Seorang pria berusia di awal 20 tahunan—seorang Alpha, dengan rahang kuat, sorot mata yang tajam dan menghakimi, namun wajah tampan yang berada di atas standar orang Korea, menatap tajam sebuah bangunan apartemen yang memiliki 14 lantai dan sudah sedikit kumuh dimakan usia. Kepalanya menoleh dari dalam sebuah mobil bertipe Maybach s600 berwarna hitam dengan kaca jendela sedikit menutupi matanya. Di depannya, sebuah mobil hitam lainnya menepi dengan sikap menunggu.
Netra hitamnya yang legam tidak berhenti menyelediki sampai akhirnya ia menangkap seorang namja berusia kurang lebih sama dengannya keluar dari dalam sebuah mobil mini porsche berwarna kuning dan hitam yang berhenti tepat di depan apartemen itu.
"Kurasa dia orang yang Anda maksud, sajangnim," kata pria berambut coklat di depannya, yang telah mengemban tugas sebagai supir pribadi pemuda itu selama kurang lebih 5 tahun. Pria itu juga Alpha seperti pria di kursi penumpang.
"Aku tidak suka dipanggil dengan sebutan seperti itu, Hyung," sang pemuda yang lebih muda dengan wajah tampan itu menyahut ucapan supirnya. Ia mengambil sebuah berkas dengan sebuah profil lengkap bersama sebuah foto. Matanya mengamati antara wajah pada foto di tangannya dan namja yang hendak masuk ke dalam bangunan apartemen secara bergantian. "Tapi, benar seperti ucapanmu, Namjoon-hyung. Orang ini, dia memang tinggal di sini."
"Apa perlu kita menungguinya dan menjemputnya secara paksa?" tanya pemuda bernama Namjoon itu pada atasannya.
"Andwe, tidak perlu. Akan lebih baik jika kita menemuinya malam ini di klub, dengan cara baik-baik," pemuda itu tersenyum, menghapuskan kesan sangar dan keji dari wajahnya yang tampan. Kedua gigi kelinci muncul di balik bibirnya. Untuk sesaat wajah pria tampan itu terlihat seperti anak kecil yang lugu, yang baru saja menemukan mainan barunya. "Toh selalu ada Omega yang tidak mau menurut jika seorang Alpha terlalu memaksa kehendaknya."
Guns, Roses, and Babies
Plot Summary: Seorang mahasiswa jurusan seni dan harus membantu perekonomian keluarganya dengan menjadi host di klub malam, mengantarkan Kim Taehyung pada Jeon Jungkook, seorang boss mafia paling ditakuti di Asia Timur. "Aku butuh anak karena aku tidak bisa memprediksi kapan aku akan mati." KookV. Warnings inside.
Warnings: sex scene, ABO Universe, blood and some violence, mention of abortion, incoming side pairings, typos. Sex scenes plus OOC!
Cast: BTS, Exo, boyband lainnya mwaha
I
Kim Taehyung, seorang mahasiswa jurusan seni rupa tingkat 3 di sebuah universitas swasta di Seoul, keluar dari sebuah mobil mini porsche berwarna kuning dan hitam milik temannya. Namja itu, menyisir rambutnya yang berwarna pirang keabu-abuan saat kakinya meraih pijakan trotoar, dengan sebelah tangannya menyandar ke pintu mobil. Kaca jendela mobil berdesir turun, menampilkan wajah seorang namja lain. Wangi manis jeruk menandakan bahwa namja yang mengendarai mobil tersebut juga Omega seperti dirinya.
"Gamsahamnida, Jimin-ah, sudah mengantarku sampai apartemen," kata Omega bernama Taehyung tersebut sambil menyampirkan senyuman berbentuk kotaknya pada temannya. "Kabari aku jika kau sudah sampai di apartemenmu, oke?"
"Sama-sama, Tae. Toh kau sudah membantuku menemani latihan menari kemarin semalaman," balas Jimin dengan mata yang menyipit karena senyuman. "Kau serius malam ini tidak mau ikut aku dan yang lain makan-makan?"
"Mianhae, aku harus mengejar asistensi untuk tugas besok," Taehyung mengangkat bahu, "Kapan-kapan aku akan usahakan untuk bergabung dengan kalian."
Jimin melambaikan tangannya, "Baiklah. Jangan memaksakan dirimu, Taetae!"
Taehyung membalas lambaian tangan sahabatnya itu, yang kemudian meluncur dengan mobilnya meninggalkan Taehyung berdiri sendirian di depan bangunan apartemennya. Omega itu menghela napas panjang, meringis saat ia menyadari bahwa ia baru saja membohongi sahabatnya. Hari ini ia tidak akan bisa ikut makan-makan dengan temannya adalah; satu, ia tidak punya cukup uang untuk ikut makan-makan meski teman-temannya nanti akan bersikeras untuk meneraktirnya. Dua, ia memilih lebih baik untuk menghemat agar ia bisa membeli keperluan tugas melukis selanjutnya. Dan ketiga, malam ini ia harus pergi ke klub untuk mencari uang—membantu perekonomian keluarganya di Daegu.
Taehyung sudah sekitar 3 tahun lebih tinggal sendirian di Seoul semenjak ia diterima di universitas swasta dengan beasiswa penuh di jurusan seni rupa. Tetapi perekonomian keluarganya tidak cukup terbantu dengan kepergiannya tersebut ke Seoul. Justru karena pekerjaan orang tuanya—dua orang Beta yang begitu mencintai dan menyayangi dirinya—sebagai petani di lahan orang, Taehyung mau tak mau harus membantu meringankan biaya sekolah adik-adiknya. Apalagi adik pertamanya, Kim Jonggyu akan mengikuti tes masuk universitas tahun depan.
Omega tersebut sangat merasa tertekan ketika ia mengetahui bahwa orang tuanya terlilit hutan di bank beberapa bulan lalu dan sekaligus harus merawat neneknya yang sakit-sakitan, sementara ia harus meneruskan kuliah tanpa berbuat apapun untuk keluarganya. Akhirnya, ketika ia mendapatkan tawaran untuk bekerja sebagai host di sebuah klub malam yang terkenal dan tawaran gaji yang menggiurkan, Omega itu memutuskan untuk menerima tawaran pekerjaan tersebut. Apalagi orang yang menjadi atasannya di klub adalah seorang Beta yang baik hati dan selalu memperlakukannya seperti layaknya seorang teman, Jung Hoseok.
Taehyung memasuki kamar apartemennya yang bertipe studio, dengan satu kamar mandi dan tempat tidur yang terletak di satu ruangan yang sama dengan dapur dan ruang TV. Setiap hari Taehyung menghabiskan waktunya di ruangan ini, menyelesaikan tugas-tugas lukisannya. Meski ia berbakat dalam melukis dan seringkali dipuji oleh dosen-dosennya, sangat sulit untuk mendapatkan pengakuan dari masyarakat mengenai lukisannya. Ia hanya dua kali berhasil menjual lukisannya dengan harga di atas 100 ribu won, sementara sisanya ia harus berjuang di pameran kecil-kecilan untuk menjual hasil karya seninya.
Omega itu melempar tubuhnya di atas tempat tidur, memainkan ponselnya—ponsel yang dibelikan oleh Jimin di hari ulang tahunnya—dan mendapati bahwa ayahnya mengirimi pesan bahwa neneknya harus dilarikan ke rumah sakit karena komplikasi paru-parunya kembali muncul selama beberapa jam lalu.
Panik, Taehyung memencet nomor telepon ayahnya. Setelah beberapa kali ponselnya mengeluarkan suara dering, akhirnya ayahnya mengangkat, "Yeoboseyo. Appa? Bagaimana dengan keadaan halmeoni sekarang?"
"Oh, Taehyung," ia mendengar suara ayahnya serak seperti habis menangis, "Beliau baik-baik saja. Tadi keadaannya memang sempat kritis, tapi untung saja Eunjin menemukannya dan memanggil aku dan Eommamu," Taehyung hampir merasakan air matanya menetes mengetahui cerita ayahnya. "Kau sudah pulang kuliah? Bagaimana kabar kuliahmu?"
Taehyung memegangi ponselnya erat-erat, "Baik. Aku akan ikut pameran lagi minggu ini. Kalau ada lukisanku yang terjual, aku akan segera mengirimkannya ke rekening bank Appa."
"Kau tidak perlu berbuat begitu, Taehyung. Seharusnya kau menyimpan uang hasil penjualan lukisan untuk biaya sewa apartemen dan perlengkapan tugasmu di sana," kata ayahnya menasihati. "Uang bulanan dari beasiswamu bulan ini masih ada 'kan? Pergunakanlah baik-baik, jangan pikirkan kami di sini. Tugasmu di sana hanya untuk belajar, kau mengerti?"
"Ne, ne. Aku mengerti," ujar Taehyung, meski ia tahu bahwa pada akhirnya ia akan tetap mengirimi ayahnya uang. "Aku titip salam untuk Eomma, Jonggyu, Eunjin dan Halmeoni. Bilang bahwa aku menyayangi mereka."
"Kami juga menyayangimu, Taehyung. Jaga kesehatanmu, oke?"
"Jaga kesehatan kalian juga," kata Taehyung.
"Oh, ya, lalu bagaimana dengan heatmu bulan ini? Jangan lupa untuk meminum pilmu," kata ayahnya mengingatkan.
Taehyung menepuk dahinya dan melihat ke kalender yang terpajang di dinding. Ia nyaris lupa bahwa heatnya akan tiba seminggu lagi dan ia lupa untuk membeli pil pengontrol heat. Karena dirinya adalah seorang Omega, ia harus rutin membeli pil pengontrol heat. Sudah menjadi rahasia umum jika Omega yang sedang heat dapat merangsang Alpha yang tidak diinginkan. Tidak jarang kasus pemerkosaan terhadap Omega yang sedang heat terjadi di Seoul. Apalagi berhubungan seks saat heat dapat meningkatkan probabilitas kehamilan pada Omega.
Taehyung hanya tertawa pura-pura, membuat ayahnya agar tidak mengkhawatirkan dirinya, "Tentu saja, Appa. Aku sudah membeli persediaan pil untuk bulan ini. Terimakasih sudah mengingatkan."
Ayahnya mengakhiri pembicaraan telepon mereka, dan Taehyung kembali memperhatikan tanggal di kalendernya. Seminggu lagi heatnya akan tiba dan ia harus segera membeli pil pengontrol heat. Pekerjaannya sebagai host di klub malam membuatnya harus berhati-hati setiap ia akan memasuki waktu heatnya. Seorang teman kerjanya di klub pernah hamil akibat berhubungan dengan seorang Alpha ketika heatnya tiba-tiba muncul tanpa perkiraan yang tepat. Akibatnya, Omega itu harus menggugurkan kandungannya akibat Alpha yang menghamilinya tidak mau bertanggung jawab, dan Omega itu sendiri tidak sanggup menafkahi bayi di dalam kandungannya.
"Mungkin aku akan beli pil sebelum berangkat kerja," gumam Taehyung pada dirinya sendiri.
Ia menarik kursi dan mengambil sebuah kanvas putih yang sudah setengahnya diwarnai, ingin melanjutkan tugas lukisannya. Lalu matanya melirik ponselnya kembali, memperhatikan jam yang tertera di layar ponsel. Ia punya waktu 4 jam lagi sebelum berangkat kerja untuk melanjutkan lukisannya.
Semoga hari ini aku tidak mendapatkan pelanggan yang menyebalkan, batinnya.
I
Malam, tepat menunjukkan jam 10 waktu Korea Selatan, Taehyung mendapati dirinya di ruang ganti. Sejam yang lalu ia membeli makan berupa roti isi dengan kopi dan pergi ke apotik untuk membeli pil pengontrol heat. Kali ini sudah berada di dalam sebuah klub mewah di lantai teratas sebuah gedung di Seoul.
Ia mengancingkan kemeja putihnya yang baru dicucinya beberapa hari lalu, berharap bahwa pelanggannya hari ini tidak akan membuka bajunya dengan paksa. Sudah tiga kali ia mengalami pengalaman di mana para Alpha yang menjadi pelanggannya menarik bajunya dengan paksa dan membuatnya harus kembali menjahit kancing-kancing bajunya kembali pada tempatnya. Selesai mengancingkan kemeja, Taehyung mengenakan jas berwarna hitam, jas kebanggaannya yang dibelinya dengan harga mahal. Kemudian ia bercermin, memasang anting, dan memakai pewarna bibir. Terakhir Taehyung mematut dirinya, menilai penampilannya yang dirasa sudah sempurna.
Hoseok, Beta berambut merah dengan wajah ramah, atasan Taehyung, langsung menghampirinya di ruang ganti.
"Oke, kau sudah terlihat sempurna, V!" seru Beta itu bersemangat pada Taehyung. V adalah sebutan Taehyung di klub, memudahkan para pelanggan untuk mengingat namanya. "Hari ini kita kedatangan tamu spesial, dan dia memintaku untuk mencarikan dirimu malam ini."
"Oh, betulkah?" Taehyung mengangkat alisnya. Ia tahu bahwa dirinya memang banyak dicari oleh para Alpha dengan harga mahal. Wajahnya perpaduan antara cantik dan tampan, bahkan sampai membuat beberapa Alpha dan Beta di kampusnya banyak yang mengajak Taehyung untuk kencan, meski ditolak olehnya dengan alasan tidak ada waktu. Tetapi jarang baginya untuk seorang pelanggan langsung memesan dirinya melalui Hoseok, apalagi jika Beta itu menyebutkan bahwa orang yang . "Memangnya dia sespesial apa sampai-sampai aku harus langsung melayaninya?"
Hoseok mengangkat alisnya, "Kurasa bukan tugasku untuk menjelaskannya," ucap Beta itu. "Tapi kau tidak akan menyesal melayaninya malam ini. Dia tampan dan punya banyak uang. Pasti kau dibayar 5 kali lipat dibanding pelanggan biasanya."
Taehyung merasakan dirinya sedikit bersemangat mendengar ucapan atasannya itu. "Kalau begitu, mungkin lebih baik aku menemuinya sekarang."
Hoseok dengan senang hati mengantarkannya ke sebuah deretan sofa yang berada di ruang VIP, sambil melewati kerumunan Alpha dan Beta yang sedang menari dan bercakap-cakap di sekitar mereka. Di atas sofa berwarna merah yang terbuat dari kain beludru tersebut, duduk seorang Alpha, berwajah tampan dengan rahang yang kokoh dan wajah yang di benak Taehyung terlihat lugu. Alpha itu—Taehyung menyukai aroma citrus bercampur kayumanis yang dikuarkan oleh Alpha itu—duduk dikelilingi oleh beberapa orang Omega pria dan wanita, sementara di sebelahnya berdiri seorang Alpha bertubuh tinggi, memesan minuman pada seorang pelayan.
Alpha itu langsung menoleh pada Taehyung ketika menyadari kedatangan Hoseok dan dirinya. Ia mengumbar sebuah senyuman, menonjolkan sebuah senyuman yang menyerupai kelinci. Taehyung merasakan dirinya tertarik pada Alpha itu, bukan tanpa sebab, tetapi karena keramahan seorang Alpha yang jarang dilihatnya. Apalagi Alpha di hadapannya ini tampaknya tidak jauh berbeda usia dengannya.
"Kau yang bernama V?" tanya Alpha itu, sambil menyuruh Omega-Omega di sebelahnya untuk menyingkir. Taehyung meringis ketika para Omega yang diusir tersebut melemparinya dengan tatapan jengkel. "Silahkan duduk di sebelahku," ucap Alpha itu sambil menepuk tempat duduk yang sudah kosong di sebelahnya. Taehyung duduk dengan sikap agak canggung, tetapi ia berusaha membalas senyuman Alpha itu, "Kau mau pesan minuman?"
Taehyung mengangguk mengiyakan, "Segelas martini akan cukup bagiku."
"Pilihan yang bagus," Alpha itu menyuruh seorang pelayan untuk membawakan dua gelas Martini. Lalu ia melihat ke arah Hoseok, "Ya, Hyung. Kurasa orang ini yang kucari."
"Aku akan menghajarmu kalau kau sampai menyakiti aset berharga di klubku," kata Hoseok. Ia mengerling pada Taehyung, "Jangan sungkan untuk memanggilku jika Alpha bocah ini berbuat kurang ajar padamu, oke?"
Taehyung masih tersenyum canggung. Alpha di sebelahnya hanya tertawa dan menendang kaki Hoseok dengan sikap bercanda, "Aku mengerti, Hyung. Lagipula tujuanku ke sini kan bukan untuk itu."
Hoseok hanya mengangguk mengiyakan dan pergi berlalu, menghilang di antara kerumunan orang-orang.
Pesanan martini mereka sampai tidak lama kemudian. "Ah, iya," kata Alpha itu menyadari sesuatu, "Aku lupa memperkenalkan diriku."
"Benar, kau belum memperkenalkan dirimu," sahut Taehyung ikut menyadari. "Siapa namamu? Aku belum pernah melihatmu datang ke tempat ini."
Alpha itu menunjuk ke dirinya, "Orang-orang memanggilku Kookie." Terdengar suara dengusan tawa dari Alpha yang berdiri dari tadi dengan sikap menunggu, "Oh, jangan menertawaiku, Namjoon-hyung. Kau juga memanggilku dengan sebutan begitu, kan?"
Alpha bernama Namjoon itu hanya mengangguk sambil menahan tawanya, "Ne, Kookie."
"Kau serius namamu Kookie?" Taehyung mengangkat alisnya. "Apa jangan-jangan kau tidak berasal dari Korea Selatan?"
Kookie tertawa geli, "Aku serius. Kuharap kau juga memanggilku dengan nama itu, V. Kookie dan V, terdengar cocok bukan?"
Taehyung tertawa tulus, "Kau lucu sekali, Kookie."
"Memang aku lucu," Kookie menjawab tanpa pikir panjang. Ia menoleh pada Namjoon dan mengibaskan tangannya, "Hyung, mungkin kau bisa meninggalkan kami berdua. Kami butuh waktu untuk mengenal satu sama lain."
Namjoon mengangkat sebelah alisnya dan tidak berkata apa-apa, langsung pergi meninggalkan keduanya.
"Ngomong-ngomong, kau berusia berapa tahun? Tampaknya usiamu tidak jauh berbeda dariku," Taehyung menaruh wajahnya di atas telapak tangannya, matanya memandangi Kookie.
Alpha itu dengan sikap agak malu-malu mengalihkan matanya, "Tahun ini aku berusia 20 tahun. Kau sendiri?"
"Huh? Berarti kau lebih muda dariku!" seru Taehyung tidak percaya.
"Apa kalau begitu aku harus memanggilmu V-Hyung?"
"Kurasa dengan embel-embel Hyung, aku jadi merasa sangat tua," kata Taehyung. "Tapi kau serius baru berusia 20 tahun? Kenapa kau bisa berada di tempat seperti ini?"
"Bukankah 20 tahun itu sudah termasuk usia yang legal untuk minum di Korea, ya?" Kookie balas bertanya dengan lugu, menghirup segelas martini di tangannya.
"Ah, bukan begitu maksudku, hanya saja—" Taehyung menjilat bibirnya, "Ini baru pertama kalinya aku mendapatkan pelanggan berusia di bawah 30 tahun."
Kookie hanya mengangguk-angguk, "Kalau begitu, hari ini kau beruntung bisa bertemu denganku, V."
Sementara Kookie mengajaknya berbicara, Taehyung menyadari bahwa Alpha itu berbeda dengan Alpha lainnya. Kookie selalu bersikap sopan padanya, mengajaknya berbicara sementara Alpha itu selalu memesankan minuman untuknya. Berbeda dengan para pelanggannya yang sebelum-sebelumnya. Mereka selalu bersifat agresif pada Taehyung, selalu menjurus pada hubungan intim. Bahkan tidak jarang hanya dalam hitungan menit ia sudah nyaris disetubuhi oleh para Alpha dan Beta yang selalu bernafsu untuk berhubungan seks dengannya.
Kookie justru lebih tertarik untuk berbicara dalam dengannya. Taehyung tidak ragu untuk menceritakan dirinya yang seorang mahasiswa senirupa dan kehidupan keluarganya yang miskin, membuatnya terpaksa bekerja untuk menafkahi keluarganya. Kookie mendengarkan semua ceritanya dengan rasa tertarik dan bercampur simpati. Sebagai ganti atas cerita Taehyung, Alpha itu juga menceritakan sedikit tentang kehidupan pribadinya. Taehyung baru tahu bahwa Kookie sekarang menjadi seorang pewaris tunggal perusahaan ayahnya—meski ia tidak pernah menyebutkan perusahaan apa. Ia juga mengetahui bagaimana Kookie semenjak kecil telah bersaing dengan kakak laki-lakinya untuk mewarisi perusahaan ayahnya, dan pada akhirnya pada usia 17 tahun ia mewarisi seluruh aset perusahaan milik keluarganya.
"Pasti berat bagimu untuk hidup dengan menyandang beban seluruh perusahaan dan nama keluarga secara bersamaan," kata Taehyung, menatap Kookie lamat-lamat.
Entah wajah Kookie memerah karena terlalu banyak minum atau karena tidak tahan ditatap lama-lama oleh Taehyung, Alpha itu menjawab, "Kau juga. Hidupmu justru lebih berat dariku. Harus kuliah dan membantu perekonomian keluargamu."
Taehyung mendekatkan wajahnya pada Kookie, membuat Alpha itu nyaris melompat kaget dari sofa. Ia mencium bibir lembut Kookie, sekaligus menghirup aroma sitrus dan kayumanis dari Alpha itu. Kookie tidak bergeming, hanya memejamkan matanya, ikut menikmati ciumannya dengan Taehyung. Tangannya mulai melingkar di pinggul Omega itu, bergerak naik turun ketika Taehyung memperdalam ciuman mereka.
Kookie mendorong tubuh Taehyung ke atas sofa, memasukkan lidahnya ke lidah Omega itu, mengulumnya. Taehyung merasakan napasnya mulai memanas, dan tangannya bergerak ke rambut dan leher Alpha itu, mencari-cari pegangan untuk menahan berat tubuh Kookie di atas tubuhnya.
Mereka saling melepaskan diri dengan napas terengah-engah. Kookie mengusap bibirnya yang memerah oleh pewarna bibir Taehyung, menjilatnya dengan penuh kenikmatan. Taehyung menyadari bahwa Alpha yang ada di depannya ini adalah Alpha paling tampan yang pernah ditemuinya. Ia tidak menahan Kookie saat Alpha itu mulai menciumi bagian leher dan bahunya, mengisap kulitnya yang terasa sensitif. Suara erangan meluncur dari bibir Taehyung, menikmati isapan-isapan yang diberikan oleh Alpha itu.
"V—" desah Kookie, "Aku—shi-bal, kenapa kau bisa semenakjubkan ini... Kau membuatku—" Alpha itu menghirup aroma tubuh Taehyung, "Kau membuatku kehilangan kendali."
Taehyung menarik napasnya, berharap Kookie akan mengajaknya ke sebuah hotel, melanjutkan hubungan mereka malam ini ke jenjang lebih tinggi selanjutnya. Tetapi justru ia dibuat kaget ketika Kookie tiba-tiba berdiri dari atas tubuhnya, membenarkan letak jasnya yang bergeser dari posisi semula.
"Kookie? Apa kau benar-benar sudah berhenti?" tanya Taehyung setengah menggoda, tubuhnya sudah terangsang untuk meminta lebih.
Kookie hanya terkekeh mendengar ucapan Taehyung. Tangannya meraih ke kantung jas, mengambil setumpuk uang kertas berjumlah 500 ribu won. Ia meletakkan uang itu ke tangan Taehyung, membuat Omega itu membelalakkan matanya dengan bingung.
"Kookie?"
"Kapan heatmu datang?" tanya Kookie padanya, mengejutkan Taehyung.
"Heat?" Taehyung mengangkat alisnya, "Minggu depan, tanggal 26 Agustus—"
"Kalau begitu, pada tanggal 26 Agustus, jangan meminum pil pengontrol heat," kata Kookie. Ia mengambil sebungkus rokok dari kantung jasnya yang lain, mengambil sebatang rokok, dan menyulutnya. Kepulan asap berhembus dari mulutnya saat ia menghisap batang rokok tersebut dengan sikap yang berbeda dengan Taehyung lihat sebelumnya, "Datanglah ke Hotel Shilla Seoul."
"Huh?! Kenapa aku harus datang saat aku heat?" tanya Omega itu, masih bingung dengan ucapan Kookie.
"Pokoknya datanglah, jika kau ingin aku memberimu uang 10 kali lipat lebih besar dari uang ini," jawab Kookie sambil menunjuk setumpuk uang di tangan Taehyung. Ia memanggil Namjoon, dan Alpha itu mengekor di belakangnya. Keduanya menghilang di antara kerumunan orang, meninggalkan Taehyung yang masih diselimuti rasa heran dan bingung.
Hoseok mendatangi Taehyung, wajahnya merah karena alkohol. "Bagaimana dengan orang tadi? Dia benar-benar memberimu bayaran mahal 'kan?"
Taehyung tidak menoleh ke arah Hoseok, mengerutkan dahinya dengan bingung, Apa-apaan maksudnya tadi?
I
Tetapi Taehyung mengikuti ucapan Kookie seminggu berikutnya. Ia tidak meminum pilnya untuk pertama kali setelah bertahun-tahun dirinya mengalami pubertas sebagai seorang Omega. Pil pengontrol heat yang dibelinya seminggu lalu ia biarkan mendingin di dalam lemari, sementara rasa sakit yang membara mulai menggerayangi tubuhnya.
Pada hari heatnya mulai menyerang, Jimin mengunjunginya, hendak mengajaknya untuk makan di luar. Tetapi ditolak oleh Taehyung begitu Omega itu mulai merasakan sensasi panas yang menyakitkan mulai menjalar di tubuhnya.
"Kau serius tidak mau ikut kami? Ada Baekhyun-sunbaenim hari ini," Jimin berdiri di depan pintu kamar apartemennya. Baekhyun adalah senior yang dikagumi oleh Taehyung, tetapi rasa sakit di perutnya membuatnya agak acuh terhadap nama itu.
"Tidak apa-apa, kalian bersenang-senanglah tanpaku," jawab Taehyung sambil memegangi perutnya yang mulai terasa perih.
Jimin memandangi temannya dengan wajah khawatir, "Kau tidak meminum pilmu?"
Taehyung menggeleng, "Aku lupa."
"Aigoo, Tae! Bagaimana kau bisa lupa?!" seru Jimin kesal dengan keteledoran temannya tersebut, meski ia tidak tahu kenapa Taehyung dengan sengaja melupakan pilnya. "Lalu sekarang bagaimana? Apa sebaiknya aku menemanimu saja mulai malam ini?"
Taehyung kembali menggeleng, "Tidak perlu. Aku bisa menahannya. Aku hanya akan berbaring seharian. Sepertinya heatku baru akan terasa parah besok."
Jimin menghela napas panjang mendengar ucapan temannya yang keras kepala itu. Tetapi ia tetap membelikan Taehyung makan malam dan pil untuk mengurangi rasa sakit selama heat, membuat Taehyung merasa sangat berterimakasih pada sahabatnya itu. Di lain sisi ia merasa bersalah karena begitu banyak hal yang dirahasiakannya dari Jimin. Ia takut jika Jimin sampai tahu ia bekerja di sebuah klub malam, Omega itu akan menjauhinya. Bagaimanapun juga Jimin adalah sahabat terdekatnya saat ini, dan tanpa Jimin ia tidak akan bisa bertahan hidup di universitas.
Taehyung mengutuki Kookie sedikit saat rasa sakit bercampur panas kembali menjalar di tubuhnya, mengeluhkan kenapa Alpha itu tidak menjemputnya keesokan harinya. Ia merasa tidak punya tenaga sama sekali saat ia menelepon taksi yang akan membawanya ke hotel yang dijanjikan oleh Kookie.
Mau tak mau ia harus datang, karena uang yang ditawarkan oleh Kookie berjumlah lebih besar daripada yang bisa ia bayangkan. Uang itu bisa saja membantunya menyekolahkan adik-adiknya sekaligus selama beberapa tahun ke depan, dan membayarkan sedikit biaya perawatan dan pengobatan neneknya. Setidaknya ia bisa meringankan beban kedua orang tuanya.
Taksi yang membawanya untungnya disupiri oleh seorang Beta. Beta itu tidak terlalu terangsang oleh aroma yang dikuarkannya saat heat, tapi Taehyung bisa merasakan Beta itu terus menerus menatapnya dengan tatapan jijik. Taehyung tidak peduli, karena ia akan segera bertemu Kookie dan mendapatkan uang dari Alpha itu.
Ia tiba di hotel dengan tubuh terhuyung-huyung. Matanya hanya sekilas menangkap sebuah bangunan mewah lengkap dengan segala dekorasinya, berdiri dengan kokoh di hadapannya. Seorang resepsionis dan seorang penjaga, tiba-tiba menghampirinya, membantu memapahnya.
"Anda yang bernama Kim Taehyung?" tanya resepsionis, seorang Beta wanita berusia 30 tahunan padanya.
Taehyung hanya mengangguk lemah.
Ia tidak menangkap dengan jelas pembicaraan antara resepsionis dengan penjaga hotel, tetapi pada akhirnya ia dituntun oleh sepasang penjaga menaiki lift. Lift tersebut membawanya ke lantai teratas hotel. Taehyung merasakan dirinya sedikit terkesima dengan pemandangan yang dilihatnya ketika berada di lantai teratas hotel, pemandangan kota Seoul disertai pemandangan kolam renang di atas atap hotel. Kedua penjaga yang membantu memapahnya, mengantarkannya ke sebuah pintu besar yang terbuat dari perpaduan kayu dan logam.
Di depan pintu itu, berdiri Namjoon; jika yang dilihat oleh Taehyung benar Namjoon, dan dua penjaga lainnya—masing-masing mengenakan masker. Namjoon langsung membantu memapah tubuh Taehyung masuk ke dalam kamar.
"Jungkook-ah," kata Namjoon saat membukakan pintu kamar. Seseorang keluar dari dalam kamar mandi, telanjang dada dengan celana berwarna putih menggantung di pinggulnya, "Kim Taehyung—V, sudah tiba di sini."
Jungkook? Batin Taehyung samar-samar.
Namja bernama Jungkook itu menampakkan dirinya dengan jelas di hadapan Taehyung, dan Taehyung langsung terkesiap melihat orang di depannya. Kookie, atau tepatnya Jungkook, berdiri di hadapannya. Alpha itu langsung mengangkat tubuh Taehyung di atas tangannya, "Ah, gamsahamnida, Hyung. Kuharap kau tidak terlalu banyak menghirup aroma tubuhnya."
Namjoon mendengus, "Tentu saja aku bisa menciumnya sedikit meski aku sudah mengenakan masker. Dia sedang heat."
"Ne, ne. Jangan lupa tutup pintunya," ucap Jungkook sambil membawa tubuh Taehyung ke atas tempat tidur.
Taehyung mendengar suara pintu ditutup, dan merasakan tubuhnya pada akhirnya menapaki sebuah kasur empuk. Tetapi aroma tubuh Jungkook, Alpha yang kemarin mengaku bernama Kookie, mengalihkan perhatiannya.
"Ternyata nama aslimu... Jungkook."
Jungkook tersenyum lugu. Tangannya menyentuh tubuh Taehyung, "Ne, Jungkook. Maafkan aku sudah berbohong padamu. Tapi nama Kookie juga terdengar lucu, bukan?"
Taehyung merasakan tubuh berdesir dengan nafsu birahi saat tangan kekar Jungkook menyentuh dadanya, "Kenapa—kenapa kau ingin berhubungan seks denganku... Saat aku heat?"
Jungkook seperti tidak mendengar ucapan Taehyung. Tangannya mengusap tubuh Taehyung, sementara ia menaruh mulutnya di atas leher Omega itu, menciumi aroma tubuh Taehyung yang terasa manis di hidungnya. Ia mulai membuka satu persatu helai baju di tubuh Taehyung, dan diakhiri dengan melucuti celana jins Omega itu.
Kini tubuh Taehyung telanjang bulat di hadapannya. Jungkook menelan ludahnya, memandangi dan mempelajari satu persatu lekukan di tubuh Taehyung dengan seksama, "V. Kim Taehyung."
"Dari mana kau bisa tahu namaku—"
"Aku mencari-carimu. Mencari orang yang tepat."
Tangannya memainkan puting Taehyung, menimbulkan suara desahan dari Omega tersebut. Taehyung mengeratkan tangannya pada ujung seprai. Jungkook mengisap putingnya, dan mulutnya bergerak naik ke leher Taehyung. Pelan-pelan ia juga mulai melucuti celananya. Kali ini Jungkook sama-sama telanjangnya dengan Taehyung.
"V. Kau—kau sungguh menakjubkan—" ucap Alpha itu, sambil mengangkat kaki Taehyung, membuat kaki Omega itu mengapit tubuhnya yang kekar dan menonjol karena otot.
Ia menunduk untuk kembali menciumi tubuh Omega itu. Tanpa sadar Taehyung telah melingkarkan tangannya ke leher Jungkook, membuat kepala mereka saling berdekatan. Keduanya berciuman, berciuman sama seperti pertama mereka bertemu. Tetapi kali ini Jungkook membiarkan Taehyung mendominasi dirinya, kepala mereka bergerak mengikuti satu sama lain. Taehyung mengencangkan kakinya di sekitar pinggul Alpha itu.
"Ju-Jungkook-ah—" bisik Omega itu pelan, "Jebal, a-aku ingin—"
Jungkook mengangkat tubuh Taehyung, membantu bagian bawah tubuhnya menjadi sandaran bagian tubuh Taehyung. Ia memainkan lubang kemaluan Taehyung yang sudah basah semenjak heatnya berlangsung. Satu jari, dua jari, ia sisipkan ke lubang tersebut, mempersiapkan Taehyung sebelum ia memasukinya. Taehyung mengerang penuh kenikmatan, matanya mulai berkaca-kaca oleh sapuan air mata dan peluh. Jungkook berbisik ke telinganya, "Aku akan membuatmu hamil dengan anakku."
"A-apa maksud—"
Tanpa aba-aba, Jungkook memasukkan penisnya ke lubang Taehyung. Taehyung menggigit bagian bawah bibirnya, tidak terbiasa dengan sensasi pertama ketika Jungkook memasuki dirinya. Barang milik Alpha itu—bahkan paling besar daripada penis Alpha lain yang pernah memasukinya. Ia merasakan gesekan kuat penis Jungkook, menggagahinya dari dalam. Rasa sakit dan rasa panas yang dirasakan Taehyung menjalar di tubuhnya beberapa saat lalu tiba-tiba saja mulai menguap entah ke mana.
Jungkook melenguh, diikuti suara lekingan pelan dari Taehyung. Alpha itu menggagahinya entah berapa kali, sampai pada akhirnya Jungkook menjatuhkan dirinya di atas tubuh Taehyung karena kelelahan telah berkali-kali menyodokkan penisnya ke dalam lubang kemaluan Taehyung.
Taehyung tidak ingat persis kapan ia jatuh tertidur. Ia hanya ingat sensasi Jungkook yang menyetubuhinya, suara erangan dan lengkingannya karena dimabuk rasa nikmat, dan tangan besar Jungkook yang tidak pernah lepas dari pinggulnya. Lalu ia ingat Jungkook jatuh di atas tubuhnya, sebelum akhirnya berguling di sampingnya dengan kedua tangannya bergerak untuk merangkul tubuh Taehyung, mendekapnya. Jungkook menempatkan kepalanya di atas kepala Taehyung, sementara Omega itu membenamkan kepalanya di atas dada Jungkook.
Lalu—
Taehyung membuka matanya. Matanya memandang langit biru—membuatnya tersadar bahwa semalam langit-langit yang dilihatnya adalah langit malam yang menembus atap kaca. Ia terduduk di tempat tidur, telanjang bulat, hanya ada selimut putih yang menutupi bagian bawah perutnya.
Dilihatnya Jungkook duduk di dekat jendela berbingkai nyaris setinggi langit-langit kamar. Sepotong rokok yang sudah terbakar menggantung di tangan kanannya, sementara tangan kirinya dipangku oleh tempurung lutut. Tubuhnya yang telanjang bulat terlihat sempurna disinari oleh cahaya fajar. Alpha itu tidak menoleh, fokus pada isapan rokoknya, sampai Taehyung memanggil namanya.
"Jungkook-ah? Kookie?"
Jungkook menoleh dan tersenyum padanya, "Oh, V! Kau sudah bangun! Kukira kau kelelahan karena semalaman!"
Taehyung merasakan heatnya telah berhenti. Refleks ia memegangi tengkuk lehernya. Tidak ada bekas gigitan, tidak ada bekas klaim oleh Alpha itu kecuali ruam-ruam merah yang disisakannya setelah semalaman Jungkook mengisap seluruh tubuhnya. Omega itu menelan ludahnya, sementara tangannya bergerak ke bagian bawah perutnya.
"Kenapa kau melakukan ini?"
"Eo?" Jungkook memiringkan kepalanya, memasang wajah bingung. "Melakukan apa?"
"Heatku—" Taehyung mengumpulkan pikirannya, "Heatku telah berhenti. Tapi kau tidak mengklaimku." Ia tahu betul, jika heat seorang Omega berhenti sebelum batas waktu heatnya berakhir saat berhubungan seks, artinya ia sudah diklaim oleh seorang Alpha atau artinya Omega tersebut sudah mulai proses fertilisasi. Jungkook tidak mengklaimnya, dan artinya ia—, "Apa alasanmu menginginkanku hamil?"
Jungkook terdiam mendengar pertanyaan Taehyung, matanya membulat sempurna menatap Omega itu. Ia mematikan putung rokok ke asbak, dan menarik sebuah kursi di dekat meja. Ia duduk sambil menarik napas, "Kenapa? Hmm, mungkin sebaiknya memang aku menceritakan semuanya padamu, V."
"Semuanya?" Taehyung mengerutkan dahi.
Jungkook menyalakan TV dan mengganti-ganti saluran. Ia berhenti memencet tombol remot sampai akhirnya sebuah berita terpampang di layar TV.
"Bisa kau lihat ini?" tanya Alpha itu pada Taehyung.
"Apa maksudnya?" Taehyung mengangkat kepalanya untuk memperhatikan berita di TV.
Tulisan pada bagian kolom berita menuliskan judul dengan huruf besar-besar: KELOMPOK GEONDAL CHIL SUNG PA KEMBALI MENGHANTUI ASIA TIMUR. Taehyung kembali menatap Taehyung dengan wajah penuh tanda tanya.
"Bisa dibilang, Chil Sung Pa ini adalah perusahaan yang aku warisi saat ini," kata Jungkook.
"Umm, bukannya Chil Sung Pa ini adalah kelompok mafia yang paling dicari-cari di Korea?" Taehyung masih belum paham maksud perkataan Jungkook. "Memangnya kau mewarisi apa dari ayahmu? Kenapa perusahaanmu ada kaitannya dengan kelompok mafia ini?"
Jungkook tertawa renyah mendengar ucapan Taehyung, "Aku tidak tahu apakah kau memang sebodoh ini untuk memahami ucapanku, V," katanya pada Taehyung. Taehyung melempari Jungkook dengan ekspresi jengkel, tidak senang karena dirinya direndahkan. "Begini maksudnya, Chil Sung Pa ini adalah perusahaan keluargaku secara turun temurun semenjak jaman hal-abeojiku masih hidup. Chil Sung Pa, perusahaan keluarga Jeon yang tidak terlalu diketahui orang, tapi terkenal di kalangan orang-orang berpengaruh dunia. Perusahaan kami adalah memproduksi obat-obatan terlarang dan menjualnya di pasar gelap, membuat pembangunan liar di kota-kota besar di Asia, memegang kendali atas perdagangan dan perbankan di Asia, mengontrol perekonomian Korea Selatan dan negara-negara di Asia Timur secara diam-diam. Apa kau sudah paham?"
Taehyung membuka mulutnya, terkejut dengan ucapan Jungkook. Ia langsung mengenakan pakaiannya yang berceceran di bawah lantai dan berlari menuju pintu. Tangannya berusaha memutar kenop pintu, tetapi pintu terkunci.
"Kenapa pintunya kau kunci?!" seru Taehyung frustasi. Ia menyadari bahwa dirinya telah melompat ke dalam kandang serigala, dan kini ia terkurung di dalamnya.
Jungkook terkekeh geli, "Tentu saja aku kunci agar tidak ada yang bisa mengganggu kita. Omong-omong, aku belum selesai bicara."
Taehyung menempelkan dirinya di dekat pintu, "Aku akan berteriak kalau kau mau bertindak macam-macam—"
"Ruangan ini kedap suara. Kaca-kacanya juga anti peluru," kata Jungkook. "Lagipula kau tidak perlu takut, V. Aku tidak akan mencelakaimu. Aku hanya ingin—meminta persetujuan denganmu."
Taehyung memegangi perutnya, "A-aku akan menggugurkan anak ini—jika aku benar-benar hamil—"
Ekspresi di wajah Jungkook berubah marah, mengejutkan Taehyung, membuatnya ketakutan untuk sesaat. "Kau tidak bisa melakukannya. Aku butuh bayi itu," ujarnya dingin. Ia berjalan mendekati Taehyung dengan langkah perlahan, membuat Omega itu semakin merasa tersudutkan. "Aku butuh anak untuk saat ini karena aku tidak bisa memprediksi kapan aku akan mati."
"Ma-mati?" tanya Taehyung dengan suara gemetar.
Jungkook meletakkan kedua tangannya di kedua sisi pintu, memerangkap Taehyung di dalam tubuhnya, "Aku diincar bukan saja oleh kelompok mafia lain, tapi juga oleh para petugas keamanan dunia. Aku tidak tahu kapan aku akan kehilangan nyawa. Dan saat ini aku butuh keturunan agar ada yang bisa terus melanjutkan nama keluarga Jeon dan menjaga keberadaan kelompokku ini."
"Kenapa kau tidak membayar lebih banyak bodyguard untuk melindungimu?"
"Ah, soal itu, karena sebanyak apapun bodyguard yang telah mengawal ayah dan kakak laki-lakiku, tetap saja pada akhirnya ada orang yang membelot dan membunuh mereka," jawab Jungkook, tanpa sadar menceritakan tentang keluarganya.
Taehyung menelan ludahnya, ia seperti merasa masih bermimpi panjang dan belum terbangun hingga saat ini, "Kenapa kau tidak menikah saja? Atau menyuruh Omega dan Beta wanita lain untuk mengandung anakmu?"
"Aku tidak tertarik dengan pernikahan. Aku benci komitmen dan benci Beta wanita," kata Jungkook mengerutkan dahinya, "Dan lagi, aku butuh bibit yang bagus untuk mengandung anakku. Aku pergi ke banyak tempat, tidak hanya klub, untuk memantau dan menentukan Omega mana yang bagus dan sesuai dengan harapanku. Aku tidak ingin jika anakku nanti memiliki kualitas yang jelek untuk melanjutkan nama keluarga Jeon tentunya."
Alpha itu melepaskan kedua tangannya yang menahan tubuh Taehyung dan pergi ke atas meja, mengambil beberapa tumpuk uang dan melemparkannya ke Taehyung.
"Ini sesuai perjanjianku kemarin. 5 juta won," Jungkook tersenyum pada Taehyung. "Kalau kau bersedia untuk mengandung dan melahirkan anak itu untukku, aku akan memberimu 250 juta won. Jumlah yang cukup untuk membiayai keluargamu bukan?"
Jantung Taehyung nyaris melompat keluar dari mulutnya mendengar jumlah uang 250 juta won. Bahkan dengan uang segitu ia bisa membeli berhektar tanah pertanian untuk keluarganya, sekaligus menyekolahkan Jonggyu ke universitas negeri dan membiayai neneknya hingga sembuh. Tetapi hatinya masih berkata lain, "Tapi tidak mungkin untukku hamil. Demi apapun, aku masih berkuliah!" seru Taehyung, "Sama saja artinya aku harus mencabut beasiswa yang selama ini aku dapatkan dan harus menunggu sampai 2 tahun lebih lama untuk lulus!"
"Itu masalah gampang!" Jungkook masih menyeringai padanya, "Kau bilang kau bersekolah di Sungkyunkwan, kan? Aku bisa menelepon pihak sekolah untuk memberhentikanmu sementara sampai anak ini lahir," Alpha itu merentangkan kedua tangannya—kembali bersikap seperti anak-anak, "Jadi bagaimana? Pasti saat ini kau sudah mengandung anakku. Bahkan aku sudah menawarimu dengan penawaran sebanyak itu, masa kau masih tidak mau menerimanya?"
Taehyung memeluk dirinya sendiri, merasa ragu bercampur takut terhadap Jungkook. Kemungkinan besar ia memang telah mengandung bayi dari Jungkook, dan jika ia menerima tawaran tersebut, ia bisa melunasi seluruh hutang-hutang keluarganya, menyekolahkan adik-adiknya, dan membelikan orang tuanya lahan pertanian.
Kemungkinan lainnya adalah jika ia menggugurkan anak ini, ia akan tetap harus bekerja keras membantu perekonomian keluarganya. Bahkan jika ia memutuskan untuk membesarkan anak ini, artinya ia harus bekerja dua kalilipat secara sekaligus.
Tetapi ia tidak tahu apakah identitas dirinya akan tetap aman jika ia menerima tawaran Jungkook.
Shi-bal.
"Aku menerimanya," Taehyung menarik napas dalam-dalam, tangannya masih merangkul bagian bawah perutnya. "Tapi begitu anak ini lahir, kau harus menjauhkan semua hal tentang anak ini dariku. Dan aku tidak ingin berurusan lagi denganmu."
Jungkook semakin menyeringai lebar, "Tentu saja! Aku akan melindungi identitas ibu dari anakku!" Alpha itu berjalan ke arah Taehyung, mengambil tumpukkan uang yang dari tadi dibiarkan mendingin di atas lantai dan menyisipkannya ke kantung jaket Taehyung. "Kuharap kau tidak akan melarikan diri juga dariku, V."
Taehyung merasakan kuduknya meremang mendengar kalimat terakhir Jungkook.
Alpha itu berbicara dengan mesin telepon, "Hyung, kami sudah selesai. Kau sudah boleh membukanya."
Pintu terbuka lebar, menunjukkan Namjoon yang telah melepaskan maskernya. Ia melihat ke arah Taehyung dan Jungkook secara bergantian, "Apa kita harus mengantarnya pulang sekarang?"
Jungkook mengenakan kaus berwarna putih dan celana jins robek di bagian lutut, "Tentu saja. Aku juga ikut mengantarnya, kok." Alpha itu merangkul pinggul Taehyung, membuat Omega itu bergerak tidak nyaman di rangkulannya.
I
Taehyung ingin mengagumi bagian dalam mobil mewah Jungkook, tetapi rasa takutnya terhadap Alpha itu membuatnya hanya bisa diam memandang jalan di depan. Jungkook hanya diam selama perjalanan berlangsung, sementara Namjoon hanya sesekali membuka percakapan singkat di antara mereka.
Omega itu yakin bahwa Jungkook dan Namjoon pernah ke apartemennya entah berapa kali, karena tanpa perlu menyebutkan alamat apartemennya, Namjoon langsung membawa mobil ke tempat-tempat yang biasa dilaluinya saat pulang. Dalam hati Taehyung terus menerus berpikir, bagaimana Jungkook bisa mengetahui nama lengkap dan alamat apartemennya. Ia tidak peduli jika Jungkook adalah boss mafia atau apapun, ia hanya ingin identitas dirinya terlindungi. Ia tidak mau sampai terjebak di dunia mengerikan tersebut.
Baru ia berpikir begitu, Namjoon berkata, "Jungkook-ah, sepertinya kita diikuti sebuah mobil."
Taehyung ikut menoleh ke belakang seperti Jungkook, tetapi ketika ia membelalak karena terkejut, justru Jungkook dengan tenangnya berkata, "Percepat mobil dan cari jalanan yang lebih sepi."
Mobil mereka melaju kencang, memasuki gang-gang sempit dan rumah-rumah tua. Taehyung merasakan jantungnya berdebar kencang. Ia menoleh lagi untuk memastikan bahwa mobil yang mengikuti mereka telah menghilang, tetapi justru ia kaget ketika mobil berwarna hitam tersebut nyaris mencapai mereka.
"Ah, mereka hampir mendapatkan kita."
Terdengar suara tembakan senjata api di udara, Taehyung dengan refleks menundukkan kepalanya. Jungkook ikut melindungi tubuh Taehyung dengan bagian tubuh atasnya. Mobil yang mereka kendarai berguncang beberapa kali menuruni jalanan sempit. Kembali terdengar suara tembakan, kali ini mengenai kaca jendela, dan menimbulkan bunyi benturan.
"Untung saja beberapa minggu lalu aku memutuskan untuk memasang kaca jendela anti peluru," gumam Jungkook lega.
"Anti peluru?!"
"Kalau aku tidak memakai kaca anti peluru, mungkin sampai saat ini aku tidak akan hidup, V," kata Jungkook santai.
Dasar gila.
Taehyung tidak mengerti kenapa tidak ada polisi yang menghampiri mereka. Setidaknya suara peluru yang bersahutan di udara membangunkan beberapa warga di sekitar jalan, tetapi entah kenapa polisi tidak kunjung menghampiri mereka. Tiba-tiba mobil melonjak ketika ban mobil mengenai gundukan polisi tidur.
"Hyung—? Kurasa mereka mengincar ban mobil kita—"
"Aku tahu, bersabarlah!"
Namjoon membuka kaca jendela sedikit, mengeluarkan tangannya yang mengacungkan sebuah pistol. Taehyung memegangi telinganya ketika terdengar suara tembakan menggema di seisi mobil. Suara tembakan tersebut diakhiri dengan suara benturan keras, diikuti dengan suara benda berat jatuh. Mobil mereka berhenti seketika dengan gerakan memutar. Taehyung mendapati mobil yang daritadi mengikuti mereka dari belakang kini terguling tidak berdaya, dengan sebuah pipa beton menghantam bagian pinggir mobil.
Jungkook dan Namjoon keluar dari dalam mobil. Namjoon masih mengacungkan pistolnya, sementara Jungkook berjalan mengikutinya dari belakang. Dari dalam mobil yang terguling itu, keluar dua orang Beta—berseragam jas dan kemeja putih—darah bersimbah dari pelipis mereka. Salah seorang dari mereka terjepit, tetapi Jungkook maupun Namjoon tidak terlihat ingin menolong mereka.
Taehyung ketakutan, tetapi ia tidak bisa berhenti memperhatikan.
Jungkook dan Namjoon saling bertukar beberapa patah kalimat dengan kedua Beta tersebut, sebelum akhirnya Namjoon mengeluarkan sebuah peluru panas ke dahi salah seorang Beta, dan menembakkan peluru lainnya ke ceceran bensin di sekitar mobil.
Terdengar bunyi ledakan disertai pecahan kobaran api.
Keduanya meninggalkan mobil yang masih terbakar, kembali ke dalam mobil. Taehyung tidak bisa mampu berkata apapun ketika Jungkook dan Namjoon kembali duduk di kursi mereka.
"Maafkan atas gangguan barusan. Sudah biasa untukku mengalami kejadian seperti ini," kata Jungkook sambil membuka kaca jendela dan mulai menyulut rokok, "Oh. Tapi pasti baru kali pertama untukmu melihat hal seperti itu tadi."
Taehyung hanya diam, tapi ia merasakan temperatur tangannya berubah dingin.
Namjoon membawa mereka sampai ke apartemen Taehyung.
Sesampainya di sana, Taehyung masih berusaha mencerna kejadian yang dialaminya hari ini. Ia nyaris tidak bisa memproses ucapan Jungkook yang berkata padanya sebelum Namjoon pergi membawanya pulang, "Mungkin bulan depan, aku akan kembali ke sini untuk menjemputmu. Kita akan melakukan check up untuk memastikan semuanya. Oke?"
Taehyung hanya diam sampai kaca jendela kembali tertutup dengan sempurna. Mobil Maybach s600 itu kemudian menghilang di persimpangan.
Taehyung masih merasakan tubuhnya gemetaran ketika sebuah suara yang dikenalnya memanggilnya.
"Tae? Kau ke mana saja? Aku mencarimu—"
Ia menoleh pada Jimin yang memandanginya dengan muka jengkel seperti kemarin. Tangisnya langsung pecah ketika ia memeluk tubuh Jimin di hadapannya, membuat temannya terheran-heran.
Tapi ia masih takut untuk bercerita semuanya pada Jimin.
I
I
TBC
Warnings: Beginilah saya yang haus akan fanfic bottom Taehyung plus ABO dynamics, jadinya fanfic dengan plot line mainstream seperti ini muncul di otak saya tiba-tiba :") Padahal 2 fanfic BTS lainnya belum selesai, eh muncul lah ide lain untuk membuat fanfic baru
Jika menurut kalian fanfic ini bagus, silahkan tinggalkan komentar di kolom review~
