PASTA;
01: Her Recipes.
miyuqi, Feb 20th 2014
"Asin."
Si gadis berambut merah jambu menundukkan kepala sembari mengutuk dirinya sendiri. Ini sudah kesekian kali ia memberikan makanan yang sama, namun masih saja si pemuda yang ia buatkan makanan dengan tangannya sendiri itu masih saja mengatakan bahwa masakannya masih kurang enak. Dibuangnya napas kesal, matanya menatap tajam si pemuda seakan bertanya, "maumu apa, sih?"
Melalui sepasang matanya yang hijau jernih, gadis itu bisa melihat bahwa si pemuda malah balas menatapnya dengan pandangan serupa alih-alih menjawab tanya yang tampak jelas diberikan padanya.
Hampir setiap hari gadis itu bekerja di dapur, mengolah bahan-bahan yang komposisinya sudah pernah ia catat terlebih dahulu di buku resep dan mengubah proporsi bahan tertentu sesuai dengan yang dikatakan si pemuda. Mengurangi jumlah wortel, menambah krim dan bahkan memotong kacang polognya menjadi dua karena suatu hari pemuda itu berkomentar singkat—kacangnya bulat utuh.
Gadis itu tidak mengerti lagi. Ini hanya semangkuk pasta. P-A-S-T-A. Belum ada orang yang mengatakan bahwa masakannya tidak enak. Mereka selalu berkata bahwa seperti apapun variasi pasta yang coba ia buat, rasanya selalu enak, termasuk pasta-pasta yang ia berikan pada si pemuda. Mereka mengatakan pastanya enak, dan gadis itu tahu mereka tidak sedang berbohong untuk membesarkan hatinya. Ia sudah membuat pasta bahkan sejak berumur sepuluh tahun, dan baru kali ini ada yang protes tentang masakannya.
Oh ayolah, ini hanya pasta. Olahan tepung yang direbus dan dilumuri saus yang ia kreasikan sendiri. Sedikit lebih asin dari kemarin saja jadi masalah? Astaga bukankah kemarin dia sendiri yang mengatakan kalau saus pastanya agak tawar? Oke memang kemarin ia sengaja membuat sausnya sedikit lebih encer karena ia ingin menonjolkan rasa pasta itu sendiri—tapi itu pun karena kemarinnya lagi si pemuda yang mengatakan kalau rasa sausnya kuat. Gadis itu bisa gila. Besok apa lagi keluhannya? Piringnya bulat? Apa besok dia ingin piringnya pentagon?
Perfeksionis. Gadis itu mengakuinya. Ia bahkan bukan seorang koki di restoran atau siswi akademi memasak yang memang dituntut untuk membuat pasta sesuai dengan yang dipesan, bagaimanapun rewelnya pelanggan. Ia membuat pasta hanya karena dia suka, dan ia pun tahu bahwa komentar salah seorang temannya yang pada awalnya tidak sengaja mencicip itu tak perlu ia pikirkan. Setiap orang punya selera mereka masing-masing dan bukan masalah besar apabila masakannya tidak cocok di lidah mereka, bukan begitu?
Bukan begitu.
Bukan. Ini masalah besar. Karena gadis itu tidak suka masakannya dibilang tidak enak. Ia harus mendengar pemuda itu berkomentar 'enak' setelah memakan pastanya. Harus. Suatu hari nanti. Hingga hari itu tiba, ia akan terus membuat pasta untuk pemuda itu. Terus, tidak peduli si pemuda akan protes atau menolaknya, ia tidak akan berhenti hingga mendapat komentar 'enak'. Nanti.
Gadis itu membuang napasnya sekali lagi, lalu menatap si pemuda langsung. Mata bulatnya menyipit, bersamaan dengan terkatupnya bibir tipis si gadis kuat-kuat hingga membentuk garis sebelum berubah menjadi senyum yang yakin akan kemenangan. Tangan kirinya berkacak di pinggang, sementara telunjuk kanannya mengarah ke hidung si pemuda. Dengan suaranya yang tinggi dan jernih, ia berkata dengan lantang, "yah! Uchiha Sasuke. Aku tidak akan berhenti memberimu pasta sampai kamu bilang 'enak'. Tunggu saja nanti!"
Karena tiba-tiba saya pengen pasta. Happy SasuSaku Fanday 2014!
