Summary: "... tetapi ia berjuang sangat, sangat keras untuk tidak menjatuhkan satu tetes air mata pun di depan Tsuna-kun dan Onii-chan. Situasi yang mereka hadapi sudah cukup gawat, mereka tidak perlu dipusingkan oleh tangisan seorang perempuan." / Kisah seorang gadis dengan senyum seterang matahari. A side story before Meeting the Family.
Main Character(s): Sasagawa Kyouko, Sawada Tsunayoshi.
Rate: T for drama and some other things.
Genre: Romance & Family
Disclaimer: Katekyo Hitman Reborn! © Amano Akira. All rights reserved. The author does not gain any commercial profit from publishing this story.
Cerita ini saya tulis sebagai side-story dari Meeting the Family untuk menjawab pertanyaan tak terungkap kenapa dan bagaimana tepatnya Tsuna dan Kyouko bisa bersatu—padahal interaksi canon mereka nggak begitu banyak.
Oh, dan saya sedang ingin menulis fluff—bukan twisted, dark fluff penyiksa diri macam OTP saya (yang menyakitkan hati dan bisa jadi menyebalkan tingkat dewa terkadang), ataupun 5986 yang manis dan menghibur (juga menyenangkan XD). Hanya fluff sederhana, dari 2795.
Setting cerita ini beberapa waktu di antara 5YL dan TYL.
Please, enjoy yourself.
Mereka bilang, sebenarnya bahkan pada setiap saat-saat paling kacau sekalipun, diri kita masih memegang kontrol terhadap emosi kita.
Kau akan marah jika kau membiarkan dirimu marah. Kau akan sedih jika kau membiarkan dirimu sedih. Semua perasaan, pikiran, bahkan sekadar lintasan kilat emosi yang tak dapat dimengerti pun ada dalam benak kita karena kita membiarkannya.
Akan tetapi, itu bukan berarti membiarkan emosi menguasaimu adalah hal yang buruk. Well, tidak selalu, paling tidak.
Pada umurnya yang kesembilan belas tahun ini, Sasagawa Kyouko masih sama murah senyumnya seperti dirinya yang berusia empat belas tahun. Ia akan tersenyum bahagia jika keadaan di sekitarnya menyenangkan. Ia akan tersenyum menyemangati jika keadaan di sekitarnya terlihat murung. Sebagian orang akan mengatakan bahwa ia bagaikan malaikat, dengan ulasan senyum yang berkesan, membuat semua orang kembali berenergi untuk melakukan apa yang harus mereka lakukan. Sebagian orang yang lain akan bertindak lebih jauh dengan mengatakan bahwa dirinya adalah berkah paling nikmat yang pernah dikirim Tuhan kepada mereka.
Kendati sebagian orang yang benar-benar lain akan mengatakan betapa tidak berkepribadiannya dia, selalu ada di sana dengan senyum tanpa hentinya—seakan dia, Kyouko, tidak bisa mengatakan apa-apa, tidak bisa merasakan apa-apa, dan hanya dapat tersenyum di belakang tanpa melakukan kontribusi berarti.
Padahal, teman-temannya sedang dalam bahaya.
Padahal, Tsuna-kun sedang dalam bahaya.
Padahal, kakaknya sedang dalam bahaya.
Saat itu, Kyouko menemukan dirinya berada di tempat persembunyian Vongola, duduk di meja makan mengupas kentang untuk makan malam di dapur yang kosong, dengan hanya dirinya dan Haru serta I-Pin. Pikirannya penuh, menjerit histeris dalam keheningan yang memenuhi ruangan. Benaknya kebanyakan diisi oleh, tidak, tolong, jangan, aku masih ingin melihat mereka lagi dan tolong, tolong, tolong, bawa mereka pulang dengan selamat.
Dan dari ekspresi yang ditunjukkan di wajah mereka, sepertinya Haru dan I-Pin juga sedang memikirkan hal yang sama.
Tsuna-kun, Reborn-kun, Gokudera-kun, Yamamoto-san, Chrome-chan, Onii-chan, dan Hibari-san tengah bertempur di luar, hanya Tuhan yang tahu ada di sudut mana dari Namimori. Jam telah berdentang, jarum-jarumnya menunjukkan pukul enam sore, dan itu berarti mereka semua telah ditinggal sendirian—bersama Giannini dan Bianchi sendiri juga Lambo-kun yang menghilang entah ke mana—selama dua belas jam penuh di dalam bangunan bawah tanah ini. Tiap jam tanpa keberadaan mereka membuatnya merasa lebih sensitif terhadap baik kejadian di sekitarnya maupun keadaan dirinya sendiri (jantungnya, ia akui, terasa berdetak dalam kungkungan tulang rusuknya jauh lebih keras daripada yang biasa ia rasakan).
Kemudian, tiba-tiba terdengar bunyi pintu menjeblak terbuka, suara langkah kaki terburu-buru memenuhi koridor dan Kyouko mendongak untuk mengetahui apa yang terjadi.
Chrome-chan masuk ke dalam dapur, noda darah merembes di sisi kanan kemejanya yang robek di beberapa tempat. Blazernya tidak tampak di pandangan, dan beberapa luka kecil dapat dilihat di atas permukaan kulit putihnya yang biasa tampil mulus, membuat Kyouko merasa jauh lebih khawatir.
"Kyouko-chan!" Chrome berteriak panik, mengabaikan Haru dan I-Pin yang segera datang menyambutnya. "Kami butuh bantuanmu—Onii-san sedang ada di ruang perawatan, dan—"
Tanpa ambil pusing, Kyouko melempar pisaunya masuk ke dalam baskom berisi kulit kentang dan berlari mengikuti Chrome.
Hatinya terasa jatuh, jatuh, ditarik oleh gravitasi jauh ke pusat Bumi ketika ia melihat kakaknya yang terbaring di kasur ruang perawatan dengan darah merembes ke seprai linen putihnya. Seketika itu juga, Kyouko menyadari bahwa darah yang menodai kemeja indigo milik Chrome bukan darah gadis berambut violet itu sendiri—tetapi darah kakaknya. Sebanyak itu.
Kusakabe—yang karena alasan tertentu juga hanya mengenakan kemeja putih dan dasinya sebagai atasan—melompat minggir ketika Kyouko berlari mendekat, berusaha melakukan pertolongan saat Giannini masuk ke dalam ruangan, juga terburu-buru. Chrome hanya berdiri di sisi lain tempat tidur saat Kyouko menarik kotak berisi P3K dari lemari persediaan sebelum memulai.
"Kyouko-chan, aku sungguh minta maaf—aku datang terlambat, aku berusaha menyelamatkannya tetapi kemudian semakin banyak orang datang mengepung kami—dan—"
"Chrome," Bianchi, yang sudah berada di ruang perawatan beberapa saat setelah Chrome datang membawa Kyouko, memotong kata-kata Chrome yang sudah tak lagi terorganisir dengan nada mendesak. "Kau dan Kusakabe Tetsuya, kembalilah ke medan pertempuran. Sisi ini biar kami yang urus. Pergilah."
Chrome menelan ludah sebelum melempar pandangan bersalah lain kepada Kyouko dan berlari keluar ruangan. Kusakabe mengikuti di belakang—tetapi tidak ada satu pun di antara sekian banyak adegan terburu-buru itu yang mendapat perhatian dari Kyouko. Kedua tangannya sibuk merobek kain bebatan darurat yang ia sadari pasti dirobek dari blazer serta kemeja Chrome sendiri... di beberapa bagian. Begitu kain robekan tersebut dilepaskan secara paksa dari bahu dan sisi kanan bawah abdomen kakaknya, Kyouko merasa air matanya menggenang di pelupuk matanya ketika ia mendapat pemandangan yang lebih baik terhadap luka-luka kakaknya.
Tangannya bergetar ketika ia meraih ke dalam kotak P3K dan menotolkan ujung botol berisi alkohol medis ke segumpal kapas putih bersih. Dengan hati-hati ia membersihkan luka-luka kakaknya dari darah kering, sementara benaknya dipenuhi ratapan penyesalan yang diulang berkali-kali seperti lantunan musik menyayat hati yang diputar tanpa henti.
Dan setelah itu, cukup sulit bagi Kyouko untuk tetap menampilkan senyum kepada Tsuna-kun dan yang lainnya setelah mereka pulang tiga jam setelahnya.
Tetapi toh ia tersenyum juga lantaran lega, ketika Tsuna-kun dan yang lainnya berhasil kembali ke tempat persembunyian tanpa kerusakan berarti. Ya, mereka membawa pulang luka-luka baik besar maupun kecil. Ya, mereka terlihat letih dan tak bertenaga. Ya, mereka terlihat babak belur seperti telah dihajar habis-habisan.
Meskipun begitu, mereka masih hidup.
Itulah mengapa Kyouko berulang kali mengucap syukur dalam hatinya.
Tsuna berlari ke ruang perawatan tepat setelah ia mendengar bahwa Onii-chan dirawat di ruang perawatan ("Kenapa tidak ada yang memberitahuku tentang hal ini?!") dan di sinilah Kyouko berada, duduk di sisi kiri tempat tidur Onii-chan sementara Tsuna-kun berdiri di sampingnya dan Gokudera-kun serta Yamamoto-san berada di sudut lain ruangan dengan Haru dan Bianchi mengobati luka mereka (Gokudera bahkan terlalu lelah untuk memprotes keberadaan Bianchi). Lambo-kun sempat datang untuk menjenguk, dan Kyouko melihat air mata juga menggenangi pelupuk mata anak laki-laki berusia sepuluh tahun tersebut. Air mata itu hilang pada sepersekian detik berikutnya, digantikan oleh tekad yang menyala-nyala di matanya ketika anak itu bicara dengan mantap.
"Aku ingin kembali berlatih keras," Lambo menjawab ketika Haru bertanya, "supaya aku bisa bergabung di pertempuran berikutnya bersama dengan Gokudera-shi dan semua orang."
Pernyataan itu disusul dengan protes keras dari Gokudera-kun ("Mana mungkin kita membiarkanmu pergi ke medan pertempuran, bocah sapi bego?!") dan Haru-chan berteriak menegur Gokudera-kun ("JANGAN menyebutnya bocah sapi bego—dan diam, kenapa? Aku tidak bisa menjahit lukamu dengan benar!") tetapi Lambo-kun telah menghilang sebelum Gokudera bisa bangkit untuk mengejarnya. Setelah itu, dan beberapa adu argumen lain dengan Haru, Gokudera kembali diam dan keheningan kembali mengisi ruangan.
Onii-chan sempat siuman beberapa saat yang lalu, bertukar beberapa kalimat dengan Tsuna-kun, yang masih belum terlihat sepenuhnya puas dengan kondisi yang diterimanya. Dari kata-katanya, Vongola tidak mengalami kekalahan total—mereka berhasil mempertahankan daerahnya, tentu saja, tetapi korban yang jatuh saat itu tidaklah sedikit. Kyouko sendiri tidak sanggup mengatakan apapun selain "Syukurlah", tetapi ia berjuang sangat, sangat keras untuk tidak menjatuhkan satu tetes air mata pun di depan Tsuna-kun dan Onii-chan. Situasi yang mereka hadapi sudah cukup gawat, mereka tidak perlu dipusingkan oleh tangisan seorang perempuan.
Beberapa saat kemudian, Gokudera-kun dan semua orang meninggalkan ruang perawatan untuk makan malam. Gokudera tadinya bersikeras untuk menunggu di luar untuk Tsuna, tetapi kekeraskepalaannya itu berhasil diruntuhkan Tsuna dengan mudahnya. Mungkin itu karena peperangan yang baru mereka hadapi, mungkin juga karena mereka sudah terlalu letih. Tetapi itu tidak penting.
"Kyouko-chan..." Kyouko mengerjapkan mata ketika Tsuna membuyarkan lamunannya, "aku benar-benar minta maaf. Seharusnya aku lebih banyak mengontak Onii-san meski sedang sibuk. Seharusnya aku..."
"Tsuna-kun, itu bukan salahmu," kata Kyouko lembut. "Hal ini dapat terjadi kepada siapa saja dalam pertempuran. Kebetulan... kebetulan saja, kali ini Onii-chan yang terluka." Kyouko terdiam, berusaha mengabaikan rasa merinding yang diberikan sebuah suara kecil kejam di kepalanya yang berkata, Bisa saja berikutnya itu Tsuna-kun sendiri sebelum melanjutkan. "Lagi pula, ini bukan kali pertama aku merawatnya. Onii-chan adalah seorang petinju, bukan?"
Tsuna-kun menatapnya penuh rasa bersalah, Kyouko menyadari itu dengan getir. Baik Tsuna-kun maupun Chrome-chan, mereka berdua terlihat mengasihaninya. Rasa kasihan itu memberikan getaran aneh pada perutnya, getaran yang sangat memualkan dan tidak menyenangkan. "Tsuna-kun, jangan khawatir. Yang penting, luka Onii-chan tidaklah fatal. Aku yakin Onii-chan akan pulih dengan segera."
Kali ini, kedua ujung bibir Tsuna ditarik membentuk senyum lemah. "Kuharap begitu," katanya.
Oh, Tsuna-kun yang manis, selalu perhatian kepada semua orang. Tak pernah berubah sedari dulu.
Kyouko meraih kedua tangan Tsuna, menangkupkannya dalam genggaman tangannya sendiri dan mengusapnya lembut. Tsuna terlihat terkejut, warna merah merona di sisi pipinya, tetapi toh tangannya yang lebih besar balas mengusap tangannya dengan malu-malu. Kyouko tersenyum kepadanya, tetapi pikirannya masih belum kosong dari hal-hal tertentu. Bagian depan tubuhnya menggesek tempat tidur berseprai linen putih tersebut.
Bagaimana kalau Tsuna-kun yang akan berbaring di tempat tidur ini berikutnya? bagian pengkhianat dari pikirannya bertanya dengan nada mendesak.
Jangan sampai, Kyouko membatin. Aku tidak mau melihat orang lain terluka lagi.
Memangnya aku bisa melakukan sesuatu untuk mencegah itu?
Tsuna-kun akan segera menghentikan semua ini sesegera mungkin.
Ah, tapi bisakah dia? Suara kecil itu membalas, menekannya di titik-titik yang tepat, tidak nyaman. Kau tahu seberapa lemah lembutnya dia. Seseorang seperti dia tidak bisa melakukan apa-apa dengan benar. Kau harus melakukan sesuatu.
Kyouko mengalihkan pandangannya kepada Tsuna, yang hingga kini pun terus tersenyum kepadanya. Aku tidak mau memperburuk situasi bagi Tsuna-kun.
Situasi akan memburuk dengan atau tanpa dirimu dalam prosesnya.
Aku tidak mau menambah beban Tsuna-kun. Kyouko meluruskan posisi duduknya, mencoba memenangkan pertempuran kecil antara dirinya dan sisi lain dari dirinya. Aku memercayainya. Aku percaya ia akan melakukan satu atau lain cara untuk menyelesaikan hal ini.
Sementara itu, akan semakin banyak orang yang terbaring di ruang perawatan, baik dengan luka fatal maupun tidak tertoreh di tubuh mereka.
Tsuna merasa tangan Kyouko yang diusapnya perlahan bergetar. Mendongak, ia tercengang ketika menemukan sang gadis berambut cokelat muda sebahu tersebut mulai menangis tanpa suara. Oh, tidak.
"Kyouko-chan!" Tsuna berteriak panik, mengeratkan genggamannya terhadap tangan kecil dan halus Kyouko. "Jangan khawatir! Situasi tidak akan memburuk selamanya—aku berjanji, aku akan melakukan sesuatu—karena itu, jangan bersedih terus—Onii-san tidak mau kau bersedih, ingat? Jadi, tolong, kumohon, Kyouko-chan..."
Kehangatan tangan Tsuna-kun begitu nyaman, begitu menenangkan sehingga Kyouko menginginkan lebih—ia menginginkan kestabilan, keamanan, kepastian, sesuatu untuk berpegangan supaya ia tidak akan jatuh berkeping-keping di saat semua hal tidak berjalan sesuai kehendaknya seperti ini. Kyouko melepaskan genggaman tangannya dan melompat ke lingkaran tangan Tsuna yang terbuka lalu membenamkan kepalanya ke dada Tsuna dan menangis di sana. Isakannya mengguncang baik tubuhnya sendiri maupun tubuh pemuda yang menjadi sandarannya.
Tsuna tersentak akan perubahan posisi yang sangat mendadak seperti itu, tetapi toh dengan canggung ia melingkarkan tangannya di sekeliling bahu Kyouko dan mengelus rambutnya.
Beberapa menit berlalu seperti itu, dan Kyouko pun berangsur-angsur tenang. Sulit untuk tidak demikian ketika telinganya tertempel, mendengarkan degup jantung Tsuna yang stabil dan membuatnya kembali dapat mengendalikan diri. Tetapi ia membiarkan posisi mereka seperti itu, barang beberapa menit lagi saja, dan Tsuna sendiri tidak tampak begitu keberatan. Mata sembap Kyouko mengawasi kakaknya yang tengah tertidur di balik lengan Tsuna.
"Tsuna-kun, berjanjilah padaku."
Tsuna mengerjapkan mata, mendengarkan dengan penuh perhatian terutama karena suara Kyouko masih terdengar bergetar.
"Berjanjilah," kata Kyouko, berusaha untuk menjaga kestabilan dalam nada suaranya, "bahwa ini semua akan segera berakhir, bahwa tidak akan ada lagi yang terluka seperti ini, bahwa semua orang bisa kembali ke kehidupan mereka yang normal sesegera mungkin. Atau, paling tidak, berjanjilah bahwa kau tidak akan pernah terbaring di tempat tidur itu dengan selusin luka yang perlu dijahit maupun beberapa tulang patah yang perlu disembuhkan. Berjanjilah."
Tsuna menunduk untuk melihat pandangan Kyouko yang tidak bergeming dari kakaknya. Tidak pernah benar-benar terlintas dalam pikirannya bahwa pertempuran ini, pertikaian antarmafia ini tidak hanya mempengaruhi orang-orang yang berperan aktif dalam pertempuran, tetapi juga orang-orang yang berada di belakang untuk mendukung. Malah, terkadang, semua terlihat seperti pertempuran ini lebih membebani pikiran orang-orang yang tertinggal dibandingkan orang-orang yang meninggalkan.
Tsuna teringat Lal Mirch versi sepuluh tahun lebih tua yang kehilangan Colonello di masa depan yang telah mereka selamatkan beberapa tahun yang lalu. Tsuna teringat tangisan Haru di saat yang sama, teringat kekhawatiran Bianchi dan kepanikan I-Pin setiap kali mereka pulang dari sebuah pertempuran dengan luka-luka maupun tidak. Tsuna teringat ibunya pada saat ia masih kecil, selalu menanti ayahnya yang tak berguna untuk pulang dari entah urusan mafia apa dengan sabar. Semua orang yang mereka tinggalkan sepertinya menanggung beban pikiran yang hampir sama seperti yang mereka sendiri tanggung.
Ia menemukan dirinya bertanya-tanya apakah Kyouko sedang mengalami perasaan yang sama, kemudian menampik pertanyaan bodoh itu dari pikirannya. Tentu saja, duh—Onii-san kan kakaknya.
"Kyouko-chan," kata Tsuna pada akhirnya, mengeratkan dekapannya, "kau tidak perlu khawatir. Aku akan melindungi semua orang."
"Bagaimana denganmu? Dirimu sendiri?" tanya Kyouko, kedua matanya yang bersimbah air mata teralihkan untuk memandang pemuda yang sedang mendekapnya. Tsuna mengagumi tatapan itu untuk sejenak sebelum menjawab.
"Kyouko-chan tidak perlu mengkhawatirkan aku," jawabnya mantap. "Sama seperti aku menjaga punggung mereka, mereka juga menjaga punggungku. Kita semua kan keluarga."
Dan beberapa hari kemudian, situasi berubah normal.
Kyouko tengah duduk di antara teman-temannya—Haru di sisinya, terbahak-bahak; Chrome di sisi lain, tersenyum kecil; Bianchi-san terkekeh sembari memainkan gelas berisi wine-nya; dan dirinya sendiri, tertawa karena lelucon yang dilontarkan Yamamoto-san.
Akhir-akhir ini mereka menjalani hari yang sangat, sangat normal sehingga Kyouko sendiri bertanya-tanya apa benar ini kehidupan yang selama ini dimilikinya. Fuuta-kun dan Lambo-kun bahkan mulai bercanda juga, dengan I-Pin sesekali mengomentari di sudut. Hana, yang datang setelah jauh-jauh diundang, mencoba memberitahu Onii-chan bahwa ia sudah terlalu banyak minum. Seperti biasa, Hibari-san menolak untuk bergabung dan mengirim Kusakabe sebagai wakilnya. Kusakabe sedang berbincang akrab dengan Giannini. Gokudera-kun sedang membantu Tsuna-kun yang tersedak ketika tertawa saat minum di pojokan.
Reborn-kun mendadak muncul entah dari mana setelah itu, senapan berlaras panjang di tangannya, dan tiba-tiba—tiba-tiba, Tsuna-kun melipatgandakan usahanya untuk mengembalikan napasnya. Entah kenapa.
Pesta barbeque dadakan yang dicetuskan Haru benar-benar berjalan menyenangkan. Untuk pertama kalinya dalam sekian lama, Kyouko merasa mereka semua seperti sebuah kelompok orang biasa—orang-orang yang kehidupannya tidak dipenuhi pertelingkahan dunia mafia, orang-orang yang tidak menghabiskan separo waktu hidupnya untuk menghindari membunuh—atau dibunuh—kelompok orang lain, orang-orang yang tujuan kehidupannya tidak lain dari sekadar bersenang-senang belaka. Ketika mereka berkumpul di sekitar api, mengalami momen hangat yang wajar sebagai sebuah keluarga alih-alih mengkhawatirkan keselamatan satu sama lain di medan pertempuran, Kyouko menyadari bahwa dirinya begitu menyayangi mereka semua.
Tsuna-kun benar. Mereka adalah keluarga.
(Di belakang, Tsuna sudah mampu bernapas normal kembali dan Reborn-kun berjalan menjauh dengan sikap puas. Sekali lagi, entah kenapa.)
Haru mengamati Tsuna khawatir, menjulurkan kepala agar bisa mendapat pemandangan yang jauh lebih jelas. "Apa Tsuna-san baik-baik saja?"
"Dia terlalu lembek," komentar Bianchi acuh-tak-acuh. "Dia selalu begitu sedari dulu, tapi sudah pasti dia tidak akan kenapa-napa. Jangan khawatir."
Tetapi Kyouko sudah mendahului semua orang dan beranjak dari kursinya untuk menghampiri Tsuna. Dibantunya Tsuna duduk di batang kayunya, sembari sesekali mengusap punggungnya lembut.
"Ada yang patah?"
"Tidak, kurasa," jawab Tsuna parau, terbatuk-batuk ringan. "Tapi bisa jadi ada, kalau Reborn mendadak main kasar. Oh—tunggu, dia selalu begitu."
Kyouko tertawa kecil. Semakin lama, Tsuna-kun makin jago melontarkan sarkasme.
"Well. Tsuna-kun bisa bertahan dari Reborn-kun setelah selama ini."
"Hanya karena ia bisa kehilangan mainannya satu-satunya kalau aku mati."
"Tapi Tsuna-kun kan kuat."
Tsuna berhenti mengeluh dan mendongak untuk melihat wajah Kyouko. Kyouko balas tersenyum kepadanya.
"Iya, kan?" tanya Kyouko tanpa mengalihkan pandangannya. "Dan itu sesuatu yang keren, Tsuna-kun."
Blush.
Kyouko melihat wajah Tsuna-kun memerah, kemudian pemuda tersebut mengalihkan pandangan. Tidak ada yang memerhatikan mereka karena sekarang Yamamoto, Gokudera, Lambo dan Fuuta sedang bermain lempar-tangkap botol kosong dengan serunya—dan salah satu botol yang Lambo lempar mengenai Gokudera di wajah (Ryouhei tertawa terbahak-bahak di belakang dan Haru serta Yamamoto melompat dari tempatnya masing-masing untuk menyongsong Gokudera dan mencegah pria tersebut dari mencoba mencekik Lambo di detik berikutnya). Tetapi baik Tsuna dan Kyouko juga tidak memerhatikan itu semua, karena mereka terlalu sibuk dengan diri mereka satu sama lain.
Ketika Tsuna mempunyai cukup keberanian dan telah berhasil menyingkirkan sebagian besar rasa malunya (yang merupakan hal aneh, karena dirinya sudah dua tahun diangkat sebagai ketua salah satu keluarga mafia besar), ia mengangkat wajah untuk menatap Kyouko. Kyouko memiliki perasaan bahwa jika ia yang mengalihkan pandangannya sekarang, ia akan kehilangan momen tersebut. Karena itulah mereka berakhir saling memandang satu sama lain tanpa mengedipkan mata.
"Um, err, terima kasih, Kyouko-chan," kata Tsuna, mencoba mengatakan sesuatu tanpa membuat mereka merasa canggung, "atas pestanya. Benar-benar menyenangkan."
"Ini ide Haru-chan." Kyouko menggelengkan kepala, merasa tidak enak mendapat pujian atas sesuatu yang dilakukan orang lain.
"Tetapi kau tetap ada di sini dan mendukung mereka semua," Tsuna bersikeras. "Tidak semua orang... tidak semua orang melakukan hal itu."
Kyouko menghargai usaha canggung Tsuna untuk memujinya—sudah beberapa tahun terlewati, dan Tsuna masih kesulitan mengatur kata-katanya di depan sang gadis berambut pirang tersebut.
"Seharusnya," kata Kyouko, tatapan matanya penuh kesungguhan, "akulah yang berterima kasih kepadamu."
Tsuna menaikkan sebelah alis matanya, bingung. Kyouko merasa perlu melanjutkan.
"Kau menepati janjimu," kata Kyouko sederhana. "Kau bilang padaku, kau akan menyelesaikan semuanya dan mengembalikan kehidupan normal kita semua. Kau bilang padaku, kau akan kembali dengan selamat." Kyouko menarik ujung bibirnya, membentuk seulas senyum kecil. "Dan di sinilah kau sekarang—sehat, aman, dan baik-baik saja."
Tsuna mengalihkan pandangannya. Mendadak, aura di sekitarnya berubah. Kyouko merasa ada sesuatu yang membebani pikiran Tsuna-kun sekarang. "... dan bukan hanya aku yang bekerja, kau tahu," ujarnya pada akhirnya. "Gokudera-kun, Yamamoto, bahkan Onii-san juga—"
"Tapi kau ada di sana dan memimpin mereka," Kyouko bersikeras, senyumnya melebar. "Tidak semua orang melakukan hal itu."
Mengetahui bahwa Kyouko baru saja mengembalikan kata-katanya kepadanya, Tsuna memutar bola matanya. "Mmm."
Kyouko tidak dapat menahan tawa kecil—dan dipengaruhi kenekatan yang luar biasa baginya, ia mengulurkan tangan kanannya untuk meraih tangan kiri Tsuna-kun dan menggenggamnya lembut. Kulit telapak tangan Tsuna-kun terasa agak kasar—tetapi kuat dan hangat kendati suhu malam itu agak dingin, dan Kyouko menemukan dirinya menikmati posisi tersebut. Tsuna sendiri juga tidak terlihat keberatan, malah dengan antusiasme yang ditahan-tahan pemuda tersebut balik menggenggam tangan Kyouko yang halus—dengan sesuatu di matanya yang menyiratkan sebuah perasaan yang sangat kuat.
Kehangatan ini adalah hal yang paling Kyouko suka dari hubungan mereka berdua. Apa mereka sudah bisa dianggap kekasih bagi satu sama lain, atau mungkin Tsuna-kun hanya menganggapnya seorang 'anggota keluarga' yang berharga, Kyouko tidak tahu. Yang pasti, ia menyukai momen-momen kecil seperti ini.
Tetapi, ia tidak tahu kenapa hanya Tsuna-kun yang dapat membuat jantungnya berdebar tidak karuan seperti ini, hanya Tsuna-kun yang mampu memberinya rasa aman yang menenangkan hati seperti ini, dan hanya Tsuna-kun yang diinginkannya saat ini.
Tanpa dapat ditahannya, bibirnya terbuka. Jantungnya berdebar makin kencang, wajahnya memerah, dan suaranya sedikit bergetar ketika ia berkata,
"Aku suka."
Kedua mata Tsuna melebar, dan sebelum ia mampu mengatakan sesuatu, Kyouko melanjutkan.
"Aku suka... Tsu-kun."
A/N:
Dan... bersambung lagi. Pertama-tama, terima kasih karena telah membaca!
Saya berencana menghabiskan fanfic ini dalam satu atau dua chapter lagi, tergantung tekanan dari dunia luar, dan... keberadaan rasa tanggung jawab saya sebagai seorang author yang sudah mem-publish banyak cerita ongoing tetapi tidak memiliki motivasi yang cukup untuk menyelesaikannya X"D Dan sebelum Anda bertanya, bukan, saya tidak terkena writer-block. Saya hanya sedang dilanda perasaan, err, apa ya namanya? Oh-God-I-currently-hate-this-fic-so-much—atau sesuatu semacam itu (Saya curiga sifat saya yang sok perfeksionis punya peran besar di bagian sini). Saya merasa perlu mencoba bereksperimen dengan topik lain, dan lahirlah fanfic ini. Karena itu, dimohon pengertiannya bagi semua orang yang pernah menyisihkan sebagian waktu untuk membaca, atau pernah sekilas melirik, karya-karya saya—terutama bagi sedikit di antara mereka yang menantikan kelanjutannya.
Oh, dan sedikit ekstra sebagai perwujudan rasa terima kasih karena telah membaca. Selamat menikmati!
OMAKE:
Ini adalah kisah yang takkan diceritakan Kusakabe kepada siapapun. Bahkan kepada Kyou-san tersayangnya.
Di medan pertempuran beberapa hari yang lalu, dengan Sasagawa Ryouhei di punggungnya tak berdaya, untuk kesekian kalinya dalam hari itu Kusakabe Tetsuya merasa putus asa.
Atasannya menghilang entah ke mana, menenggelamkan diri ke dalam pertempuran tanpa peduli situasi seperti biasa. Kondisi Vongola tidak dapat disebut menguntungkan—Sawada Tsunayoshi, Gokudera Hayato, dan Yamamoto Takeshi entah berada di mana saat itu. Sasagawa Ryouhei sendiri sudah out—dan satu-satunya anggota Vongola yang masih bisa bergerak (dan dilihatnya sekarang), adalah Chrome Dokuro, yang tengah memasang barrier ilusi pelindung untuk mereka supaya musuh tidak dapat melihat.
Situasi ini jelas sama sekali tidak menguntungkan.
Chrome berlari kembali ke arahnya setelah selesai mengecoh para musuh untuk sementara. "Kita harus membawa Ryouhei-nii kepada Bos," katanya tegang, peluh dan darah bercucuran di beberapa tempat.
"Saya rasa itu hampir tidak mungkin, Chrome-san," jawab Kusakabe, membetulkan posisi Ryouhei di punggungnya. "Luka-luka Sasagawa-san perlu diobati terlebih dahulu... ia tidak akan mampu menempuh perjalanan sejauh itu."
"Kalau begitu, ayo kita bawa dia pulang ke base."
"Juga masih terlalu jauh. Pendarahan-pendarahan fatalnya bisa membunuhnya."
Sejenak, bibir sang gadis berambut keunguan tersebut merapat saat ia berpikir keras. Kusakabe menunggunya untuk bicara, dan terbukti penantiannya tidak membutuhkan waktu lama ketika Chrome berkata,
"Kusakabe-san, tolong turunkan Ryouhei-nii ke tanah," desak Chrome, segera berlutut di bawahnya dan menatapnya. "Sekarang, tolong."
Kusakabe, yang sudah terbiasa menerima perintah tanpa bertanya, melakukan apa yang diminta Chrome dan membaringkan Ryouhei—berhati-hati agar luka-lukanya yang parah tidak sampai menyentuh tanah. Chrome pun segera melakukan apa yang ia niatkan; menarik blazer dari tubuhnya yang kainnya memang sudah tinggal separo dan merobeknya menjadi kain-kain hitam panjang dan membebat luka-luka Ryouhei dengan cekatan. Tetapi blazer itu berukuran kecil, sekecil tubuh Chrome, dan jelas tidak cukup untuk menahan pendarahan Ryouhei yang tersebar di berbagai tempat di permukaan tubuhnya yang jauh lebih besar. Karena itu, Chrome pun mengangkat kedua tangannya dan—
"... Chrome-san?" tanya Kusakabe waswas. Jemari Chrome yang lihai mulai melepas dasinya dan melemparnya ke tanah, "apa yang sedang Anda lakukan?"
Karena ia yakin, apapun yang akan dilakukan Chrome saat itu, Kyou-san tidak akan suka.
"Kita butuh lebih banyak kain," jawab Chrome sekadarnya, mulai berpindah ke kancing teratas kemejanya. "Dan blazerku saja tidak cukup, jadi mungkin kemejaku bisa..."
Oh, persetan, Kyou-san akan mengulitinya hidup-hidup kalau hal ini ia biarkan terjadi.
"T-TUNGGU, CHROME-SAN! Jangan kemeja Anda!" teriak Kusakabe panik sembari segera melepaskan jas hitamnya sendiri dan menyerahkannya kepada Chrome—yang hanya bisa berhenti, menaikkan sebelah alisnya. "Ini—gunakan jas saya—"
"... Tidak apa-apa?"
Chrome mengerjapkan mata. Kusakabe menghela napas.
"Ya. Begini lebih baik." Seribu kali lebih baik daripada membiarkan Chrome setengah telanjang berkeliaran di medan pertempuran.
Dan Chrome, karena situasi mendesak, segera melanjutkan pembebatannya dengan cepat. Tak lama kemudian Ryouhei sudah kembali pada posisinya di punggung Kusakabe dan baik Kusakabe maupun Chrome melanjutkan perjalanan mereka pulang setelahnya.
Jelas, kisah yang satu ini tidak akan pernah diceritakannya kepada siapapun. Terutama karena Kusakabe masih menyayangi nyawanya.
A/N:
Terinspirasi dari adegan-adegan di Future Arc versi anime. TYL!Kusakabe mendampingi Chrome di beberapa saat, terlihat loyal sekali sampai saya bingung sebenarnya majikan Kusakabe itu Hibari atau Chrome wahahaha X'D Nggak lah ya. Masih Hibari (saja), kan... ya?
Oh, abaikan itu. Kita akan kembali pada 2795 segera setelah ini.
And by the way, comments and critiques are always lovely!
