Beloved

For event 'ChanKaiForeverLove'

.


"Apa impian terbesarmu, Hyung?"

"Aku ingin menangkapmu setiap kali kau jatuh, Jongin-ah."

"Tapi bagaimana jika aku tidak pernah jatuh, Hyung?"

"Maka aku akan diam, melihatmu dan menunggu kau membutuhkanku. Karena aku― Hyungmu."

.


Jika ada seseorang yang sangat Chanyeol kagumi dalam hidupnya, orang itu tak lain adalah ayahnya sendiri. Ia sangat sangat sangat mengagumi ayahnya. Bahkan impian terbesar dalam hidupnya adalah menjadi seorang ayah yang baik, seperti ayahnya.

Dia masih bisa mengingat sore itu, di mana ayahnya membawanya ke taman di dekat rumah mereka. Mereka akan bermain sepak bola, atau duduk beristirahat setelah lelah mengajak jalan-jalan Rudolf, anjingnya. Dalam perjalanan pulang, ayahnya akan membelikannya es krim, rasa coklat. Lalu dia akan membiarkan Rudolf mencicipi sedikit es krim itu, dan anjing mungilnya akan mulai menjilati seluruh wajahnya, mengungkapkan terima kasih sementara dia tertawa kegelian.

Gambar-gambaran saat itu masih jelas dalam ingatannya. Hari-hari ketika ayahnya masih menjadi seseorang yang energik bahkan untuk menggendongnya di bahu saat berjalan pulang. Dengan Rudolf yang mengikuti di belakang, berusaha menyingkirkan kupu-kupu yang terbang cukup rendah untuk menggodanya.

Saat itu- saat di mana- usia tua belum menghalangi ayahnya.

Perjalan pulang sore dia dan ayahnya adalah satu dari sekian banyak alasan kedekatan hubungan ayah-anak mereka. Chanyeol selamanya akan mengingat kenangan itu. Menghargai mereka dengan menyimpannya di dalam hati. Ayahnya yang begitu baik, lucu dan selalu memahami Chanyeol bahkan tanpa kata-kata. Bagi Chanyeol ayahnya bukan hanya sosok orang tua atau wali yang mengasuhnya, tapi juga teman terbaik- sahabat.

Chanyeol menyayangi ayahnya. Sangat.

"Appa! Suatu hari, aku akan menjadi ayah yang hebat sepertimu!"

Ketika Chanyeol kecil, ia telah begitu antusias menyatakan kepada ayahnya tentang mimpi terbesar miliknya. Dan ayahnya, hanya akan tertawa dan mengacak-acak rambut laki-laki kecilnya dengan gemas.

"Tentu saja, Yeollie."

Chanyeol kecil selalu menjadi anak kesayangan ayahnya. Dia dia selalu mendengarkan dan menuruti apapun perkataan ayahnya.

.

'Kau tidak bisa menunggu untuk mendapat teman, Yeollie. Karena kau yang harus memulai pertemanan. Jika kau ingin orang-orang menyukaimu, mulailah dengan membuat dirimu yang menyukai mereka. Bertingkah ramah, berbuat baik dan tersenyumlah pada mereka, maka tanpa kau tahu, mereka akan menyukaimu dengan sendirinya.'

.

Itu adalah perkataan ayahnya yang akan selalu Chanyeol ingat. Dan Chanyeol telah memegang teguh perkataan itu, bahkan hingga sekarang.

Itulah sebabnya ia selalu tersenyum lebar kepada semua orang. Chanyeol selalu ingin semua orang menganggapnya sebagai anak yang menyenangkan, bahwa ia akan bisa menjadi teman yang baik. Chanyeol kecil tidak pernah mengalami kesulitan dalam menempatkan dirinya dalam pertemanan. Bahkan, dia punya banyak sekali teman.

Pada nyatanya, perkataan ayahnya memang benar.

Semua orang menyukai Chanyeol karena senyumnya yang cerah dan lebar, dan tingkahnya yang baik serta tidak pernah ragu untuk mengulurkan tangan bagi siapapun.

Pada awal tahun terakhirnya di TK, Chanyeol bertemu dengan seorang anak kecil yang lucu. Chanyeol belum pernah melihatnya dan tampaknya dia adalah murid baru di TK itu.

Sosok asing itu duduk, atau lebih tepatnya bersembunyi di bawah pohon beringin di sebelah gedung TK. Sementara semua anak TK lain sudah masuk ke gedung dan menuju aula untuk upacara tahun ajaran baru. Chanyeol kecil sendiri sudah akan masuk tadi. Tapi ketika melihat anak kecil lain duduk sendirian di bawah pohon, bukannya kembali ke aula, ia malah berjalan mendekatinya.

Sosok itu memang lucu, dengan kulit sedikit cokelat dan pipi chubby yang kemerahan. Garis bibirnya yang tebal tertarik ke bawah, membentuk cemberut.

Chanyeol telah memasang senyumnya yang paling lebar dan mengulurkan tangan ke anak kecil itu, berkata riang, "Hai, aku Chanyeol."

Tapi mengejutkan, bukannya membalas uluran tangannya anak itu malah semakin cemberut. Tapi Chanyeol tidak mundur begitu saja, dia duduk di samping anak itu sebagai gantinya.

"Apa yang kau lakukan di sini sendirian? Semua anak TK baru seharusnya di aula, upacara pembukaan akan dimulia."

"Upacara pembukaan itu bodoh." Chanyeol mendengar anak kecil itu bergumam pelan.

"Kenapa?" Tanya Chanyeol, penasaran. Dia secara pribadi menyukai upacara pembukaan. Tentu saja dia tidak suka bagian pidatonya, tetapi setelah itu mereka akan menyanyi, menari dan mendapat permen yang enak dalam jumlah banyak. Selain itu dia akan mendapat teman baru juga. Lalu kenapa anak ini tidak suka? Aneh, pikir Chanyeol.

"Hanya saja itu bodoh," desah anak kecil itu, menolak untuk melihat wajah Chanyeol.

"Hm... Apakah karena itu kau memilih bersembunyi di sini?"

"Aku tidak bersembunyi." Anak kecil itu membantah.

"Lalu apa yang kau lakukan? Berbicara dengan alien?" tanya Chanyeol.

Mendengar itu, anak kecil berkulit tan mengangkat wajahnya untuk menatap Chanyeol dengan ekspresi aneh. Dahinya berkerut. "Kau percaya alien? Tapi Appa bilang jika mereka itu hanya bohong dan tidak benar-benar ada."

"Tentu saja." kata Chanyeol penuh percaya diri. "Appa-ku bilang tidak ada yang tahu pasti tentang kehidupan di luar planet Bumi, jadi kemungkinan alien itu memang ada."

Mata coklat milik anak kecil itu mengerjap, sebelum akhirnya mengangguk.

Chanyeol tersenyum. "Siapa namamu? Aku Chanyeol. Park Chanyeol."

Kali ini, uluran tangan Chanyeol diterima dengan baik.

"Kim Jongin."

Begitulah awal pertemuan keduanya, sebagai- teman.

.


Jongin dan Chanyeol tumbuh bersama. Mereka menjadi teman yang dekat setelah beberapa tahun berlalu. Di saat Chanyeol memiliki banyak teman melingkari di sekitarnya karena sikapnya yang benar-benar ramah. Jongin tumbuh sebagai anak yang pendiam. Memilih untuk hidup sendiri dan tidak bergaul dengan siapapun kecuali Chanyeol, yang rupanya dua tahun lebih tua dari dia.

Chanyeol sudah merasa khawatir tentang hal ini. Ia sudah mencoba beberapa kali untuk membuat Jongin bergabung tapi Jongin selalu bilang tidak mau. Dia juga pernah meminta pada teman-temannya untuk mengajak Jongin bermain bersama, hanya untuk ditolak dengan sinis oleh Jongin. Saat Chanyeol sedang sibuk bersosialisasi dan bermain hide and seek dengan teman-temannya, Jongin lebih memilih bermain game di PSP atau membaca buku.

Jongin memang seperti itu. Dia tidak suka jika Chanyeol berada dekat dengan yang lain selain dirinya. Karena Jongin benar-benar menganggap Chanyeol sebagai temannya. Hanya Chanyeol yang memiliki hak istimewa untuk meminjam PSP miliknya, meminta makanan siangnya, juga mencicipi kue terenak buatan ibunya. Jongin, bahkan sedari kecil, memiliki sikap posesif terhadap hal yang dia anggap miliknya. Tapi dia mau berbagi apapun, asalkan itu dengan Chanyeol-Hyungnya.

Itu di tahun ketiga sekolah dasar saat Jongin dengan sengaja mendorong teman perempuan sekelasnya karena berani memeluk Chanyeol. Anak itu menangis setelah jatuh dan langsung berlari ke ruang guru untuk melapor. Tapi saat guru datang, Jongin tidak bicara apapun. Chanyeol lah yang meminta maaf untuknya dan mengatakan untuk tidak menelpon ibu Jongin.

Ketika ibu guru pergi, Chanyeol bertanya pada Jongin kenapa dia melakukannya. Dan Jongin tanpa basa-basi mengatakan jika ia tidak suka melihat anak itu memeluk Chayeol.

"Kau bahkan tidak pernah memelukku, Hyung," kata Jongin. Anak berusia kurang lebih sepuluh tahun itu cemberut.

Chanyeol tertawa mendengar alasannya. Ia menarik Jongin dan membawanya ke dalam pelukan, berjanji bahwa Jongin akan mendapatkan banyak pelukan darinya mulai sekarang. "Mendorong orang itu tidak baik, Jonginnie. Jangan lakukan itu lagi, oke? "

"Umm." Jongin hanya mengangguk. "Aku janji, Hyung."

.


Chanyeol benar-benar memegang janjinya untuk selalu memeluk dan berada di dekat Jongin. Dan Jongin juga sudah berhenti melakukan hal-hal buruk, meski dia masih terus menyendiri dan sering berkata sinis pada semua orang, tapi paling tidak dia tidak mendorong setiap orang yang memeluk Chanyeol. Mereka tumbuh bersama dan menjadi sangat dekat. Chanyeol benar-benar menyukai Jongin. Kelakuan tsunderenya terkadang benar-benar menjadi menggemaskan di mata Chanyeol.

Chanyeol sendiri tidak tahu kapan dirinya menjadi begitu tinggi. Bukan hanya dia, tapi Rudolf, anjing kecil putihnya kini juga menjadi lebih tinggi dan besar. Ia sudah tidak kelihatan imut sekarang, tapi masih menggemaskan. Chanyeol benar-benar baru sadar dengan pertumbuhan tingginya saat Jongin mulai memberikan protesan padanya agar berhenti minum susu.

"Bagaimana bisa kau jadi setinggi ini, Hyung? Lihat!" Jongin berdiri tepat di samping Chanyeol, cemberut saat membandingkan tinggi tubuh mereka. "Bagaimana bisa kepalaku sejajar dengan bahumu. Aish!"

Chanyeol tertawa. Ia mengacak rambut Jongin yang berwarna cokelat dengan gemas lalu mencubit pipinya. "Makanya kau jangan malas minum susu, Jonginnie~"

"Jangan panggil aku Jonginie~ Aku sudah lima belas tahun!"

Chanyeol tertawa lagi. "Iya, iya. Aku mengerti. Jonginnie-ku sekarang sudah besar~" goda Chanyeol. Dia berlari keluar dapur tapi berteriak. "Dia sudah besar tapi tubuhnya masih pendek saja! Hahahah~"

"HYUNG!" protesnya kesal.

Dengan mencak-mencak karena ditinggal Jongin mengambil susunya di meja makan dan menuju kamar Chanyeol. Jongin mendekati hyungnya itu yang sedang asik bermain PS dan duduk di sampingnya. Perlahan dia mulai meminum susunya. "Kau mungkin lebih tinggi dariku, Hyung. Tapi pada nyatanya aku tidak kalah tampan dan populer darimu." Katanya sombong sambil mendengus.

Chanyeol hanya tertawa kecil. Dia tidak berani memprotes karena itu benar. Jongin memang populer di kalangan gadis-gadis di sekolah mereka. ongin terlihat begitu keren saat diam, apalah saat dia menari. Ia adalah penari unggulan dari klub dance sekolah mereka, sehingga banyak sekali penggemarnya. Mungkin karena tampilannya yang selalu dingin, menimbulkan kesan misterius. Meski begitu dia masih bertindak seperti anak kecil yang manja di depan Chanyeol.

Chanyeol juga tidak kalah. Dia adalah salah satu pangeran sekolah. Jika Jongin berperan sebagai seorang idola misterius yang dingin maka Chanyeol menunjukannya sebagai salah satu flower boy sekolah yang bersikap hangat dengan senyum menawan miliknya. Menunjukkan keahliannya dengan masuk klub basket dan jadi drummer band, membuatnya digilai banyak wanita.

Meski sangat berbeda. Chanyeol dan Jongin, keduanya benar-benar dekat dan tak bisa terpisahkan.

.


Semuanya berjalan baik-baik saja.

Setidaknya sampai sisi posesif Jongin terhadap hyungnya itu kembali di hari terakhir masa sekolah Chanyeol. Itu adalah hari wisuda, beberapa menit sebelum acara wisuda di mulai. Jongin melihat seorang gadis berwajah imut berbicara pada Chanyeol dari kejauhan sebelum keduanya berjalan keluar menjauhi keramaian. Jongin mengikutinya hingga keduanya berhenti di belakang gedung. Gadis itu terlihat ragu-ragu menggigiti bibir bawahnya. Dengan sekilas saja melihat Jongin tahu apa yang hendak gadis itu ucapkan.

Pernyataan cinta.

"Ch-chanyeol-s-sunbae. S-s-sebenar-nya a-aku―"

Entah kenapa Jongin benar-benar kesal saat itu. Jadi dia mendekati keduanya. Dengan sengaja dia merangkul bahu Chanyeol. "Hyung, aku sudah mencarimu ke mana-mana." katanya, berhasil memotong perkataan gadis itu tepat sebelum dia benar-benar selesai. Jongin menatap gadis itu, dan menajamkan matanya. "Rupanya kau disini, Hyung. Kau sedang―"

"A-aku p-pergi dulu." Gadis itu buru-buru meminta maaf dan pamit pergi. Dia jelas-jelas malu, melihat orang lain tiba-tiba datang saat ia sedang berusaha menyatakan cinta.

Jongin berseringai dalam kemenangan.

"Untuk apa itu, Jongin-ah?" Tanya Chanyeol, terdengar sedikit kesal, meski tidak sekesal itu. Jongin melepaskan rangkulannya dan memandang polos Hyungnya.

"Apa?"

Chanyeol tahu dia tidak pernah bisa benar-benar marah dengan Jongin. Apalagi jika anak di depannya ini memasang wajah polosnya. Jadi Chanyeol hanya akan menyerah. Lagipula ia tida berniat menerima gadis itu. Hanya saja Chanyeol merasa menyesal karena gadis itu belum sempat untuk mengakui perasaanya, karena Chanyeol mengerti jika itu membutuhkan banyak keberanian dan tekad. Tapi semua itu hancur karena gangguan, yang tidak tahu untuk apa tadi, dari Jongin.

Dari semua itu. Chanyeol hanya benar-benar penasaran.

Jongin kini sedang memberinya tatapan yang tidak pernah dia lihat sebelumnya. Chanyeol tidak bisa menguraikan apa itu. Mata cokelat Jongin tampak lebih redup saat memandangnya. Tapi tiba-tiba, dia malah memasang seringai jahat. "Apa Hyung? Jangan lihat aku seperti itu. Aku baru saja menyelamatkanmu dari gadis itu." katanya bangga sambil tersenyum riang.

Chanyeol benar-benar merasa geli sekarang. "Dasar. Kau ini―" Chanyeol mengulurkan tangannya untuk mencubit pipi Jongin gemas.

"Apa sih, Hyung!" Jongin menepis tangan Chanyeol menjauh dari wajahnya dengan kesal. Chanyeol tahu jika Jongin tidak suka. Ia akan selalu kesal dan membuat cemberut lucu ketika orang mencubit pipinya. Tapi Chanyeol malah mencubit pipi Jongin lagi, kali ini di kedua sisinya. Ia menariknya keras sambil tertawa dengan mengabaikan protesan Jongin.

"Ini hukuman, Jongin-ah! Karena kau merusak kesempatan hyungmu untuk mendapatkan teman kencan! Rasakan~"

"Hnhynhunhg! Lhep-patsssshhh!"

"Tidak mau! Hahahaha!" Chanyeol menggerakkan pipi Jongin ke kiri dan kanan.

.


Prosesi wisuda berjalan cukup cepat. Setelah sesi foto berakhir dan Chanyeol selesai mengucapkan selamat tinggal kepada semua temannya, baru dia sadar jika Jongin tidak ada. Ia sudah bertanya pada kedua orang tuanya dan mereka bilang Jongin belum kembali sejak ia pamit ke toilet. Ketika sudah waktunya untuk pergi, Chanyeol harus mencari ke seluruh sekolah hingga ia menemukan Jongin berdiri tepat di tengah lapangan basket. Sendirian.

"Yah! Aku sudah memeriksa seluruh tempat untuk mencarimu dan kau malah berdiri di sini." kata Chanyeol dengan nada mengejek, ia melepas topi toganya. "Aku lelah, kau tahu?"

"Aku tahu," kata Jongin lembut, ia menoleh untuk melihat Chanyeol. Senyum kecil, bukan seringai jahat seperti biasa, muncul di wajahnya dan membuatnya seperti anak kecil yang benar-benar polos. Chanyeol entah bagaimana selalu bisa menemukannya di manapun. "Kau tidak akan tega meninggalkanku Hyung." katanya.

Chanyeol mendekat dan berdiri di samping Jongin. Menatap dengan penuh rasa ingin tahu. "Apa yang salah, Jongin-ah? Kenapa berdiri di tengah lapangan?"

Jongin mengangkat bahu. "Aku hanya berfikir jika aku akan merindukanmu bermain basket di sini, Hyung." Jawabnya langsung. Jongin memang seperti ini, dia akan selalu mengatakan apa yang ia pikirkan pada Chanyeol. Walau nadanya ketus tapi itu tulus.

"Bagaimana kau bisa kau merindukanku saat aku masih di sini?" Chanyeol mengacak rambut Jongin sambil tersenyum sayang. "Aku hanya akan kuliah, dan itu masih di Seoul. Kita akan tetap sering bertemu, Jongin-ah."

Itu benar. Mereka akan tetap sering bertemu karena Jongin bisa mendatangi Chanyeol di rumah bahkan tanpa diminta. Dan Chanyeol akan menerima kedatangannya dengan senyuman yang sama. Yang lebar dan terlihat idiot.

Tapi Jongin benar-benar tidak bisa membayangkan ia akan kehilangan sosok Hyung tingginya itu dari kesehariannya. Itu tidak akan sama. Jika dulu mereka akan makan siang bersama, pulang sekolah pun bersama, sekarang setelah Chanyeol lulus dan meninggalkannya di sekolah ini sendirian maka semuanya akan berubah. Chanyeol akan sibuk dan melupakannya.

"Hei, hei, jangan menangis!" panik Chanyeol.

"A-aku tidak menangis, Hyung! Aku hanya kelilipan!"

Bohong sekali. Karena jelas-jelas Chanyeol melihat mata dongsaengnya itu merah. Jongin juga mengusap matanya beberapa kali dan mengipasi wajahnya. Mungkin memang belum menangis, tapi Chanyeol yakin itu akan menjadi tangisan sebentar lagi. Dan demi apapun yang Chanyeol benci di dunia ini, Chanyeol benar-benar membenci Jonginnya menangis.

Chanyeol merangkul bahu Jongin. "Dasar cengeng," ejeknya.

Jongin menggigit bibirnya.

"Belajarlah yang benar, Jongin-ah. Belajar yang benar dan segera susul aku ke universitas. Dan kita akan bersama lagi." Chanyeol tersenyum dan mengusapkan tangannya di bahu Jongin dengan pelan. "Dan sambil menunggu itu. Mari kita berkencan setiap minggu, hari libur ataupun setiap aku atau kau punya waktu kosong. Arraseo?"

Bagi Chanyeol kencan dengan seseorang yang lain menjadi tidak begitu penting daripada bisa menghabiskan waktu bersama sahabatnya, adik tersayangnya. Karena setelah semua yang mereka lalui bersama. Chanyeol akan terus menjaga Jongin dan memeluknya seperti ini. Seperti janjinya sejak dulu. Jongin akan selalu menjadi orang yang paling dekat dengannya. Selalu.

Chanyeol mencium dahi Jongin lama, lalu berbisik tulus, "Hyung menyanyangimu, nae dongsaeng."

Nae…

dongsaeng?

.


Chanyeol menjalani kuliahnya dengan lancar. Ia mendapat teman-teman baru yang baik di kampusnya. Selain fakta tugas yang semakin menggunung dan beberapa dosen menyebalkan, itu baik-baik saja. Ia masih tetap berhubungan dengan Jongin lewat telepon dan email, meski sangat disayangkan jika ia tidak bisa sering-sering berkencan dengan dongsaengnya itu seperti janjinya. Rumah Jongin harus dicapai dengan setengah perjalanan dengan bus dan bukan hanya berjalan kaki beberapa menit seperti dulu. Dan Chanyeol benar-benar sibuk karena jadwal kuliahnya yang selalu sampai sore, bahkan cukup malam.

Chanyeol memang sedikit khawatir. Jongin benar-benar menempelnya dan kesulitan memiliki teman lain karena sikap ketusnya. Sekarang ia meninggalkannya sendirian? Apakah dia akan baik-baik saja? Mereka sudah melewati fase ini sebelumnya, saat Chanyeol mulai masuk SMA dan Jongin masih di kelas 2 SMP. Tapi Chanyeol berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya.

Buktinya saat ini dia masih bisa melihat tingkah pemuda lucu pemuda itu, tidur di kasur, bergelung di bawah selimut miliknya sambil menggigil dan gemetaran seperti kucing malang yang baru tersiram air es. Siapa suruh nekat datang meski hujan sangat deras hanya untuk menginap? Chanyeol tidak habis pikir dengan kelakuan Jongin.

"H-Hyung. D-d-dingin."

Chanyeol mendekat ke kasurnya dan ikut menyelinap di balik selimut, hanya untuk memeluk Jongin dengan erat dan memberinya perasaan nyaman dan hangat. Mereka banyak membicarakan tentang segala sesuatu. Intensitas pertemuan mereka yang semakin jarang membuat keduanya memiliki banyak hal untuk diceritakan saat bertemu seperti ini.

"Jongin-ah."

"Umm?"

"Apa mimpi terbesarmu?"

Jongin yang saat itu hampir tertidur dan menutup rapat kelopak matanya di pelukan hangat sang hyung, hanya bergumam tidak jelas. Ia masih bisa mendengar tapi dia benar-benar mengantuk saat ini dan tak berniat bersuara. Jadi dia akan hanya membiarkan Chanyeol-hyungnya mengatakan apapun yang dia inginkan.

Chanyeol yang saat itu sedang memainkan tangannya di helai rambut coklat Jongin tersenyum. Ia sendiri tidak tahu mendapat dorongan dari mana tapi dia ingin mengatakannya. Mengatakan pada Jongin tentang mimpinya, mimpi terbesarnya. "Kau tahu, Jogin-ah? Impian terbesarku adalah aku ingin menjadi seorang ayah yang luar biasa, seperti ayahku," katanya kepada Jongin. Yang tiba-tiba kehilangan rasa kantuknya. "Aku ingin mempunyai seorang anak dan melihat mereka tumbuh. Aku ingin mengajarkan mereka bagaimana caranya untuk menjadi orang baik," lanjutnya.

"Kau terdengar tua, Hyung," komentar Jongin yang tiba-tiba bangun dan duduk bersila.

"Yah! Kenapa kau tiba-tiba bangun?!" Chanyeol kaget karena itu. Ia juga duduk di depan Jongin dengan cemberut, karena ejekan Jongin pada impiannya. "Apanya yang tua? Itu adalah mimpi yang realistis. Lagipula, setiap laki-laki pasti akan menjadi ayah dalam kehidupan mereka."

"Benarkah?"

Chanyeol tidak mengerti dengan nada peduli yang dia dengar barusan. "Hei! Nada bicara apa itu? Memangnya- kau tidak ingin punya anak ketika sudah menikah nanti?"

Jongin diam beku untuk sisa menit mereka.

"Jongin-ah?" tanya Chanyeol khawatir.

"Aku memang tidak berpikir aku akan punya, Hyung," lirihnya. Ketika Jongin menatapnya, Chanyeol bisa melihat mata Jongin kembali redup. Dan senyum itu…. apa arti senyum getir itu?

"Ke-kenapa?" Tanya Chanyeol. Kaget dan bingung.

"Aku tidak akan punya anak, Hyung," kata Jongin perlahan, dengan ekspresi aneh yang tidak bisa Chanyeol baca. Jongin menarik nafasnya berat. "Tidak, kecuali seseorang menemukan cara untuk membuat seorang pria hamil."

"H-ha?"

Chanyeol berada di saat di mana ia kehilangan seluruh kata-kata. Untuk beberapa saat itu, ia masih mencoba untuk memproses apa yang baru saja sahabatnya itu katakan kepadanya. Berusaha mempercainya, tapi itu sulit. "Apa- maksudmu, Jongin-ah?" Dia akhirnya bertanya setelah keheningan lama yang terasa menyakitkan.

Jongin tersenyum sedih. "Kau tahu apa yang aku maksud Hyung."

Chanyeol menunduk dalam keraguan. Apa yang Jongin katakan? Apakah itu benar seperti apa yang dia pikirkan saat ini? "Jongin-ah. Apakah kau- apakah kau ingin mengatakan bahwa kau tertarik pada laki-laki?" Chanyeol, akhirnya, berhasil menyuarakan pikirannya hati-hati. Jantungnya berdegup keras sekali di dalam sana saat ini.

"Jika aku mengatakan 'Ya' maka kau- kau akan memandangku seperti apa, -Hyung?" Tanya Jongin dengan nada yang bahkan lebih lirih lagi.

Chanyeol? Diam beku.

.


Chanyeol tahu jika dirinya ingin menjadi seorang ayah sejak berusia lima tahun. Tapi Jongin, dia yakin tidak akan menjadi salah satu dari mereka saat ia berusia enam belas.

.


TobeContinued


This something new.

I cant continue my fic 'Hello, Ghost?' for event ChanKai Forever Love. So sorry. Stupidly, I leaving out my flashdisk in somewhere. I cant remember. No more time to write over again and I loss my mood, by the way. TT

And why I cant open ffn? So frustrating~ TT