Rumor

Twoshoot

.

.

Produce 101/Wanna One Fanfiction

Romance, Drama, Fluff, University!AU, Yaoi

Main!Guanho Couple

Lai Guanlin 21 y.o

Yoo Seonho 20 y.o

Rating: M

.

.

.

It's so hard, pretending to be alright

According to my friends

You already found someone new

K.A.R.D – Rumor

.

.

.

Happy Reading! -Buttermints-

.

.

.

"Sejak kapan kau mengganti warna rambutmu?"

Pemuda bersurai gelap tampak melipat kedua tangannya di depan dada. Pandangannya tak lepas dari pemuda dengan surai cokelat yang tampak sibuk merapikan buku-buku di rak. Pemuda itu tak bergeming, masih fokus dengan kegiatan yang dilakukannya.

"Guanlin-hyung, aku sedang bicara padamu!" Pemuda itu mengerucutkan bibirnya.

Sosok yang dipanggil Guanlin menghentikan pekerjaannya, kepalanya menoleh ke arah sang kekasih yang menatapnya kesal dengan bibir yang mengerucut.

"Kau baru saja sampai, kenapa tidak bersihkan dulu tubuhmu lalu kita bisa mengobrol dengan lebih nyaman."

"Jawab dulu pertanyaanku."

"Seonho–"

"Jawab!"

Guanlin menghentikan sejenak pekerjaannya, kepalanya menoleh kearah sang kekasih yang kini tengah mengerucutkan bibirnya. Ia mendesah pelan, menjalani hubungan selama setahun dengan Seonho membuat Guanlin hapal dengan sifat dan kebiasaan-kebiasaannya. Seonho tidak akan berhenti bertanya jika ia belum mendapatkan jawaban, akan merajuk jika diabaikan, dan bisa menjadi keras kepala pada situasi tertentu.

Banyak yang bertanya kenapa ia bisa betah dengan sikap Seonho yang kekanak-kanakan itu. Tidak sedikit pula orang-orang yang menyuruhnya untuk putus dengan Seonho, tapi Guanlin tidak pernah mengindahkan hasutan-hasutan itu, karena dia sungguh menyayangi kekasih manisnya.

"Aku baru menggantinya kemarin ketika kau pergi camping."

"Aah..." Seonho mengangguk-nganggukkan kepalanya. "Tapi kenapa tidak memberitahuku dulu? Setidaknya kirimlah foto agar aku tidak kaget saat pulang."

Sebuah senyuman mengembang di wajah Guanlin. "Maaf aku lupa, kupikir kau tidak akan sekaget tadi."

Pemuda bersurai gelap itu terlihat berlari menghampiri Guanlin kemudian memeluknya erat. Guanlin membalas pelukan Seonho, sebelah tangannya mengusap lembut helaian hitam Seonho yang kini tengah bersandar nyaman di dadanya.

"I miss you."

Seonho terkekeh. "Baru tiga hari kutinggal pergi dan hyung sudah merindukanku?"

"Aku tidak suka tidur sendirian, dingin."

"Kau kan bisa pakai selimut."

"Rasanya tak sama seperti saat memelukmu."

Kata-kata Guanlin berhasil membuat Seonho merona. Ia sedikit lemah dengan kata-kata manis yang sering diucapkan oleh kekasihnya itu. Pemuda manis itu semakin menenggelamkan kepalanya ke dada bidang Guanlin, berusaha untuk menyembunyikan rona merah yang mendadak muncul di pipinya.

"Hyung terlihat lebih tampan dengan rambut itu."

"Hum? Benarkah?"

Seonho terlihat menganggukkan kepalanya yang kemudian dibalas kekehan oleh Guanlin.

"Jihoon yang memilihkan warna ini untukku, syukurlah jika kau menyukainya."

Hening.

Waktu terasa berhenti, membekukan gerak sepasang kekasih yang masih saling berpelukan itu. Sedetik kemudian Seonho mengerjapkan matanya, mencoba menelaah kalimat yang baru saja masuk ke dalam telinganya.

'Jihoon-hyung?'

Tiba-tiba saja pelukan mereka mengendur. Guanlin melayangkan tatapan bingungnya pada Seonho yang mendadak melepaskan pelukannya.

"Kau pergi ke salon dengan Jihoon-hyung?"

Pemuda yang tengah berdiri di hadapannya itu terlihat menganggukkan kepalanya. Seonho mendengus kasar, dia merasa kesal saat tahu jika Guanlin pergi bersama Jihoon tanpa sepengetahuannya. Dulu ia biasa-biasa saja saat Guanlin pergi bersama Jihoon yang notabene teman masa kecil Guanlin, tapi sejak kabar tidak menyenangkan itu sampai di telinganya, ia mendadak jadi sensitif dengan nama itu.

"Kurasa aku akan istirahat sekarang." Tangannya bergerak membereskan tas dan peralatan camping, kemudian beranjak menuju kamarnya meninggalkan Guanlin yang kebingungan dengan sikap Seonho yang mendadak berubah.

Mata Guanlin bergerak mengikuti Seonho yang tengah berjalan lurus ke kamar mereka berdua tanpa menoleh ke arahnya.

"Sepertinya dia benar-benar kelelahan, kurasa segelas teh hangat akan memperbaiki moodnya." Ucapnya seraya melangkahkan kaki jenjangnya menuju dapur.

.

.

.

~Buttermints~

.

.

.

Seonho merebahkan tubuh lelahnya di atas ranjang, sesekali ia melakukan gerakan-gerakan stretching untuk melemaskan tubuhnya yang terasa kaku. Sebenarnya tadi ia berniat untuk bermanja-manja dengan kekasihnya setelah sampai di rumah, tapi rencana itu mendadak sirna setelah Guanlin mengucapkan satu nama yang entah kenapa membuatnya kesal.

Bibirnya merengut ketika bayangan Guanlin-nya yang pergi berdua saja dengan Jihoon melintas di benaknya.

"Guanlin-hyung dan Jihoon-hyung terlihat sangat cocok. Ah~ kuharap mereka berdua benar-benar berpacaran."

"Setuju! Aku pernah melihat mereka berdua makan berdua di kantin, ah benar-benar relationship goals."

"Tapi sayang Guanlin-hyung sudah punya kekasih. Jika aku jadi dia, akan kuputuskan kekasihku demi Jihoon-hyung."

Kata-kata laknat yang diucapkan oleh teman-temannya tadi kembali terngiang-ngiang di kepalanya. Ternyata selama ini mereka suka memasang-masangkan kekasihnya dengan Jihoon dan lagi mereka bergosip secara terang-terangan tanpa peduli ada dia disana atau tidak.

Hell.

Seonho tau jika orang-orang di kampusnya banyak yang menjodoh-jodohkan Guanlin dengan Jihoon karena kedekatan mereka. Awalnya dia santai-santai saja dengan hal itu dan tidak pernah merasa curiga karena memang mereka berdua adalah sahabat sejak kecil. Tentunya Seonho tidak mau merusak tali pertemanan yang sudah dibangun sejak lama itu, lagipula Jihoon juga sangat baik padanya.

Tapi itu dulu.

Sebelum ada kabar bahwa mereka berdua sering terlihat menghabiskan waktu bersama di kampus padahal keduanya berasal dari fakultas yang berbeda, kemudian ada juga yang bilang sering mendapati mereka pergi ke sebuah cafe berdua, pergi jalan-jalan, bahkan ada juga yang mengaku memergoki Guanlin tengah berada di unit apartment Jihoon tengah malam.

Seonho berusaha mengabaikan rumor-rumor itu tentu saja, tapi semakin lama rumor itu semakin menjadi-jadi, terutama selama sebulan terakhir ini. Hal itu sukses membuat Seonho sering mengalami insomnia, mood yang naik turun, mudah cemburu, dan yang paling parah sedikit bersikap dingin pada Jihoon.

Akhir-akhir ini Guanlin sering pulang terlambat, alasannya karena ada proyek untuk tugas akhirnya. Dia juga jadi jarang menemuinya di kampus saat jam istirahat dengan alasan sibuk mengurusi event yang akan dilaksanakan di fakultasnya.

Menurutnya itu alasan yang tidak masuk akal, dulu sesibuk apapun Guanlin, ia pasti menyempatkan waktu untuk bertemu dengan Seonho di kampus meskipun sebentar. Perubahan Guanlin yang sangat mendadak itu semakin membuat Seonho curiga jika–.

"Ah, apa yang kupikirkan." Seonho menelungkupkan tubuhnya dan menenggelamkan wajahnya ke bantal.

Tangannya meraih ponsel yang tergeletak di atas nighstand, mengecek kalau-kalau ada notifikasi penting. Jarinya bergerak-gerak random di homescreen setelah membalas beberapa chat yang masuk. Gerakan jarinya terhenti ketika matanya menangkap icon aplikasi Instagram.

"Ah iya, tadi aku berniat mengupload foto, kenapa bisa lupa."

Selama camping ia mengambil banyak foto dengan teman-temannya, niat hati ingin segera menguploadnya ke sosial media tapi tidak bisa karena sinyal disana sangat mengenaskan. Jadilah ia menunda keinginannya itu dan baru mengingatnya sekarang.

Tanpa menunggu lama lagi, ia segera membuka aplikasi Instagram itu, namun seketika gerakannya terhenti ketika melihat feed teratas di timelinenya. Akun dengan username 'Pjihoon' baru saja mengunggah foto Guanlin yang sedang menyantap sepiring kue cokelat.

"Thankyou for coming this afternoon?"

Seonho membaca caption yang tertulis di bawah foto. Ia mengeratkan genggamannya pada benda persegi panjang itu, bibir bawahnya ia gigit kuat-kuat, berusaha menahan cairan bening yang sudah menggenang di pelupuk matanya.

'Jadi tadi dia tidak mau menjemputku karena ini?'

CEKLEK–

"Seonho, kubawakan teh dan cake cokelat untukmu."

Pemuda bersurai hitam itu buru-buru membalikkan badannya memunggungi Guanlin dan mengusap matanya menggunakan punggung tangannya. Guanlin tersenyum seraya meletakkan nampan yang dibawanya di atas nightstand, lalu mendudukkan dirinya di sebelah kekasihnya.

"Kau sudah mandi?"

"Sudah." Jawabnya dengan tubuh masih memunggungi Guanlin.

"Baguslah." Guanlin kembali tersenyum. "Kubawakan kue cokelat, rasanya sangat enak. Kau pasti–"

"Tidak mau."

Pemuda bersurai cokelat mengangkat sebelah alisnya heran, setahunya Seonho sangat suka dengan makanan manis terutama yang mengandung cokelat.

"Kau tidak enak badan?" Tangannya mengusap pelan surai hitam Seonho, namun Seonho segera menjauhkan kepalanya dari jangkauan tangan Guanlin.

Ruangan itu seketika menjadi hening, Seonho masih tidak beranjak dari posisi awalnya yang membelakangi Guanlin. Sementara Guanlin tengah memandangi kekasihnya yang bertingkah aneh semenjak pulang dari acara campingnya. Biasanya Seonho akan bermanja-manja padanya jika di rumah, apalagi mereka baru saja bertemu setelah tiga hari tidak saling bertatap muka, namun kali ini Seonho terkesan menjauhinya.

"Ada apa hm? Apa ada sesuatu yang mengganggumu?"

Seonho masih diam, dia tidak berani berbicara karena takut tidak bisa menyembunyikan suaranya yang bergetar akibat menahan tangis.

"Sayang–"

"Kenapa kau tadi tidak menjemputku?" Ucapnya lirih.

Guanlin tidak bisa menahan senyum gelinya, ah kekasihnya ini memang sangat menggemaskan.

"Kau marah karena tidak kujemput?"

"Jawab saja."

"Maaf, tadi aku ada urusan–"

"Maksudmu urusan kencan dengan Jihoon-hyung?"

Kali ini Seonho mendudukkan dirinya di pinggiran ranjang, jemarinya meremas kuat bedcover yang tengah ia duduki.

"Kencan? Kencan apa?"

"Tidak usah bohong! Kue itu juga dari dia kan?!" Pundak Seonho terlihat bergetar.

"Kue itu memang dari dia, aku tadi datang ke apartmentnya karena dia menyuruhku kesana untuk mengambil kue itu."

"Mengambil kue tidak membutuhkan waktu lebih dari 20 menit."

"Seonho–"

"Aku tahu dia sahabatmu dari kecil dan dia memang pantas untuk diprioritaskan." Ia berdiri dan membalikkan tubuhnya menghadap Guanlin.

Niat Guanlin untuk membalas ucapan Seonho seketika runtuh ketika melihat wajah kekasihnya yang kini basah dengan air mata.

"Keberadaanya tentu lebih penting daripada aku."

"Seonho, dengar dulu–"

"Awalnya aku memilih untuk tidak mempercayai ucapan orang-orang itu, berusaha berpura-pura tidak mendengarkan saat mereka membicarakanmu di depanku." Suara serak Seonho kembali menyapa pendengaran Guanlin. "Ternyata yang mereka bicarakan memang benar. Alasan-alasanmu tentang tugas dan sebagainya semuanya bohong."

"Hentikan."

"Tentu saja kau akan membelanya." Ia tertawa hambar seraya mengusap kasar air mata yang meleleh di pipinya.

"Aku hanya menganggap Jihoon itu sebagai teman. Tidak pernah sekalipun aku berpikiran untuk menjalani hubungan yang lebih dari itu dengannya."

"Perasaan bisa berubah seiring berjalannya waktu hyung." Seonho tersenyum getir. "Lagipula darimana kau tahu jika dia tidak menyukaimu?"

Guanlin menundukkan kepalanya seraya menghela napas pelan, berusaha menahan emosi yang siap meledak kapan saja. Dia tahu jika masalah ini akan semakin rumit jika dia melepaskan emosinya yang sudah memuncak.

"Sebaiknya kita tidak usah bertemu untuk beberapa waktu."

Pria bersurai cokelat itu sontak mendongakkan kepalanya saat kalimat bernada datar itu memasuki pendengarannya. Guanlin bisa melihat guratan luka pada netra gelap Seonho ketika pandangan mereka bertemu. Sekali lagi pertahanannya mendadak runtuh, perasaan kesal yang tadi memenuhi kepalanya berganti dengan perasaan menyesal. Ia tidak suka melihat Seonho menangis dan terluka seperti ini.

"Tidak." Suara berat Guanlin menggema di ruangan itu. "Aku menolaknya."

"Aku tidak peduli."

Seonho segera mengambil ransel hitam di atas meja belajarnya, kemudian berjalan melewati Guanlin tanpa sedikitpun menoleh padanya.

"Berhenti." Pergerakan Seonho terhenti ketika sebuah tangan menahan lengannya dari belakang. "Akan kulakukan yang kau mau, asal kau tidak pergi."

"Aku tidak menginginkan apapun." Seonho menyentakkan tangannya hingga pegangan Guanlin terlepas, lalu bergegas keluar dari ruangan itu meninggalkan Guanlin yang diam mematung, memandangi kepergiannya.

.

.

.

~Buttermints~

.

.

.

Keesokan harinya Seonho berangkat ke kampus dengan kantung mata yang terlihat kentara di wajahnya. Wajar saja, dia baru tidur jam 3 pagi karena menangis semalaman. Beruntung ada Minhyunyang dengan senang hati memberi tempat menginap untuknya, juga menemaninya begadang semalaman.

Minhyun adalah teman lama kakaknya yang juga kuliah di universitas yang sama dengannya. Bisa dibilang Seonho sangat dekat dengan Minhyun karena mereka memang sudah saling kenal sejak Seonho masih Junior High School. Sebelum memutuskan untuk tinggal di apartment Guanlin, Seonho tinggal bersama kakaknya, Kim Jonghyun. Dia sengaja tidak mengungsi ke rumah kakaknya agar masalahnya tidak semakin besar. Kakaknya memang terkenal sebagai orang yang sabar, tapi dia tetap bisa marah, apalagi jika dia tahu bahwa adiknya tiba-tiba datang ke rumahnya sambil menangis.

Seonho kembali menghela napasnya, entah sudah berapa kali ia menghela napas pagi itu. Matanya kembali fokus menatap ke luar jendela mobil, mengabaikan tatapan khawatir dari orang yang sedang menyetir di sebelahnya.

"Nanti jangan lupa makan bekalmu, kau tampak pucat karena belum sarapan."

Tidak ada jawaban.

"Seonho?"

Seonho terperanjat, seketika kepalanya menoleh ke arah Minhyun.

"Uh, kenapa hyung?"

Minhyun menyunggingkan senyumnya. "Jangan lupa makan bekal yang tadi sudah kubuatkan."

"Ah, ye hyung. Terimakasih." Bibir Seonho melengkung, membentuk sebuah senyum tipis.

Mobil Audi A5 Coupe hitam itu tampak berbelok memasuki lahan parkir yang berada dekat dengan gedung fakultas mereka. Kebetulan mereka berada di fakultas yang sama, yaitu fakultas Teknik, hanya berbeda jurusan saja.

"Sedikit aneh melihatmu dengan ekspresi datar seperti itu." Minhyun melepas sabuk pengamannya setelah memastikan mobil terparkir sempurna.

"Apa terlihat sangat buruk?"

"Uhum, terlihat 20 tahun lebih tua."

"Aish! Aku tidak setua itu hyung!"

Protesan yang dilayangkan Seonho berhasil membuat Minhyun tertawa geli ketika ia turun dari mobil. Anak ini sangat menggemaskan, pikirnya.

"Cepat turun, nanti kau terlambat."

"Iya iya sebentar hyung!." Seonho segera turun, menyusul Minhyun yang sudah turun lebih dulu. "Tak bisakah hyung sabar sebentar, ini masih jam setengah tujuh." Bibir merah itu mengerucut lucu.

"Tak ada salahnya untuk masuk kelas lebih pagi." Minhyun mengacak surai hitam milik Seonho, kemudian berjalan lebih dulu.

"Yak! Rambutku! Minhyun-hyung!"

Seonho berlari-lari kecil untuk menyusul Minhyun yang sudah berjalan sedikit jauh di depannya sambil mengeluarkan gerutuan-gerutuan kesal. Minhyun hanya tertawa melihat tingkah Seonho yang menurutnya lucu. Mereka berjalan beriringan menuju pintu masuk gedung.

Tiba-tiba Seonho menghentikan langkahnya ketika matanya tak sengaja menangkap sosok yang sangat ia kenal turun dari sebuh mobil, disusul oleh sosok lain yang juga dikenalnya. Ekspresi senang yang ditunjukkan keduanya seketika membuat mata Seonho kembali terasa panas.

"Ah, itu Seonho. Seonho-ya!"

Pemuda bersurai gelap itu tidak bergeming, matanya memandang pemuda bersurai cokelat yang tampak terkejut di belakang pemuda yang baru saja menyapanya.

"Kenapa tidak berangkat dengan Guanlin tadi?" Pemuda bersurai caramel itu tiba-tiba saja sudah berada tepat di depan Seonho.

"A– Ah Jihoon-hyung, aku sengaja berangkat lebih dulu." Sebuah lengkungan tipis yang terkesan dipaksa, muncul di wajah Seonho.

"Aaa..." Jihoon tampak menganggukkan kepalanya. "Kau terlihat pucat, apa kau sakit?" Dahinya seketika berkerut ketika mendapati wajah Seonho yang baru ia sadari tampak pucat.

Netra gelap Seonho melirik pemuda lain yang kini berdiri di sebelah Jihoon. "Sebenarnya iya, dadaku sangat sakit sampai rasanya aku tidak bisa bernapas." Pandangannya kembali ke arah Jihoon. "Tapi tak apa hyung, sekarang sudah tidak seberapa."

"Harusnya kau izin saja hari ini, jangan memaksakan diri."

"Aku merasa lebih sehat jika masuk kuliah hyung. Seharian di kamar akan membuat dadaku semakin sesak, apalagi sendirian." Seonho tersenyum tipis.

"Kau bisa terlambat jika tidak masuk sekarang." Sebuah suara tiba-tiba menginterupsi pembicaraan mereka.

Seonho menolehkan kepalanya dan mendapati Minhyun yang kini tengah berdiri tepat di sebelahnya.

"Selamat pagi Minhyun-hyung!" Jihoon membungkukkan tubuhnya, diikuti oleh Guanlin yang masih bungkam sejak tadi.

"Selamat pagi." Minhyun tersenyum tipis. "Ayo Seonho, kelasmu dimulai 15 menit lagi."

"Aku pergi dulu Jihoon-hyung, Guanlin-hyung." Seonho sedikit membungkukkan tubuhnya kemudian berjalan mendahului Minhyun.

Iris gelap Minhyun bertemu dengan milik Guanlin yang kini tengah menatapnya. Ia bisa merasakan tatapan tidak suka Guanlin yang tersembunyi di balik pokerfacenya. Minhyun kembali melayangkan senyumannya, sebelum akhirnya menyusul Seonho yang sudah berjalan lebih dulu.

"Guanlin? Ada sesuatu?"

Kepala Guanlin otomatis menoleh ketika mendengar suara Jihoon di sebelahnya.

"Tidak ada. Lebih baik kau segera ke gedungmu, sebentarlagi kelas akan dimulai."

Jihoon tersenyum. "Oke. Sampai bertemu istirahat nanti." Ia melambaikan tangannya pada Guanlin, kemudian bergegas menuju gedung fakultasnya.

Guanlin menghela napasnya pelan sebelum akhirnya meninggalkan tempat itu untuk menuju ke gedung belajarnya.

.

.

.

~Buttermints~

.

.

.

Seorang pemuda tampak mengaduk-ngaduk makanan di depannya, menatap mangkuk berisi sup itu tidak selera. Suasana kantin saat itu tampak lebih ramai karena bel istirahat sudah berbunyi sejak 5 menit yang lalu. Banyak sekali mahasiswa-mahasiswa yang berdatangan memenuhi kantin, tentunya untuk makan, tapi ada juga yang hanya duduk sambil mengotak-atik smartphonenya, menikmati fasilitas wi-fi gratis yang disediakan oleh kampus.

Sebenarnya Seonho berniat untuk mengisi perutnya yang sudah melilit sejak tadi, maklum saja, tadi pagi ia hanya memakan dua slice sandwich yang dibawakan oleh Minhyun. Ia sempat semangat untuk makan tadi, tapi mendadak selera makannya hilang, entah kenapa.

Seonho menghela napasnya. Hari ini moodnya benar-benar hancur, ia sama sekali tidak bisa berkonsentrasi saat di kelas tadi. Kejadian tadi pagi masih terbayang-bayang di kepalanya, ekspresi tanpa beban Guanlin yang seolah-olah menyatakan bahwa semuanya baik-baik saja membuat Seonho benar-benar kesal. Ditambah lagi fakta bahwa Jihoon berangkat bersama Guanlin.

Hell.

Semalaman Seonho menunggu Guanlin untuk menghubunginya, namun tak ada satupun pesan dan chat yang berasal darinya dan tiba-tiba tadi pagi ia dengan santainya berangkat ke kampus dengan Jihoon. Jika saja suasana sekitarnya tadi tidak ramai, mungkin Seonho sudah mengumpati mereka berdua tepat didepan wajah. Sungguh, Seonho hampir menyerah untuk menahan air matanya yang minta dilepaskan sejak tadi.

"Aigoo... lihat itu. Romantis sekali."

Suara pekikan tertahan dari sebelahnya membuyarkan pikiran Seonho. Ia menoleh ke samping dan mendapati beberapa mahasiswa lain yang sepertinya tengah asik bergosip. Seonho memilih untuk mengabaikan mereka dan mulai mencoba memakan sup yang mulai dingin itu.

"Mereka benar-benar cocok. Manis dengan tampan."

"Jihoon-sunbae memang manis, siapa yang tidak akan tertarik padanya eoh?"

Kunyahan Seonho seketika berhenti ketika salah satu mahasiswa itu menyebutkan nama Jihoon. Diam-diam matanya melirik ke arah gerombolan pemuda itu.

"Woah-woah! Jihoon-sunbae menyuapinya!"

Detik itu juga Seonho menolehkan kepalanya ke arah pandangan orang-orang itu. Seketika dada sebelah kirinya berdenyut sakit ketika sepasang netranya menemukan Guanlin dan Jihoon yang tengah makan semeja, saling berhadapan, dengan Jihoon yang terlihat asik menyuapi Guanlin.

Cukup sudah. Seonho bergegas bangkit dari duduknya, mengambil tasnya kasar, dan berjalan menghampiri meja yang ditempati oleh dua orang itu. Ia sudah sampai pada batas kesabarannya, persetan dengan orang-orang yang kini tengah menatapnya, satu-satunya yang ada di dalam pikirannya adalah melampiaskan semua emosinya yang sudah ia pendam sejak kemarin.

Tangannya menepis kasar tangan Jihoon yang tengah menyodorkan sepotong kue pada Guanlin, hingga membuat kue itu terlempar entah kemana. Jihoon yang terkejut sontak menolehkan kepalanya ke arah Seonho.

PLAK!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Guanlin.

"Tidak sempat menemuiku karena sibuk mengurus event huh? Penipu." Seonho memandangi Guanlin yang tengah memegang pipinya yang baru saja ditampar oleh Seonho. "Harusnya sejak awal aku mempercayai rumor itu saja daripada percaya padamu. Untuk apa kau menjalani hubungan denganku jika ternyata yang kau sukai adalah Park Jihoon?"

Jihoon membulatkan matanya. "S– Seonho, kau salah–."

"Aku tidak sedang bicara padamu, lebih baik kau diam dan sadarilah jika hubunganku jadi seperti ini karena dirimu." Matanya beralih memandang Jihoon. "Aku begitu percaya padamu hyung, tapi kau malah menyakitiku." Air mata seketika membasahi pipi Seonho.

"Ayo, kita bicara di tempat lain." Guanlin menggenggam lembut pergelangan tangan Seonho, namun segera dilepas oleh si empunya.

"Kita sudah selesai Lai Guanlin."

Guanlin menatap Seonho dengan tatapan bingungnya. "Maksudmu?"

"Aku ingin kita berakhir." Ia mengusap air mata yang semakin gencar turun dari matanya. "Setelah ini kau bisa bersama Jihoon-hyung tanpa terhalang olehku."

Gualin kembali memegang tangan Seonho. "Tidak, dengarkan–."

Pemuda bersurai gelap itu kembali menghempaskan tangannya kasar, kemudian berlari sekencang-kencangnya meninggalkan kantin.

"Tunggu– Seonho!"

Seonho menulikan pendengarannya, ia ingin pulang sekarang juga dan menangis sekeras-kerasnya di dalam kamarnya.

.

.

TBC

.

.

Huhuhu... Sebelumnya maaf karena belum bisa lanjutin Critical Beauty dan Lost and Found, laptop aku tiba-tiba error dan diprediksi hardisknya bermasalah. Jujur aku sedih banget readernim, data-dataku terancam musnah semuanya :"
Jadilah pinjam laptop kamar sebelah buat bikin ff ini dan ngetik ulang lanjutan Critical Beauty dengan mengandalkan ingatan karena aku sebelumya udah ngetik setengah chapter di laptop itu. Semoga aja itu laptop bisa cepet recovery dan data-dataku semuanya selamat.

Baiklah, next chapter bakalan bener-bener rated M, sekali lagi rated M dan jangan khawatir, ff ini akan berakhir dengan bahagia alias happy ending.
So, jangan lupa favorite, follow, dan juga reviewnyaaa readernimm, aku tunggu~

(Maafkan notes yang panjang ini)

Love

~Buttermints~