Ni Fanfic Naruto ketiga yang kubuat. Gak tahu kenapa idenya muncul gitu aja. Cuma pengen ngegambarin perasaan terluka Sakura kalo seandainya Naruto memilih untuk nggak mengejar dia. Tapi untuk segi kalimat, isi cerita atau apalah, 'Night' minta saran yang bagus direpiu-nya…

Night masih baru di fanfic, jadi kalo ada cerita laen yang nyerempet, maaf sebesa-besarnya. Tapi kalo dipikir, pairing Narusaku gak begitu banyak ya…

Don't like, don't read, don't blame…..

Disclaimer : Masashi Kishimoto-sensei

Please don't go far

Sakura menunggui Sasuke di tenda. Perang telah usai. Yah, perang besar telah usai. Dan kini Sasuke yang dulu jadi rekan se-timnya –sekaligus cinta pertamanya- tergolek lemah dan pingsan setelah mati-matian bertarung membantu Naruto melawan Madara Uchiha.

Sakura terus menungguinya sejak fajar ketika perang akhirnya usai hingga saat ini. Hari mulai berganti gelap. Sakura memandangi wajah Sasuke, "team tujuh," desisnya perlahan.

Seseorang membuka pintu tenda, membuat angin yang cukup menusuk tulang menyeruak masuk ke dalam tenda, "Sakura-chan,"

"ah, kak Shizune," balas Sakura.

Shizune mendekat perlahan dan duduk di sampingnya, "Naruto tidak kemari?" tanyanya lagi.

Sakura menoleh sebentar lalu menunduk dan tersenyum miris. Ada sesuatu yang mengganjal perasaannya, "Naruto sudah kemari, hanya sebentar, lalu pergi, mungkin menemui Kakashi-senpai," jawab Sakura pelan. Ia lalu menghela napas panjang.

"ada apa Sakura?" tanya Shizune heran. "apa kau baik-baik saja?" tanyanya lagi. Nampaknya ia mulai cemas.

Sakura hanya menggelang pelan. Ia lalu memandangi wajah Sasuke lagi yang masih belum sadar.

"cinta...pertamamu?" kata Shizune tiba-tiba. Sakura hanya diam dan tetap memandang Sasuke. Shizune menarik napas panjang. "maafkan aku Sakura kalau menanyakan hal ini," kata Shizune lagi. Sakura mulai menanggapi kalimatnya. Ia menoleh pada Shizune.

"ya?" tanya Sakura penasaran.

"dulu.. saat Sai memberitahu tentang… perasaan Naruto padamu.." Shizune mulai berbicara, "kau menangis, …apa yang membuatmu menangis Sakura?"

Sakura tersentak sesaat setelah mendengarnya. Sakura nampak memutar kembali memori otaknya. Ia berpikir sebentar lalu tersenyum kecil, "mungkin rasa bersalah," jawab Sakura. "dan mungkin ternyata aku sadar, bahwa pada akhirnya, aku selalu bergantung pada Naruto,"

Shizune menatap mata Sakura lekat-lekat. "dan aku takut, kalau-kalau harus berhadapan dengan kenyataan bahwa aku akan terus bersandar pada Naruto, seumur hidupku,"

"Sakura…" kata Shizune. Ia terlihat simpati pada Sakura.

Sakura mulai tersenyum lagi, "tapi itu hanya ketakutanku," imbuhnya lagi. Sakura lalu tertawa kecil.

Shizune mulai tersenyum, "hei, tadi kulihat Naruto ada di luar, setahuku tadi dia ngobrol dengan Sai, sebaiknya kau menghampirinya, bukankah tidak ada ninja medis yang sanggup mengobatinya selain kau, Sakura?"

Sakura tersenyum mendengarnya. Ia lalu bangkit berdiri dan keluar meninggalkan tenda. Ia melihat Naruto sedang bersama Sai. Sakura diam sebentar.

Ia melihat Sai berjalan menjauh dan meninggalkan Naruto sendirian. Sakura baru saja akan menghampirinya ketika akhirnya Naruto berbalik dan melihat Sakura berdiri memperhatikannya. Ia terlihat kaget.

Naruto juga tak bergerak. Langkahnya terhenti. Keduanya saling berpandangan sebentar. Naruto menghela napas pelan lalu melambaikan tangannya, "Yoo, Sakura," sapanya riang.

"Naruto," kata Sakura. Ia melangkahkan kakinya mendekat ke tempat Naruto berdiri, "kau tadi sebentar sekali menjenguk Sasuke,"

Naruto melihat sekeliling lalu mengacak-acak rambutnya sendiri. Ia tertawa kecil, "bukannya sudah ada kau yang menjaganya, Sakura-chan?"

Sakura langsung speechless. Memang nada bicara Naruto setengah bercanda. Tapi rasanya ada yang menusuk jantungnya. Ada rasa sakit yang menjalar di dadanya, "a..apa maksudmu, Naruto?" tanya Sakura gugup.

Naruto melirik ke arah Sakura lalu memalingkan wajahnya. "hei, Sakura, sahabatmu ini sudah berhasil membawa Sasuke kembali kan?" ucap Naruto datar. Kata 'sahabatmu' yang diucapkan Naruto barusan tertanam jelas di pikiran Sakura. "jangan sampai dia pergi lagi," imbuh Naruto.

Naruto berbalik dan bersiap melangkah pergi. Sakura menatap punggungnya kemudian secara tiba-tiba Sakura menahan langkahnya. Sakura memegangi lengan Naruto tanpa berbicara apapun. Naruto menarik lengannya perlahan. Melepaskannya dari pegangan tangan Sakura.

"ke..kenapa aku merasa kau akan pergi, Naruto?" tanya Sakura pelan.

Naruto tersenyum sebentar lalu tertawa kecil seperti biasanya, "pergi kemana maksudmu? Aku masih tetap di Konoha kok," candanya. Keduanya saling memandang dengan tatapan yang berbeda dari biasanya. Rasanya ada sesuatu yang ingin diucapkan satu sama lain, tapi tertahan di tenggorokan masing-masing.

"aku…" Naruto mulai bicara lagi, "aku hanya ingin menyerah,"

"menyerah?" tanya Sakura heran.

"aku… berhenti mengejarmu Sakura-chan," Naruto tertawa lagi. Dada Sakura sesak mendengar tawanya yang aneh, "aku bosan mengganggumu, Sakura," tambahnya lagi. Kali ini Sakura merasa aliran darahnya terhenti. Bukan itu yang ingin didengarnya sekarang.

Sakura seperti akan kehilangan sesuatu. Sesuatu yang besar dalam hidupnya.

"kudukung kau dengan Sasuke," ujar Naruto pelan. "sahabat harus saling mendukung kan?"

"Na.. Naruto?" suara Sakura mulai bergetar.

Tapi Naruto mengacuhkannya. Ia melambaikan tangannya pada beberapa orang di ujung sana yang terlihat samar, "Hinata!" panggil Naruto. Sedetik kemudian, Naruto berlari meninggalkan Sakura yang masih tak percaya dengan apa yang didengarnya.

Pandangan mata Sakura menjadi kosong, seolah rohnya baru terlepas dari tubuhnya. Ia perlahan berbalik. Matanya terasa panas. Ada air yang menyeruak keluar dari sudut matanya. Sakura menunduk. Air matanya dengan cepat jatuh membasahi tanah.

Shizune berlari ke arah Sakura dengan tergesa-gesa, "Sakura-chan," panggilnya. "kau tahu, Sasuke sudah sa.." kata-kata Shizune terhenti saat ia menyadari Sakura tengah menangis. "kau kenapa, Sakura-chan?"

Sakura menggelengkan kepalanya lalu mengangkat wajahnya. Air matanya terus mengalir sementara suara tangisannya tak terdengar, "terjadi,"

"ketakutanku terjadi," kata Sakura lagi. Shizune memandangnya dengan heran. Ia berpikir sebentar lalu mengangguk paham. Diraihnya bahu Sakura yang bergetar. Ia menepuk-nepuk punggung Sakura agar gadis itu tenang, "terjadi…"

Sementara itu, Sai memperhatikan Sakura yang menangis. Sebenarnya tadi ia pergi karena ia melihat Sakura. Sai mungkin sudah memprediksinya dari awal.

---

"apa yang kau lamunkan, Sakura?" tanya Sasuke pelan. Sakura tetap diam sambil memandang ke luar. "Sakura," panggilnya sekali lagi.

"Ah!" Sakura sadar dari lamunannya.

"kau ada masalah?" tanya Sasuke. Ia memandangi mata emerald Sakura yang kosong. Sakura hanya tersenyum mendengarnya, "Si Bodoh itu, kenapa kalian menjengukku tidak bersama-sama?"

Sakura kaget. Ia tak tahu harus menjawab apa.

"tadi pagi dia kemari, tertawa cengengesan seperti biasanya," jelas Sasuke. "tapi dia bersama Hinata,"

'Deg' kali ini wajah Sakura pucat. Dadanya sesak.

"kenapa kalian tak datang bersama? Pasti terjadi sesuatu," tebak Sasuke.

Sakura tersenyum kecil dan meraih keranjang buah di sampingnya. "tidak ada apa-apa, Sasuke-kun," jawabnya. "kukupaskan apel ya,"

Sasuke mengangguk pelan. "berada di rumah sakit memang membosankan," keluhnya.

---

Sementara itu tanpa diketahui Sasuke dan Sakura, Naruto memperhatikan keduanya dari celah pintu. Naruto berdiri mematung, menghela napasnya sebentar, lalu memutuskan berbalik pergi meninggalkan tempat itu.

Ia melihat Sai bersandar di tembok, "hai…Sai," sapa Naruto ragu.

Sai hanya memandanginya dengan tatapan aneh, "aku masih tak percaya, orang yang pernah berkata pada Sakura agar tak berbohong pada dirinya sendiri, justru sekarang membuat kebohongan besar," sindir Sai.

Naruto tercekat mendengarnya. Ia menunduk sebentar lalu berjalan melewati Sai, "ada perasaan yang kau takkan mengerti, Sai," ucap Naruto. Ia menghentikan langkahnya di depan Sai tanpa menoleh, "aku melakukannya karena mencintainya, dan kau takkan mengerti itu," Naruto berjalan lagi.

"Naruto," panggil Sai. Naruto menghentikan langkahnya lagi, dan ia tetap tak menoleh, "aku memang roots, tapi aku mengerti perasaan semacam itu, meski hanya dengan melihat matamu, dan mata Sakura,"

"mengingkari perasaan sendiri adalah hal yang mengenaskan,"

Sai langsung beranjak pergi meninggalkan Naruto yang masih terdiam di tempat.

---

Langit sore mulai memerah. Sakura perlahan berjalan meninggalkan rumah sakit Konoha setelah sejak siang tadi menemani Sasuke. Ia berjalan pelan menuju ke rumahnya. Sepertinya ia lelah sekali.

Mendadak Sakura berhenti. Ia menyingkir dari tengah jalan. Ia merapat di sebuah tiang tak jauh dari teman-temannya berkumpul. Sepertinya barusan keluar dari Ichiraku ramen.

Sakura memegangi dadanya yang nyeri. Ia melihat Naruto, dan di sebelahnya Hinata tersenyum senang.

---

"Hei, Naruto, kenapa akhir-akhir ini kau sering sekali bersama kami, bukannya malah menjaga Sasuke," sindir Kiba.

Naruto hanya nyengir. Shino memandanginya dari balik kacamatanya, "mungkin tak tahan melihat Sakura dan Sasuke," tambah Shino.

Naruto langsung mencekik kedua temannya itu, "kalian sok tahu, aku sudah menjenguknya tahu," Naruto lalu tertawa.

Hinata memandang sosok Naruto dari belakang, 'Sakura ya..' pikirnya. Hinata merasa ada sesuatu yang mengganjal.

Memang sore itu, dan akhir-akhir ini, Naruto jadi lengket dengan team delapan. Karena kondisi Naruto pasca perang masih belum sehat total, ia dianjurkan untuk tak melakukan kegiatan apapun.

Sebenarnya sore itu, Naruto tak hanya berdua dengan Hinata, karena ada Kiba dan Shino. Tapi tetap saja Sakura merasa sakit.

---

Pagi hari di rumah sakit Konoha. Sakura menemani Shizune yang menjaga Tsunade yang masih dalam tahap perawatan. Sakura membantu mengupas apel untuk gurunya itu sambil memandang keluar jendela.

Tsunade dan Shizune agaknya mengerti apa yang dipikirkan Sakura. Terutama Tsunade. Setidaknya ia tidak begitu bodoh untuk menyadari perasaan murid kesayangannya dan juga kerapuhan Naruto.

"aku pernah melihat tatapan seperti itu," kata Tsunade tiba-tiba. Shizune menoleh. Tertarik dengan apa yang dikatakan gurunya.

"ya?" tanya Sakura bingung. Ia terus mencoba tersenyum pada Tsunade dan Shizune.

"berhentilah tersenyum mengerikan seperti Naruto itu," kata Tsunade.

"apa? Naruto? Guru ini bicara apa?" tanya Sakura.

"dia pernah tersenyum palsu, aku melihatnya pertama kali saat kau memeluk Sasuke saat masih kecil sambil menangis," tambah Tsunade. Sakura langsung down. Hatinya semakin sakit. "kasihan sekali, Naruto,"

'deg'. Perasaannya makin tak karuan, "guru salah, aku juga sakit, dia yang meninggalkanku, Tsunade-sama," jelas Sakura. Suaranya pelan. Nyaris ditelan suara angin yang memaksa masuk melewati jendela dan membelai lembut rambut Sakura.

"aku tak mengajarimu menjadi kunoichi lemah, Sakura, seorang shinobi harus selalu mengambil keputusan dari sebuah pilihan," nasehat Tsunade pada Sakura. Sakura menghela napas panjang. Yah, memang benar.

"yah, sepertinya aku memang salah paham, mungkin Naruto memang hanya menganggapku sahabatnya," gumam Sakura pelan. "dia selalu bilang mendukungku, si Bodoh itu,"

"kau salah Sakura, terbalik," kata Shizune. "ketika kau mencintai seseorang, orang yang mencintaimu akan menjadi orang pertama yang mendukungmu," imbuhnya.

"meski ia bodoh, sampai tak tahu siapa yang sekarang kau cintai," timpal Tsunade, "tapi Naruto memang bodoh kan? Dan kau menyukainya, Sakura,"

---

Siang harinya, Sakura memutuskan untuk menjenguk Sasuke. Ia melihat Ino dan Chouji juga sedang menjenguk. Di ruangan itu juga ada Sai yang sedang menjenguk. Sai tersenyum pada Sakura.

"oh, ada Sai juga," sapa Sakura. Ia meletakkan bungkusan berisi bubur di laci di samping Sasuke. "nah, kebetulan, Ino, tolong temani Sasuke makan ya,"

Sakura bersiap pergi tapi Sasuke menahan lengannya. Sai, Ino, dan Chouji terkejut melihatnya. Sakura menarik lengannya, "memangnya mau kemana?" tanya Sasuke pelan.

"oh, aku sedang membantu Kak Shizune mencari tanaman obat karena persediaannya menipis, mungkin sore baru pulang," jelas Sakura. Ia melangkah pergi meninggalkan kamar Sasuke. Pandangan Sai terus mengikuti langkah kaki Sakura sampai gadis itu menghilang dari hadapannya.

---

Selesai memetik cukup banyak tanaman obat yang dipesan Shizune, Sakura memutuskan untuk istirahat sejenak di tepi sungai. Pandangan matanya kosong. Banyak hal yang sedang dipikirkannya.

Sakura menarik napas panjang. Ia mendesah berkali-kali. Sibuk dengan pikirannya sendiri, 'Tsunade-sama benar, aku tak ada waktu untuk terus seperti ini, yang ada persahabatanku akan rusak,' gumamnya dalam hati, 'Naruto menginginkan ini semua,'

Sakura bangkit dari batu yang didudukinya. Matahari belum tenggelam. Sepertinya ada waktu yang bisa digunakan untuk latihan. "aku harus menjadi gadis yang kuat," gumamnya pelan.

"kalau ini benar terjadi seperti ketakutanku, aku harus jadi kuat, agar aku tak bergantung padamu, Naruto,"

Sedetik kemudian mulai berlatih. Ia masuk ke dalam sungai. Melawan arus derasnya dan berlatih. Sakura memukul rata tanah, menghancurkan bebatuan besar, dan menumbangkan beberapa pohon besar.

Ia terus berlatih. Dan tanpa disadarinya, sesuatu yang hangat mengalir di ujung tangan kanannya. Darah. Ia sampai lupa memperhatikan tangannya. Pikirannya yang tak tentu membuatnya kesulitan berkonsentrasi dan terus berlatih tanpa kalkulasi.

"sial, aku kehabisan cakra," ujar Sakura kesal. Ia menepi dari sungai dan mengambil tanaman yang tadi dibawanya. Sakura menengadah memandang langit disela-sela rimbunan pohon yang lebat. "sudah sore," gumamnya.

Langit mulai memerah. Sakura harus segera meninggalkan hutan sebelum gelap. Apalagi ia sudah kehabisan cakra. Karenanya tak ada pilihan lain selain segera kembali.

Ketika sampai di tepi hutan, Sakura menghentikan langkahnya di bukit rerumputan. Ia melihat seekor rubah, bukan, seekor serigala kecil tergeletak. Sakura perlahan mendekatinya. Sakura dapat melihat serigala itu terluka. Kaki kanannya berdarah.

Sakura mengusap kepala serigala itu. Sang serigala langsung terbangun dan menyalak pada Sakura yang mendekatinya. Sakura mundur selangkah, tapi kemudian berjongkok di depan serigala galak itu. Sakura tersenyum. Rasanya seharian ini otot wajahnya menjadi kaku karena terlalu tegang. Untung dia tak lupa bagaimana caranya tersenyum.

Sakura memutuskan untuk mengalirkan cakra ninjutsu medisnya pada kaki serigala yang terluka itu dengan sedikit sisa cakra yang dimilikinya. Tangan kanan Sakura terasa hangat. Luka di tangannya yang tadi sudah agak mengering kini terbuka lagi. Darahnya menetes. Membuat rerumputan hijau di bawahnya menjadi merah.

Begitu dirasa cukup, Sakura memutuskan untuk cepat pulang.

---

Konohamaru menarik lengan Naruto dan sedikit mengambil jarak dari Hinata. Naruto terlihat heran dengan sikap Konohamaru, "hei, Konohamaru, kau ini kena..?" belum sempat Naruto menyelesaikan pertanyaannya, Konohamaru sudah membungkam mulut Naruto.

"Kak Naruto, sebenarnya kenapa akhir-akhir ini kau selalu dekat-dekat dengan anak dari klan Hyuuga itu, memangnya kakak putus dari Sakura-neechan?" bisik Konohamaru.

Naruto hanya tersenyum getir, "memangnya siapa yang pacaran dengan Sakura-chan bodoh," balas Naruto. Sai yang berjalan di barisan paling belakang dengan Kiba hanya melihat dengan tatapan aneh.

Bodoh. Sakura pantas mengutuk dirinya sendiri. Ia menyesali dirinya sendiri mengapa ia tidak mencari jalan lain selain jalan ini. Mungkin karena ia kehabisan tenaga, ia jadi lupa untuk mengambil jalan memutar yang sedikit lebih jauh. Dihadapannya, Naruto, Konohamaru, dan yang lainnya menatap Sakura yang terlihat lesu.

Cairan hangat berwarna merah masih menetes dari sela-sela jari Sakura. Ia cepat-cepat menyembunyikan tangannya di belakang dan mengusap wajahnya yang berkeringat dengan tangan kirinya yang sibuk memegang sekantung tanaman obat.

Sai memandangnya dengan khawatir. Ia langsung berlari melewati Naruto dan menghampiri Sakura. Konohamaru juga ikut menghampiri Sakura, "Sakura-neechan, lama tak bertemu," seru Konohamaru bersemangat.

Sakura hanya tersenyum. Getir.

Sakura tetap menyembunyikan tangan kanannya yang terluka. Berharap tak ada yang menyadarinya dan menginterogasinya kenapa seorang Sakura bisa terluka. Ia tentu tak mau panjang lebar menjelaskan bahwa pikirannya dipenuhi dengan Naruto hingga ia lupa telah menghancurkan banyak batu besar saking terlukanya.

"kau dari mana sore begini?" tanya Sai.

"oh, aku barusan pulang mencari tanaman obat, aku juga kaget ternyata sudah sore, hahaha, " jawab Sakura. "aku duluan ya, takut dimarahi Nona Tsunade," tambah Sakura tergesa-gesa. Ia berlari melewati Naruto yang menunduk. Sama-sama tak tahu harus berbuat apa.

"dia itu kenapa?" tanya Kiba pada Hinata. Hinata hanya diam dan menggeleng.

Akamaru berlari mendatangi Naruto yang masih terdiam. Akamaru diam di kaki Naruto dan mengendus-endus jejak tetesan berwarna merah di tanah. 'Guk'

Akamaru menyalak sambil memandangi Sakura di ujung jalan. Sakura berjalan tertatih-tatih. Terlihat sekali kondisinya sedang tak bagus. Ia benar-benar kelelahan.

Naruto berjongkok. Ia melihat jejak darah di jalan. Naruto langsung menoleh. Terlihat sekali bahwa ia sangat khawatir. Naruto langsung berlari mengejar Sakura. Meninggalkan teman-temannya yang masih terbengong-bengong di jalanan Konoha.

Naruto berhasil mengejar Sakura. Ia menarik pergelangan tangan Sakura yang masih meneteskan darah.

Sakura terkejut setengah mati. Ia kaget melihat Naruto telah berdiri di hadapannya sambil memegangi tangannya, "kenapa tanganmu?" tanya Naruto cemas.

Sakura kebingungan. Ia cepat-cepat menarik tangannya, "ti.. tidak kenapa-kenapa, a..aku cuma baru selesai latihan," jawab Sakura gugup. Ia memalingkan mukanya. Tak sanggup menatap wajah cemas Naruto.'aku tak boleh teralu berharap, aku tak boleh bergantung padanya' gumam Sakura dalam hati.

Naruto menatap tangan Sakura yang terluka lalu menatap wajah gadis yang dikasihinya tersebut. Sakura memang gadis bodoh. Dan Naruto jauh lebih bodoh. Keduanya sama-sama tak tahu bahwa keduanya hanya saling menyakiti.

"a.. aku harus pergi," kata Sakura tiba-tiba. Ia langsung berbalik dan meninggalkan Naruto.

Cairan hangat itu menetes lagi. Kali ini bukan dari ujung jari-jari tangan kanannya. Tapi dari mata emeraldnya yang rapuh. Air matanya dengan perlahan menetes membasahi bumi.

---

Sorry kalo rada boring, namanya juga ceritanya 'hurt'

Tadinya mau dibikin one shot, tapi akhirnya kupecah jadi 2 chapter deh….

Naruto sebenernya juga terluka sama pilihannya, tapi saya gak begitu pintar ngebayangin tentang perasaan seorang laki-laki.

Menurutmu akhirnya gimana? Hehehe

Narusaku? Sasusaku? Saisaku?

Please Review !!!!!!