19 November.

Kepala Inspektur Detektif Park Chanyeol, Tim Investigasi Utama Wilayah (TIUW) Korea Selatan, harus mengakui bahwa dirinya lelah. Setumpuk dokumen dan berkas-berkas di hadapannya menambah tingkat kepusingan kepalanya. Dia tak tahu apa yang membuat orang-orang mempercayainya dan mengandalkannya untuk menyelesaikan masalah mereka, padahal, jika mereka semua orang waras yang masih punya otak, mereka pasti akan memilih datang ke detektif lain yang lebih andal, lebih berpenampilan rapi, dan lebih niat sedikit.

Kantornya mengerikan. Terletak di gang luar biasa sempit di antara dua bangunan perusahaan megah. Tidak ada papan nama yang akan membimbing orang-orang ke kantornya. Nyaris tak ada yang tertarik, bahkan hanya untuk sekadar menoleh ke dalam gang kumuh tersebut. Sekilas pandang, kantornya mirip seperti sebuah gubuk reyot, dan lebih mirip seperti rumah pembuangan sampah. Di dalam gubuk bau itulah Kepala Inspektur Detektif Park Chanyeol dan dua rekan detektifnya menghabiskan waktu berkutat dengan kertas-kertas berisi daftar nama klien dan masalah-masalah mereka.

Namun, pada suatu subuh di musim dingin yang lembap, hari Minggu, pintu gubuk diketuk dua kali. Kepala Inspektur Detektif Chanyeol, yang saat itu sedang menyesap kopi pahitnya, tersedak, tidak mempercayai apa yang baru saja di dengarnya. Padahal dia telah memasang tanda 'TUTUP' di depan pintu gubuknya untuk menghindari klien baru. Sudah ada lebih dari dua puluh kasus dalam waktu dua bulan ini, dan dia tak mau meneliti beberapa kasus mengerikan lagi. Sersan Detektif Kim Jongin, rekannya, tergesa-gesa mematikan rokoknya dan membuka pintu, sementara rekan yang lain, Inspektur Detektif Alejandro Jeremy Joonmyeon Kim, sibuk membereskan kertas-kertas yang berserakan di lantai.

Beberapa menit kemudian, Kim Jongin kembali bersama seorang gadis cantik. Luar biasa cantiknya sampai-sampai sang Kepala Inspektur menahan napas selama nyaris dua puluh detik. Parasnya anggun khas bangsawan Eropa, khususnya Prancis. Tubuh ramping bak modelnya terbalut jaket hitam yang terkena banyak serpihan salju, kemeja putih, celana jeans, dan ankle boots berhak tinggi warna hitam. Mata coklatnya memandang dingin ke seluruh penjuru ruangan, mengernyit jijik, dan menghela napas. Kemudian, gadis ini duduk di kursi di hadapan Inspektur Detektif Alejandro Jeremy Joonmyeon Kim, meletakkan tas jinjing hitamnya di atas meja.

"Selamat pagi," sapa Alejandro Joonmyeon, tak melupakan senyum lima jari andalannya. Lelaki ini blasteran Belanda-Korea, sangat tampan, tapi dia memiliki selera berpakaian yang rendah, sehingga kini dia tampak sangat amburadul. Rambut coklatnya awut-awutan, kusut. Kemeja biru cerah yang dikenakannya lecek belum disetrika.

"Saya Byun Baekhyun, dari Badan Intelijen Korea Selatan, Departemen Investigasi Kriminalitas," katanya datar. "Saya kemari atas perintah dari Kepala Kepolisian Choi Siwon."

"Apakah Sir Siwon memiliki masalah?" kata Park Chanyeol serius.

"Ya," jawab Byun Baekhyun, tetap dengan raut dinginnya. "Ada kasus yang harus kalian selesaikan."

"Kasus apa, tepatnya, Nona Byun?" tanya Kim Jongin yang sudah mengambil tempat di sebelah kiri Alejandro Joonmyeon. Berbeda dengan Joonmyeon, Kim Jongin tampak luar biasa rapi dengan tatanan rambut ber-pomade belah samping, kemeja putih garis-garis hitam, celana kain biru, dan sepatu hitam berkilau yang seperti baru keluar dari toko. Bajunya dimasukkan ke dalam celana. Lelaki berkulit coklat ini berpenampilan paling niat di antara kedua rekan detektifnya.

"Kasus penculikan."

"Kalau begitu, silakan berbicara dengan Kepala Inspektur saja. Dia yang paling ahli dalam hal penculikan," Kim Jongin menyuruh Park Chanyeol untuk duduk, sementara dia dan Alejandro Joonmyeon pergi ke dapur.

"Jadi, Nona Byun," kata Park Chanyeol canggung lantaran gadis di hadapannya ini sedang menatapnya lekat. Salahkan dirinya sendiri karena memakai kemeja abu-abu sangat norak dan suspender hijau yang membuatnya terlihat seperti anak SMA yang culun ketimbang seorang kepala inspektur detektif yang terhormat. "Bisakah Anda menjelaskan permasalahannya secara jelas?"

"Ah, ya, oke," gumam Byun Baekhyun. Dia merogoh saku mantelnya, mengeluarkan sebuah amplop coklat dan menuangkan isinya ke atas meja; beberapa lembar foto. "Nona ini bernama Alexandra Wilhelmina Luhan, seorang mahasiswi fakultas Kedokteran di Universitas Kyunghee," Byun Baekhyun menunjuk foto paling kiri, foto seorang gadis cantik berwajah sangat Asia. Gadis itu memakai seragam putih berbalut rompi hitam, rambutnya diikat ke belakang, ekspresinya datar. "Dan kedua foto di sebelahnya adalah orang tua Luhan, Hangeng dan Victoria."

"Hmm, oke," Park Chanyeol manggut-manggut.

"Menurut hasil penelitian sementara, tanggal 17 November lalu, nona ini menghilang. Tidak ditemukan jejaknya di dalam maupun di luar rumah. Dan menurut para tetangga setempat, Nona Luhan tinggal bersama kedua orang tuanya," Byun Baekhyun menunjuk kedua foto orang tua korban, "dan seorang adik perempuan. Namun, pada saat itu, kami belum bisa menemukan keempatnya; baik korban, adik korban, maupun kedua orang tuanya. Polisi hanya menemukan bercak darah di setiap sudut rumah. Tanda-tanda dibuka paksa bisa dilihat dari jendelanya yang engselnya putus, sepertinya pelaku menggunakan linggis atau benda tajam untuk membukanya.

"Keadaan rumah benar-benar kosong pada tanggal 17 November. Dan ketika saya dan pihak kepolisian mengadakan investigasi lagi pada tanggal 18, kami menemukan ada gergaji mesin di taman belakang, padahal hari sebelumnya, taman belakang benar-benar kosong," gadis itu menunjuk selembar foto gergaji mesin yang berlumuran darah. "Kami tetap tidak menemukan keempat korban. Kami yakin, tanggal 18 November, sang pelaku datang lagi untuk melakukan sesuatu pada salah seorang korban, menggunakan gergaji mesin ini. Dan menurut hasil laporan tim di hari yang sama dengan ditemukannya gergaji ini, tidak ada sidik jari yang menunjukkan bahwa korban berhasil dibawa keluar dari rumah."

"Itu berarti, di rentang waktu 17 dan 18 November, keempat korban tidak pernah dibawa keluar TKP?"

"Tepat sekali," kata Byun Baekhyun. "Ini menguatkan pendapat kepolisian yang mengatakan bahwa keempat korban bisa saja masih hidup. Mereka mungkin berada di bawah kendali obat tidur dan disimpan di suatu tempat di dalam rumah."

"Tidak adakah CCTV atau kamera tersembunyi di TKP?" tanya Park Chanyeol.

"Tidak ada sama sekali. Kami tidak menemukan kamera jenis apapun di rumah korban," jawab Byun Baekhyun. "Semua barang-barang berharga milik korban masih tersimpan. Kami masih menjumpai televisi di ruang tamu. Brankas yang mereka simpan di kamar utama masih tertutup, tidak dijumpai sidik jari, itu artinya, brankas sama sekali tak tersentuh. Lemari kaca dan lain-lain pun sama. Barang-barang pribadi mereka juga masih utuh."

"Berarti, bisa kita simpulkan sang pelaku tidak membunuh atau menculik korban karena ingin sesuatu," kata Park Chanyeol. "Motifnya pasti lain. Mungkin balas dendam."

"Bisa jadi begitu," Byun Baekhyun menggaruk dagunya. "Anda akan menjadi semakin paham jika Anda berkenan datang langsung ke TKP."

"Tapi, Nona, foto siapa itu?" Park Chanyeol menunjuk foto gadis yang belum disebutkan oleh Byun Baekhyun.

"Oh, itu foto Yixing, adik Luhan," kata Byun Baekhyun, terkesan sedikit tidak sabar. "Dan saya rasa Anda mau pergi ke TKP sekarang?"

"Ya, Nona, tentu saja. Kami akan berangkat ke TKP beberapa menit setelah ini," Park Chanyeol mengangguk. "Tapi, sebelum itu, bisakah Anda memberitahu saya tentang informasi-informasi lainnya, seperti alamat rumah Nona Luhan, mungkin?

"Luhan tinggal di Hapjeong-dong, Distrik Mapo," jawab Byun Baekhyun. Kemudian, dia mengecek ponselnya yang bergetar. "Polisi sudah sampai di TKP untuk melakukan investigasi selanjutnya. Sebaiknya Anda dan rekan-rekan Anda segera bersiap."

-o0o-

Park Chanyeol, Alejandro Joonmyeon Kim, dan Kim Jongin sampai di kawasan Hapjeong-dong, Distrik Mapo, lima belas menit kemudian. Mereka bertiga telah berganti baju dengan seragam khas detektif mereka; mantel panjang coklat, kaus putih, dan celana kain biasa, lengkap dengan topi bowler hitam yang menguatkan aura kedetektifan mereka. Lampu tembak SSCU menyala, melimpahi rumah korban dengan terang. Mengenakan seragam biru, petugas forensik membersihkan halaman rumput depan taman menggunakan pengki. Petugas lainnya memasang pita polisi, tidak menghiraukan para tetangga yang mendekat ingin tahu; sebagian merokok, sebagian lagi berbisik. Para wartawan pun menunggu, berusaha sabar.

Menatap isi rumah, Park Chanyeol berjengit ngeri. Ruang tamunya bersimbah darah, bau busuk. Ternyata betul apa kata Byun Baekhyun, sang pelaku tidak menginginkan televisi maupun barang-barang berharga korban. Salah seorang petugas forensik mengeluarkan cotton bud, mencelupkannya pada genangan darah, dan memasukkannya ke dalam plastik bersegel. Kim Jongin melangkah lebih jauh, dia pergi ke lantai atas. Park Chanyeol menoleh kepada petugas forensik tadi, "Aku membawa anjing pelacak khusus. Ada di mobilku. Tolong ambilkan."

Mochi, nama anjing pelacaknya, mengendus-endus lantai. Para petugas menunggu dengan sabar. Baru setelah beberapa menit, Mochi bergerak menuju lorong. Park Chanyeol menyuruh para petugas melanjutkan investigasi sementara dia berjalan mengekori anjingnya. Mochi berhenti di depan sebuah pintu yang dikunci rapat-rapat dengan rantai dan gembok, mengendusi pintunya, mencakarnya beringas. Park Chanyeol menoleh ke kanan-kirinya, tak mendapati sesuatu yang dapat membuka gembok. Saat itu pula, Kim Jongin muncul di anak tangga paling bawah.

"Ada apa?" tanyanya bingung. Pandangannya lalu tertuju pada pintu bergembok di hadapan Park Chanyeol. "Oh, sepertinya itu gudang. Aku sudah mengeceknya tadi. Pintu-pintu di lantai dua terbuka semua. Kosong."

"Baiklah, bagus. Mochi menemukan sesuatu di dalam gudang ini. Kau punya jepit rambut?"

"Selalu tersedia di saku mantelku," Kim Jongin nyengir lebar, menjejalkan satu pak berisi jepit rambut wanita ke tangan Park Chanyeol.

Park Chanyeol menggumamkan terima kasih, dan memasukkan satu jepit ke dalam lubang gembok. Tak sampai dua detik, gembok itu terbuka. Ketika pintu dibuka, bau luar biasa busuk menguar ke seluruh penjuru rumah. Kim Jongin misuh-misuh sambil menutup hidungnya. Menyalakan senter dan menutup hidung, Park Chanyeol berjalan menuruni tangga yang tersedia. Rekannya benar, ruangan ini adalah gudang, terbukti dari kardus-kardus besar dan barang-barang rusak yang menggunung di setiap sudut ruangan. Dia mencium bau busuk di bawah tumpukan buku-buku, dan dia yakin bau busuk yang ada di seluruh penjuru rumah bersumber dari sini.

"Jongin-ah, tolong bantu aku memindahkan semua ini. Aku sepertinya sudah menemukan sumber bau busuknya," dan dengan misuh-misuh yang sengaja dikeraskan, Kim Jongin membantu Park Chanyeol menggeser buku-buku.

Ada sebuah pintu kayu di lantainya. Park Chanyeol langsung beranggapan bahwa pintu itu berfungsi untuk menyimpan sesuatu, tapi apa? Pintu kayu itu juga digembok, dan tanpa pikir panjang, dia menggunakan jepit rambut untuk membuka gemboknya. Bau busuk yang benar-benar menyengat menguar; dia tahu ini bau darah yang sudah dibiarkan selama kurang lebih dua hari. Di belakangnya, Kim Jongin mual, mengumpat makin keras. Berusaha mengabaikannya, Park Chanyeol menggigit senter, dan meloncat masuk ke lubang pintu, kedua tangamnya menjadi tumpuannya.

Dia tergelincir, jatuh terduduk. Lantainya berair, dan cairan yang melapisinya pekat dan licin. Dia mendongak, mendapati Kim Jongin sedang melongok ke lubang pintu, tampak pucat. Park Chanyeol bangkit, mengarahkan senternya ke seluruh penjuru tempat bau ini. Genangan darah membanjiri lantai, dan dia melihat sebuah kepala tergeletak tepat di samping kaki kanannya. Dia berusaha sekuat tenaga agar tidak teriak dan membungkuk mengambilnya, menyorotnya dengan senter. Kepala seorang laki-laki, dan Park Chanyeol berasumsi bahwa kepala ini adalah kepala ayah korban.

"Jongin-ah, panggil Joonmyeon hyung. Aku menemukan mayat, aku perlu bantuannya," seru Park Chanyeol, menengadah ke atas. Kim Jongin mengangguk, masih menutup hidungnya, lalu pergi. Park Chanyeol kembali berjalan, dan begitu dia menyorotkan senter ke arah kanan, dia sukses tidak teriak.

Di sebelah tumpukan barang-barang bekas, badan seorang pria terikat pada tiang kayu setinggi dua meter, telanjang, tanpa kepala, kemaluannya terpotong. Tangannya diikat erat menggunakan tali tambang hingga kebiruan dan membusuk. Kakinya hilang, dipotong sampai batas lutut, dan bekas potongannya terlihat jelas tidak rata. Park Chanyeol hendak mendekati mayat itu, namun lemari di sebelahnya bergerak-gerak, dan ada suara rintihan memelas, disusul oleh suara isakan. Kedua gagang pintu lemarinya diikat dengan sehelai kain panjang. Buru-buru ditariknya kain itu dan dibukanya pintu lemari, dan Park Chanyeol sukses tidak teriak.

Seorang wanita paruh baya diikat di dalam sana, lututnya menempel dagu, wajahnya kemerahan. Mulutnya tersumpal gulungan kaus kaki. Air matanya membasahi gaun tidurnya. Park Chanyeol mengeluarkan sebuah pisau lipat dari dalam saku mantelnya, melepaskan ikatan Victoria, dan menarik kaus kaki yang menyumpal mulutnya. Victoria langsung memuntahkan lendir kecoklatan seperti kopi busuk. Park Chanyeol berusaha untuk tidak ikut muntah juga, dan untung sekali Alejandro Joonmyeon sudah datang bersama beberapa petugas forensik. Kim Jongin, yang kentara sekali ingin langsung pergu, mengumpat keras-keras begitu melihat lendir muntahan di lantai.

"Demi Tuhan, siapa wanita ini?!" Lelaki berkulit gelap itu berteriak jijik. Sudah menjadi rahasia umum di kantor bahwa Sersan Detektif Kim Jongin tak suka pada benda-benda yang berbau busuk. "Kenapa dia bisa muntah?"

"Victoria," Alejandro Joonmyeon bergumam tak yakin, merogoh sakunya, mengeluarkan foto yang tadi diberikan oleh Byun Baekhyun. "Benar. Dia ibu korban. Kita telah menemukan ibu korban. Mana suami dan anak-anaknya?"

Gugup, Park Chanyeol menyorotkan senter ke arah kepala dan badan lelaki yang terikat di tiang. Kim Jongin balik badan, membungkuk, muntah. Alejandro Joonmyeon, menelan ludah, berjalan mendekati kepala yang tergeletak di lantai, "dia ayah korban. Kita harus menemukan adik korban terlebih dahulu, baru kita akhiri investigasi malam ini. Jung Jaehyun-ssi, tolong bawa nyonya ini ke luar," katanya pada salah seorang petugas.

"Kenapa mereka baru bisa ditemukan malam ini?" tanya Chanyeol pada para petugas forensik yang tersisa. "Kalian ikut serta dalam dua investigasi sebelumnya, dan kenapa korban baru bisa ditemukan sekarang? Apakah kalian bahkan masuk ke dalam rumah ini?"

"Kami masuk, Sir. Tapi pada investigasi yang pertama, semua pintu dikunci. Jadi kami tidak bisa melakukan investigasi secara menyeluruh," kata petugas forensik dengan name tag 'Mark Lee' tersemat di bagian dada seragamnya. "Pada investigasi kedua, begitu kami menemukan gergaji mesin itu, Agen Byun Baekhyun memerintahkan kami untuk berhenti bertugas."

"Berarti semua pintu di rumah ini dibuka pada tanggal 18, tepat sebelum pihak kepolisian datang untuk menyelidiki," kata Park Chanyeol. "Dan itu berarti, gergaji mesin yang kalian temukan waktu itu digunakan untuk memutilasi ayah korban. Semuanya masuk akal."

"Ya," sahut Kim Jongin, yang sudah berhenti muntah dan sekarang sedang berkutat dengan tumpukan kotak kayu di sudut ruangan. Sebelum para petugas dan kedua rekannya bertanya, dia berkata menjelaskan, "tumpukan ini tadi bergerak. Pasti ada sesuatu di dasarnya. Daripada kalian diam, bantu aku menyingkirkan kotak-kotak bedebah ini."

"Kau jangan tolol, deh. Apa kau bermaksud berbicara ada manusia tertimbun di antara kotak kayu?" kata Alejandro Joonmyeon.

"Pintar sekali, hyung," kata Kim Jongin datar. Kemudian, dia menyerah. Kotak-kotak itu sangat berat. Menghela napas jengkel, dia memasang kuda-kuda, dan menendang tumpukan kotak itu hingga roboh setengahnya. Dia menyingkirkan sisanya, dan dia muntah lagi begitu melihat seorang gadis telanjang yang pingsan di dasar tumpukan kotak. Tubuhnya lebam dan berlumur sperma. Gadis ini masih hidup, mulutnya masih terbuka untuk menghirup udara; gadis ini pastilah kelelahan dan kelaparan, ditambah lagi karena tubuhnya lebam tertimbun kotak-kotak kayu. Tubuhnya pucat dan kurus sekali.

"Ya Tuhan," Park Chanyeol menutup mulutnya. "Ini adik korban, Yixing. Aku yakin dia diperkosa," katanya getir sembari menatap petugas forensik mengambil sampel sperma untuk diteliti lebih lanjut.

Alejandro Joonmyeon melepas mantelnya dan segera memakaikannya kepada Yixing. "Dia kelelahan dan dehidrasi. Aku akan membawanya ke atas."

"Mark Lee-ssi, Yuta-ssi, bawa mayat Hangeng ke atas. Joonmyeon hyung, kau langsung ke rumah sakit saja. Jongin-ah, kau ikut ke rumah sakit, kau muntah terlalu banyak," bibir Park Chanyeol bergetar saking ngerinya. "Aku akan berbicara pada Byun Baekhyun."

"Kenapa kau ingin bicara dengannya?" ucap Jongin. Suaranya lemah sekali.

"Karena dia yang ditunjuk langsung untuk menangani semua ini, dia adalah pihak berwenang," kata Park Chanyeol dingin dan tegas. "Dia agennya, kan? Aku akan segera menyusul kalian ke rumah sakit kalau urusanku dengan Byun Baekhyun sudah beres."


TBC.