Annyeonghaseyo guys...
I'm back! Did anyone miss me?
Aku kembali membawa fics bergenre drama, sinetron, romance, dll, dkk.
Main cast:
- Jung Yunho (19 tahun)
- Jung Changmin (18 tahun)
- Kim Jaejoong (19 tahun)
- Kim Junsu (19 tahun)
- Park Yoochun (19 tahun)
Disclaimer: The Boys are not mine and this is only fanfiction. Not real.
Please enjoy the story! If you could not enjoy it, just leave and keep quite!
And kindly give me your reviews, bcs I LOVE YOU and I'M THANKING YOU ALL, who's having respect to appreciate other people's hard work.
.
Enjoy Reading!
.
.
'Aku jatuh cinta padanya, sejak pertama kali melihat mata indahnya. Tapi dia pergi karena kesalahanku. Aku takut, sungguh aku benar-benar takut kehilangan dirinya saat itu. Pada akhirnya kami terpisah ketika orang tuanya membawa dia pergi jauh dari kami. Bisakah kalian bayangkan, sekarang aku berusia 19 tahun dan hatiku tetap tertambat pada namja cantik itu, sekuat apa pesonanya sampai dia bisa mengikat seluruh jiwa dan ragaku selama 13 tahun tanpa bisa melirik sedikitpun pada orang lain? Percayalah, selamanya hatiku, tetap miliknya. Kim Jaejoong, akankah kau kembali kesini?'
.
'Aku sangat mencintainya lebih dari apapun. Tidak tahu sejak kapan, aku mulai merasa ketergantungan dengan kehadiran namja cantik itu. Tapi ia pergi setelah suatu kejadiaan tragis yang hampir merenggut nyawanya. Aku bisa apa, selain merelakan dia pergi? Dan kini aku sangat membenci seseorang yang menyebabkan Kim Jaejoong pergi.
.
'Aku mencintai dia yang mencintai orang lain. Sekuat apapun aku berusaha, aku tidak akan pernah mampu menggeser keberadaan orang itu dari dalam hatinya. Seluruh jiwa raganya hanya terfokus pada seorang namja cantik yang bahkan tidak aku ketahui wujud dan rupanya seperti apa. Aku lelah terus terbuang. Haruskah aku menyerah?'
.
'Aku adalah saksi dimana dua orang kakak beradik berubah saling membenci ketika mereka berdua mencintai orang yang sama. Mereka mencintai sahabat mereka, yang tidak lain adalah sepupuku, yang sekarang terpaksa dipisahkan jauh dari dua namja itu. Keegoisan dua orang tersebut atas keinginan memiliki sepupu cantikku membuat dia hampir kehilangan nyawanya karena suatu peristiwa. Dan aku tahu satu hal yang mereka tidak tahu.'
.
'Bisakah aku memperbaiki keadaan? Bisakah waktu kuputar kembali dan berhenti disaat kami masih saling menyayangi, tanpa pertengaran dan ambisi. Aku bingung. Aku tidak tahu harus memihak siapa. Posisi mereka sama pentingnya dihatiku. Meskipun salah satu nama mereka memang lebih merajai hatiku, aku tetap tidak bisa menyakiti salah satunya. Andai saja aku bisa lebih tegas dalam memilih dan bertindak, mungkin kesalah fahaman ini tidak akan terjadi. Sekarang kedua orang tuaku, membawaku pergi jauh dari mereka. Tapi aku akan kembali untuk memperbaiki kerusakan yang kubuat. Dan lagi aku tahu siapa yang aku cintai sebenarnya.'
.
.
(NEW ORLEANS, USA)
"Chunnie, kapan kita akan pulang ke Korea?" Rengek namja cantik bernama Kim Jaejoong kepada sepupunya, manja.
"Hyung, kenapa kau ngotot sekali ingin kembali ke Korea sih?" tanya Park Yoochun sedikit gemas, pasalnya namja cantik itu hampir tiga kali sehari menanyakan pertanyaan yang sama.
"Aku rindu Korea." Jawabnya mengawang.
"Rindu Korea?"
"Aku rindu umma, appa."
"Aisssshh.. Ahjumma dan Ahjussi kan hampir setiap bulan mengunjungimu disini, Hyung."
"Tapi tetap saja beda."
"Apanya yang beda? Aku lebih suka kita tetap tinggal di Amerika. Lagipula dokter Winston bilang ..."
"AKU TIDAK PEDULI! Aku tidak peduli apa kata dokter Winston. Aku pusing, aku capek! Aku mau pulang ke Korea!" Teriak Jaejoong emosi, hingga nafasnya terputus-putus.
"Ne, ne. Aku usahakan kita bisa segera pulang ke Korea." Jawab Yoochun mengalah.
"Yaksok?" namja cantik itu mengulurkan kelingkingnya ke arah Yoochun dan tersenyum menggemaskan.
"Nde, yaksoke." Yoochun mengaitkan kelingkingnya di jari mungil sepupunya, dia sudah terbiasa dengan perubahan mood Jaejoong yang sangat ekstrim.
'Aku hanya tidak ingin kau kembali terluka, Hyung.'
Park Yoochun mencoba kembali fokus pada notebooknya dan menyelesaikan tugas kuliahnya yang menumpuk. Meskipun pada awal kepindahannya ia disibukkan dengan segala urusan tentang teraphy dan pengobatan sepupunya, tapi tidak sedikitpun ia pernah merasa menyesal menemani sepupunya itu tinggal jauh dari negara asal mereka.
.
.
(SEOUL, SOUTH KOREA)
Sore itu langit berselimutkan awan tipis. Suasana teduh yang membuat banyak mahasiswa Shinki University rela meluangkan waktunya untuk sekedar duduk menikmati angin segar di taman belakang kampus mereka. Bunga-bunga yang masih mekar peninggalan musim semi berteman baik dengan daun-daun yang mulai berguguran menyambut datangnya musim gugur, dan disana terdapat juga danau buatan yang semakin mempercantik taman tersebut.
Diantara banyaknya mahasiswa yang ada disana, ada sepasang kekasih yang juga sedang menikmati udara segar sore itu, mereka adalah Jung Yunho dan kekasihnya, Kim Junsu. Pasangan yang terhitung sudah satu tahun berpacaran ini terlihat mesra. Jauh dibelakang mereka seorang namja bertubuh tinggi menatap iritasi ke arah dua orang itu. Namja bernama Jung Changmin itu bukan sedang terbakar cemburu, ia hanya tidak suka melihat Jung Yunho, yang tidak lain adalah kakak kandungnya, merasa senang. Dia akan menghancurkan kesenangan itu, seperti Jung Yunho yang menghancurkan kesenangannya dulu.
Jung Yunho dan Kim Junsu sedang mengobrol ringan dan bercanda ditemani dua cangkir cappuccino hangat di tangan masing-masing. Junsu terlihat berceloteh riang semangat, keceriannya selalu berhasil meradiasi Yunho yang sebetulnya belum sepenuhnya bisa membuka hatinya untuk Junsu. Namja manis itu tahu, hati kekasihnya belum terbuka seratus persen untuk dirinya. Bahkan saat mereka akhirnya memutuskan untuk menjadi sepasang kekasihpun, Junsu sudah tahu sejak awal bahwa ada seseorang yang selalu menjadi pemilik hati namja tampan itu, dan itu bukan dirinya. Namun Junsu sudah terlanjur jatuh terlalu dalam. Ia mencintai Yunho dan bertekad akan membuat kekasihnya itu lambat laun akan berubah mencintai dirinya. Dan sepertinya ia mulai berhasil.
Hari beranjak senja ketika Yunho dan Junsu memutuskan untuk meninggalkan area kampus menuju parkiran tempat Yunho memarkirkan mobil audi hitam kesayangannya. Mereka berjalan bergandengan tangan. Junsu menggandeng tangan Yunho dan mengeratkan genggaman tangan mereka.
.
"Yunnie! Hosh.. hosh.."
Yunho dan Junsu langsung mengalihkan pandangan pada sumber suara lembut itu.
"Yunnie! Ternyata benar, Yunnie!" teriak namja cantik itu sekali lagi. Nampaknya namja itu sedikit berlari mengejar Yunho dan Junsu, terlihat dari nafasnya yang terengah-engah.
Yunho langsung diam terpaku. Ia terlihat sangat kaget saat melihat namja cantik itu. Junsu menatap heran interaksi kedua orang dihadapannya dan tersenyum kecil pada namja berwajah malaikat itu.
"Annyeong.. Ada yang bisa kami bantu?" tanya Junsu pelan.
Namja cantik yang bernama Jaejoong itu menggeleng kemudian tersenyum pada Junsu.
"Annii.. Aku tadi merasa melihat ... sahabatku. Ternyata benar! Yunnie! Aku tak menyangka akan bertemu denganmu disini." Ucap namja itu riang.
Junsu mengangguk mengerti. "Kenalan Yunho ternyata." bisik Junsu dalam hati, meskipun ia agak heran dengan panggilan yang ditujukan namja cantik itu untuk kekasihnya.
Yunho masih terdiam melihat Jaejoong yang kini tersenyum manis padanya. Junsu bingung karena ekspresi Yunho tetap dingin.
"Kenapa kau ada disini!" suara Yunho terdengar sangat bengis. Junsu kaget, ia tatapi wajah dingin yang kini menatap tajam Jaejoong.
"Yunnie.. Ke- kenapa kau bicara seperti itu?"
"AKU TANYA KENAPA KAU BISA ADA DISINI! ! !" teriak Yunho. Junsu kaget mendengar teriakan Yunho. Jaejoong terlihat mundur selangkah dari Yunho.
Namja cantik itu memutuskan berbalik badan dan berlari meninggalkan Yunho dan Junsu.
'SHIT!' Yunho membekap mulutnya sendiri. Terlihat raut penyesalan diwajah Yunho. Secepat kilat Yunho mengejar Jaejoong dan menarik lengan Jaejoong.
"Mian.. Mianhae.. Jeongmal.. Tolong jangan pergi lagi." Yunho langsung membekap tubuh Jaejoong dari belakang, melingkari pinggang ramping itu dengan lengannya yang kekar..
Junsu melihat adegan itu terpaku. Ada bagian dalam hatinya yang sakit.
.
"Yunnie…"
"Mianhae.. Aku tak bermaksud meneriakimu seperti itu." ucap Yunho lembut sambil tetap memeluk Jaejoong.
Junsu menggeleng pelan. Rasa cemburu mulai menguasai hati namja manis itu.
.
"Yunnie.. Kau membuatku ketakutan. Padahal kita sudah lama tidak bertemu. Apa kau masih membenciku?" tanya Jaejoong melepas dekapan Yunho dan berbalik menatap wajah kecil dengan mata setajam musang itu penuh kerinduan.
"Anni.. Mana mungkin aku bisa membencimu. Aku hanya kaget melihatmu ada disini.. Kapan kau kembali ke Korea?"
"Kau belum tahu? Aku sudah 3 bulan lebih disini. Aku sudah bertemu Changmin, dan memintanya memberitahumu kalau aku sudah kembali. Apa Changmin belum menyampaikannya?" tanya Jaejoong.
Mendengar hal itu, Yunho naik pitam. Adiknya, Jung Changmin tak mengatakan apapun tentang kembalinya Jaejoong ke Korea. Sama sekali tidak!
Yunho tersenyum pahit. "Mana mungkin dia memberitahuku."
Jaejoong hanya menghela nafas pelan. Tatapan mata Jaejoong tertuju pada namja manis yang sedari tadi menundukkan kepalanya.
"Ah.. Kau teman Yunnie, ya?" tanya Jaejoong tiba- tiba. Junsu hanya mengangguk pelan kemudian kembali menunduk.
Yunho kembali berjalan ke sisi Junsu.
"Junsu.. Kau baik- baik saja? Wajahmu pucat." Yunho memegang pipi Junsu lembut.
Jaejoong mengerenyit. Hatinya ngilu melihat Yunho memperlakukan orang lain selembut itu.
Junsu tiba- tiba menepis tangan Yunho.
"Aku baru ingat, ada buku yang harus aku pinjam. Aku akan kembali ke perpus. " ucap Junsu tiba-tiba.
Yunho hanya menghela nafasnya pelan. "Aku akan menunggumu disini." Jawab Yunho.
Junsu mengangguk dan berlari kembali ke dalam area kampus, meninggalkan Yunho dan Jaejoong.
Jaejoong kemudian tersenyum.
"Junsu itu.. " Jaejoong sengaja memenggal kalimatnya. Dia tahu bahwa Yunho akan paham dengan apa yang akan ditanyakannya.
Yunho menatap gugup Jaejoong. "Dia.." Yunho seperti kehilangan kata- kata. Kenapa kini berat sekali mengatakan kalau Junsu adalah kekasihnya?
"Yunnie?" tanya Jaejoong lagi.
"Ne?"
"Namja manis tadi kekasihmu?" desak Jaejoong.
"Dia..Ung... " Yunho hanya berdengung tidak jelas.
"Ahh.. Pasti bukan kan? Mana mungkin namja tukang marah seperti Yunnie bisa punya pacar semanis Junsu." Jaejoong mencoba menghibur hatinya sendiri dan mendesah lega.
"Kenapa kau malah lega seperti itu? Apa kau senang kalau aku tidak laku? Dasar.." ujar Yunho sambil mengacak- acak rambut Jaejoong dan tidak berniat memberitahu namja cantik itu perihal status Junsu yang sebenarnya.
"Jangan rusak rambutku, Yunnie. Nanti aku jadi tidak tampan lagi!" Jaejoong memanyunkan bibirnya sambil memperbaiki tatanan rambutnya.
Yunho terkekeh, dirinya teramat sangat merindukan sosok Jaejoong. Walau sekuat apapun ia mencoba menghilangkan perasaannya pada Jaejoong.
"Mau menemaniku makan ice cream?" tawar Jaejoong.
Yunho menghela nafasnya, sok dramatis. "Mana bisa aku menolak tawaranmu."
Jaejoong mengangguk. "Kajja!"
Kemudian secara otomatis tangan Yunho mengambil jemari lentik Jaejoong dan menggengamnya erat. Mereka berjalan ke stand ice cream yang berdiri tidak jauh dari gerbang kampus. Jaejoong tersenyum senang, genggaman tangan Yunho masih seperti dulu, masih sangat hangat dan melindungi.
.
Yunho dan Jaejoong telah menghabiskan ice cream mereka dan berjalan kembali ke parkiran. Disana Junsu sudah menunggu sejak 10 menit yang lalu, dengan ekspresi wajah yang sulit diartikan. Meskipun senyuman masih tersungging di wajah manisnya.
"Junsu.."
"Ne?" Junsu menatap Yunho, menunggu kelanjutan kalimat yang akan yunho katakan.
"Apa kau sudah menunggu lama?"
"Anni.. gwenchana." Jawab namja manis itu.
" Jeongmal mianhae. Humm.. Su, Apa tidak apa-apa kalau kita mengantar Jaejoong pulang lebih dulu. Baru aku akan mengantarmu?"
Kata- kata Yunho membuat hati Junsu mencelos. Wajah ceria Junsu yang susah payah ia pertahankan runtuh, berubah menjadi wajah dengan ekspresi kecewa.
"A.. Aku bisa pulang sendiri kok." ucap Junsu akhirnya.
"Tidak! aku akan mengantarmu juga. Jadi.."
"Sudahlah, Yunho ah. Aku bisa pulang sendiri. Sepertinya Jaejoong-sshi lebih penting, kan?"
Yunho menghela nafas panjang. "Mianhae, Junsu ah. Tapi kau benar- benar bisa pulang sendiri?"
Walau tadinya Junsu mengatakan demikian, tetap saja hati Junsu sakit. Yunho terlihat jauh lebih mementingkan Jaejoong.
Junsu mengangguk pelan.
"Tidak perlu. Kalian pulanglah berdua. Aku bisa menghubungi supirku." Jaejoong merasa tidak enak hati melihat perubahan raut wajah namja manis itu. Maka dengan berat hati ia pun mengalah.
"Tapi ..."
"Yunnie, segera antarkan Junsu-sshi pulang. Ia terlihat lelah, lagian aku sudah meminta supirku kemari. Dan sebentar lagi dia akan segera datang." Bohong Jaejoong.
"Tapi sepertinya hujan akan turun, Joongie."
"Aku tidak apa-apa, Yunnie. Please, pergilah." Pinta Jaejoong lembut.
"Baiklah." Ragu-ragu Yunho membukakan pintu mobil untuk Junsu. Kekasih manisnya itu hanya diam sejak tadi. Lidahnya terlalu kelu untuk ikut bicara.
Sepeninggal mobil audi hitam Yunho, Jaejoong menghela nafas. Jujur saja dia belum menghubungi supirnya. Dan setidaknya butuh dua puluh menit sampai supir keluarganya itu bisa sampai kampus.
.
Tiiiinnn tiiinnnn...
Suara klakson terdengar di telinga Jaejoong. Namja cantik itu membalikkan badan dan ia melihat Jung Changmin yang berhenti tepat dihadapannya, namja berwajah kekanak-kanakan itu mengendarai motor sportnya yang berwarna merah. Jaejoong menatap Changmin yang mengisyaratkannya untuk naik.
"Minnie.." Jaejoong tersenyum tipis.
"Butuh tumpangan?" tanya Changmin sambil tersenyum.
Jaejoong mengangguk dan tersenyum manis.
Changmin tersenyum kembali. "Ayo.. Naiklah, hyung.."
"Ah.. Ne." Jaejoong langsung naik ke atas motor besar Changmin.
"Pegangan."
"Baiklah." Jaejoong memegang pegangan besi dibelakang jok motor sport besar itu.
"Bukan begitu, hyung. Lingkarkan tanganmu dipinggangku." suruh Changmin.
"Eh?"
"Atau aku tak bisa menjamin keselamatanmu." Ucap Changmin lagi.
Jaejoong langsung melingkarkan lengannya di pinggang Changmin. Changmin tersenyum pasti saat merasakan tangan mungil itu kini melingkar kuat dipinggangnya.
.
Keheningan melanda Yunho dan Junsu yang berada dalam mobil, rintik gerimis mulai turun membasahi jalanan. Yunho terkesiap, hatinya semakin resah meninggalkan Jaejoong sendirian di kampus.
"Junsu, apa kau keberatan kalau kita balik arah kembali ke kampus? Hujan sebentar lagi benar-benar akan turun. Dan Jaejoong sendirian di kampus. Bagaimana kalau kita antarkan Jaejoong pulang dulu atau setidaknya menemaninya sampai supirnya datang?" tanya Yunho pelan.
"Terserah kau saja." Jawab Junsu singkat, malas.
.
Changmin menjalankan motor sportnya sedikit ngebut. Gerimis sudah mulai turun dan dia tidak mau Jaejoong sakit karena kehujanan.
"Kenapa kau berdiri sendirian di parkiran tadi, hyung?" tanya Changmin dengan suara agak kencang, angin yang menerpa wajahnya, membuat ia harus sedikit berteriak.
"Tadinya aku bersama Yunnie. Tapi Yunnie pulang duluan mengantar Junsu." Jawab Jaejoong juga dengan sedikit berteriak.
Changmin membulatkan matanya saat Jaejoong menyebutkan nama Junsu dengan lugunya.
Tidak lama kemudian Changmin menepikan motornya di sebuah halte bus yang terlihat kosong, lalu ia melepaskan Jaket motornya yang tebal.
"Kenapa berhenti?" tanya Jaejoong bingung.
"Pakai Jaketku. Hujan akan turun." Perintah Changmin sambil memakaikan Jaketnya pada tubuh kecil Jaejoong.
Bersamaan dengan Changmin yang sedang berusaha mengancingkan Jaketnya di tubuh Jaejoong, sebuah mobil yang sangat mereka kenal ikut menepi dari arah sebrang.
.
"Apa yang kau lakukan bersama Changmin?" Yunho memegang pundak Jaejoong dan membalikkan tubuh Jaejoong menghadap dirinya. Wajah Yunho nampak sangat marah.
"Minnie bermaksud mengantarkan aku pulang kerumah." Jawab Jaejoong pelan.
Yunho menggeleng cepat. "Hujan akan turun. Aku tidak mau kau sakit karena kehujanan." Walaupun bukan itu alasan sebenarnya mengapa Yunho sampai semarah itu.
"Tapi-"
"Masuk ke dalam mobil! Aku akan mengantarmu pulang!" Yunho menarik tangan Jaejoong kasar menuju mobilnya.
"Sakit.. Yunnie.." Jaejoong merintih kesakitan.
Changmin tidak tinggal diam langsung menarik tangan Jaejoong dari tangan Yunho. Namun Changmin berusaha menjaga tangannya tetap lembut saat menarik tangan Jaejoong agar namja cantik itu tidak kesakitan.
"Kau menyakitinya, Jung Yunho!" kata Changmin bengis. Seketika itu Changmin mendekap tubuh Jaejoong.
Yunho menatap tajam Changmin. Junsu yang sejak tadi menyakikan perdebatan dua namja kakak beradik itu langsung memegang lengan Yunho. Takut menimbulkan perkelahian karena emosi Yunho yang sudah hampir meledak.
"Yunho kumohon, hentikanlah.." bisik Junsu.
Yunho menghela nafasnya kemudian kembali masuk ke dalam mobil. Junsu menatap namja cantik itu sesaat kemudian menyusul Yunho masuk ke dalam mobil.
Jaejoong hanya bisa melihat mobil Yunho berputar kemudian pergi dari tempat mereka. Changmin menghela nafasnya lega.
"Yunnie.." bisik Jaejoong lirih.
Mata Jaejoong nampak berkaca- kaca. Jung Changmin menggeleng pelan melihatnya.
.
Hari berikutnya Yunho dan Junsu terlihat sedang menikmati makan siang mereka di kantin kampus. Mereka memilih meja di pojok kantin yang cukup lenggang diantara keramaian kantin siang itu. Namja tampan itu berencana mengajak Junsu berbicara dan memperbaiki hubungan mereka yang kemarin sempat dilanda ketegangan. Kedatangan kembali namja cantik itu berhasil memporak porandakan hati Yunho yang sudah mulai tertata. Yunho bingung. Tapi sebagai namja sejati yang bertanggung jawab, ia sudah memilih Junsu, dan ia harus memegang komitmentnya, anniia?
.
"Aku tidak lapar, Minnie. Jangan menarik-narik tanganku." Gerutu Jaejoong semenjak Changmin menarik-narik tangannya sepanjang koridor kampus. Changmin tersenyum dan tetap menarik jari jemari kurus itu.
"Aku akan mentraktirmu ice cream, Hyung." tawar Changmin, ia yakin Ice cream tidak akan pernah gagal menggiur namja cantik pujaan hatinya ini.
"Serius? Baiklah kalau begitu!" Jaejoong balas menggenggam Changmin dan meremasnya tidak sabaran.
Changmin tersenyum lagi.
Saat Jaejoong dan Changmin masuk. Gerakan mereka terhenti ketika melihat dua orang yang duduk di kursi paling ujung kantin.
Changmin menatap tajam kakaknya dan kekasih kakaknya yang nampak sedang menikmati makanan yang mereka pesan.
"Yunnie.." bisik Jaejoong. Entah bagaimana perasaan Jaejoong sekarang. Ia senang melihat Yunho, namun juga takut kalau ternyata Yunho masih marah karena kejadian kemarin. Lagipula hatinya berdenyut nyeri melihat Yunho yang ternyata selalu bersama Junsu.
Seketika itu, Junsu meletakkan sumpitnya. Junsu menyadari perubahan ekspresi wajah Yunho setelah melihat kedatangan Jaejoong dan Changmin.
Yunho berdiri dari posisinya. Sementara Junsu tetap duduk di kursi sambil mengamati mereka bertiga, dia seperti terasing diantara segitiga yang rumit itu.
"Selalu bersama Changmin rupanya." Yunho memandang Jaejoong tajam. Jaejoong menunduk, tidak tahu harus mengatakan apa. Changmin menarik Jaejoong kebelakangnya.
Changmin tertawa remeh, "Lalu apa menurutmu dia harus bersamamu dan juga Junsu?"
Gigi Yunho bergemeletuk menahan amarahnya. "Aku tidak berbicara padamu, Jung Changmin!"
"Ak- Aku..." Jaejoong mencoba menjawab pertanyaan Yunho dengan terbata.
"Tentu saja Jaejoong Hyung bersamaku. Karena bersamaku, dia menjadi satu-satunya dan tidak ada tandingannya." ucap Changmin lagi.
Yunho merasakan hatinya memanas. Kata- kata adiknya begitu menusuk. Seakan- akan Changmin menghinanya dengan mengatakan bahwa dia bisa melakukan apapun untuk Jaejoong, sedangkan dirinya tidak.
Changmin melirik remeh ke arah Yunho yang wajahnya memerah. Sebuah seringai ia tunjukkan untuk semakin menyulut emosi kakak kandungnya itu.
Yunho seketika itu mencengkram kerah baju Changmin. Jaejoong dan Junsu membulatkan matanya. Junsu langsung berlari kearah Yunho dan mencoba menahan Yunho. Changmin hanya diam, tatapan matanya terus menyulut api perang terhadap Jung Yunho.
"JUNG CHANGMIN .. KAU!"
"Wae? ? Mau memukulku?" Changmin berdecih.
Yunho merasa terhina dengan kelakuan Changmin. Kemudian ia memukul wajah Changmin keras hingga Changmin tersungkur dilantai. Semua mata di kantin itu tertuju pada kakak beradik Jung yang sebelumnya tidak pernah terlihat berhadapan berdua. Kericuhan mulai terdengar disana.
"MINNIEE!" Jaejoong langsung menghampiri Changmin yang tengah mengusap sudut bibirnya yang mengeluarkan darah dan membantu si bungsu Jung itu untuk berdiri.
"Hentikan Yunnie!" Jaejoong menghadang, mencoba menahan Yunho namun kemarahan namja itu ternyata tak bisa dibendung.
Yunho kembali mendekati Changmin dan mencengkram kembali kerah baju Changmin, saat sebuah pukulan akan melayang lagi.
"YUNNIEEEE, JANGAN!" Jaejoong menahan tangan Yunho dan menyebabkan ia tak sengaja terkena pukulan Yunho.
BRUAKKKK! !
Changmin membulatkan matanya saat melihat Jaejoong tersungkur dengan kepala yang membentur salah satu meja kantin. Namja cantik itu meringis sambil memegangi pelipisnya yang mulai mengeluarkan darah.
"JAE HYUNGGGG! !" Mata Changmin membelalak. Bisa ia lihat darah mulai merembes dari sela-sela jari Jaejoong.
"BRENGSEK!" Teriak Changmin keras. Changmin menatap Yunho tajam kemudian berjalan mengepalkan tangan hendak memukul Yunho. Namun Junsu langsung menarik tubuh Yunho kebelakangnya seperti melindungi Yunho dari pukulan Changmin.
"Uhhhhh..." teriakan kesakitan Jaejoong membuat kepalan tinju Changmin terhenti. Ia berlari kalap ke arah Jaejoong dan membawa tubuh Jaejoong ke dalam pelukannya.
"Hyung! Kau baik- baik saja?!"
Jaejoong tidak menjawab, kepalanya terasa berputar, ia hanya meringis kesakitan. Sepertinya luka Jaejoong cukup dalam, darah yang mengalir cukup deras. Changmin melihat sedikit air mata di sudut mata Jaejoong walau namja cantik itu tidak menangis.
Changmin tergesa-gesa mengangkat Jaejoong, ia berlari keluar kantin dengan menggendong Jaejoong yang terus merintih kesakitan..
.
Yunho menatap tangannya yang baru saja memukul Jaejoong. Yunho terdiam ditempat. Junsu membekap mulutnya sendiri, kejadian tadi sangat mengejutkan, dan hatinya betul-betul perih melihat tatapan mata Yunho. Melihat wajah Yunho yang diselimuti rasa bersalah.
"Yunho.." panggil Junsu pelan.
Yunho masih menatap kosong kedepan. Tangannya gemetar hebat. Ia tak pernah bermaksud menyakiti Jaejoong, dan yang terjadi kini ia menyakiti malaikat cantik yang masih sangat ia cintai itu.
"Yunho.. Semua akan baik- baik saja. Jaejoong akan baik-baik saja." Junsu menarik tangan Yunho keluar dari kantin dimana semua mahasiswa disana mulai ramai membicarakan mereka dan mencoba mengejar Changmin yang membawa Jaejoong ke klinik kampus.
"Aku menyakitinya lagi…" bisik Yunho lirih.
.
Kim Junsu tidak mengerti lingkaran seperti apa yang mengikat Jung Yunho, Jung Changmin dan namja cantik itu. Tapi namja manis itu tahu, dia sudah kalah. Pemilik hati Yunho yang sesungguhnya telah kembali. Haruskah ia menyerah sekarang? Menyerah pada namja yang tiba-tiba datang diantara dirinya dan Yunho? Atau dirinyakah yang tiba-tiba datang diantara namja cantik itu dan Yunho?
.
.
"Appo…" Jaejoong terus menahan perih sampai dokter jaga di klinik kampus yang menanganinya itu selesai memasang perban yang kini merekat di pelipis namja cantik itu. Changmin menggenggam tangan Jaejoong erat. Demi Tuhan ia tak tega melihat Jaejoong tersakiti seperti ini. Dan ini terjadi karena Jaejoong melindunginya.
"Lukanya cukup dalam. Tapi jika diobati secara rutin, lukanya akan cepat kering dan bekasnya bisa cepat hilang. Perbanmu harus diganti setiap hari, jangan lupa." Ujar sang dokter sambil merapikan alat-alat yang tadi digunakannya. Changmin mengangguk pelan.
Setelah dokter itu selesai. Jaejoong bersandar di ranjang klinik memandangi Changmin yang masih diam tak berbicara sedikitpun.
"Minnie?" namja cantik itu beranjak duduk menyamping menghadap Changmin. Kakinya dibiarkan menggantung di pinggir ranjang. Jaejoong memegang pipi Changmin yang kini sedang melamun.
"Mianhae." Changmin menunduk dalam.
"Waeyo?"
Changmin akhirnya menatap mata Jaejoong. Rasa bersalah nampak jelas diwajah sayu Changmin. "Karena aku tak bisa melindungimu."
Jaejoong menghela nafas dalam. "Luka yang kurasakan tidak sebanding dengan rasa sakit saat aku melihat kalian berkelahi."
Changmin kembali menunduk. "Si Jung itu memang mudah tersulut amarah."
"Minnie.. Ingatlah, kau juga seorang Jung." Jaejoong terkekeh kecil.
"Aku tahu.. Justru itu.. Apalagi jika itu semua berhubungan dengan mu."
"Minnie..."
Changmin menghela nafas panjang, enggan membahas kejadian suram yang lagi-lagi terjadi pada Jaejoong karena kebodohan mereka berdua. Ia kemudian membuka jaketnya dan dipasangkan dengan pelan ketubuh Jaejoong.
"Eh?" Jaejoong memandang bingung Changmin.
"Kaosmu terkena darah, Hyung." Ujar Changmin datar. Jaejoong mengangguk kemudian membiarkan Changmin memasangkan jaketnya dengan benar. Walau jaket Changmin kebesaran ditubuh mungilnya. Kaos Jaejoong sudah penuh dengan darah.
Jaejoong menunduk dan berkata lirih. "Apa yang harus aku lakukan untuk kalian berdua?"
Changmin menggeleng. "Aku tak tahu."
"Aku harus menelfon Yunnie. Aku yakin saat ini dia sedang khawatir."
Changmin merogoh tas Jaejoong yang sejak tadi dipangkunya dan menggenggamkan ponsel itu ke tangan Jaejoong.
"Terimakasih, Minnie." Jaejoong tersenyum cantik.
"Aku akan keluar mencari apotik sebentar." Changmin beranjak dari duduknya dan keluar dari ruangan klinik.
.
.
Changmin tak bisa berbuat apa- apa saat melihat kakaknya, Jung Yunho sudah ada di dalam ruang klinik tempat Jaejoong berada. Dia tidak mungkin mengusir Yunho walaupun ia sangat ingin. Namja jangkung itu memilih diam di luar. Dari sudut matanya, ia bisa melihat Junsu yang duduk diam di kursi dekat sana.
.
"Gomawo." Ujar Jaejoong sambil tersenyum manis, ketika Yunho menaruhkan gelas yang sudah kosong itu.
"Maafkan aku Joongie.." Yunho menunduk. Ia tampak masih sangat merasa bersalah karena kejadian tadi. Jaejoong tersenyum kemudian membelai rambut Yunho, namja yang sangat ia rindukan selama ini.
"Aku harus bagaimana agar Yunnie tidak merasa bersalah lagi?"
Yunho memandang mata Jaejoong sendu. "Biarkan aku merawatmu."
Jaejoong mengetukkan jari di dagunya, kemudian melipat kedua tangannya di dada. "Baiklah, mulai saat ini Yunnie bertanggung jawab merawatku hingga lukaku sembuh!" suaranya bernada memerintah, namun ekspresi wajah dan binaran mata indahnya sangat lucu dan menggemaskan.
Yunho mengangguk senang dan mengacak-ngacak rambut Jaejoong lembut. "Gomawo.."
"Seharusnya aku yang berterimakasih."
"Tidak. Kau terluka karena aku.."
Jaejoong menunduk. "Aku hanya tidak mau melihat Yunnie dan Minnie bertengkar seperti tadi. Jika salah satu dari kalian sampai terluka, kalian pasti akan menyesal nanti. Dan aku juga yang akan merasakan sakitnya."
"Kau memang terlalu baik."
"Annii.. itu semua karena kalian terlalu berharga untukku, Yunnie. Dan aku akan selalu mempertahankan kalian agar tetap disisiku."
Saat Yunho dan Jaejoong tengah berpelukkan, tatapan Jaejoong bertemu dengan tatapan penuh kecemburuan milik Kim Junsu.
.
.
.
"Kau membuat semuanya semakin buruk. Aku akan melenyapkanmu dan membawa kebahagian itu kembali."
.
.
-to be continue-
Apa readers bisa tebak, kalimat-kalimat paling atas itu punya siapa aja? Hehe..
Dan kalimat paling akhir itu, milik siapa yaaaa?
Review, juseyo.. (-:
