Ni Fanfic naruto kedua yang kubikin sebagai sekuel-At Least for Hokage, cerita sedikit lebih panjang daripada seri pertamanya, n' ceritanya kubikin lebih focus. Aaaah…. Kalo ada kekurangan, 'Night' minta saran yang bagus direpiu-nya…
Don't like, don't read, don't blame…..
Disclaimer : Masashi Kishimoto-sensei
At Least – For Kazekage
"…." Sunyi. Hanya terdengar suara angin yang mengalun dan bergesekan dengan dedaunan dari pohon sakura yang bermekaran. Gaara sedang menikmati pemandangan desa Konohagakure.
Ia baru saja selesai mengadakan kunjungan persahabatan pada Naruto selaku Hokage dan dirinya sendiri sebagai seorang Kazekage. Beberapa menit lalu Naruto memutuskan untuk pergi sebentar menemui Sakura yang sedang sibuk di rumah sakit Konoha.
Gaara tersenyum kecil sambil mengedarkan pandangannya. Sesaat pandangan matanya terhenti di salah satu taman penuh pohon sakura. Ia melihat seorang gadis berambut panjang berdiri di bawah salah satu pohon dan mematung.
Gaara merasa penasaran. Ia diam sebentar lalu berjalan turun. Ia memutuskan untuk pergi menuju taman tersebut daripada sendirian kesepian karena Naruto belum kembali. Sosok gadis berambut Indigo masih berdiri di tempatnya. Gaara berdiri tak jauh dari tempat gadis itu.
Gadis itu memegang beberapa helai kelopak bunga Sakura dan menatapnya lekat-lekat di depan kedua matanya sambil menengadah ke atas. Cahaya matahari melesak di sela-sela kelopak bunga Sakura yang mungil.
Gaara masih memperhatikannya. "Naruto….." ucap gadis itu. Suaranya pelan namun cukup untuk didengar Gaara. "Sakura…., Matahari…., Naruto…." Desahnya panjang. Air matanya perlahan mengalir. "Naruto…" bisiknya lagi.
Gaara masih menatapnya. Iba. 'pasti rasanya kesepian' pikirnya singkat. Tapi Gaara tak memiliki alasan untuk mendatangi gadis itu. Gaara masih terdiam di sana menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Hinata!" panggil seseorang. Gaara menoleh ke asal suara itu. Teman-teman Sang Hokage sedang berjalan-jalan rupanya.
"Ah, Tenten," balas Hinata. Ia cepat-cepat menghapus airmatanya. Ino, Lee, Temari, dan Shikamaru mendekat ke arah Hinata. "Ah, kau barusan menangis Hinata?" tanya Lee cemas.
Kelimanya langsung mendekat dan memperhatikan mata Hinata yang sembab, "pasti karena Naruto," tebak Tenten.
"tenanglah Hinata, aku juga patah hati pada Sakura," canda Lee.
Hinata tampak kebingungan. Ia tak bisa mengatakan 'iya', apalagi di depan Ino, sahabat Sakura, dan Shikamaru, sahabat Naruto. Yang lain menatap mata Hinata penuh rasa penasaran. Hinata masih bingung harus menjawab apa.
"bukan," jawab seseorang di belakang Hinata. Ia berjalan mendekat.
"Gaara?" ucap Temari heran. "acaramu dengan Hokage sudah selesai?" tanyanya penasaran. Gaara mengangguk pelan.
Kini yang lain memperhatikan Gaara karena omongannya barusan. Begitu pula Hinata yang sama sekali tak menyangka kehadiran Gaara yang tiba-tiba. Ia memandang Gaara dengan pandangan tak percaya. Gaara hanya memalingkan mukanya.
"pasirku tak sengaja beterbangan saat aku mencoba menangkap burung elang di atas pohon Sakura di sana," jawab Gaara tenang.
"elang?" tanya Ino tak percaya. Ia merasa ada yang aneh.
"yah, aku hanya khawatir kalau itu elang mata-mata dari desa lain," jawab Gaara. "karena pasirnya beterbangan, aku kemari, karena kulihat Hinata sibuk mengucek matanya," imbuhnya. "maaf ya," tambahnya lagi sambil menoleh ke arah Hinata. Hinata memalingkan lagi mukanya.
Temari memandangi adik laki-lakinya itu lekat-lekat, 'sejak kapan Gaara memperhatikan hal kecil begini,' pikirnya curiga. Semua yang ada disana mencoba mencerna alasan Gaara sementara Gaara sendiri tetap stay cool.
"baiklah, kalau begitu, Hinata-chan dan Kazekage-sama ikut kami semua makan siang saja, kami baru selesai memantau kegiatan di akademi," ajak Lee bersemangat.
---
Akhirnya tujuh orang pemuda-pemudi itu memutuskan untuk berjalan menuju salah satu kedai di tengah desa Konoha. Hinata dan Gaara berjalan di barisan paling belakang. Sesekali Temari melirik adiknya. Tapi sepertinya baik Hinata maupun Gaara sama-sama tak bersuara. Hinata hanya berjalan menunduk sepanjang jalan.
"kalau kau berjalan menunduk begitu, kau bisa tersandung," ucap Gaara pelan. Hinata menoleh dan menatapnya sebentar. Gaara terus berjalan tanpa menoleh sedikitpun.
"te..terima kasih," kata Hinata pelan, "terima kasih untuk yang tadi, karena menolongku," imbuhnya tak kalah pelan. Kali ini Gaara menoleh. Ia tersenyum kecil. Mendadak Hinata merasa wajahnya memanas dan memerah. Hinata memalingkan mukanya.
Gaara yang menyadarinya jadi salah tingkah sendiri. Ia juga memalingkan mukanya ke arah yang berlawanan. Temari yang melirik ke belakang dan melihatnya tersenyum senang. "lain kali kalau menangis jangan di tempat seperti itu," kata Gaara pelan, agar tak terdengar yang lainnya.
Hinata langsung menoleh dan murung lagi. Ia menunduk lagi. Gaara memandangnya dengan heran. 'apa aku menyinggung perasaannya?' tanyanya dalam hati. "jangan menunduk seperti itu. Yang berjalan di sampingmu ini seorang Kazekage dari Negara Sunagakure," pintanya lagi.
Sontak saja Hinata langsung menoleh mendengar perkataan Gaara barusan. Bukan hanya Hinata yang kaget, bahkan Gaara sama sekali tak menyangka ia mengatakan perkataan seperti barusan. Mungkin ini adalah perkataan paling norak yang pernah dikatakan seorang Kazekage seperti dirinya. Wajahnya kini tak kalah merahnya dengan Hinata. Hal ini tak pernah terjadi pada Gaara, apalagi untuk urusan seperti ini. Ia buru-buru memalingkan mukanya.
Hal itu membuat Hinata tersenyum dan tertawa kecil. Gaara lalu melihat gadis itu tertawa. 'cantik'. Hanya itu yang terlintas di pikiran Gaara.
"i..iya.. terima kasih karena menghiburku," kata Hinata senang.
'menghibur?' pikir Gaara lagi. Gaara sendiri bingung pada apa yang telah dilakukannya. "jangan menunjukkan kelemahan dan rasa kesepianmu pada semua orang, tunjukkan pada orang yang kau percaya saja," tambah Gaara lagi. Gaara menghela napas pelan. "tak biasanya aku banyak bicara begini," gumamnya pelan.
Hinata tersenyum senang.
---
Selesai makan, tujuh pemuda-pemudi itu berdiri saling berpandangan tepat di depan kedai. "jadi rencananya kau akan kemana?" tanya Temari pada adiknya.
"apa kalian berdua mau ikut kami ke kantor Hokage? Kami akan memberi laporan," tanya Tenten pada Gaara dan Hinata.
"tidak," jawab Gaara. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling, "rasanya aku mau jalan-jalan saja, lagipula aku tak yakin Naruto sudah kembali ke kantornya, tadi dia meninggalkanku karena mau bertemu Sakura," jelasnya lagi. Gaara sedikit melirik ke arah Gaara.
"kau, Hinata?" tanya Ino.
"pulang," jawab Hinata singkat.
Temari langsung tersenyum dan menunjukkan sedikit deretan giginya, " kalau begitu kau antar Hinata pulang saja," usulnya.
Yang lain langsung menoleh pada Temari. "ide bagus," teriak Lee bersemangat.
Hinata melirik pada Gaara, ingin tahu apa responnya. Gaara hanya diam tanpa membalas tatapan Hinata.
"baiklah, kami pergi dulu," ujar Shikamaru dengan gaya tenangnya serta kedua tangan yang dimasukkan pada saku celananya.
Kini jalanan mulai sepi. Hinata dan Gaara masih berdiri dan diam di tempat, bahkan sampai teman-temannya sudah tak terlihat di ujung jalan. Hinata yang merasa aneh memainkan kedua jarinya. Gaara hanya melirik sebentar, "ayo,"
Gaara melangkah pergi diikuti Hinata di belakangnya. Gaara berhenti sebentar dan berjalan lagi ketika Hinata berhasil menyusulnya dan kini berjalan di sampingnya. Hinata menatapnya dengan tatapan bingung, "mana mungkin aku tahu rumahmu kalau kau berjalan di belakangku," jelasnya singkat.
Hinata mengangguk tanda mengerti, "em… Ka.. Kazekage-sama di Konoha selama berapa hari?" tanya Hinata mencoba membuka percakapan.
"besok pulang," jawab Gaara singkat. Hinata langsung menoleh. Ia tersenyum tipis. "aku tidak boleh meninggalkan Suna dalam waktu lama,"
Hinata mengangguk-angguk. Gaara tertawa kecil melihatnya. Hinata memandangnya dengan heran. Ini pertama kalinya ia melihat Gaara tertawa. Ada sesuatu yang panas yang menjalar di pipinya. Ia mencoba memalingkan mukanya. "ke… kenapa.. tertawa?" tanyanya ragu.
"kau bahkan lebih parah dari kugutsu milik Kankouro-San, kau terus mengangguk-angguk dan menunduk," jelas Gaara.
Wajah Hinata memerah lagi.
"maaf kalau kau tersinggung," ucap Gaara buru-buru. Hinata hanya tersenyum manis. Membuat Gaara sebal karena ia merasa ada yang nyeri di dadanya. Karena jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.
Keduanya akhirnya sampai di depan kediaman keluarga Hyuuga. Sesaat keduanya diam dan berdiri mematung. Sampai akhirnya pintu terbuka dari dalam karena ada seseorang yang membukanya. Hyuuga Neji.
Matanya langsung bertemu dengan mata Gaara. Ia terheran-heran melihat seorang Kazekage berdiri di depan rumahnya dan ada Hinata di sampingnya. Ia memperhatikan Gaara dari atas hingga bawah. Hinata cemas dan mulai berpikir aneh-aneh.
Mendadak Gaara menundukkan badannya dan memberi salam. Neji mulai salah tingkah dengan sikap Gaara. Ia cepat-cepat membungkukkan badannya yang tinggi.
"apa kabar Hyuuga Neji," sapa Gaara.
Tentu Neji mengenal jelas siapa Gaara. Di ujian Chunnin dulu, Gaara dan Neji adalah dua peserta yang cukup ditakuti. Dan kini Neji hanya bisa terheran-heran ketika mendapati sepupunya yang penakut seperti Hinata justru diantar oleh orang seperti Gaara.
"aku permisi dulu," kata Gaara lagi.
"eh, ti.. tidak mampir?" tanya Hinata gugup.
Neji langsung menoleh pada Hinata. 'sejak kapan Hinata mengajak seorang laki-laki untuk bertamu ke rumahnya sekalipun itu seorang Kazekage. Bahkan Kiba dan Shino hanya datang ke kediaman Hyuuga jika kuminta', pikir Neji. Ia sibuk dengan berbagai pertanyaan di kepalanya.
Gaara menggeleng dan tersenyum kecil, "sampai jumpa," kata Gaara lalu pergi menjauh dari kediaman keluarga Hyuuga. Wajah Hinata memerah.
Jelas Neji makin bingung dengan apa yang terjadi. Nampaknya baru kali ini ia melihat Gaara tersenyum, dan ia melihat sepupunya blushing untuk orang selain Uzumaki Naruto.
Hinata melangkah masuk ke dalam rumahnya dan meninggalkan Neji yang masih membatu di gerbang depan.
---
Hinata menatap dari kejauhan ketika rombongan dari Sunagakure pergi dari Konoha. Ia tak berani mengucapkan selamat tinggal atau sekedar kata-kata 'hati-hati di jalan' pada rombongan tersebut seperti yang dilakukan oleh teman-temannya yang lain. Apalagi ia mendapati Naruto dan Sakura yang tengah berdiri di gerbang Konoha sambil melepas kepergian rombongan.
Ia berdiri di balik pohon tak jauh dari sana. Mengamati Gaara yang pergi menjauh. Gaara?. Hinata tersentak dengan apa yang dipikirkannya. Wajahnya blushing lagi. Ia terpaku di tempat dalam waktu yang cukup lama. Sampai akhirnya seseorang menepuk pundaknya. Hinata menoleh. Seseorang tersenyum padanya. Ino.
---
Naruto masih bercanda sementara Sakura sibuk membantunya untuk menata laporan-laporan misi di Konoha. Keduanya sedang berada di kantor Hokage. Sementara Sakura serius membantu Naruto dengan seluruh kemampuan dan kecerdasan otaknya, Naruto yang lelah melihat tugasnya menumpuk dan berniat untuk menarik napas sejenak kemudian memperhatikan Sakura lekat-lekat.
Sesekali Sakura melirik dan risih karena Naruto tidak melepaskan pandangannya. Jujur saja saat itu Sakura juga salah tingkah. Ketika inner-Sakura sudah meledak-ledak, Sakura mati-matian menahan sikapnya.
"Sa…ku…ra..-Cha…n," goda Naruto senang.
Sakura langsung menatapnya dengan death glare. Udara sekelilingpun rasanya dipenuhi dengan diamond dust. Tapi herannya Naruto tetap tersenyum manis sehingga Sakura makin pusing dibuatnya. Sakura melempari muka Naruto dengan buku.
"argh…" Naruto meringis karena sebuah buku laporan yang cukup tebal mengenai mukanya. "Sakura-Chan, jangan serius begitu," pinta Naruto. Sakura baru saja akan membalasnya, namun Naruto keburu buka mulut lagi, "sebulan lagi kau akan jadi Ny. Hokage lho," goda Naruto lagi. Kali ini Sakura mati kutu.
Wajah Sakura langsung merah padam mendengarnya. Naruto yang tak menyangkanya tersenyum senang. Berkali-kali Sakura mencoba mengalihkan pandangannya tapi mata Naruto terus mengikutinya.
'tok.. tok.. tok..' terdengar seseorang mengetuk pintu. "boleh aku masuk?"
Sakura dan Naruto langsung menoleh ke arah pintu. Keduanya jelas mengenali pemilik suara lembut ini.
"masuklah Hinata-Chan," sahut Naruto.
Perlahan Hinata masuk ke ruangan tersebut. Posisi Sakura kini sedikit menjauh dari Naruto. Sakura masih memegangi pipinya. Rona merahnya belum hilang benar.
"Sa..Sakura-Chan," sapa Hinata gugup. Sakura mencoba tersenyum sementara Sang Hokage di sampingnya malah tersenyum lepas.
"rasanya ini baru pertama kalinya kau mampir ke kantorku sejak aku menjabat jadi Hokage," sapa Naruto bangga.
Hinata tersenyum. "a.... begini, kudengar dari Ino, teamnya besok akan berangkat ke Sunagakure,"
Hinata mengingat perkataan Ino kemarin,
---
FLASHBACK
"daripada kau melihatnya pergi begini, ada baiknya kau meminta pada Hokage agar menugaskanmu untuk ikut denganku, Hinata," jelas Ino. Hinata heran mendengarnya. "kurasa tak banyak orang akan membela gadis yang menangisi seorang laki-laki dan rela membohongi kakaknya dengan mengatakan gadis itu menangis karena matanya terkena debu," tambah Ino.
Wajah Hinata memerah mendengarnya, "bagaimana kau… Ino, bagaimana..?"
Ino tersenyum melihatnya, "aku dan Temari-San tentu menyadarinya, dan mungkin kalau Shikamaru mau memakai sedikit otaknya untuk berpikir, kurasa ia akan menyadarinya juga,"
END OF FLASBACK
---
Naruto memiringkan kepalanya. Ia berpikir sebentar. "Ya, Hinata," jawab Sakura cepat. "ada sebuah desa kecil tak jauh dari Sunagakure bernama desa bambu merah yang sedang ada masalah. Mendadak penduduknya diserang oleh sekelompok orang yang misterius. Beberapa penduduk terluka, bahkan ada yang terkena racun, Hokage mengirim Ino untuk membantu dengan ninjutsu medisnya untuk menolong penduduk, sedangkan misi untuk Shikamaru dan Chouji adalah menyelidiki para penyerang itu," jelas Sakura. Naruto dan Hinata melirik Sakura yang tersenyum.
"lalu Hinata?" tanya Naruto heran.
"Hinata bersedia membantu kesana?" sahut Sakura tiba-tiba sambil tersenyum. Naruto memandang Sakura dengan heran. "sepertinya Hinata belum ada misi, Kiba sibuk melatih tim-nya dan Shino sedang sibuk mengajar di akademi,"
"kau bersedia, Hinata?" tanya Naruto. Hinata langsung mengangguk penuh semangat. Sekarang justru Naruto bingung dengan sikap Hinata.
Hinata meninggalkan ruang kantor Hokage dengan wajah memerah. Ia terlihat senang dan tersenyum dengan lembut. Kedua tangannya memegangi jantungnya yang berdebar keras. Ino benar. Kali ini bukan waktunya meratapi kisah cintanya dengan Naruto. Mungkin kali ini ia bisa untuk tidak memprioritaskan Naruto lagi. Semoga siang itu adalah hari terakhir ia menangisi Naruto.
Sementara itu Naruto masih memandangi Sakura, "ada yang kau sembunyikan dariku, Sakura-chan?" tanya Naruto.
"nanti kau juga akan tahu," jawab Sakura. "aku cuma ingin membuktikan cerita Ino, dan sepertinya, sahabatmu si Kazekage itu akan merasakan apa yang kau rasakan,"
Naruto nampak berpikir keras. Sakura senang melihat Naruto terlihat serius selain karena pertarungan. "Ah!" teriak Naruto. "maksudmu, Gaara? Hinata?"
"kau tak cemburu kan?" goda Sakura.
Naruto langsung tersenyum lebar. Ia langsung memeluk leher Sakura, "aku cuma senang, Sakura-chan,"
---
Awalnya Chouji, Shikamaru dan dua ninja konoha lain terlihat heran karena mendadak Hinata berdiri di depan gerbang Konoha dan berkata bahwa akan ikut mereka pergi ke Suna. Ino yang sudah menduganya tersenyum ketika melihat Hinata.
"ayo pergi, Hinata-chan," ajak Ino bersemangat
---
"Ah?" ekspresi wajah Gaara jadi berubah begitu melihat seorang gadis yang dikenalnya berdiri di samping kanan Ino. Rombongan dari Konoha kini berada di ruang kerja Kazekage. Temari nampak senang melihat ekspresi wajah adiknya yang tak pernah ia lihat sebelumnya.
Gaara nampak mencoba mengalihkan pandangannya. Berusaha agar tidak seorangpun di ruangan itu yang menyadari sikap anehnya. Gaara menengadah. Punggung tangan kirinya mengusap-usap hidungnya.
Hinata juga terlihat salah tingkah. Sejak memasuki ruang Kazekage, kepalanya terus menunduk.
Meskipun keduanya bersikap sewajar mungkin, sudah pasti insting wanita yang dimiliki Ino dan Temari bisa menebaknya. Ino mengedipkan sebelah matanya pada Temari.
Sedangkan pria-pria yang ada di ruangan itu, termasuk Shikamarupun tidak tahu. –atau pengecualian untuk Shikamaru, ia tidak tertarik-.
---
"kau sudah bangun, Hinata?" sapa Ino. Hinata hanya mengangguk lemah. Udara panas di Suna membuatnya mudah dehidrasi. Ia segera mengambil air minum dan meminumnya hingga gelas itu bersih.
"ini pertama kalinya kau ke Suna kan?" tanya Ino. Ia tertawa melihat muka Hinata yang lemas. "cinta itu perlu perjuangan lho," sindir Ino.
Muka Hinata langsung memerah mendengarnya. Ia langsung melengos pergi untuk mandi. Dan Ino makin senang menggoda gadis pemalu itu.
Tak berapa lama, Ino mengajak Hinata untuk jalan-jalan berkeliling di Suna. Sudah sekitar seminggu para Shinobi Konoha ini bertugas di Sunagakure. Hinata sering menghela napasnya. Bukan saja karena udaranya, tapi juga karena seminggu ini ia tidak melihat wajah Sang Kazekage.
Kegiatannya setiap hari sejak siang hingga malam bersama Ino adalah menyembuhkan pengungsi-pengungsi yang terluka dari desa sebelah.
Ino memandangi Hinata yang berjalan di sampingnya, "kau melamun?" tanyanya.
"hah?" ujar Hinata kaget. Ino tersenyum melihatnya. "kalau tersandung jangan salahkan aku lho,"
'tersandung?' Hinata tersenyum. Ia ingat perkataan Gaara saat ada di Konoha. Melihat Hinata tersenyum, Ino ikut senang. Tentu saja hal itu membuat semua pria di Suna yang melihatnya langsung tersipu melihat kedua gadis cantik itu berjalan sambil tersenyum manis begitu.
"senang melihatmu tersenyum tulus begitu," kata Ino tiba-tiba. Hinata hanya menoleh. "Sakura senang sekali saat aku bercerita tentang dirimu, Hinata,"
"Sa..Sakura?" tanya Hinata.
"kau tak tahu ya?" tanya Ino. "tanpa kau tahu, Sakura memendam perasaan bersalah padamu. Cintamu pada Naruto sama dengan cinta Naruto pada Sakura, kau tahu itu kan?"
Hinata mengangguk.
"dan mungkin juga sama besarnya dengan cintanya pada Sasuke dulu," tambah Ino. "kumohon padamu, Hinata, Sakura sama menderitanya ketika ia mengingat betapa Naruto mencintainya bahkan lebih dari nyawanya sendiri,"
"cinta itu benar-benar sesuatu yang klise ya," sahut Hinata.
"Sakura ingin kau juga bahagia, Hinata," tambah Ino. "tapi kali ini kau harus berusaha, dan Sakura percaya bahwa kau bukan gadis lemah,"
Hinata tersenyum mendengarnya, "sungguh, aku juga berusaha tersenyum bahagia, meski dengan caraku sendiri, Ino,"
---
"ya ampun, Hinata, mukamu pucat sekali," kata Temari. "pulanglah duluan," pintanya lagi.
"tak apa, Temari-san, ini sudah sore, sebentar lagi juga selesai," jawab Hinata.
"tidak boleh, Hinata," teriak Ino. "kau harus pulang lebih cepat, kalau kau sakit bagaimana? ya, ya," pinta Ino.
Akhirnya mau tidak mau Hinata menyerah. Ia pulang terlebih dulu dan meninggalkan Ino di kamp pengungsi.
Hinata memilih untuk mengambil jalan yang berbeda dari saat berangkat tadi. Ia tidak ingin melewati tempat yang ramai. Hinata memilih untuk berputar, memilih jalan yang lebih sepi.
Hinata menghentikan langkahnya. Ia berhenti sejenak dan melihat matahari sore yang akan tenggelam di ujung padang pasir Suna yang terbentang luas di hadapannya. Rambut panjang Hinata berkilauan terkena pantulan cahaya matahari. Tangan kanannya sibuk menahan rambutnya yang dibelai angin.
'matahari sore' pikir Hinata. Ia ingat kejadian di bukit Konoha di hadapan makam Tsunade-sama dan Jiraiya-sama, ketika Naruto pada akhirnya berhasil mendapatkan gadis yang dicintainya sejak kecil, Sakura. (fanfic:At Least, Narusaku)
Hinata terlihat memegangi dadanya. Mungkin masih ada rasa sakit yang tersisa.
"Hai," sapa seseorang di belakang Hinata. Wajah Hinata memerah. Ia tentu mengingat suara ini. Ia tak bertemu sudah seminggu lamanya. Tapi Hinata masih jelas mengingat suaranya yang datar. Hinata langsung cepat-cepat menoleh.
"Ka..Kazekage-sama.."
Gaara mendekat dan berdiri di sampingnya, ikut memandang matahari yang bersiap terbenam. "se.. sedang apa di sini?" tanya Hinata gugup.
"ah, kebetulan lewat, aku baru pulang dari desa sebelah, menemui teman-temanmu. Shikamaru dan Chouji," jawab Gaara. "lalu aku khawatir ada seorang gadis yang akan menangis lagi di tengah gurun begini,"kata Gaara.
Hinata tertawa kecil mendengar lelucon barusan. Nadanya memang menyindir. Tapi ekspresi wajah Gaara tetap tenang. "tadinya…" kata Hinata. "tadinya kukira aku akan menangis, tapi ternyata tidak ada air mata yang keluar," tambah Hinata.
"kalaupun kau menangis, di sini banyak pasir, katakan saja matamu terkena debu," kata Gaara. Hinata tertawa lagi. "ada yang bilang, tidak akan ada air mata yang keluar di padang pasir, air mata akan mengering sebelum sempat menetes," imbuh Gaara.
Hinata memandang Gaara dengan serius. Ia senang mendengar kata-kata Gaara. "mungkin kau cocok hidup di Suna," tambahnya lagi. Hinata terlihat berpikir. Sementara Gaara memalingkan mukanya yang mulai bersemu merah. "ayo pulang," ajaknya.
"tu..tunggu, bisakah kau tunggu sebentar," pinta Hinata. "tunggu sampai matahari benar-benar tenggelam,"
Gaara memandang Hinata yang tersenyum memandang matahari yang memerah. Matanya terlihat sayu. Ada sesuatu yang perih di jantung Gaara. Ia seperti merasakan suatu kesedihan dari dalam mata Hinata, "kau kenapa?" tanya Gaara pelan.
"sekitar sebulan yang lalu, Naruto dan Sakura…. Saat matahari tenggelam, di bukit desa Konoha, keduanya mengucapkan cinta mereka,"
Gaara mulai mengerti maksud pembicaraan Hinata, "kau.. patah hati?" tanya Gaara ragu.
"sebenarnya hari itu, sungguh, aku ikut bahagia, tapi ternyata, setelah hari itu, justru mulai terasa, sebuah kekalahan, Kazekage-sama, sesuatu yang sakit, seperti ditinggalkan," jelas Hinata.
"Ino bilang, Sakura-chan bersalah padaku, karena ia meninggalkan Sasuke, dan Naruto… meninggalkanku,"
Gaara merasakan dadanya makin sesak mendengarnya.
Hinata menoleh pada Gaara, "menurutmu, ditinggalkan dan meninggalkan, mana yang lebih sakit?" tanya Hinata. Pandangan matanya sayu. Tubuh Gaara membatu. Ia tak bisa mengalihkan pandangannya dari mata Hinata. Di sudut mata yang sayu itu, terlihat genangan air yang berkilauan terkena matahari yang semakin memerah dan bersiap untuk meninggalkan langit sore.
Air mata Hinata mengalir pelan menyusuri pipinya. Gaara menggerakkan tangannya dan sekumpulan debu yang lembut membelai pipi Hinata yang basah. Air matanya langsung menghilang, habis disapu debu halus tersebut, bahkan sebelum air itu sempat jatuh ke bumi. "jangan menangis," pinta Gaara.
Ia memberanikan diri menyentuh pipi Hinata. Wajah Hinata memerah. Tangan kirinya menggenggam tangan Gaara yang menyentuh pipinya, "ya," jawabnya singkat. Hinata tersenyum dengan lembut.
----
Legha…..
Hehehhe…. Ada yang menggaljalkah????
Tadinya mau dibikin one shot, tapi akhirnya kupecah jadi 2 chapter deh….
Kata-kata Gaara bahwa air mata gak netes di padang pasir itu kalo gak salah juga pernah ada di sebuah film produksi Indonesia, tapi aku agak lupa….
Trus kata-kata Hinata yang "meninggalkan dan ditinggalkan", itu kuambil dari kata-kata mamanya Honda Tohru di Fruits Basket….
Sisanya kayaknya pake otakku…. Jadi kalo ada fanfic laen yang mirip…harap dimaafkan…. Soalnya saya orang baru di fanfic….
So, please, give me comment… Review ……
