Disclaimers: Naruto © Kishimoto Masashi
Song for Mute Musician © Kionkitchee
At the Beginning © Richard Marx and Donna Lewis, for Disney Anastasia OST.
Genre: Romance/Drama
Rating: T
Pairing: NaruSasu
Warning: Shonen-Ai, Yaoi, OOC, OOC, OOC, typo(s), pengulangan kata, mute alert, penggunaan majas yang berlebihan. Don't like don't read! Feel free to leave this page if you don't feel easy to read it. I've warned you already.
Summary: Sasuke melarikan diri dari rumahnya karena masalah internal yang membuatnya muak. Siapa sangka ia akan mengenal seseorang yang tak terduga dan menjalani sebuah hubungan kerja dengannya?
---garisgarisgarisgaris---
Aku muak.
Itulah yang ada dalam benakku saat menyadari betapa kotornya keluarga ini.
Aku menyesal telah lahir dalam keluarga ini. Aku benci menjadi bagian dari sesuatu yang menjijikan seperti ini.
Aku ingin melarikan diri. Aku ingin memisahkan diri.
Akan kubuktikan bahwa aku dapat hidup tanpa mereka.
Biar mereka rasakan penderitaanku!
---garisgarisgarisgaris---
Song for Mute Musician
© Kionkitchee
Track 1: At the Beginning
© Richard Marx and Donna Lewis
---garisgarisgarisgaris---
Kenyataan memang berbeda dari impian. Kini aku di sini, berdiri di tengah hujan seperti seekor kucing hitam liar yang tak terurus kehidupannya. Tak memiliki tempat untuk bernaung dan berlindung. Tak memiliki pakaian ganti ketika semua telah kotor. Tak memiliki alas untuk menutup kaki… juga seseorang. Aku tak memiliki orang yang menyayangiku. Aku tak memiliki seseorang untuk kutumpahkan segala keluh kesahku.
Aku sendiri. Aku sendiri tanpa teman satu pun.
Sepi dan kesepian, itulah diriku sekarang.
Aku berjalan menuju pojokan sempit dari suatu gang. Ketika kudapatkan sebuah kardus kotor namun masih dapat ditempati, itulah yang akan menjadi 'rumah'ku mulai saat ini. 'Rumah' yang akan terasa lebih nyaman dibandingan rumah yang sesungguhnya. 'Rumah' yang akan mengawali kebebasanku dalam meraih sebuah impian yang sempat kubuang.
Inilah saatku memulai. Dari gelandangan yang 'terbuang', akan kutunjukkan bahwa aku akan membuat suatu perjalanan dan pasti berakhir gemilang.
Aku adalah Uchiha Sasuke yang sebentar lagi akan menjadi Hino Sasuke, nama yang kuciptakan sendiri. Aku akan menjadi seseorang yang kudambakan dan selama ini kuimpikan. Aku pasti meraih cita-citaku!
---garisgarisgarisgaris---
Normal POV
Hujan masih turun dengan derasnya, membasahi bumi yang sempat mengering selama beberapa waktu. Orang-orang berteduh di bawah atap dengan berbagai perasaan. Ada yang sebal mengetahui bahwa hujan takkan berhenti untuk sementara, ada yang senang hingga bermain-main di bawah rinai dingin itu, bahkan ada yang diam dan tak merasakan apa pun alias tidak peduli. Di antara semua perasaan itu, ada satu orang yang dengan tenang menatap hujan sembari tersenyum lebar. Wajah kecoklatannya terlihat begitu senang akan kehadiran hujan yang telah lama dinanti. Begitu damai terlihat hingga membuat orang di sekitarnya turut tersenyum.
"Syukurlah hujan. Sudah beberapa hari ini kota kita mengalami kekeringan… kau tentu senang, 'kan, Naruto?" ujar seorang pria paruh baya yang kini tersenyum pada pemuda yang dengan tenangnya menatap hujan dengan damai. "Kau mau kubuatkan ramen?" tawarnya.
Pemuda yang ternyata berambut pirang itu mengangguk dengan antusias mendengar tawaran dari pria pemilik Ichiraku Ramen tersebut. Ia segera menghampiri stand Ichiraku untuk mengambil ramennya. Namun, sepertinya ada perasaan lain dalam hatinya entah apa. Akhirnya, ia mengambil notes kecil dari sakunya lalu menuliskan sesuatu.
Oji-san, ramennya dibungkus saja, ya? Akan kumakan di rumah nanti. Aku ingin menikmati hujan dulu.
Pria paruh baya yang ditujukan catatan itu hanya mengangguk dengan senyum lebar, "Kalau begitu, biar kuberi kau ekstra hari ini!" serunya. Dan didapatnyalah cengiran riang dari pemuda yang kembali menuliskan sesuatu di notes-nya.
Arigatou, Oji-san ttebayo!
"Ha'i! Ini pesananmu, Naruto!" ucap sang paman Ichiraku sambil menyerahkan sebungkus besar ramen pada Naruto. "Hati-hati di jalan, ya!"
Pemuda yang bernama Naruto itu menepukkan tangan kanannya yang terkepal dengan pose nice guy ke telapak tangan kirinya; tanda bahwa ia berterima kasih pada sang pria. Setelahnya, ia melambaikan tangan lalu keluar dari stand restoran itu dengan berlari kecil menembus hujan.
Selepas Naruto pergi, sang paman yang bernama Teuchi itu menggelengkan kepala sambil berdecak tenang. Dari belakangnya, muncullah seorang anak gadis yang bernama Ayame, puterinya.
"Naruto-kun sudah pulang, Tou-san? Tumben sekali dia tidak makan di sini," ucap Ayame.
Teuchi tertawa kecil, "Yah, mungkin saja anak itu ingin menikmati ramen dengan panorama hujan dari apartemennya."
"Padahal tidak ada siapa pun di sana…" lirih Ayame. Teuchi yang mendengar hanya menghela napas.
"Dia tidak mau kau mengasihaninya, Ayame. Biar begitu keadaannya, Naruto menerima semua dengan lapang dada."
Ayame tersenyum, "Ya, aku tahu. Naruto-kun itu kuat meski sebatang kara…"
"Ya… meski bisu sekalipun…"
---garisgarisgarisgaris---
Masih terdengar suara angin menderu air yang turun dari langit, membuat perasaan nyaman dan tenang. Gemericik yang memantul dari kubangan seolah bernyanyi dengan riang, menimbulkan bunyi musik alam yang indah. Tapak-tapak kaki menginjak kolam kecil yang bertebaran seakan melengkapi orkestra bumi dengan riuhnya. Tak lupa, desahan rindu dari tetanaman rimbun turut menyumbangkan jasa.
Pemuda berambut pirang yang helaiannya kuyup karena hujan tengah berjalan pulang ke apartemennya. Ia sesekali menendang genangan air yang terdapat di depannya. Dengan cengiran lebar yang selalu ditunjukkannya ketika hujan, ia mengetuk-ketukkan ranting kecil yang dipungutnya tadi ke pagar besi sepanjang perjalanannya. Memang terlihat seperti anak kecil, tapi ia sangat menikmatinya. Hal itulah yang menjadi pengganti baginya bersenandung.
Uzumaki Naruto, itulah nama sang pemuda. Ia memiliki rambut secerah mentari, mata sebiru langit polos, dan kulit kecoklatan seperti batang pohon Sakura sehat. Pada wajahnya—tepatnya di kedua sisi pipinya—terdapat tiga garis layaknya kumis kucing, membuatnya terlihat seperti seseorang yang bebas bagai kucing itu sendiri. Kemeja oranye muda dan celana jeans biru yang dikenakan membuatnya tampak terbuka namun tak menghilangkan sisi kedewasaannya. Yah, singkat kata, pemuda itu mempunyai perawakan yang menarik.
Di samping poin menariknya, Naruto juga salah satu dari siswa terpintar di kelasnya dulu—meskipun tidak sejenius salah satu temannya yang selalu tampak mengantuk. Dulu? Ya, dulu, tepatnya 5 tahun yang lalu ketika ia masih duduk di bangku kelas satu SMA. Karena suatu kejadian, ia terpaksa berhenti dari sekolahnya dan mengembara seorang diri. Ia tak lagi menuntut ilmu secara formal; hanya bolak-balik ke perpustakaan Iwa—kota tempatnya sekarang—demi mempertahankan ilmu yang dimilikinya.
Masih menyusuri jalan lalu berbelok ke satu gang yang menuju ke apartemennya, mata biru Naruto menangkap sesosok yang bergetar di pojokan yang terhalang oleh kardus kotor nan basah. Walaupun takut-takut, ia penasaran dengan sosok itu. Akhirnya, dengan berbagai pertimbangan dan logika, ia memutuskan untuk menghampiri sosok itu… dan terkejut.
Seorang pemuda yang basah kuyup tergeletak dengan tubuh yang menggigil hebat. Pemuda itu tampak seperti sebuah bola manusia yang seakan berusaha melindungi diri dari dinginnya suhu yang dibawa hujan. Pakaiannya pun sudah tak dapat disebut pakaian lagi karena warna yang telah campur aduk dengan tanah dan lumpur. Sepertinya, pemuda itu sudah lama berada di sana.
Naruto menggantungkan bungkusan ramennya pada paku berkarat yang tertancap di tembok rusak. Lalu, ia pun mendekati pemuda yang kedinginan itu dan mengangkatnya perlahan, memeriksa denyut nadinya.
Masih ada…
Tanpa pikir panjang lagi, Naruto segera menaikkan tubuh yang dingin itu ke punggungnya. Tak lupa mengambil ramen yang tadi disangkutkannya, ia pun bergegas pulang… dengan seorang pemuda asing yang baru saja di'pungut'nya.
Ia tak lagi memikirkan pertanyaan yang mendekam dalam otaknya.
---garisgarisgarisgaris---
Misalnya seperti mendapatkan sebuah mobil mewah dari seorang ayah yang selama ini tak akrab, atau mendapatkan sebuah kecupan hangat di pipi dari seorang ibu yang selama ini selalu 'dingin', atau pun seperti mendapatkan nilai hancur dalam satu mata pelajaran yang paling dikuasai, syok yang diterima akan berlipat ganda, bukan? Ditambah lagi dengan tanda tanya besar di atas kepala—pertanda bingung yang amat sangat, pastinya begitu membuat heran, bukan?
Ya, itulah yang dialami Sasuke saat ini. Ketika terbangun tadi, pemuda itu membelalakkan mata, menatap sekeliling dengan seksama yang lebih kepada curiga. Kenapa? Karena sekarang ia sedang berada di dalam sebuah ruangan yang memiliki pemanas berbentuk unik di dalamnya! Belum lagi semangkuk sup hangat dan segelas teh yang sepertinya tersaji di meja untuknya, ranjang single tempatnya tertidur, selimut yang menghangatkannya, dan… satu stel piyama yang sedang dipakainya? Apa-apaan ini!
Belum puas dengan hal-hal tersebut, Sasuke kembali dikejutkan oleh sosok seorang pemuda berambut pirang yang memasuki ruangan tempatnya berada sekarang. Pemuda itu tersenyum melihatnya; senang karena akhirnya ia sadar juga.
"Siapa kau?" tanya Sasuke ketus. Rasa curiga tetap melekat dalam hatinya.
Pemuda yang ditanyai seperti itu dengan segera berubah raut wajah—menatapnya sebal. Memangnya siapa yang mau ditanyai dengan nada seperti itu oleh orang yang kau selamatkan? Apa anak zaman sekarang sudah tak memiliki sopan santun lagi? Kalau benar begitu, ia akan membuat perhitungan dengan kurikulum pendidikan, kalau perlu, biar ia yang mengajar dan menerapkan tata karma standar untuk mereka!
"Hei, aku tanya siapa ka—" omongan Sasuke terpotong oleh bunyi perutnya yang berkeroncong ria, membuat wajahnya memerah karena malu.
Naruto—tentunya mendengar ini dengan jelas—menghela napas sejenak; memutuskan untuk menunda kekesalannya dan menghampiri sang pemuda. Ia pun mengambil mangkuk yang berisi sup hangat lalu menyodorkannya pada pemuda itu. Dengan satu tangan menunjuk sang pemuda lalu beralih pada mangkuk yang dipegangnya; Naruto seakan menyimpulkan bahwa sang pemuda harus segera makan mumpung masih panas.
"Ap—Kau bisa ngomong saja, 'kan? Tidak perlu repot-repot menunjukkannya!" gerutu Sasuke sambil melipat tangan di depan dadanya dan membuang muka. Ia tak menghiraukan makanan hangat yang disodorkan untuknya—meski ia sebetulnya sangat lapar.
Bocah. Itulah yang ada dalam benak Naruto, menyusul kalimat 'aku ingin memukulnya!' setelahnya. Benar-benar bocah tak tahu berterima kasih! Kalau saja Naruto tak menangkap kesan bahwa pemuda itu sedang dalam kondisi tidak baik, pastinya sudah sejak awal ia memukulnya… Ah, apa mungkin ia yang salah pengertian? Memangnya siapa yang akan dengan mudah menerima keberadaan orang asing? Apalagi berada dalam sebuah ruangan yang tidak dikenal sebelumnya, bukankah itu lebih mencurigakan?
Intinya, ia harus menjelaskan identitasnya dulu pada sang pemuda.
Naruto pun kembali meletakkan mangkuk di atas meja lalu mengambil notes-nya dan menuliskan sesuatu. Setelah selesai menulis, ia menunjukkannya pada sang pemuda.
Aku menemukanmu di pojokan gang saat melewati jalan menuju apartemenku. Logikanya, kau bisa mati kedinginan kalau dibiarkan begitu saja. Jadi, kuputuskan untuk membawamu kemari. Tadi dokter bilang kau nyaris terkena Hypothermia, untunglah masih sempat diobati dan kau hanya butuh istirahat yang cukup agar bisa pulih sepenuhnya. Karena itu, kau harus makan sekarang lalu minum obat.
Naruto menunjukkan sekantung kecil obat yang didapatnya dari dokter yang tadi memeriksa sang pemuda. Lalu kembali ia menuliskan sesuatu pada notes-nya.
Namaku Uzumaki Naruto, 21 tahun, freelance photographer dari sebuah redaksi majalah. Kau tidak perlu curiga padaku karena aku sama sekali tidak berminat pada anak kecil sepertimu.
Kontan, Sasuke tercengang. Pertama, pemuda berambut pirang di depannya melakukan komunikasi dengan cara tak biasa; kedua, ternyata ia telah ditolong olehnya sampai harus memanggil dokter segala; ketiga, pemuda itu lebih tua 5 tahun darinya—meski terlihat lebih muda—dan berprofesi sebagai seorang fotografer yang merupakan salah satu pekerjaan yang dikaguminya; keempat… apa katanya tadi? Anak kecil? Pemuda itu tak berminat pada anak kecil sepertinya?
"Tidak sopan!" seru Sasuke tiba-tiba. "Siapa yang anak kecil? Umurku sudah 16 tahun! Dan aku tak memintamu untuk berminat padaku!" gusarnya.
Apa-apaan orang ini! Seenaknya saja dia bicara! Eh, apa tadi dia benar-benar bicara?
Andai Sasuke menyadari bahwa dirinyalah yang seenaknya… yah, namanya juga anak pingitan yang hanya tahu kemanjaan.
Hening sesaat sebelum sebuah jitakan ringan mendarat di kepala raven Sasuke, membuatnya mengaduh ringan, "Itte tte… hei! Apa yang—" protesnya terhenti oleh tatapan tajam yang diberikan Naruto. Mata oniksnya menangkap pergerakan tangan sang Uzumaki pada notes-nya sebelum ditempelkan dengan kasar di keningnya. Sasuke pun mengambil kertas itu dan membacanya.
Makan supnya, TEME! Setelah itu, minum obatnya dan kembali istirahat!
Mau bagaimana pun juga, Naruto tak mungkin memukul orang sakit dengan keras seperti biasa ia memukul mochi saat tahun baru. Ia pun pergi meninggalkan sang 'pasien' sendiri sambil berdecak kesal tanpa suara.
Sementara itu, Sasuke kembali tercengang. Baru kali ini ia mendapatkan sebuah pukulan—meski ringan—dari orang yang bukan ayahnya. Namun, dengan segera ia pulih karena mendengar suara musik perutnya. Ia pun mengambil sup yang tersaji untuknya lalu memakannya.
Enak…
Itulah yang ada dalam benaknya ketika lidahnya mengecap rasa yang sepertinya lama tak ia rasakan. Rasa yang menghangatkan hati dan jiwa yang mengundang rindu akan rumahnya. Rindu akan ibu dan kakak yang disayanginya. Rindu yang teramat sangat sehingga membuat embun menggenangi kelopak matanya, yang keberadaannya selalu ditahan mati-matian.
Ah, embun itu ternyata tumpah juga, mengalirkan air mata bagai hujan yang masih turun saat itu. Kerinduan dan kesedihan bercampur menjadi satu, membuat tubuhnya kembali bergetar dengan hebat. Ia tak tahu mengapa tapi ia merasa lemah. Ia merasa tak berdaya seorang diri. Padahal ia 'pergi' dari rumah dengan harapan bahwa ia dapat menjalani hidup sesuai keinginannya—tentu saja hidup bebas dan menyenangkan. Akan tetapi, lihatlah dirinya sekarang: nyaris mati terkena Hypothermia kalau tidak ditolong oleh pemuda bernama Naruto itu. Dan apa yang dilakukannya? Tidak ada selain berkata ketus.
Sungguh, baru kali itu selama hidupnya, Sasuke merasa tidak berguna. Ia merasa tak berdaya menjalani hidup yang dipilihnya. Ia merasa begitu kecil di hadapan dunia yang terbentang luas. Ia takkan bisa apa-apa jika seorang diri. Ia hanyalah seorang anak manja yang merindukan kemandirian tanpa bisa meraihnya. Benar kata sang ayah, ia takkan bisa menjadi seperti kakaknya.
Di tengah keterpurukannya, Sasuke merasakan sepasang lengan mendekapnya lembut. Dan bukannya menepis keberadaan asing itu, ia malah menyamankan diri dalam kehangatan yang diterimanya. Ia tak peduli siapa yang mendekapnya, yang jelas ia butuh sandaran. Tidak peduli dengan harga diri yang dimilikinya, ia hanya ingin menjadi anak kecil yang dimanja saat ini. Ia butuh seseorang yang mampu membuatnya tenang dan menjadi tempat bersandar.
Terlena dalam kehangatan sepasang lengan dan dada bidang yang dirasakannya, Sasuke membiarkan gelap membawanya, mengantarkan dirinya pada malam tenang tanpa mimpi buruk sedikit pun. Dan untuk pertama kali setelah sekian lama, ia merasa hidupnya tidak memuakkan.
---garisgarisgarisgaris---
Pagi menjelang, menyudahi hujan yang turun semalaman. Udara terasa segar ketika pemuda berambut pirang itu membuka jendela apartemennya. Ia merasakan angin sejuk menerpa wajahnya, membawa senyum bermain di bibirnya. Pagi setelah hujan adalah pagi terbaik yang pernah dirasakannya. Ah, ia menyukai pagi dengan bau alam seperti ini!
Padahal, dulu ia sangat membenci hujan. Ia sangat membenci sensasi dingin yang dibawa elemen air itu. Ia tak menyukai saat-saat dimana ia harus terbangun sendirian, tanpa kehangatan yang dirindukannya. Ia tak menyukai kala dimana ia harus mendapati pemandangan bahwa ia sendirian. Ia membenci perasaan mengerikan itu. Namun, ia telah berhasil melampaui saat-saat seperti itu. Ia telah menerima seluruh keadaannya dengan hati lapang. Dan, hei! Perasaannya membaik dari hari ke hari.
Satu masalah yang dialaminya saat ini adalah keberadaan asing yang tengah menguasai tempatnya. Seorang pemuda yang sama sekali tidak dikenalnya. Seorang pemuda yang ditenangkannya tadi malam. Seorang pemuda yang sekarang masih terbaring karena demam akhirnya melakukan demonstrasi padanya.
Haah… rasanya ingin terus menghela napas seperti itu meskipun tak mengeluarkan suara. Naruto mulai berpikir bahwa tindakannya salah sudah 'memungut' orang itu. Tapi, kalau nanti orang itu mati kedinginan di jalanan tempat ia pulang-pergi, ia akan merasa lebih bersalah lagi. Jadi, sebaiknya 'memungut'nya, 'kan? Aah… tidak tahulah…
Pemilik bola langit itu berjalan mendekati tempat tidurnya yang di'jajah' sang pemuda. Ia amati baik-baik wajah yang tertidur itu—berharap menemukan petunjuk akan identitas yang tak sempat ditanyakan.
Rambut raven bermodel spike ke belakang dengan bola mata… uhm, oniks—sepertinya, kulit putih pucat yang sekarang merona merah karena demam, tubuh yang ramping—dari pengalamannya memeluk semalam, dan sikap yang kekanakan. Itulah kesimpulan yang dapat diambil sang Uzumaki. Sayangnya, ia tak memiliki petunjuk jelas sama sekali akan pemuda itu. Ia tak melihat adanya kartu pengenal atau apapun sebagai identitas. Namun, dilihat dari perawakannya, tak mungkin kalau pemuda itu gelandangan—ia tidak memiliki luka sedikit pun. Gelandangan di kota ini pasti memiliki luka di bagian tubuhnya. Dan lagi, dengan tampang seperti itu, tak heran kalau ia dijadikan 'sasaran' para gelandangan lain. Karena itulah, pemuda 'cantik' sepertinya tidak mungkin seorang gelandangan.
Ah, apa dia remaja yang kabur dari rumah? Ya! Hanya itu kemungkinannya! Pemuda itu adalah remaja yang kabur dari rumahnya karena suatu alasan! Wah, ternyata ia memang pintar berspekulasi! … Tunggu, kalau begitu… berarti ia telah memungut anak orang, dan kalau orang tuanya mencari, ia bisa dituduh sebagai seorang penculik! Hah, bagaimana sebaiknya ya?
Masih berkutat dengan pikiran-pikirannya, Naruto kembali menatap wajah sang pemuda. Sangat lekat ia menatapnya seakan menanamkan mata ketiga padanya, pemuda berambut pirang itu menemukan sebuah alasan kuat untuk segera mengembalikan apa yang telah di'pungut'nya.
Tidak. Ia tak boleh jatuh cinta pada pemuda itu.
.
.
"Ungh…" sepertinya pemuda raven itu sudah mulai siuman. Naruto pun segera menghampiri setelah sebelumnya mengambil segelas air. Mata oniks itu membuka perlahan, sebentar mengerjap sebelum beradu dengan mata langit milik sang Uzumaki. "… Kau rupanya…"
Naruto menghela napas di pagi yang disukainya. Bagus sekali, sebuah 'sapaan' yang tidak tepat pada waktunya. Apa maksud dari 'kau rupanya'? Seharusnya ia yang berkata seperti itu. Belum puas menggerutu dalam hati, pemuda berambut pirang itu menangkap gerakan sang 'pasien' yang berusaha bangkit dari tidurnya. Dengan segera Naruto membantu pemuda itu hingga sampai pada posisi duduk, namun menahannya untuk tidak berdiri sepenuhnya.
"Biarkan saja aku!" seru Sasuke masih mencoba untuk berdiri. "Aku harus pergi dari sini!"
Silakan berkata sesukamu, tapi kau masih belum sanggup untuk berjalan, Teme!
Ingin sekali Naruto meneriakkan kata hatinya pada pemuda keras kepala itu. Tapi ia tahu persis bahwa suaranya sudah menghilang dan hanya menyisakan bibirnya untuk bergerak-gerak dalam kebisuan. Oleh karena itu, ia segera mengisyaratkan sang pemuda untuk tetap duduk—kalau perlu berbaring—hingga benar-benar-benar pulih.
Sasuke menatap pemuda itu dengan seksama. Satu pikiran bercokol dalam otaknya,
Kenapa orang ini tidak ngomong saja sih? Memangnya suaranya semahal itu?
… Sasuke, kau tidak bodoh, 'kan? Masa' kau tidak menyadari keadaan Naruto?
"Hei, caramu berkomunikasi tidak ku mengerti. Bisakah kau berbicara secara biasa saja?" tanya Sasuke, berusaha terdengar sopan. Mata malamnya menatap ekspresi cengok dari pemuda berambut pirang itu. "Kenapa?" bingungnya.
Naruto pun kembali mengambil notes-nya dan menuliskan sesuatu.
Jadi kau memang tidak menyadarinya, ya? Aku ini bisu.
Otomatis, mata Sasuke membelalak membaca notes itu. Ia tatap kembali pemuda yang belum ia ketahui namanya dengan ragu. "Kau… bisu? Jadi, dari kemarin, caramu itu cara berkomunikasi orang bisu… ya?" Apakah karena Sasuke belum pernah bertemu dengan penyandang tuna wicara ia jadi kaget seperti itu? Saa na…
Sementara itu, Naruto malah menjadi tertarik pada sang pemuda. Ia pun baru kali ini bertemu dengan orang yang sama sekali tidak sadar kalau ia bisu—padahal sudah banyak hints yang ditunjukkannya. Begitu poloskah sang pemuda? Atau malah bodoh? Uhm… cuek?
"Hei, jangan memandangiku seperti itu!" protes Sasuke.
Warui ne, hanya saja, baru kali ini aku bertemu dengan orang sepertimu.
"Maksudnya 'orang sepertiku'?"
Orang bodoh yang tidak sadar kalau aku ini bisu.
"Maksudnya orang bodoh?"
… apapun itu.
Naruto mengacak-acak rambut Sasuke seraya berdiri. Setelah itu, ia menyodorkan segelas air padanya dan kembali menuliskan sesuatu.
Aku ada di ruangan sebelah kalau kau membutuhkan sesuatu, Bocah.
"Namaku Sasuke! Uc—Hino Sasuke!" tegas Sasuke pada pemuda yang melangkah itu. "Ckk… Dobe!"
---garisgarisgarisgaris---
Suara alunan biola memainkan bait ketiga dari Für Elize karya komposer ternama Ludwig Van Beethoven. Tidak biasanya lagu itu dibawakan dalam bentuk gesekan biola, namun alunan itu tetap terdengar begitu indah dan memiliki kesan tersendiri. Irama yang diciptakannya semakin menyayat hati akan makna yang tersirat di dalamnya. Dan itulah yang membawa Sasuke beranjak dari tempatnya.
Pemuda berambut raven itu melangkah menuju asal alunan nada unik itu. Ia penasaran dengan orang yang mampu memainkan bait rumit dari lagu misterius yang menjadi favoritnya selama ini. Tak lama, ia pun menemukannya. Ternyata berasal dari ruangan yang disebutkan Naruto tadi. Ketika memasuki ruangan itu, matanya oniksnya kembali melebar karena mendapati sosok pemuda bisu itu tengah memainkan biola dengan begitu khidmatnya. Ia tercengang dan terpaku. Ia tak bisa berkata apa-apa untuk beberapa saat. Setelah mampu mengeluarkan suaranya, ia pun menghampiri sang pemuda.
"Kau… fotografer, 'kan?" tanyanya. Pemuda yang ditanya tersenyum sembari mengangguk. "Dan kau bisa memainkan biola?" herannya. Lagi, Naruto mengangguk. Sasuke sejenak tampak berpikir, lalu kembali membuka mulut.
"Kau mau bekerja sama denganku?"
Sepertinya hari itu adalah hari di mana ia banyak bicara dan menemukan orang yang serupa dengannya.
---garisgarisgarisgaris---
We were strangers, starting out on a journey
Never dreaming what we'd have to go through
Now here we are, I'm suddenly standing
At the beginning with you
No one told me I was going to find you
Unexpected, what you did to my heart
When I lost hope, you were there to remind me
This is the start
.
.
And life is a road that I wanna keep going
Love is the river, I wanna keep flowing
Life is a road, now and forever, wonderful journey
I'll be there when the world stops turning
I'll be there when the storm is through
In the end I wanna be standing
At the beginning with you
.
.
We were strangers on a crazy adventure
Never dreaming how our dreams would come true
Now here we stand, unafraid of the future
At the beginning with you
.
.
And life is a road that I wanna keep going
Love is the river, I wanna keep flowing
Life is a road, now and forever, wonderful journey
I'll be there when the world stops turning
I'll be there when the storm is through
In the end I wanna be standing
At the beginning with you
.
.
Knew there was somebody, somewhere
A new love in the dark
Now I know my dream will live on
I've been waiting so long
Nothing's gonna tear us apart
.
.
And life is a road that I wanna keep going
Love is the river, I wanna keep flowing
Life is a road, now and forever, wonderful journey
I'll be there when the world stops turning
I'll be there when the storm is through
In the end I wanna be standing
At the beginning with you
.
.
.
---TBC---
.
.
Yak, inilah fic NaruSasu baru dari Kyou. Kenapa Kyou bikin Naru jadi bisu? Karena Lagi pengen aja! XP -digeplak- Sebenarnya Kyou dapat ide ini waktu Kyou dalam perjalanan menuju kampus. Kyou ngeliat musisi jalanan yang lagi neduh di kolong jembatan en tiba2, jeng jeng jeng jeng! Ide ini muncul tak terduga! –digetok gara2 lebay- Trus, pas banget di samping Kyou lagi ada dua orang yang komunikasi pake bahasa isyarat, kayaknya yang satu bisu en yang satu lagi tuli. WoW! Complete dah! Thus, selamat datang Kyou ucapkan pada fic NaruSasu yang baru!
A-apakah fic ini berkenan? Alurnya kecepetan ya? Warui ne~
Ah, apa Sasuke terlalu OOC? Yah, Kyou mikirnya gini, kalau Sasuke dibesarkan dalam kemanjaan—apalagi disayang banget sama ibu dan kakaknya—pasti setidaknya dia bakal bisa berbicara melebihi kapasitasnya yang biasa. Kalau terlalu OOC, Kyou akan coba memperbaikinya di track depan. m( _ _ )m
Kenapa NaruSasu dan bukan SasuNaru? Yare2, sebenarnya bagi Kyou yang mana aja jadi selama mereka terus bersama. Demo yo… karena sekarang Kyou lagi demen NaruSasu, jadilah Kyou bikin yang NaruSasu. Tenang, Kyou teuteup suka SasuNaru kok! X3
Yah, sepertinya cukuplah ke-ceriwis-an Kyou untuk sekarang. Di track berikutnya, Kyou bakal ceriwis lagi dah! Semoga fic ini berkenan di hati readers! X9
Btw, ada yang mau request lagu? Mungkin bisa Kyou pake buat track berikutnya. Don't hesitate to say it!
Mind to review? Just don't waste your time for leaving me flames.
_KIONKITCHEE_
