JEALOUSY

Disclaimer : Ron Cowen & Daniel Lipman – SHOWTIME.

Pair : Brian Kinney & Justin Taylor

Rate : T

Total WordCount : 7331

Genre : Hurt/Comfort/Romance.

Beta Reader : OrdinaryKyuu

A/N setting post season 5, yang belum tahu Ethan pernah jadi pacar Justin, Kevin is my own character. Enjoy

:Pittsburgh:

"Hei Bri, lihat pria di sana itu. Sekilas dia mirip Justin ya?" Ted menunjuk seorang pria berambut pirang yang sedang menari di lantai dansa Babylon.

Brian kinney, pria yang dianggap paling tampan dan sexy bagi para kaum gay di Pittsburgh sedikit tercengang melihat pemuda yang disebutkan Ted.

"Kau mabuk ya, Theodore? Dia tidak mirip Sunshine-ku." Brian kembali menenggak minumannya.

Sudah sebulan Justin pergi ke New York setelah mereka membatalkan pernikahan mereka. Kini mereka berusaha menjalani hubungan jarak jauh. Cincin yang semula dipersiapkan untuk pernikahan mereka berubah fungsi menjadi simbol ikatan mereka. Cincin itu kini tersemat di jari manis Brian Kinney dan Justin Taylor. Walaupun mulanya Brian enggan memakai cincin itu—baginya terkesan seperti hal yang terlalu lesbian—namun Justin dengan caranya sendiri bisa membujuk Brian.

"Yah mungkin memang tidak terlalu mirip. Aku jadi merindukan Justin. Bagaimana kabarnya?"

"Dia baik-baik saja, Theodore, baik-baik saja."

Brian mengedarkan pandangannya ke lantai dansa Babylon, saat pandangannya tertuju pada si pemuda pirang yang ditunjuk Ted, pikiran Brian melayang ke saat percakapannya dengan Justin tadi pagi di telepon, sebuah wake-up call dan phone sex mereka yang mengagumkan. Brian tersenyum mengingatnya. Hubungan mereka akan baik-baik saja, Brian percaya itu. Brian harus percaya itu.

Saat Brian tenggelam pada lamunannya, pria berambut pirang yang dipandangi Brian datang mendekat.

"Hai, kau tertarik padaku? Aku tahu kau melihatku sedari tadi." Si pria rambut pirang itu mengelus dada Brian dengan jarinya dan memasang raut menggoda.

Brian Kinney tentu saja tidak menolak ditawari hal yang disukainya—sex. Brian pun tanpa ragu membawa pria berambut pirang itu ke backroom Babylon.

"Hei, kau masih ingat aku? Sebelumnya kita pernah bertemu," ucap si pria berambut pirang setelah mendapatkan kenikmatan yang tak terlupakan dari seorang Brian Kinney.

"Aku tidak punya cukup waktu untuk mengingat hal-hal yang tidak penting." Brian Kinney mendorong badan si pria itu dan berjalan kembali ke arah pintu keluar Babylon. Dia berpikir sudah waktunya dia pulang.

"Namaku Kevin. Dulu kita pernah bertemu saat aku masih bertampang remaja kutu buku yang baru menyadari dirinya seorang gay. Kau bilang padaku untuk datang lagi padamu ketika aku sudah menjadi hebat. Kini aku datang kembali, dan kau bahkan mau berhubungan sex denganku. Aku akan membuatmu menjadi milikku, tunggu saja." Dengan cepat Kevin mencium bibir Brian tanpa ia sempat menghindar.

XoxoX

"Ya, aku baru pulang dari Babylon. What are you doing right now?"

Brian menerima telepon dari Justin saat baru saja kembali dari Babylon. Dia bersyukur Justin menelponnya saat ini, karena pikiran Brian terusik dengan ciuman dari trick yang tidak tahu diri itu. Brian merasa telah melanggar janjinya terhadap Justin, janji yang mereka sepakati beberapa tahun lalu, janji untuk tidak mencium orang lain.

But I didn't kiss him. He kissed me, so it wasn't counted. Brian meyakinkan diri sendiri, dan dia merasa tidak perlu memberitahu Justin, karena baginya hal ini tak penting.

"Jadi kau tidak bisa pulang akhir minggu ini? Aku juga tidak bisa pergi ke New York akhir minggu ini. Terlalu banyak pekerjaan di Kinnetik." Brian menghela nafas. Tampaknya rencana bertemu untuk pertama kalinya semenjak mereka terpisah jarak gagal terjadi, dan ini sudah kedua kali mereka menunda rencana mereka.

Saat awal mereka berpisah, Brian dan Justin mencoba mengatur frekuensi pertemuan mereka nantinya. Diputuskan dua minggu sekali mereka akan bertemu. Dua minggu pertama diputuskan Brian yang harus ke New York, dan dua minggu berikutnya Justin yang ke Pittsburgh. Tapi saat awal dua minggu pertama itu Brian mendadak tidak bisa ke New York karena harus mengunjungi Gus yang sedang sakit di Kanada, dan kini giliran Justin yang tidak bisa datang.

"I know this long distance relationship thing will suck." Brian menggumam. "Yah, sudahlah kalau begitu, terserah padamu saja, Sunshine. Sudah kubilang kita tidak usah membuat perencanaan apa-apa waktu itu. Aku tahu kalau akhirnya akan berantakan seperti ini."

Brian berusaha menahan kekesalannya. Dia merindukan Justin. Dia kesal dengan keadaan yang tidak bisa mempertemukan mereka.

"Brian Kinney, jangan berani-beraninya kau menghindar dariku kali ini! Ini hanya untuk sementara. Kita pasti bisa menjalani ini semua." Di ujung telepon sana, Justin setengah berteriak pada Brian.

"Ya, Sunshine," Brian hanya menjawab singkat sambil menyentuh cincin yang tersemat di jarinya, tidak terlalu yakin dengan semuanya.

Tapi dia tahu dia tidak akan menghindari Justin lagi kali ini. Sudah cukup dia berusaha berpura-pura menghiraukan Justin. Sekarang dia tidak ingin menyesal lagi. Sudah cukup penderitaan yang dia sebabkan kepada Justin, dan juga dirinya sendiri. Kini saatnya Justin bahagia, saatnya Brian mengijinkan dirinya sendiri untuk bahagia.

XoxoX

:New York:

Justin Taylor membenci New York. Semua terlihat menyebalkan di matanya. Apartemen kecil nyaman yang dipilihkan oleh Brian, pekerjaan paruh waktunya sebagai desain grafis di perusahaan periklanan kecil di New York, studio kecil yang disewanya, dan galeri kecil yang memajang hasil karyanya bahkan tidak membuat Justin Taylor menyukai New York. Dia membenci New York karena tidak ada Brian di sini.

Sudah satu bulan dia di sini, satu bulan dia tidak bertemu Brian, satu bulan penuh dia berhasil menjalani hari tanpa Brian, dan dia bangga karenanya. Kehidupannya di New York, tidak bisa dibilang mudah, namun juga tidak bisa dibilang sulit. Bantuan keuangan dari Brian saat awal mula Justin di sini memudahkan hidupnya. Namun Justin tidak berniat untuk selalu membebani Brian. Dia ingin menjadi pria mandiri yang pantas bersanding dengan seorang Brian Kinney.

Justin mengalihkan segala kerinduannya pada Brian kepada pekerjaannya. Semakin dia sibuk, semakin sedikit waktu yang bisa dia gunakan untuk merindukan Brian. Tapi terkadang pekerjaannya benar-benar menyita waktunya di saat dia memilih untuk beristirahat.

Seperti saat ini, bos-nya di perusahaan periklanan menyuruhnya lembur di akhir pekan. Tepat di waktu yang seharusnya Justin gunakan untuk mengunjungi Brian. Selain itu masih ada lukisan yang harus dia selesaikan sebelum dipajang di pameran seniman baru bulan depan.

"Hei, Bri, apa kau baru pulang dari Babylon?" Justin menelpon Brian sepulangnya dia dari studio, merasa perlu memberitahukan Brian secepatnya bahwa dia tidak bisa pulang akhir pekan ini.

"Ya, aku baru pulang dari Babylon. What are you doing right now?" Di ujung telepon sana Brian menjawab dengan nada senang.

"Aku baru saja pulang dari studio, banyak yang harus kuselesaikan hari ini," jawab Justin sambil merebahkan diri di tempat tidur.

Justin lelah sekali Sebenarnya dia ingin langsung tidur namun dia benar-benar merindukan Brian.

"Bri, aku tidak bisa pulang akhir pekan ini. Banyak pekerjaan yang harus kulakukan." Justin menunggu dengan cemas reaksi yang akan diberikan Brian.

"Yah, sudahlah kalau begitu, terserah padamu saja, Sunshine. Sudah kubilang kita tidak usah membuat perencanaan apa-apa waktu itu. Aku tahu kalau akhirnya akan berantakan seperti ini." Suara Brian terdengar kesal, dan Justin tidak suka dengan jawaban Brian yang seolah-olah janji mereka itu mudah rusak karena keadaan.

"Brian Kinney, jangan berani-beraninya kau menghindar dariku kali ini! Ini hanya untuk sementara, kita pasti bisa menjalani ini semua." Justin setengah berteriak ditelpon. Dia sangat mahir membaca sikap Brian yang berusaha menghindarinya ini. Dia juga sangat tahu bahwa Brian bisa sangat menyebalkan karena merasa dirinya tidak pantas dicintai.

Brian hanya membalas dengan, "Ya, Sunshine."

Huh, 'Ya, Sunshine' apanya? Terkadang Brian itu memang sangat menyebalkan, gumam Justin dalam hati.

"Kita pasti bisa mencari waktu yang tepat untuk bertemu. Iya, aku memang agak lelah sekarang. Later, Bri. Love you."

Justin sudah hampir setengah tertidur dan sayup- sayup di seberang sana Brian hanya menggumam "You too" sebelum akhirnya Justin jatuh tertidur.

XoxoX

:Pittsburgh:

Kevin tampaknya bersungguh-sungguh atas ucapannya saat mencium Brian di backroom beberapa malam lalu. Kevin menemui Brian lagi di Woody's saat Brian bersama teman-temannya.

"Hai, namaku Kevin. Mulai sekarang, kemungkinan besar aku akan terus bersama Brian. Semoga kalian bisa menerimaku." Kevin dengan sangat percaya diri mendatangi Brian dan teman-temannya yang sedang berada di Woody's dan langsung melingkarkan tangannya ke lengan Brian, namun sayangnya langsung ditepis oleh Brian.

"Wow, Brian, siapa lagi yang sudah termakan pesonamu kali ini? Hei, Kid, kau terlalu percaya diri. Sebaiknya kau menyerah saja." Emmet memasang raut prihatin sambil menepuk pundak Kevin.

"Aku tidak ingin menyerah. Brian adalah inspirasiku sebagai seorang gay. Aku yakin bisa mendapatkannya." Kevin mencoba lagi melingkarkan tangannya ke lengan Brian, namun segera ditepis Brian dengan muka kesal.

"Kekeras-kepalaanmu ini mengingatkanku pada seseorang beberapa tahun lalu. Benar 'kan, Brian?" Michael tertawa mengenang Justin saat awal Justin mengenal Brian.

Brian tidak menjawab dan terus menenggak minumannya.

"Aku menyuruhmu menyerah karena kau pasti tidak bisa mendapatkan Brian." Ted menepuk pundak Kevin dengan raut muka mengasihani Kevin.

"Iya sih, aku tahu. Seorang Brian kinney tidak akan mau mempunyai pacar. Tapi bagiku tidak masalah menjadi pacarnya yang keberapapun."

"Kau tidak bisa mendapatkan Brian karena Brian sudah memiliki tunangan. Tak lihatkah cincin di jarinya itu?" Michael mengangkat tangan Brian yang mengenakan cincin.

"What? Tidak mungkin. Tidak mungkin seorang Brian Kinney bertunangan. Kalian pasti hanya membodohiku. Cincin itu pun pasti hanya aksesoris seperti bracelet itu 'kan?" Kevin tertawa karena menganggap semua itu lelucon. Brian Kinney yang dikaguminya tidak mungkin menjalin hubungan serius dengan seseorang. Apalagi sampai bertunangan.

"Terserah kau mau percaya atau tidak, aku tidak peduli. Hei kalian, aku pulang duluan." Brian dengan cuek berjalan keluar dengan meninggalkan Kevin yang masih kaget.

Saat tiba di loft, Justin menghubunginya. Entah sudah yang keberapa kali Justin menelepon tepat saat Brian tiba di loft, seolah Justin selalu tahu kapan Brian pulang, atau mungkin ini memang hanya kebetulan.

"Ya, Sunshine, kau tidak usah memaksakan dirimu untuk ke sini jika memang tidak ada waktu. Sudah kubilang tidak masalah kan?" Brian mengambil scotch yang dia simpan di dapur. Dia merasa membutuhkan minuman itu untuk meredakan sakit kepala yang mengganggunya belakangan ini, yang sering muncul semenjak Justin pergi ke New York.

XoxoX

Kevin masih tidak percaya dengan perkataan teman-teman Brian. Dia percaya dengan predikat Brian yang membenci komitmen. Kevin memutuskan untuk mengejar Brian. Dia tidak mau usahanya selama ini untuk menjadi pria yang pantas untuk Brian Kinney gagal.

Strategi Kevin dimulai dengan melamar menjadi pelayan di Liberty's Diner yang kebetulan memang sedang membutuhkan tenaga setelah kepergian Justin ke New York. Selain di Liberty's Diner, Kevin juga berencana menjadi Intern di Kinnetik. Kuliahnya di jurusan periklanan di Carniege Mellon University of Pittsburgh mengharuskannya menjalani program Internship di salah satu perusahaan periklanan. Dan di mana lagi dia bisa bekerja sambil mendekati Brian jika bukan di Kinnetik?

XoxoX

Suatu pagi, Cynthia memperkenalkan seorang Intern baru di Kinnetik pada Brian. Brian hanya bisa menggerutu. Dia kesal dengan keberadaan pria pirang yang akhir-akhir ini selalu muncul di tempat biasa dia berada.

"You again? Bisa tidak kau berhenti mengikutiku. Sudah kubilang 'I don't do repeat', so just fuck off." Brian memijat keningnya, kesal menghadapi anak ini. Ada bagian dari anak ini yang mengingatkan Brian akan Sunshine-nya—Persistent, dan ini membuat Brian semakin merindukan Justin.

Kali ini, Kevin tetap menjawab dengan senyum dia yang biasanya, senyum penuh percaya diri. "Sudah kubilang, aku ingin berusaha selalu ada di dekatmu, mendapatkan sedikit bagian dari hatimu, dan diijinkan berada di hidupmu dalam bentuk apapun."

Anak ini terlalu berani, terlalu percaya diri, dan anak ini terlalu kurang aja, pikir Brian. Dan sekarang Brian sedang tidak ingin mengurusi hal tak penting seperti ini. Dia tidak ingin peduli.

Brian tidak bisa membatalkan masa Internship Kevin di Kinnetik karena Cynthia sudah terlanjur member persetujuan untuk Kevin bekerja sebagai Intern di sini. Selain itu, tampaknya Cynthia menyukai anak ini yang menurutnya pintar, jadi Brian hanya menyuruh Kevin untuk bekerja tanpa harus bertemu dengan Brian. Brian tidak ingin dibuat pusing oleh anak ini. Tampaknya dia benar-benar harus bertemu Justin. Mungkin dia bisa mengatur sebagian jadwalnya sehingga dia bisa pergi ke New York dan memberi kejutan untuk Justin.

"Cynthia, apa aku harus benar-benar menghadiri rapat hari Sabtu dan Minggu ini? Kau dan Ted pasti bisa mengatasinya, atau undur saja waktunya ke hari Senin." Brian memanggil Cynthia, setelah menyuruh Kevin pergi dari ruangannya.

"Brian, kau tahu sekarang aku bukan lagi asistenmu. Harusnya kau menanyakan jadwalmu pada Jessica." Cynthia menggerutu namun tetap meminta jadwal pada Jessica dan melihat apa yang bisa dia lakukan untuk mengosongkan jadwal Brian pada hari Sabtu dan Minggu. Cynthia mengerti bahwa Brian pasti sangat ingin bertemu dengan Justin.

"Tampaknya aku bisa mengatasi jadwalmu Sabtu dan Minggu ini. Baiklah, kau ingin memesan tiket pesawat pada Jumat malam dan memesan penyewaan mobil untukmu di New York, 'kan?"

Brian tersenyum senang atas pengertian Cynthia. " Apa aku sudah pernah bilang bahwa kau adalah karyawanku yang terbaik, Cyn?"

"Ya, ya, simpan saja pujianmu, dan gantikan dengan bonus dalam jumlah gajiku." Cynthia meninggalkan ruangan Brian dengan senyuman.

Mood Brian akhirnya kembali membaik setelah tahu bahwa Jumat malam dia bisa bertemu Justin, dan pusing di kepalanya seolah menghilang.

TBC

bagian pertama dan belum masuk ke intinya hehehe. Thanks buat OrdinaryKyuu yang masih sempat ngedit ditengah2 kesibukannya *halah* ini akan menjadi multi chapt yang pendek kok, mungkin dibikin 4 bagian.. so harap ditunggu

Fic pembuka tahun untuk para pecinta Britin... semoga GaNdy bersatu tahun ini *pelukin Gent OOT*

Review please ^^

Xoxo, Riku ^^