Disclaimer

Aldnoah Zero Written By: Gen Urobuchi, Katsuhiko Takayama

Studio: A-1 Pictures + TROYCA

Warning: Contain BL, Medieval era (maybe), typo, OOC, Don't Like, Don't Read! ;)

Summary: [Omegaverse] Slaine tersenyum; mungkin terkadang, soulmate, pasangan hidup dan orang yang dicintai tidak selalu sama. Omega!Slaine.

XoXo-XoXo-XoXo

Seal One's Fate © Kiriya Alstroemeir

XoXo-XoXo-XoXo

1.

Menjadi salah satu anak keluarga bangsawan tidak serta merta selalu menjadikan seseorang bahagia. Meskipun tentu saja, bergelimang harta dan kemewahan sering menjadi idaman kebanyakan orang. Segala hal tentang tetek bengek kedisiplinan, etika, tata krama dan sopan santun membuat Slaine lelah.

Apalagi kali ini, ketika ayahnya, Count Saazbaum meletakkan beberapa lembar foto dan informasi mengenai karakteristiknya. Beberapa foto alpha terpampang jelas di meja ruang tamu. Membuat Slaine menahan napas beberapa saat.

Dia anak seorang bangsawan dengan status omega, yang telah berumur sembilan belas tahun beberapa bulan yang lalu. Sudah sejak beberapa minggu yang lalu, direcoki beberapa rekan kerja ayahnya dengan percakapan tentang rencana menjodohkannya dengan putra mereka yang memiliki status sebagai alpha. Padahal dia belum legal untuk meminum alkohol hingga nanti umurnya dua puluh satu. Tapi mereka malah membahas pernikahan. Iya, dia tahu umur legal menikah adalah enam belas tahun, dan dia sudah melewati umur itu, jadi pembicaraan mengenai perinikahan adalah hal yang wajar. Meskipun menyebalkan.

"Kau punya banyak pilihan," Saazbaum menunjuk foto yang terhampar sebelum bangkit untuk pergi ke pertemuan dewan istana.

Beberapa pengawal mengikutinya, terkecuali yang ditugaskan untuk menjaga Slaine. Kebanyakan diantaranya adalah beta.

Sang ibunda, Orlane hanya bisa menarik napas, "Maaf Slaine, ibu tidak bisa berbuat banyak kalau ayahmu sudah memutuskan seperti itu."

Rambut hitam panjangnya tergerai dengan gaun merah yang anggun, ekspresinya suram hingga kecantikannya berkurang. Slaine mengerti ini dikarenakan pembahasan tentang perjodohannya.

Orlane adalah ibu tirinya, ibu kandung Slaine sudah lama meninggal saat dia masih sangat kecil. Ayahnya menikah kembali, dan wanita omega bersurai hitam inilah yang mengasuhnya penuh kasih sayang. Bukan tipikal ibu tiri jahat layaknya dalam dongeng Cinderella. Slaine pun menyayanginya layaknya sang ibu kandung. Tentu tidak menyenangkan mendapati wajah cantik sang ibu dihiasi senyum getir.

"Tidak perlu sekhawatir itu, aku… akan memikirkannya baik-baik, bu."

Sang ibu mengelus pipinya beberapa saat, "Katakan pada ibu kalau kau ada masalah, oke?"

Slaine mengangguk, menatap ke arah sang ibu yang berjalan menuju kamarnya, kesehatan ibunya kurang baik akhir-akhir ini, dan dia tidak ingin membuat keadaannya memburuk karena meributkan persoalan jodoh ini. Meskipun tentu saja, Slaine sangat ingin mengamuk. Tapi dia sudah bukan anak labil pada umur belasan yang sibuk mencari jati diri.

"Ini namanya tidak punya pilihan."

Slaine menyandarkan punggungnya di sofa, melonggarkan dasi pitanya yang terasa menyesakkan leher. Mungkin bukan lehernya yang terasa sesak, tapi batinnya. Teal-nya menatap kembali foto-foto yang bertaburan di meja.

Vlad.

Klancain.

Selnakis.

Trilram.

Mazuurek.

Barouhcruz.

Beberapa diabaikan, selebihnya Slaine hanya membaca nama depan mereka, dan irisnya melebar, "Perbedaan umur sepuluh tahun?! Apa pak tua itu mau menjodohkanku dengan om-om juga? Apalagi yang sudah punya istri dan anak?! Aish."

Slaine mengacak-acak surainya.

Terdengar tidak beretika memang, menyebut ayahnya sendiri seperti itu. Dia tidak membenci ayahnya, sebenarnya. Justru dia mengaguminya karena ketegasannya. Hanya saja, ayahnya selalu saja memutuskan segala sesuatu tanpa diskusi sama sekali. Selalu meyakini keputusannya adalah yang terbaik.

Harklight menunjuk foto yang membuat omega itu mengomel, "Lelaki ini adalah orang yang berpengaruh dan terkenal akan kebaikan hatinya, Slaine-sama."

Suara bernada kalem itu membuat Slaine menoleh, "Tapi tidak begini juga, kan? Memangnya kau setuju aku menikah dengan salah satu orang di foto ini, Harklight?"

Pemuda bersurai hitam yang disebut namanya mengarahkan pandang pada Slaine, "Mereka alpha, bangsawan dan pilihan langsung dari Saazbaum-sama. Terlebih lagi, Orlane-sama tidak akan membiarkan tuan besar memilih sembarangan."

Srakk.

Foto itu terhambur di lantai. Slaine berdiri dan segera berlalu menuju kamarnya dengan pandangan tidak senang.

Harklight menghela napas. Mengikutinya dari belakang, karena tugasnya sebagai pengawal sang tuan muda satu itu. Dia adalah salah satu beta yang bertugas untuk menjaga Slaine. Sementara pelayan harus merapikan foto yang berserakan di lantai karena perilaku sang tuan muda.

Kamar sang tuan muda memang mencerminkan kemewahan keluarga Saazbaum yang berstatus bangsawan. Tentunya pelayan selalu kerepotan untuk membersihkan kamar seluas ini setiap harinya. Setidaknya dengan menjadi pengawal tidak mengharuskan Harklight untuk menyapu atau membersihkan kamar mandi yang besarnya menyaingi kamar pelayan—kecuali bagian membuatkan teh, itu adalah tugasnya— tapi menghadapi mood sang tuan muda juga tidak kalah menyusahkannya. Apalagi kalau sedang egois, marah dan ngambek, kamus bisa saja melayang menuju kepala berbarengan dengan bantal dan guci. Tentu saja, guci tidak akan pernah terbang menuju ke arahnya. Slaine tidak akan melukainya dengan cara seperti itu.

Dasi hitam Harlight ditarik oleh Slaine, menyisakan jarak sejengkal. "Kau serius dengan ucapanmu itu?"

"Bukan seperti saya bisa mengubah diri saya menjadi alpha," Sang pengawal menyahut.

"Meskipun aku memilihmu untuk berada disisiku? Meskipun kau tahu, aku mencintaimu?"

Harklight menatapnya sedih. Sejak awal tempat itu tidak pernah akan tercipta untuknya. Dia tahu itu. Karena dia adalah beta. Dia boleh saja mencintainya, tetapi tidak untuk memilikinya. Karena Omega selalu tercipta untuk Alpha.

Harklight tahu benar hal itu.

Ah, dia ingin mengutuk takdir.

"Slaine-sama, saya akan selalu berada disisi anda."

Genggaman erat Slaine pada dasinya terlepas, dan kemudian pemuda itu berlutut dengan tangan berada di dadanya.

"Ini adalah ikrar saya."

Teal itu berkaca, "Baik. Kalau begitu kau pilihkan alpha yang pantas untukku."

Sebenarnya, ini menyakitkan.

XoXo-XoXo-XoXo

"Nii-sama, kudengar kau akan bertemu dengan orang yang sudah kau pilih dari foto," Lemrina menghampiri sang kakak yang duduk di gazebo teras belakang mansion, tempat taman berada.

Di dalam gazebo ada empat kursi yang terbuat dari mahoni tersedia. Tiga kursi single dan satu kursi panjang. Atap gazebo berbentuk kubah, dengan tiang-tiang yang memiliki ukiran ornamen ditiap sisinya, beserta pagar pembatas setinggi pinggang. Di sekeliling tempat masuk dihiasi bebungaan menjalar yang sengaja ditanam. Terlihat indah karena dirawat dengan baik.

Sebatang pohon willow yang tumbuh tidak jauh dari tempat bersantai itu memberikan keteduhan dengan cabangnya yang membentuk kanopi.

"Ya," Slaine menutup buku yang dibacanya. Dia meletakkan sebuah foto di meja, sebuah potret seorang pemuda bersurai pirang cerah. "Klancain-san."

"Wah, dia terlihat tampan dan keren," Lemrina berdecak. Dia duduk sambil bertopang dagu, kedua kakinya disilangkan, tidak peduli jika gaun yang dipakainya menjadi lecek pada bagian bawah.

"Tidak aku kira, nii-sama akan menyetujui acara perjodohan ini. Kupikir kau akan dengan keras kepala menolaknya."

"Tadinya." Slaine menghela napas, "Tapi kurasa aku tidak lagi punya alasan untuk menolaknya."

Lemrina mengangguk, "Ah, aku harus menemukan soulmate-ku dengan segera dibanding dijodohkan semacam ini."

Pemuda yang memakai kemeja berlapis cardigan biru itu menatap sang adik, "Kau masih lima belas tahun. Kau masih punya banyak waktu untuk bersenang-senang. Lagi pula, tidak semua orang bisa bertemu dengan soulmate-nya."

"Aku harap kau berjodoh dengan Klancain-san, nii-sama. Akan lebih bagus kalau dia adalah soulmate-mu. Akan beruntung sekali jika itu terjadi."

Soulmate, sejauh ini kata-kata itu adalah legenda yang menjurus mitos bagi Slaine.

Slaine tersenyum, "Mungkin terkadang, soulmate, pasangan hidup dan orang yang dicintai tidak selalu sama."

Surai pink Lemrina disapa angin hingga helaiannya tampak berantakan, "Berharap untuk yang terbaik dong, nii-sama!"

"Bukankah ada, saling mencintai tapi tidak ditakdirkan bersama. Soulmate juga tidak selalu menjadi pasangan hidup, dan jodoh adalah bagian takdir. Ini bukan hal yang mudah jika dipikirkan secara logika."

Slaine meragukan ucapannya itu, karena tampaknya selama ini dia lebih mengikuti arah perasaan dan kata hati ketimbang logika. Dia telah membuat Harklight menderita karena cinta miliknya.

Lemrina merapikan surainya, bando hitamnya dilepas sebelum dipakainya kembali. Meskipun angin kembali membelai rambutnya.

"Semoga kita adalah bagian orang yang beruntung, nii-sama."

XoXo-XoXo-XoXo

Pertemuan itu diadakan di restoran yang mewah, rekomendasi dari Lemrina. Makanannya lezat, alunan musik piano yang diiringi gesekan biola terdengar dengan merdu. Klancain adalah orang yang hangat dan ramah. Tutur katanya sopan, penampilannya rapi dengan cravat berwarna putih terpasang di lehernya. Dapat terlihat jelas dia adalah tipe bangsawan yang ideal.

Slaine memperhatikan postur pemuda itu dari atas hingga bawah, mencoba mencari cela kecil darinya. Dan itu adalah hal yang sia-sia. Karena yang dia dapat dari retinanya adalah senyuman hangat dari sang pemuda yang disarankan oleh sang pengawal.

"Jadi kau pandai menembak dan memanah? Itu adalah hal yang mengagumkan, Slaine-san. Tidak semua omega berbakat dalam hal yang biasanya digeluti alpha."

Slaine tentu bangga akan hal itu.

Sebagai omega, dia telah belajar home economics. Sebagai bangsawan, dia mempelajari kurikulum quadrivium dan trivium. Lalu sebagai anak, dia berlatih bersama sang ayah. Meskipun awalnya Saazbaum melarangnya tentang bermain pedang serta latihan fisik, setidaknya menembak dan memanah menjadi alternatif lain untuk mendapat pengakuan dari sang ayah. Saazbaum harus mengakui, Slaine lebih pandai darinya dalam hal menembak buruan.

"Kau sendiri?"

"Ah, aku pikir mungkin aku cukup lumayan dalam hal berkuda dan bermain pedang."

"Kupikir para alpha bangsawan harus pandai bermain pedang. Kau tidak perlu merendahkan diri, Klancain-san."

Pemuda itu terkekeh pelan, "Aku tidak bermaksud merendahkan diri. Karena pastinya banyak alpha yang lebih hebat dalam hal itu. Tapi tentu saja, aku akan tetap berlatih agar menjadi lebih baik juga."

Pemuda ini begitu baik dan ideal untuk dijadikan pasangan hidup. Kebanyakan alpha bangsawan biasanya terlalu berbangga dengan status mereka. Sepertinya Klancain bukan bagian dari orang seperti itu.

Slaine sudah mengetahui berbagai trivia tentang Klancain, dari Harklight. Tentunya tentang betapa berbakatnya alpha ini, membantu sang ayah mengelola perkebunan anggur dan pabrik, sikapnya yang baik di mata pegawai, juga dia telah menjalani pendidikannya dengan bagus. Jarak umur merekapun tidak jauh, hanya terpaut setahun.

"Aku ingin mengenalmu lebih baik, Slaine-san. Tidak masalah, kan jika perjodohan ini kita lanjutkan?"

Yang mendapatkan Klancain sebagai pasangan hidup, tentunya akan sangat beruntung.

"Tentu."

Dan Slaine-lah yang akan menjadi orang beruntung itu.

XoXo-XoXo-XoXo

Pesta jamuan makan di mansion salah satu Count di Vers. Acara yang selalu membosankan bagi Slaine. Karena dia tahu, apa saja yang diucapkan para tamu, hanyalah kata-kata manis yang ditaburi senyum palsu. Dia tahu, karena itulah juga hal yang dilakukannya.

Dasi berbentuk pita besar miliknya dirapikan oleh Harklight dengan lembut. Setelahnya, langkahnya beriringan dengan Klancain dalam acara pesta itu. Kembali bersikap ramah dihadapan semua yang datang dalam acara. Kebanyakan orang tahu, dia datang berpasangan dengan Klancain malam ini, dan tampaknya selangkah lagi akan berjalan menuju tingkat pertunangan, hingga ucapan selamat terlontar dari sekian banyak orang yang mengajaknya bicara.

Yang tampak lebih kerepotan sepertinya adalah Klancain. Membuat Slaine harus duduk di kursinya sendirian, memperhatikan calon tunangan bercakap dengan tamu undangan lainnya.

Pesta selalu membosankan. Slaine merasa lelah karenanya.

Hal yang menghibur mungkin ada pada bagian makanannya yang lezat. Tapi mau bagaimana lagi jika masakan koki terkenal di Vers kali ini tidak menggugah seleranya sama sekali. Slaine memutuskan untuk berjalan-jalan ke taman. Berdiri diantara mawar biru yang merekahkan kelopaknya. Itu adalah bunga kesukaannya.

Irisnya tidak sengaja bertemu pandang dengan seseorang yang tampaknya lebih dulu berada disana. Slaine hampir saja mengucapkan sapaan santun karena telah mengganggu orang itu. Kalau saja dia tidak menyadari kenapa dia tadi merasa lelah dan tidak berselera untuk makan.

Heat-nya datang.

Sial. Ini berbahaya. Kenapa harus sekarang?

Bagaimana bisa dia lupa waktu heat-nya? Ya—salahkan permasalahan perjodohan yang membuatnya pusing hingga lupa memperhatikan kalender.

Dia membutuhkan Harklight untuk mengambilkannya suppressant.

"Kenapa omega in heat berada di tempat ini—" pemuda dihadapannya menutup separuh wajahnya dengan tangan. Pasti efek feromonnya berpengaruh, yang berarti orang ini adalah alpha.

Serius. Ini semakin berbahaya.

"Kau harus segera—"

Slaine ingat. Insting omega membuat dirinya menyerang alpha dihadapannya. Berusaha melampiaskan heat-nya. Memastikan sosok dihadapannya tergoda dengan feromonnya.

Tidak boleh.

Ini tidak benar.

Harusnya dia segera pulang dan mengurung dirinya di kamar dengan segera dan memakan suppressant seperti biasanya.

—tapi dia tidak bisa berhenti.

Detik berikutnya dia mencium liar pemuda yang tidak dikenalinya itu.

XoXo-XoXo-XoXo

Kenapa?

Kenapa Inaho harus terjebak dalam situasi seperti ini. Omega yang tidak di kenalnya ini nyaris membuatnya kehilangan kendali diri. Dan dia bisa saja dibantai para bangsawan Vers—dan Yuki, kalau melakukan sesuatu yang buruk, terutama ini adalah kedatangan perdana mereka ke Vers.

Memang, mengendalikan diri adalah hal utama yang harus dikuasai alpha. Namun cobaannya tidak harus dihadapkan dengan omega in heat secara langsung dihadapannya. Aroma in heat mereka mampu membuat alpha mabuk bahkan kehilangan kendali. Inaho hampir melayangkan gigitan di leher omega yang tidak dikenalnya. Segera mengingat diri, dia mengigit lengannya sendiri untuk menyadarkan diri. Dan memeluk omega itu agar tidak semakin bergerak liar mendesaknya untuk berbuat bejat.

"Slaine-sama!"

"Slaine-san!"

Dua pemuda menemukan sosok Slaine yang telah mereka cari sedari tadi. Dengan segera Harklight mengambil alih setelah melempar pandangan meminta kepada Inaho. Sementara Klancain tidak bisa mendekat dan harus menutup hidungnya. Aroma manis omega in heat memang berbahaya.

Harklight dengan segera memberikan injeksi kepada Slaine, untuk membuatnya lebih tenang. Slaine menarik lengan bajunya perlahan. Mengerti apa yang dimaksud, pemuda berstatus pengawal itu mengangkat dan menggendongnya.

"Sisanya serahkan kepada saya, Klancain-sama. Dan anda—"

"Inaho Kaizuka."

"Inaho-sama." Iris Harklight mendapati luka dilengan Inaho begitu pula dengan Slaine yang meliriknya dengan perlahan.

Slaine mengeluarkan sapu tangan dari sakunya dengan gerakan lambat. Bermaksud memberikan pada Inaho. Pemuda itu menerimanya, dan menutup tangannya dengan sapu tangan putih itu hingga meninggalkan noda merah karena darah.

"Sebaiknya cepat anda obati."

Inaho mengangguk samar.

"A—aku akan mengantar sampai menuju kereta!" seru Klancain. Paling tidak dia masih bisa menahan diri, sekaligus menjaga calon tunangannya dari jarak sejauh ini, setidaknya sampai menuju kereta kuda.

Mereka meninggalkan Inaho setelah memberikan salam perpisahan dengan tergesa.

XoXo-XoXo-XoXo

"Kenapa tanganmu?" Yuki segera melayangkan pertanyaan kepada sang adik yang masuk ke ruangan mereka. Villa tempat mereka menginap masih sepi, karena kebanyakan tamu masih menikmati jamuan pesta yang diadakan tidak jauh dari sana. Yuki sendiri memutuskan untuk kembali lebih dulu, karena masih lelah dari perjalanan yang jauh. Yang menjadi fokus Yuki adalah penampilan sang adik yang tampak berantakan. Inaho biasanya selalu berpenampilan rapi.

"Apa kau berkelahi dengan alpha?"

Inaho melirik lengannya sekilas. Ada sedikit noda darah yang tersisa meskipun dia sudah menyapunya dengan sapu tangan.

"Aku diserang bangsawan omega in heat."

"Apa?! Lalu?!" Yuki menelan salivanya. Langsung berpikiran negatif beserta hal buruk lainnya. Godaan dari omega in heat bukan sesuatu yang mudah.

"Tidak terjadi hal yang perlu kau cemaskan."

Itu artinya Inaho tidak melakukan hal yang berakibat buruk.

Tentu saja, jika ini tentang berhubungan dengan omega bangsawan, ada banyak akibatnya. Beruntung jika dapat dijadikan mate berkat sebuah insiden semacam heat. Namun hal terburuknya bisa saja dibunuh secara rahasia, maupun dihukum secara mengerikan karena ketidak setujuan dari pihak omega. Kecuali jika sang omega berada pada status yang lebih rendah.

Inaho dan Yuki pendatang baru di wilayah ini. Dipindahkan karena tugas diplomatik. Mereka bukan orang yang berpengaruh layaknya bangsawan, namun nama Inaho perlu diperhitungkan sebagai alpha yang berbakat meskipun masih muda.

"Kecuali luka kecil ini."

Yuki menarik napas, lalu menghembuskannya. "Itu kabar bagus. Apa jadinya kalau kau langsung membuat skandal di wilayah yang akan menjadi tempat tinggal kita ini. Baiklah, sini tanganmu, aku akan mengobatinya."

Inaho duduk di kursi dari kayu mahoni, sementara Yuki bergegas mengambil kotak obat. Inaho meraih sakunya, mengeluarkan sapu tangan yang diberikan padanya. Sapu tangan itu berwarna putih dengan aroma bunga mawar bercampur darahnya. Pada bagian bawah pojok kanan ada sulaman sebuah nama bertulis italic dengan benang berwarna emas.

Slaine Saazbaum Troyard.

Dia akan bertemu sosok omega ini lagi. Untuk mengembalikan sapu tangan tentu saja.

XoXo-XoXo-XoXo

Seal One's Fate I

[TBC]

XoXo-XoXo-XoXo

a/n:

1] coz di mrm penuh omegaverse. Keracunan.

2] meskipun role Slaine lebih layak dipake Asseylum yha. I know that. Biarin. T^T

3] tadinya mau pake cast om cruhteo—tapi mas Klancain kayaknya lebih pantes.

4] tidak ada tag inasure karena nasib endingnya terlalu gelap untuk dipikirin. uwu

Kalteng—28/02/2017

-Kirea-

Mind to RnR? :)