©kaioppaya a.k.a Sheila Ervian.
Proudly present.
.
Felicitas.
.
Byun Baekhyun . Park Chanyeol
.
Sad . Fluff . Romance
PG-15
T
.
"Do you remember? That moment when you tell me the L words for the first time?"
.
.
((a/n: HAAAIIIIIIIIII./ this is my new debut fanfic at ffn! cause this is the first time, im so sorry if there's too much mistakes here /gloom/
if the respones was good, i'll continue this fanfic with all my pleasure! :D
okidoki?
Happy reading! ^^)/ ))
.
.
.
-Chan-Baek-
.
FELICITAS
.
.
.
Kaioppaya
.
.
Banyak orang berkata,
Sekecil apapun perbedaan dalam sebuah pasangan yang saling mencinta,
Itu tetap akan menjadi pembatas dalam sebuah hubungan.
Tetapi Baekhyun, malaikat kecil polos yang berhasil mengetuk hati sekeras baja milik Chanyeol,
Meyakinkannya bahwa perbedaan bukanlah sebuah alasan bagi mereka untuk berbeda.
Dan ketika Chanyeol bertanya mengapa,
Baekhyun, yang lagi-lagi berhasil membuat raga sekaligus akal sehat Chanyeol lumpuh berkata,
Sebuah perbedaan seharusnya menjadikan kita untuk bersama.
Dan saling melengkapi satu sama lain.
Sekecil apapun perbedaan diantara kita, aku yakin.
Dengan adanya sebuah perbedaan akan membuat kita sadar.
Bahwa perbedaan itulah yang membuat kita jadi saling melindungi satu sama lain.
Karena, kita berbeda.
Dan perbedaan itulah yang seharusnya kita lindungi.
Sekaligus melindungi hubungan kita.
.
.
.
Felicitas
.
.
Chanyeol, seorang pemuda tampan yang lahir dari keluarga yang mampu, bukanlah seorang pangeran dalam cerita dongeng putri tidur. Bukan juga sosok sempurna yang digambarkan di cerita-cerita fiksi. Ia hanya dihadiahi wajah tampan sekaligus keluarga yang lengkap dari Tuhan. Setelahnya, Chanyeol merasa cukup dengan semua yang ia punya saat ini.
Baekhyun, seorang laki-laki manis yang terlahir kedalam dunia pahit yang jahat ini, hanyalah orang biasa. ia bukan seorang primadona atau seseorang yang terkenal. Ia juga bukan orang yang terlihat terlalu buruk. Hidupnya biasa-biasa saja. Flat. Hampir tidak ada masalah yang menghampirinya selama 23 tahun ia hidup di dunia. Karena ia selalu hidup dalam garis kewajaran. Hidup seperti orang-orang awam, yang membiayai hidupnya sendiri dengan bekerja di sebuah café. Ia bukanlah seseorang yang memiliki banyak teman. Ia juga bukan seseorang yang penting dalam keluarganya. Sekali lagi, Baekhyun hanyalah orang biasa yang beruntung.
Orang biasa yang beruntung karena sudah membuat Chanyeol jatuh hati kepadanya.
Dan setelah Chanyeol hadir dalam hidupnya, hidupnya sudah tidak berjalan pada garis kewajaran lagi.
Manis, pahit, tawa, air mata, senang, sedih, suka, duka,
Baekhyun merasakannya. Ia berhasil merasakan emosi itu lagi.
Banyak orang yang mengatakan mereka tidak pantas jika disandingkan bersama. Mereka berbeda. Berbeda secara fisik, sikap, sifat, kesukaan, dan pemikiran. Baekhyun dan Chanyeol menyadari itu.
Chanyeol, yang notabene lahir dalam keluarga bisnis super sibuk, menyukai ketenangan dan apapun yang berhubungan dengan saham bisnis. Menyukai kopi hitam —dan Chanyeol tidak pernah mempermasalahkan tipenya. Tidak menyukai apapun yang manis, dan selalu mendapat pengawasan penuh dari keluarga Park yang terhormat. Tak ayal, Chanyeol hanyalah anak bungsu keluarga Park yang paling tersayang.
Baekhyun, seorang anak yatim piatu yang polos dan ceria. Meskipun kematian kedua orang tuanya yang tragis kadang membuat Baekhyun murung, tetapi sifat cerianya tak akan pernah lepas dari sosok Baekhyun. Ia menyukai permainan, dan apapun itu yang berhubungan dengan kesenangan. Menyukai apapun yang identic dengan strawberry karena Ia suka manisan. Sisi lain Byun Baekhyun adalah kesepian. Ia hidup sendiri, tinggal sendiri. Apapun selalu sendiri —karena ia sering dianggap menyusahkan dan merepotkan.
Sering dianggap kekanakan, tapi kenyataannya Baekhyun bahkan lebih dewasa dari Chanyeol.
Sosok cerianya hanyalah sebagai penghibur untuk dirinya sendiri. Sekali lagi, Baekhyun hidup sendiri, tinggal sendiri. Apapun selalu sendiri. Jadi ketika ia mengingat orang tuanya, ia akan selalu terlihat ceria dan dengan sempurna menutupi sisi sedih dan sunyi di dalam hatinya.
25 Desember, Park Chanyeol mengungkapkan perasaan terpendamnya pada seorang namja polos, Byun Baekhyun.
Tidak sampai 1 menit untuk berfikir dan memutuskan pilihannya.
Laki-laki manis itu tersenyum, kemudian mengatakan "Ya."
.
.
.
ChanBaek
.
.
Kehidupan mereka sebagai sepasang kekasih berjalan normal, Baekhyun bekerja dengan baik di sebuah café —yang entah secara kebetulan atau tidak— milik ayah Chanyeol. Dan terkadang si tampan Chanyeol juga sering memberikan setengah gajinya selama ia bekerja menjadi manager di perusahaan kakak perempuannya; kepada Baekhyun. Keluarga Chanyeol sudah mengenal dengan baik Baekhyun, yang langsung mereka terima karena Baekhyun bersikap sangat manis dan menyenangkan pada keluarga Park. Ibu, Ayah, dan kakak Chanyeol menyukai Baekhyun. Tetapi yang mereka heran sampai detik ini adalah, kenapa Chanyeol tidak diperkenalkan kepada keluarga Baekhyun juga?
Pernah pada suatu hari, Chanyeol memberanikan diri untuk bertanya.
"Kapan kau akan memperkenalkanku pada keluargamu?"
Baekhyun, yang sebelumnya sedang tertawa riang bersama keluarga Park di kediaman Chanyeol itu langsung terdiam. Raut wajahnya berubah suram, dan matanya terlihat hampa. Mati. Seperti tidak ada kehidupan. Senyuman serta tawa riang itu menghilang dari wajah manisnya. Yang sempat membuat Chanyeol meringis menyesali mulutnya yang tidak terkendali itu.
Semua pandangan mata keluarga Park melayangkan tatapan menuntut jawabannya kearah Baekhyun. Yang ditatap pun masih terdiam, setelahnya ia menunduk. Kemudian tersenyum kecut.
"Apakah… kita harus ke surga dulu untuk menemui mereka?"
.
.
Petualangan cinta mereka yang sebenarnya,
Dimulai.
.
.
Kaioppaya
.
.
Hubungan kami baik-baik saja, sampai pada suatu ketika…
.
Chanyeol menyesapi kopi Americano hitamnya yang tersisa setengah di cangkir berwarna putih polos itu. Kini ia ada di café milik ayahnya, tetapi kali ini rasanya berbeda. Tanpa Baekhyun, rasanya sangat berbeda. Hampa. Kosong. Sendiri. Sunyi. Kesepian.
Ya, begitulah kira-kira kondisi hatinya.
Seorang barista yang kebetulan sahabat Chanyeol itu menatapnya prihatin dari kejauhan. Pasalnya, ia sudah duduk disitu sejak jam 3 sore dan datang dengan wajah murung. Ini sungguh tidak seperti biasanya. Seratus persen berbeda. Chanyeol sedari tadi terus memesan secangkir Americano hitam tanpa gula yang bisa kalian bayangkan pahitnya seperti apa. Dan parahnya, ini sudah cangkir yang ke-6 hari ini.
Barista itu menoleh ke arah jam dinding besar yang terletak pada salah satu sudut ruangan. Jam 9 malam, satu jam lagi café ini harus tutup. Pengunjung lainnya juga sudah pergi meninggalkan café. Tinggal Chanyeol seorang yang masih terududuk dengan wajah datar yang dihiasi tatapan kosong tak bernyawanya itu. Ia menghela nafas pasrah, dan berinisiatif menghampiri Chanyeol yang terlihat –benar-benar- menyedihkan.
"Kau terlihat mengerikan, Chanyeol. Ini seperti bukan kau." Ujar barista itu pelan, kemudian menarik salah satu bangku dan duduk diatasnya. Duduk menghadap Chanyeol yang kini sama sekali tak mengindahkan kalimatnya barusan.
Barista itu memutar matanya malas, ia jengah menghadapi sifat anak si pemilik café satu ini. "Memangnya kau berbuat dosa apa huh? Kau bisa ceritakan padaku jika kau mau. Apapun asal jangan seperti ini."
"Hyung," Chanyeol angkat bicara. Tapi masih tak bergerak barang 1 milimeter pun dari tempatnya. Pandangannya masih kosong, dan dengan wajah datar yang menyedihkan. "Aku menyakitinya." Lanjutnya dengan suara parau. Barista itu berjengit untuk sesaat, kemudian bertopang dagu diatas meja.
"Ceritalah. Aku tahu cukup sulit bagimu untuk menahannya sendirian."
Iris hazel kecoklatan Chanyeol bergerak, kemudian menatap sang barista tanpa merubah posisi sedikitpun. "Aku menyakitinya. Aku harus apa… Minseok hyung?"
Barista bernama Minseok itu berdehem untuk sesaat. "Meminta maaf adalah satu-satunya cara terbaik, Chanyeol-ah."
Manik mata kosong itu sedikit turun kebawah, menghindari tatapan Minseok yang terasa menyakitkan untuknya. Dan tatapannya bertambah kosong saja ketika ia berkata, "Mustahil untuk melakukannya karena ia sudah terlanjur membenciku, hyung."
Minseok kini mengerti masalah utamanya. Chanyeol berbuat sebuah kesalahan, dan belum sempat menjelaskannya karena Baekhyun terlalu tenggelam dalam jurang emosi. Baekhyun marah, sedih, kecewa, dan bodohnya Chanyeol sampai detik ini belum sekalipun mengucapkan kata 'maafkan aku'.
Minseok tersenyum menenangkan, kemudian menyentuh pundak Chanyeol dan sesekali mengelus bahu tegapnya itu. Berusaha menyalurkan ketenangan kepada si tampan Park yang terlihat bimbang. Kemudian sedikit memberi solusi yang entah bisa menjamin atau tidak.
"Tidak ada kata terlanjur hanya untuk mengakui kesalahanmu. Kalau benar ia mencintaimu, pasti ia akan memaafkanmu apapun masalahnya. Jangan takut untuk mencoba, Chanyeol-ah. Siapa tahu saja disana ia sedang menunggu kalimat maaf darimu. Pikirkanlah sebelum kau menyesal nantinya."
Barista itu bangkit dari duduknya, kemudian pergi meninggalkan Chanyeol sendirian yang masih termenung tak bergeming ditempatnya itu. Termenung memikirkan kalimat Minseok yang terasa seperti tusukan jutaan jarum tajam yang menancap tepat di hatinya. Dan, Chanyeol akhirnya pulang dengan pikiran yang berkecamuk dan saling berperang dalam otaknya.
.
.
Akankah kau memaafkanku? Memaafkan si brengsek Park satu ini?
/cough a lil/
am i doing well? (/.\)
i'll wait your respons guys on the review Box!
TBC/END?
t
