuk ke kamar anak-anaknya. Meninggalkan Jimin yang hanya bisa menghela nafas lelah, dan segera pergi dari rumah itu. Pekerjaannya tak bisa menunggu.
"Umma…" Yoongi yang berniat membangunkan kedua anaknya kini berdiri mematung saat si sulung menatapnya sembari menutup telinga adiknya.
"Nde, Minki dan Minji sudah bangun ternyata?" Yoongi hanya bisa menghela nafas sebelum tersenyum dan menghampiri kedua anaknya.
"Oppa, lepas…" gerutu si bungsu saat oppanya tak segera melepaskan kedua tangannya dari telinganya. "Umma… bertengkar dengan appa? Tadi Minji bangun gara-gara dengar umma berteriak, tapi telinga Minji langsung ditutup Minki oppa. Umma baik-baik saja?" tanya Minji setelah sang oppa melepaskannya.
"Nde… umma tadi marah pada appa… habisnya appa tidak pulang malam ini. Jadi umma hanya dengan kalian malam ini." Yoongi yang memang selalu tak ingin membohongi kedua anaknya, mencoba menceritakan keadaannya pada kedua anaknya itu.
"Umma jangan nangis…" si sulung segera saja mengecupi pipi Yoongi, raut muka Yoongi hanya terlihat akan menangis dan anak sekecil Minki sudah mengerti jika eommanya akan menangis.
"Nde, besok appa pasti pulang. Sekarang umma dengan kami saja. Kami sayang umma." Minji pun mengecupi pipi Yoongi, pipi malaikatnya yang sangat ia sayangi.
"Umma…" panggil Minki yang saat ini terlihat memegang sesuatu.
"Hmm?" tanggap Yoongi.
"Semalam Minki dan Minji membuat ini, semoga umma suka." Dan, Minkipun segera memberikan sebuah kertas yang terlipat rapi pada Yoongi.
Yoongi segera membuka lipatan itu dan membaca tulisan yang tertera di sana. Tulisan yang belum bisa dikatakan rapi itu, gambar serta warna yang juga belum bisa dikatakan rapi itu, sukses membuat Yoongi menangis terharu. Memeluk kedua anaknya yang sangat dibanggakannya, kini hal itulah yang akan dilakukan oleh Yoongi.
"Saengil chukkaehamnida…
Saengil chukkaehamnida…
Saranghaneun uri umma…
Saengil chukkaehamnida…
Uri umma yang lebih hebat dari siapapun…
Uri umma yang lebih cantik dari siapapun…
Uri umma yang selalu melindungi kami lebih dari siapapun…
Saengil chukkaehamnida…
Semoga… di tahun ini umma semakin bahagia.
Karena… kebahagiaan umma adalah kebahagiaan kami.
Terima kasih sudah menjadi umma yang terbaik untuk kami.
Saranghae uri umma."
Terang saja Yoongi menangis saat membacanya, anaknya yang saat ini baru memasuki kelas dua sekolah dasar ini berhasil membuat hatinya tersentuh. Kata-kata itu, gambaran hati di sana sini, sukses membuatnya makin menyayangi buah hatinya itu.
"Minki yah, Minji yah… kemari nak." Yoongi meminta kedua anaknya itu masuk ke dalam rengkuhan hangatnya. Dan dengan senang hati, anak-anaknya itu akan masuk ke dalam pelukan umma mereka tercinta.
"Nado saranghae. Umma benar-benar menyanyangi anak-anak umma. Terima kasih juga sudah mau memiliki umma seperti umma,"
Untuk beberapa saat ketiganya terhanyut dalam keheningan yang menenangkan. Meresapi ikatan batin yang makin kuat di antara ketiganya.
"Nah, sekarang waktunya kalian mandi. Setelah itu sarapan, sekolah menunggu kalian." Ucap Yoongi sembari melepaskan pelukan mereka.
"Baik!" seru keduanya riang dan segera beranjak ke kamar mandi. Ya, Yoongi sudah membiasakan kedua anaknya untuk mandiri. Mengurus hal-hal kecil seperti mandi sendiri itu sudah dibiasakan oleh Yoongi beserta Jimin. Mereka hanya tak ingin anak-anak mereka menjadi anak manja yang tidak bisa melakukan apapun seorang diri nantinya.
"Baiklah, aku juga harus menyiapkan sarapan untuk kami pagi ini." Gumam Yoongi setelah selesai memeriksa tas sekolah anak-anaknya itu. "Mandi yang bersih aedeul ah. Dan jangan lama-lama, nanti kalian kedinginan." Peringat Yoongi sebelum keluar dari kamar kedua anaknya itu. Peringatan yang hanya ditanggapi gumaman mengiyakan oleh kedua anaknya itu.
.
.
.
"Umma, nanti pulang sekolah boleh tidak Minki main ke rumah Seokjin gomo? Minki mau main sama Jungkook hyung nanti… boleh ya?" Rayu Minki yang ingin bermain dengan anak Seokjin yang lebih tua setahun darinya itu.
"Oppa mau main sama Jungkook oppa? Minji mau ikut oppa…" kini giliran si bungsu yang merajuk.
"Eh? Minji yah 'kan nanti pulangnya lebih cepat dari oppa, mau menunggu?" tanya Minki pada adiknya itu.
"Kalian ingin main ke rumah Seokjin gomo? Umma izinkan kalian pergi jika Seokjin gomo setuju kalian main ke sana, bagaimana?" tanya Yoongi yang saat ini sedang meletakkan sarapan untuk mereka.
"Seokjin gomo pasti setuju." Si sulung berpikir positif, dan diangguki si bungsu.
"Baiklah, umma hubungi Seokjin gomo dulu." Dan Yoongi kini beranjak untuk menelpon hyungnya itu. Percakapan pun berlangsung untuk beberapa menit. Kemudian Yoongi segera kembali ke ruang makan untuk memberitahukan kedua anaknya. "Seokjin gomo setuju, nanti Namjoon samchon yang akan menjemput kalian. Jadi jangan kemana-mana sampai Namjoon samchon datang menjemput. Arrachi? Minki juga nanti akan dijemput Namjoon samchon. Pesan yang sama berlaku untuk Minki." Nasihat Yoongi.
"Arraseoyo umma." Jawab keduanya girang.
.
.
.
"Eh, ada Seokjin gomo?" tanya Minki saat akan memasuki mobil Namjoon bersama Jungkook.
"Aku juga ada di sini oppa!" teriak Minji dari jok belakang.
"Kajja masuk ke dalam aedeul ah." Setelah mendengar perintah dari Seokjin, anak-anak itupun segera masuk ke dalam mobil.
"Minji sudah bercerita pada kami." Lanjut Seokjin saat mobil Namjoon sudah melaju meninggalkan pelataran parkir sekolah anaknya itu.
"Bercerita apa umma?" tanya Jungkook yang tak mengerti apapun.
"Hari ini, hari ulang tahun Yoongi gomo aedeul ah, dan Minki dan Minji ingin membuat kejutan untuk Yoongi gomo." Terang Seokjin yang saat ini memutar badannya ke belakang untuk menatapi ketiga anak lucu itu.
"Kejutan! Yay, boleh Kookie ikut memberi kejutan untuk Yoongi gomo?" tanya Jungkook senang sembari melihat kedua sepupunya itu.
"Tentu saja oppa. Semakin banyak orangnya semakin menyenangkan." Setuju Minji yang menatapi Jungkook dengan mata bulatnya yang bersinar senang.
"Tapi… appa gak ikut gomo." Adu Minki.
"Memangnya Jiminiekemana Minki yah?" tanya Namjoon sesekali melihat ketiga anak manis itu dari spionnya.
"Appa ada pekerjaan, tadi saja appa buat umma marah. Habisnya appa gak pulang malam ini." Adu Minki dengan bahasanya dan menatapi samchonnya yang sedang menyetir itu.
"Baiklah, nanti gomo coba marahi appamu itu. Jangan, bersedih nde?" dan Seokjinpun mencoba menenangkan kedua keponakannya yang tampak bersedih itu.
Sementara Jungkook yang duduk di tengah-tengah kedua sepupunya itu, berusaha merangkul keduanya dengan tangan mungilnya itu.
"Nah, sekarang apa yang harus kita lakukan?" tanya Namjoon memecah keheningan.
"Beli kue, 'kan oppa?" tanya Minji sembari menatapi oppanya.
"Ung! Kue strawberry kesukaan umma. Eotte, samchon, gomo?" tanya Minki balik.
"Baik, beli kue~." Ujar Seokjin senang.
"Jin ah, yang mau membeli kue 'kan anak-anak, kenapa kau yang girangnya kelewatan?" tanya Namjoon yang bingung melihat sikap pasangan hidupnya itu.
"Aku suka memilih kue, yeobo." Jawab Seokjin.
"Dan senang makan kue juga 'kan umma?" sambung Jungkook dari kursi belakang, membuat Seokjin sedikit memanyunkan bibirnya. Sementara yang lainnya sibuk tertawa melihat mereka.
"Oppa, mawar putihnya jadi?" tanya Minji.
"Tentu, Minji yah bawa uangnya 'kan?" dan pertanyaan Minki itu diangguki oleh Minji.
"Eih, uang? Untuk apa kalian mengeluarkan uang kalian? Biar gomo dan samchon saja yang membayarnya." Protes Seokjin saat mendengar percakapan itu.
"Anniya gomo. Kami mau memberikan sesuatu dengan uang kami juga untuk umma. Tapi uang kami cuma cukup untuk membelikan bunga untuk umma. Makanya gomo dan samchon bayar kue nya saja ya?" terang Minki.
"Lebih baik simpan saja uang kalian aedeul ah." Sanggah Seokjin.
"Anniya gomo. Aku dan oppa ingin memberikan sesuatu untuk umma, soalnya… kalau kami bisa memberikan sesuatu dengan uang kami, rasanya sangat menyenangkan. Gomo jangan menggagalkan usaha kami yang sudah mengumpulkan uang jajan kami ini ya." delik Minji saat kalimat terakhirnya itu terucap.
"Hahaha, anak-anak Yoongi hyung dan Park Jiminbenar-benar pintar, biarkan saja Jin ah. Ada kepuasan tersendiri bagi mereka jika berhasil membelikan sesuatu untuk umma mereka. Aku dulu juga begitu. Jadi biarkan saja." Namjoon yang mengerti pun, membujuk Seokjin untuk membiarkan anak-anak itu dengan rencananya. Sokjinpun pada akhirnya mengangguk setuju.
"Kookie juga anak appa dan umma yang pintar." Kini giliran Jungkook yang protes mendengar pujian appanya itu.
"Tentu saja pintar, Jungkookie 'kan seratus persen mewarisi otak appa yang jenius ini." Dan Namjoon, kembali membanggakan dirinya sendiri di depan yang lainnya.
"Tuan Kim dengan segala kesombongannya." Gerutu Seokjin sembari memutar kedua bola matanya, jengah dengan sifat Namjoon yang satu ini.
"Ini kenyataan Jin ah." Seringaian itu tercipta saat melihat reaksi pasangan hidupnya itu.
.
.
.
Dua jam setelah jam pulang sekolah anak-anaknya, bel di rumah Yoongi berdering nyaring menandakan adanya tamu yang datang ke rumah hangatnya itu. Yoongi yang tadi ada di ruang tamu pun bergegas membukakan pintu saat melihat muka Namjoon yang berada pada intercom rumahnya itu.
"Ada apa Namjoon ah…" pertanyaan itu tak terselesaikan saat Yoongi menatap Seokjin yang sedang memegang sebuah tart strawberry kesukaannya, lengkap dengan lilin-lilin yang menyala.
"Saengil chukkaehamnida." Semuanya mengucapkan kata-kata itu. Membuat Yoongi tersenyum haru, sebelum menutup matanya, membuat pengharapan sebelum meniup lilin-lilin itu.
'Semoga… keluargaku semakin bahagia, anak-anakku tak kekurangan apapun, dan semoga… setidaknya sebelum hari ini berakhir aku bertemu dengannya.' Pengharapan yang sederhana itu terlantun dari dasar hatinya, hanya sebuah pengharapan yang sederhana bukan?
"Jja, masuk ke dalam." Ajak Yoongi.
"Umma, ini hadiah dari kami." Minji dan Minki, yang masing-masing memegang bunga mawar putih kesukaan sang umma yang sudah dililiti pita warna-warni, pemanis visual bunga itu, menyerahkan bunga itu pada Yoongi.
Saat ini mereka sudah duduk di ruang tamu.
"Terima kasih aedeul ah." Ucap Yoongi saat menerima bunga itu dari anak-anaknya.
"Gomo… Kookie juga punya hadiah untuk gomo… tapi… maaf kalau gomo gak suka…" ucap Jungkook sembari menyerahkan sebuah kotak persegi untuk Yoongi.
"Boleh gomo buka?" tanya Yoongi dan Jungkook menyetujuinya. "Woah, strawberry. Terima kasih, Kookie." Ucap Yoongi sembari mengelus lembut rambut Jungkook, sama seperti saat ia berterima kasih pada anaknya tadi.
"Gomo suka?" mata bulat itu bersinar dengan cerahnya saat melihat Yoongi mengangguk dengan senangnya.
Dan siang itu beranjak menjadi sore hari yang menyenangkan, penuh dengan canda tawa dan sesekali tangisan dari si bungsu yang merasa terjahili oleh kakak-kakaknya itu. Menjelang makan malam, keluarga kecil Namjoon pamit pulang. Meninggalkan Yoongi beserta anak-anak yang akan bersiap untuk makan malam.
Dan malam pun kian menggelap, menandakan penghuni bumi harus kembali ke peraduan untuk mengistirahatkan tubuh nan penat menghadapi kehidupan semu seharian ini. Sementara itu, dapat kita lihat Yoongi yang duduk terpekur di hadapan televisinya yang menyala tanpa ia tonton sedari tadi.
"Kau benar-benar tidak pulang Jimin ah, bogoshipposeo…" gumaman rendah itu sarat akan kerinduan serta rasa sepi itu itu terlontar dari bibir tipis Yoongi. Mata Yoongi kini beralih ke jam yang menggantung kaku di hadapannya. "Sebentar lagi… hari ini akan terlewati… terlewati begitu saja…" tetesan air mata itu kian menguat dan semakin deras, serpihan luka yang ditahannya hari ini membuncah begitu saja lewat air matanya. Tangisan pilu yang ia usahakan tak bersuara itu terdengar semakin menyakitkan setiap detiknya. Sangat menyakitkan…
.
.
.
"Aku pulang." Dia, Park Jimin, dengan nafas yang tak beraturan, jas di tangan kirinya sementara tangan kanannya menjinjing sebuah paper bag, memasuki rumahnya dengan tergesa-gesa dan berharap masih mendapati malaikat manisnya terjaga.
Namun… yang ia dapati hanyalah tubuh malaikatnya tertidur begitu saja di ruang tamu. Meringkuk kedinginan di atas sofa serta sesekali terdengar seperti orang yang sedang menahan tangis. Hatinya semakin menciut kala menyadari dirinya lah yang telah membuat malaikatnya sedemikian rupa.
Dan kini ia beranjak dari ruang tamu menuju kamar mereka, ia meletakkan tubuh namjanya di atas perbaringan mereka dengan perlahan. Disekanya air mata yang sesekali masih saja mengalir dari mata bening yang selalu menatapnya penuh cinta.
"Saengil chukae hamnida nae cheonsa…" setelah mengatakan itu, Jimin perlahan mengecupi kening Yoongi, turun perlahan menuju bibir tipis namjanya. Mengecup penuh cinta bibir yang selama ini selalu melantunkannya lullaby cinta, kecupan lembut yang entah kenapa malah membangunkan Yoongi.
"Unggh… Jimin ah?" dengan perlahan Yoongi mengusap matanya, mengembalikan fokus matanya.
"Tidurlah… kau masih mengantuk." Dan Jimin dengan penuh cintanya kembali mengusap lembut pipi Yoongi, namun Yoongi menggeleng kencang dan beranjak untuk memeluk leher Jimin.
"Anni… kalau aku tidur lagi… kau mungkin saja akan pergi kembali. Sekalipun ini mimpi… setidaknya biarkan aku memelukmu." Gumaman frustasi Yoongi itu tentunya makin membuat Jimin bersedih dan merasa bersalah.
"Hei… mimpi apa? Aku di sini, dan akan selalu ada untukmu. Jangan seperti ini Yoongi hyung…" Jimin hanya bisa mengelus lembut punggung Yoongi sebelum ia merebahkan tubuh Yoongi dan mengurung tubuh namjanya itu dalam kungkungannya. "Hari ini masih belum berakhir Min Yoongi… Saengil chukkae hamnida." Ujar Jimin sebelum kembali mengecup bibir Yoongi. Kecupan-kecupan lembut itu kini menjadi sebuah pagutan hangat yang saling bertaut. Keduanya saling melumat bibir di hadapannya seakan tak ada kegiatan yang lebih menyenangkan lagi.
Semenit… dua menit… dan menjelang menit ketiga keduanya melepaskan pagutan itu. Nafas keduanya makin tak beraturan. Mata keduanya menjadi sangat sayu, saling memandang dan kemudian seakan mengatakan seberapa besarnya rasa cinta keduanya melalui tatapan itu.
"Saranghae Min Yoongi…" kata itu tenggelam dalam sebuah kecupan hangat, kata itu tenggelam dalam sebuah tautan perasaan yang begitu dalam.
"Saranghae Min Yoongi…" bibir yang tadinya bersarang di bibir lainnya, kini bergerak menuju perpotongan leher dan bahu Yoongi, melumat halus tempat yang dikecupinya, meninggalkan sebuah tanda… tanda kepemilikkannya.
"Saranghae Min Yoongi…" dan bibir itu semakin turun melumat bagian menonjol di dada namjanya itu, dan entah sejak kapan… tubuh Yoongi sudah tak berbalut sehelai benangpun.
"Na… do… saranghae…" Yoongi semakin tersenggal saat menikmati kecupan hangat Jimin di atas dadanya. Bukan hanya lumatan nikmat saja, tangan Jimin yang tak pernah puas menjamahi tubuh Yoongipun kini sudah turun ke bawah, ke arah kesejatian Yoongi. Menggenggamnya sebelum secara perlahan menggerakkan tangannya ke atas dan ke bawah, memberikan impuls kenikmatan yang makin membuat tubuh Yoongi mengelinjang nikmat.
"Anni Yoongi hyung." Potong Jimin saat tangan Yoongi kini turut menyentuh kesejatiannya. "Malam ini, nikmati saja semuanya. Terima saja semuanya, dan jangan melakukan apapun. Kau hanya cukup mendesahkan namaku saja hyung." Dan ucapan itu berakhir dengan sebuah lumatan kembali. Lumatan itupun terputus saat Jimin akan melepaskan semua pakaian yang berada di tubuhnya.
Yoongi, seberapapun seringnya ia melihat tubuh belahan jiwanya itu, tetap saja mukanya merona dan akan terus merona serta mengagumi tubuh Jimin yang hanya bisa dilihat dan dinikmati olehnya.
"Menyukai tubuh ini Min Yoongi? Atau kau lebih menyukai ini?" tangan nakal Jimin itu saat ini malah sibuk menggenggam dan merangsang kesejatiannya sendiri. "Unghh, sabar Yoongi hyung, sebentar lagi bagian tubuhku yang paling kau sukai ini akan memanja lubang hangatmu." Dirty talk yang mulai dilancarkan oleh Jimin itu tak pelak membuat Yoongi menelan salivanya sendiri, seberapapun seringnya mereka melakukan ini, Min Yoongi tetap saja seperti seorang perawan yang akan melewati malam pertamanya.
"Ungh… Jimin ah… ahh…" dan desahan itu kembali meluncur saat Jimin memblowjob kesejatiannya. Jimin melumat milik Yoongi seakan-akan milik Yoongi akan habis jika ia tak melakukannya dengan cepat. Tentu saja, hal itu membuat Yoongi makin mengerang dan mendesah tak karuan.
"Jimhh… ukhh… ahhh… cepat…" kata-kata yang terputus-putus itu tak membuat Jimin bingung karenanya. Ia mengerti dan semakin mempercepat kulumannya itu.
"Ahhh, ssshh…" erang Yoongi saat kesejatiannya itu memuntahkan cairan cintanya yang langsung saja diteguk Jimin. Setelah meneguk habis itu semua, seakan tak mau menunggu Yoongi untuk beristirahat, Jimin melanjutkan ekspedisinya ke lubang hangat Yoongi. Daging tak bertulangnya itu melesak masuk ke dalam lubang hangat Yoongi sementara tangannya kini bergerak ke atas.
Tiga jari kanannya kini sedang dihisap Yoongi, sementara jari-jemari nya yang lain kini menjamah apapun yang disinggahinya. Memilin, meremas dan meremat itu semua penuh dengan nafsu dan cinta.
"Kau tahu seberapa besar aku mencintaimu 'kan?" tatapan mata itu kembali bertemu, sementara jarinya yang sudah dilumuri saliva Yoongi itu perlahan-lahan mulai masuk dan mengawalai malam panas mereka.
"Ukkh, tidak ta… aaha… tahu…" meskipun kata-katanya menjadi tak jelas karena desahannya yang diakibatkan oleh kenikmatan yang berasal dari bawah tubuhnya, Yoongi tetap saja mencoba bermain-main dengan Jimin.
"Benar-benar tidak tahu?" Jimin sedikit memulas seringaiannya saat Yoongi menganggukan kepalanya. "Sebentar lagi kau akan tahu… sebesar apa rasa cintaku yang akan berbanding lurus dengan teriakan dan desahanmu malam ini."
Dan tanpa aba-aba, Jimin kini telah merasuki Yoongi. Dan kesejatiannya kini telah tertanam penuh dalam tubuh Yoongi.
"AAAKHHHH! Ukkh, Jimmmm… aaasshh…" pekikan itu berganti dengan erangan dan desahan dengan begitu cepatnya. Jimin yang tak memberi kesempatan pada Yoongi untuk berinteraksi dengannya di dalam tubuh Yoongi, kini telah mengaduk-aduk lubang hangat Yoongi dengan cepat.
"Jimmhhhh… neomu palla… ukkh… Jimmmss… aaaah…" erangan protes itupun kini tenggelam di dalam mulut Jimin. Sementara di bawah sana, pinggul Jimin bergerak cepat mengantarkan kenimatan untuk keduanya.
.
.
.
"Assshh… Jimmmhhh…" erangan itu bukannya makin mereda, malah makin menggema dengan kerasnya. Sedangkan mata Yoongi kini hanya bisa terpejam nikmat, sementara di belakang sana Jimin kembali menghajar lubangnya tanpa ampun.
Dan guyuran air yang berasal dari shower di atas merekapun tak mereka hiraukan. Guyuran air itu turut meramaikan bunyi yang dibuat oleh keduanya.
"Aaahh… urrmmm… Jiminieehhh… sssssh…" desahan Yoongi kembali menguar, sementara kedua tangannya sibuk mencengkram apapun untuk menyangga tubuhnya. Hentakan pinggul keduanya begitu cepat dan melemahkan Yoongi.
"Yoongi…" panggil Jimin sesaat sebelum mereka berdua sampai pada kenikmatan tertinggi.
Tubuh lelah mereka kini tergeletak begitu saja di atas lantai marmer dingin dan lembab itu. Deru nafas yang tersenggal-senggal masih mengalun dari keduanya. Sementara di bawah sana…
"Min Yoongi, dasi hanbon…" pinta Jimin sebelum mendudukkan tubuhnya yang secara otomatis membuat Yoongi kini terduduk di atas pangkuan Jimin.
"Akhhh… Jimh… himdeuro… aaah… ukkkh… aaashhhh…" seberapapun banyaknya Yoongi mengeluh lelah, keluhan itu selalu saja tenggelam dalam sebuah kenikmatan yang diciptakan Jimin. Kenikmatan yang selalu ia sukai.
.
.
.
"Jiminie… bogoshippo…" Yoongi merapatkan tubuh lelahnya ke dalam dekapan hangat Jimin setelah mereka selesai melakukan kegiatan mereka tadi.
"Nado bogoshippo Yoongi hyung." Balas Jimin sebelum mengecup lembut puncak kepala Yoongi. "Dan maaf melupakan hari spesialmu, kalau tidak dimarahi Seokjin hyung tadi… aku akan sangat menyesali kebodohanku ini." Dan Jimin mengeratkan pelukannya itu mengelus punggung Yoongi di bawah selimut yang menyembunyikan tubuh polos keduanya.
"Gwaenchanna… maafkan aku sudah bersikap kekanak-kanakkan begini…" sesal Yoongi saat ia mengingat tingkahnya hari ini yang hanya bisa merajuk.
"Aku mengerti…" kecupan hangat itu Jimin berikan di kening Yoongi.
"Jiminie… pekerjaanmu?" tanya Yoongi saat mengingat salah satu alasan mereka bertengkar pagi tadi.
"Oh ayolah, kau melupakan siapa suamimu ini hum? Setelah dimarahi Seokjin hyung tadi pagi, aku langsung menyelesaikan seluruh urusan di sana. Aku hebat 'kan?" cengiran bangga Jimin layangkan saat Yoongi mendongak dan menatap padanya.
"Bangga sekali suamiku ini…" gerutu Yoongi kemudian kembali menenggelamkan kepalanya ke dalam dada bidang Jimin.
"Kekeke… hei… apa yang kau dapat dari anak-anak tadi hm? Aku dengar dari Seokjin hyung, mereka mempersiapkan sesuatu untukmu…" tanya Jimin lagi setelah keheningan sesaat melanda mereka.
"Sebelum berangkat sekolah, anak-anak memberiku kartu selamat ulang tahun. Kau harus membacanya, mereka anak-anak yang pintar." Senyuman bahagia Yoongi ulas saat mengingat tulisan yang diberikan anak-anaknya. "Dan mereka ternyata juga menyiapkan kejutan lainnya. Mereka bekerja sama dengan Namjoon dan Seokjin hyung. Mereka juga memberikanku bunga mawar putih, Namjoon bilang mereka menggunakan uang mereka sendiri untuk membelinya, Jiminie. Ah, Kookie juga memberikan sekotak strawberry segar…" Yoongi menghentikan ceritanya saat melihat Jimin tertawa kecil. "Wae?"
"Anniya, mukamu itu memang penuh ekspresi nde? Kekeke, tentu saja mereka anak-anak yang pintar, mereka 'kan anak-anakku." Bangga Jimin yang mendapat sebuah cubitan hangat dari Yoongi.
"Mereka juga anak-anakku. Paboya." Gerutu Yoongi kesal mendengar ucapan Jimin tadi.
"Hahaha, kau ini… hei… aku juga membeli bunga tadi, primrose. Kau tahu makna bunga itu?" Yoongi hanya bisa menggelengkan kepalanya pertanda tak mengerti. "Aku tak bisa hidup tanpamu, itu maknanya. Menggambarkan bagaimana pentingnya dirimu di kehidupanku."
Cengiran bahagia terulas begitu saja di bibir Yoongi kala mendengar ucapan Jimin, memang… mereka berdua takkan bisa hidup jika tak bersama. Biarpun terkadang pertengkaran kecil menghiasi kehidupan rumah tangga mereka, mereka akan menyelesaikan itu semua tanpa adanya kata perpisahan.
Perlahan, dua pasang mata itu mulai tertutup dan bersiap menuju alam mimpi mereka kalau saja…
"UMMA!" teriakan gaduh berasal dari pintu kamar mereka berdua, anak-anak mereka mengetuk pintu mereka dengan brutal. Membuat keduanya terkaget dan terburu-buru memakai pakaian mereka sebelum Jimin yang hanya menggunakkan celana pendeknya itu membuka pintu dan membiarkan anak-anak mereka masuk.
"APPA!" teriak keduanya dan memeluk tubuh kekar Jimin.
"Eoh, Minki yah, Minji yah, ada apa?" tanya Jimin tak mengerti.
"Appa, umma gak apa-apa 'kan?" tanya Minji sembari melihat eomma mereka yang terduduk di atas ranjangnya, menatap bingung pada anak mereka itu.
"Hm? Umma baik-baik saja, kemari sayang." Pinta Yoongi yang kini bisa melihat ekspresi takut di mata anak-anaknya. Minji segera berlari ke pelukan Yoongi, sementara Minki hanya menyamankan badannya di pelukan Jimin.
Jimin dengan Minki di dekapannya itu menghampiri Yoongi dan Minji setelah menutup pintu kamar mereka.
"Appa, tadi Minji bangunin Minki. Kata Minji ada suara aneh… dan Minki juga dengar suara aneh itu. Kami takut appa, kami pikir umma dijahatin orang jahat. Terus suaranya hilang… Minji bilang… kalau umma…" cerita Minkipun berakhir dengan tangisan ketakutan yang diikuti oleh Minji.
"Aigoo, jagoan appa ini. Umma baik-baik saja, jja uljima." Malam itu, Yoongi dan Jimin menenangkan kedua buah hati mereka itu. Mereka berfikir jika eomma mereka telah tiada. Pemikiran polos yang mengundang senyum geli dari Jimin dan Yoongi.
Setelah kedua anak mereka tenang dan tertidur dengan lelapnya di tengah-tengah mereka, pasangan itupun turut masuk ke dalam alam mimpi mereka. Tertidur dengan tangan saling bertaut di atas tubuh anak-anak mereka. Tertidur dengan senyuman bahagia yang tak kunjung lepas dan tertidur dengan disinari cahaya bulan malam itu, cahaya yang menyusup masuk dari jendela mereka. Cahaya bulan yang mengintip dibalik tirai pekatnya malam. Menyaksikan bagaimana hangatnya keluarga kecil itu. Keluarga yang sangat bahagia itu.
Cahaya bulan itu akan mengiringi mereka menuju alam mimpi terdalam hingga mentari pagi menyapa mereka keesokkan harinya.
.
.
.
KKEUT! END! FINISH!
.
.
.
YOLO!
Happy Belated Birthday Our SUGA SUGA SUGA SUGA SUGA SUGA! Semoga kamu bahagia selalu, semoga kamu tetap berkarya dengan lagu-lagu bagusmu, dan semoga mixtapemu cepat keluar nak.
Ehm… Ini remake ff saya sendiri dengan pairing lain. Saya juga udah lama gak nulis yg rated-M, maklum inspirasinya kurang insfire nih.
Lalu bagaimana menurut kalian?
Maukah kalian meninggalkan cuap-cuap kalian di kolom review? Agar saya tahu bagaimana pendapat kalian tentang tulisan saya… soalnya, difave sama difollow itu kayak "Oh, dia nulis, ok fave ok follow" udah gitu aja, meski kalian baca lalu fave dan follow, tapi saya gak bisa tau, sebenernya tulisan saya itu bagaimana? Enak dibaca? Karakter dengan narasinya bisa digammbarkan atau tidak…
Dan plisss, jangan komen NC kurang hot… otak saya lagi vakum ngeyadong nih…
Last but not least, HAPPY BELATED 24th, OUR MIN YOONGI. ALWAYS BE OUR MIN YOONGI GENIUS JJANG JJANG MAN BBOONG BBOONG!
And also HAPPY 1000th DAYS BTS, OUR BULLETPROOF SCOUTS BOYS WHO BORN TO SLAY! ALWAYS BE MY DORKY 7 BIAS WRECKER!
.
.
.
