WARNING : AU, gaje, maybe ooc, rated T. DLDR. Sekali lagi, buat yang nggak suka, sila klik tombol back. karena saya lebih suka kritik dan saran daripada flame.
Halo readers sekalian, mungkin buat kalian yang sedang mencari bacaan buat dibaca, bisa membaca fic ini yang masih banyak kekurangan. saya niatnya mau bikin fic ini jadi two-shoot. tapi tergantung para reviewer sekalian. kalo yang review banyak, saya lanjutin, kalo nggak,mungkin saya harus latian bikin yang lebih bagus biar banyak yang review kali ya..
Padahal saya masih punya tanggungan satu fic yang belum selesai, tapi tenang saya pastikan nggak ada yang discontinue kok
Siap siap berkomentar ya! Dan maaf kalo khusus chapter satu pendek banget. Yup! Selamat membaca...
Summary : "Aku menyukaimu." Aku mengabaikannya. Aku tidak pernah memperhatikan kehadirannya. Tapi tanpa aku sadari, aku terbiasa dengan leluconnya, aku terbiasa dengan kehadirannya, dan aku terbiasa bersamanya. Kata orang, kebanyakan manusia jatuh cinta tanpa disadari karena terbiasa. Apakah aku juga jatuh cinta karena terbiasa bersamamu? Percayalah, kau tidak akan tau seberharganya sesuatu sampai kau kehilangannya.
Disclaimer : Masashi kishimoto-sensei
NORMAL POV
"Kau- apa sehari saja kau tidak bisa membiarkanku tenang, hah?" Terdengar suara bernada tinggi dari gadis yang memiliki warna rambut unik, haruno sakura.
"Yo ketua, kenapa kau selalu marah-marah, kau itu lebih cantik jika tersenyum. Percayalah."
Pemuda pemilik mata berwarna safir itu masih saja ingin mengganggu haruno sakura, ketua dewan
"Jadi secara tidak langsung kau mengataiku jelek, hah kuning bodoh?" Dapat dilihat jika amarah gadis pink itu semakin memuncak karena ulah teman pria yang tidak pernah membiarkannya hidup tenang. namikaze naruto. Ia menolak menatap pria itu ketika berucap, because if she do it, yang ada hanya amarahnya meledak saat itu juga.
Naruto mendekati sakura yang sedang membaca buku di perpustakaan dan berdiri didepannya. Tanpa diduga, ia mengangkat tinggi-tinggi dagu sakura yang kedisiplinan sekolah yang terkenal galak dan bermulut tajam.
Sedang membaca, memaksanya untuk memandang ke arah naruto.
"Aku bilang, kau LEBIH cantik jika tersenyum. Jadi, jika kau tidak tersenyum kau tidak jelek melainkan hanya cantik, bukan? Jadi siapa yang sekarang bodoh, ketua?"
sakura sudah mulai kehilangan kata-kata untuk membalas perkataan naruto, jadi ia hanya menarik dagunya dari jangkauan naruto.
"Apa yang kau lakukan? Jauhkan tangan kotormu itu dari dagu ku."
"Diam lah ketua, ini perpustakaan. Kau ingin kita berdua di hukum kurenai-sensei karena membuat keributan di perpustakaan, hah?"
"Kau memang brengsek, bodoh." Selepas berkata seperti itu, sakura berniat mengambil bukunya dan pindah tempat duduk -kemana saja asalkan tidak berada dalam radius lima meter si pirang bodoh itu. Tapi nyatanya itu hanya niat saja.
Karena ketika sakura baru saja berdiri dengan buku ditangan nya, tangan nya yang memegang buku sudah ditarik tanpa aba- aba oleh naruto. Sakura yang tidak siap langsung menjatuhkan bukunya karena kaget. Kejadiannya begitu cepat sehingga ia tidak sempat menjerit atau berteriak dan sekarang, yang sakura lihat hanya dada bidang milik naruto.
Masih dengan satu tangan menahan pinggang sakura agar tidak melepaskan diri dari pelukan naruto dan tangan yang lain memegang sebelah rahang bawah sakura.
"Terima kasih, kata orang aku memang brengsek, tapi aku bertanggung jawab, ketua."
Dan naruto sudah menempelkan bibirnya diatas bibir sakura. sakura masih diam mencerna apa yang sedang terjadi. Bukannya menolak atau pun melepaskan ciumannya, sakura malah membalas ciuman itu dengan membuka bibirnya memberi akses agar lidah naruto bisa menjelajah isi mulutnya. Kedengarannya memang bitchy, tapi memang begitu lah hubungan sakura dan naruto. Mereka selalu memperdebatkan segala hal tetapi mereka bisa berhubungan layaknya sepasang kekasih juga.
"Ehem, uhuk uhuk." Tiba- tiba sebuah suara yang tidak mereka ingin dengar mengganggu kegiatan panas mereka. Mereka langsung melepaskan diri masing- masing. Wajah naruto memang biasa saja, tapi jantungnya berdetak sama cepatnya seperti dia sedang berlari marathon. Lain ceritanya dengan si gadis pinky, wajahnya sudah hampir sama seperti warna rambutnya.
"Apa aku mengganggu sesuatu yang sedang kalian lakukan?" Tanya suara itu lagi yang ternyata adalah suara Yamanaka Ino, sahabat sakura.
"Tidak!" "Ya!" Jawab sakura dan naruto bebarengan.
"Tentu saja tidak Ino-pig. Aku permisi dulu, aku ada urusan." Jawab sakura buru-buru.
"Ya, jidat. Aku kesini untuk mencarimu, bodoh. Kenapa kau malah pergi?"
SAKURA POV
Bodoh! bisa- bisanya aku membalas ciuman orang itu?! Lebih bodoh lagi kenapa harus kepergok si ino-pig?! For God Sake, kenapa ia bisa tidak menyadari kehadiran ino-pig?
Demi apapun, bibirnya terlalu lembut jika untuk dibiarkan saja dan tidak dihisap. Dan lidahnya sangat lincah. Benar-benar membuat lututku lemas, untung saja dia menahanku dibagian pinggang sehingga aku tidak merosot ke lantai berkarpet biru perpustakaan.
Itu karena kau terlalu menikmati bibir pria itu, bodoh. Jawab sebuah suara dikepala sakura
Tidak. Aku tidak menikmatinya, aku hanya terbawa suasana. Sangkal otak milikku.
Kalau kau tidak menikmatinya, haruno sakura, kau tidak mungkin bisa mengingat bagaimana lembutnya bibir naruto.
Karena sudah tau semua yang dikatan oleh suara dikepalanya itu benar, aku lebih memilih menyibukkan pikiranku dengan hal lain. Acara pensi yang akan diadakan satu minggu lagi dan diselenggarakan oleh OSIS, misalnya. Tapi tunggu, bukankah naruto dan band nya akan tampil di acara itu? Apa naruto sudah mempersiapkan lagu-lagunya? Karena setauku, si pirang itu selalu mengikuti kemana pun aku pergi.
Holy Doly Shit! Kenapa pikiranku tidak bisa lepas dari si pirang itu?! Lama-lama aku bisa gila jika dia selalu ada dipikiranku seperti ini terus!
NARUTO POV
For God's Sake, berkali kali aku mencium sakura, kenapa rasanya selalu nikmat? Kenapa aku tidak pernah bosan dengan kelembutan bibirnya? Kenapa bibir sakura lebih lembut dari pada bibir-bibir perempuan yang pernah kucium?
Dan tadi, dia membalas ciumanku! Percaya tidak percaya kau harus percaya, dia bahkan sempat membuka mulutnya untuk membiarkan lidahku menjelajah bibirnya.
Aku bahkan sudah bersiap akan berbuat lebih jika saja tidak ada yamanaka ino si pengganggu orang berciuman.
Aku memang terbiasa mengganggunya karena aku sudah terlanjur jatuh cinta padanya ketika aku dan sakura masih junior. meskipun kami berbeda kelas, aku selalu menyempatkan diri dan meluangkan waktu untuk mengganggu si gadis pink itu. Percayalah, mungkin dia memang selalu naik darah jika aku sedang menggangggunya, tapi dia sebenarnya juga menyukai itu ketika aku mengganggu atau menggodanya.
Aku hanya ingin, suatu saat dia mengakui perasaannya didepanku. Berkata bahwa dia mencintaiku. Forget it, I was dreaming. Sangat sulit tentunya membuat sakura menyatakan perasaannya.
Tapi meskipun begitu, aku bersyukur. Karena dengan aku menggodanya setiap hari, setidaknya laki-laki di sekolah ini tidak menjadikan sakura target incaran mereka. Meskipun aku tau, setiap laki-laki di sekolah menjadikan sakura objek fantasinya ketika sedang terangsang. Karena selain warna rambutnya yang unik, gadisku-mungkin terdengar ironis, karena sebenarnya dia bukan gadisku- memiliki garis wajah yang lembut sehingga dia terlihat imut-imut, dan tubuhnya meskipun tidak terlalu tinggi seperti sahabatnya, yamanaka ino, sepertinya seluruh lemak sakura masuk ketempat yang pas. If you know what I mean. Baiklah, jika kalian tidak tau, seluruh lemak sakura seperti diserap ke payudara dan pantatnya. Sehingga payudara dan pantatnya lebih berisi dibandingkan anggota tubuh lain.
Beruntung lah aku karena sakura tidak dapat membaca pikiranku yang mesum ini, jika sakura dapat membaca pikiranku, aku jamin dalam kurun waktu lima sakura sudah kembali mencariku dan siap melontarkan segala makian yang ada didalam kamus besar bahasa indonesia dan inggris.
Dan beruntunglah mereka yang menjadikan sakura objek fantasi mesum mereka, karena aku juga tidak dapat membaca pikiran mereka yang sangat menjijikan.
Aku akan duduk dibawah pohon taman sekolah. Karena itu satu-satunya tempat dimana anak-anak sekolah ini menganggap taman ini invisible. Padahal taman ini cukup sejuk dan rindang di siang hari.
"Kasihan kau dobe."
Meskipun aku tau suara siapa itu, aku tetap menoleh ke balik bahuku dan menemukan Sasuke sedang menatap melewati bahuku. Entah apa yang sedang dia lihat didepan sana. Satu-satunya orang di muka bumi yang memanggilku 'dobe'. Dan aku, satu-satunya orang yang memanggilnya 'teme'. Karena murid lain terlalu pengecut untuk memanggil 'teme' kepada sasuke. Atau mungkin aku yang terlalu berani.
"Yo teme, aku tidak butuh belas kasihmu. Aku butuh dukunganmu!"
"Teruskan saja kalau begitu."
"Tentu saja lah. Aku akan membuatnya mengakui perasaannya kepadaku!"
"Hn."
Ini yang membuatku senang berteman dengannya. Kami tidak perlu berbasa-basi demi terciptanya percakapan. Kami menyukai keheningan kami. No bullshit. No lies.
"Teme. Kau tau sebenarnya aku lelah setiap hari mengejarnya dan mengganggunya. Aku ingin sekali saja dia menyadari kehadiranku. Yaa! apa yang baru saja aku katakan? Teme. Kau tidak mendengarkan kata-kataku barusan kan?"
"Hn."
"Syukurlah." Aku tau mungkin terdengar bodoh. Tentu saja si sasu-teme mendengarkannya. Apalagi dengan otak uchiha yang dimilikinya. Dengan pasti dia bisa mengulang semua yang barusan aku katakan lengkap dan persis dengan intonasinya.
NORMAL POV
"Brengsek." Meskipun masih pagi, sepertinya mood gadis pink itu sedang buruk. Karena ini hari senin, automatically, Sakura Haruno si Ketua dewan kedisiplinan selalu tidak mengikuti upacara demi menonton dan menyiksa para murid yang terlambat mau pun yang tidak memakai atribut lengkap sekolah. Dasi pita, blazzer, dan rok maksimal 15 cm diatas lutut, jika lebih? Kau tau Sakura bisa berbuat apa saja yang ia mau untuk menghukum si gadis. Dan untuk laki-laki, sabuk, blazzer dan dasi formal.
Sudah tau jika hari senin Dewan Kedisiplinan sedang senang-senangnya mencari sasaran untuk dikenai hukuman, Si Pirang tetap saja, setiap hari senin selalu ada atribut yang tidak dia pakai (karena belum tentu dia tidak bawa, dan malah disimpan didalam tas). Naruto ingin mengganggu Haruno Sakura.
"Ini masih pagi, Ketua. Kenapa kau sudah mengumpat?" Tanya naruto sambil memperlebar seringainya.
"Ini gara-gara kau bodoh! Kau! kenapa kau setiap hari senin selalu tidak lengkap hah?" Tanya Sakura sambil berapi-api dan mengabaikan sebutan 'Ketua' dari naruto, yang jika dalam kondisi biasa dia akan marah jika dipanggil ketua.
Naruto bukannya memperhatikan malah mengobrak abrik isi tasnya mencari suatu barang kelihatannya. Setelah itu dia mengeluarkan ponselnya.
"Tidak, tanggal 3 bulan Juni aku lengkap. Karena aku akan selalu lengkap setiap dua bulan sekali. dan mungkin minggu depan jadwalku untuk memakai atribut lengkap."
"Yaa! apa maksudmu pirang?! Kau memliki jadwal untuk dihukum hah?!"
"Tenang lah ketua, aku hanya ingin diperhatikan olehmu. Lagian kau tidak akan menghukumku sangat kejam."
Terlihat sakura menarik napas panjang.
"Kau urusi yang lainnya. Aku akan mengurus yang satu ini" Teriak sakura pada bawahannya.
Para junior yang satu tingkat dibawah mereka hanya menatap horor pada naruto. Ups. Bukan. Tetapi lebih ke arah simpati karena akan disidanh berdua saja oleh ketua dewan. Ada juga yang memberikan tatapan memuja kepada naruto dengan cara mencuri pandang, karena takut terlihat oleh anggota dewan lain yang juga sedang memarahi.
Sakura menarik pergelangan tangan naruto. Membawanya masuk kedalam gedung sekolah, menyusuri koridor samping lapangan upacara dan berbelok lalu berjalan beberapa langkah kedepan dan membuka handle pintu ruangan yang bertuliskan 'Student's Council Room'. Naruto di dorongnya ke sofa yang ada didekat pintu dan yang biasa digunakan untuk menyambut siswa-siswi yang sedang mengadakan kunjungan sister school dari sekolah lain.
"Namikaze Naruto. Tidak bisa kah kau membuatku sehari saja mengalami ketenangan? Tenang tanpa ada gangguan bentuk apapun darimu. Aku sudah muak dengan segala ulah dan tingkah lakumu yang usil. Aku benar-benar membencimu Namikaze Naruto!"
Tanpa diduga sama sekali, Sakura meneteskan air mata ketika selesai mengucapkan kalimat tadi. Baik sakura maupun naruto tidak menyangka sakura akan meneteskan air mata.
SAKURA POV
Aku tidak menyangka aku meneteskan air mata setelah memarahinya. Aku hanya sedang banyak pikiran dan tekanan dari berbagai macam pihak. Aku tidak bermaksud untuk memarahinya sedemikian rupa. Aku hanya memarahinya seperti biasa, tapi karena ada efek air mata, membuat seolah-olah aku benar-benar marah terhadapnya.
Aku tidak tega melihat wajahnya yang hampir disetiap waktunya menampilkan senyum seringai, kini hanya ada penyesalan yang tergambar diwajahnya.
Aku menutup wajahku dengan kedua tangan dan menjatuhkan pantatku disofa yang berhadapan dengan naruto. Dia masih saja memandangku dengan berbagai macam ekspresi.
Tanpa aku tahu, di berdiri dan jongkok dihadapanku, mengambil daguku dan menciumnya lembut. Tidak memaksa atau menutut seperti biasanya. Tidak juga menggunakan lidahnya untuk mencoba memasuki mulutku. Ini hanya membuat air mataku semakin deras mengalir. Air mata penyesalan karena membentaknya sedemikian rupa. Aku tau jika dia mencari perhatianku karena dia menyukaiku. Aku tidak se-tidak-peka itu untuk menyadari bahwa dia menyukai.
Dia melepasnya beberapa saat kemudian.
"Maaf, sakura." Dia keluar lewat pintu yang ternyata tidak benar-benar tertutup rapat. Sekeluarnya naruto dari ruangan, tangisanku bukannya berhenti malah bertambah deras.
Ternyata hanya butuh sedikit pancingan tidak sengaja dari naruto supaya aku melepaskan bebannya dengan menangis.
"Maaf, Naruto." Aku berpikiran untuk meminta maaf jika aku bertemu naruto selanjutnya. Aku benar-benar menyesal membentaknya, aku juga tidak melupakan ekspresi terluka diwajahnya ketika keluar dari ruangan ini.
Aku membiarkan tangisanku mengambil alih diriku sekarang. Karena aku tau, menangis memang tidaj menyelesaikan masalah, tetapi menangis seperti melepaskan setiap beban yang kau tanggung lewat tetes air mata yang jatuh.
NARUTO POV
Aku membisu setelah dia mengucapkan kemarahannya. Aku tidak menyangka dia akan semarah itu padaku. Apalagi, ditambah air mata yang menetes dari matanya. Ya Tuhan, aku benar-benar tidak bisa melihat orang yang aku sayang menangis. Lebih parah lagi, jika semua itu dikarenakan aku sendiri. Ya Tuhan, aku benar-benar merasa sepeerti bajingan yang sangat brengsek karena membiarkan satu-satunya wanita yang sekarang aku cintai menangis tanpa bisa melakukan apapun untuk menenangkan sakura.
Aku bisa melihat dan merasakan frustasinya ketika dia mengusapkan telapak tangannya untuk menutupi wajahnya. Aku benar-benar membuatnya marah. Aku benar-benar membuatnya kecewa. Aku benar-benar membuatnya menangis yang pasti.
Aku memutuskan untuk menenangkannya dengan cara berjalan mendekat dan mencium bibirnya. Bukan ciuman nafsu atau apapun kau menyebutnya. Aku hanya menempelkan bibirku diatas bibirnya dengan sedikit melumat. Tanpa ada lidah. Tanpa ada gairah. Murni kelembutan untuk menenangkannya.
Dan kau tau apa yang aku dapat? Dia semakin jadi menangis. Aku bisa merasakan asin air matanya ketika dia semakin menangis ketika aku menciumnya.
Memang apa yang aku harapkan dari mencium seorang gadis yang sedang kecewa kepadamu?
Setelah beberapa saat, aku melepaskan pagutan dibibirnya.
Well, now, I'm done. Aku sudah selesai memaksa dia mengakui perasaannya kepadaku yang ternyata itu hanya khayalanku bukan fakta ataupun kenyataan. Aku terlalu banyak menekannya agar menyukaiku. Aku tidak ingin menyakitinya lebih dari ini.
Setelahnya, aku keluar melalui pintu yang ternyata tidak tertutup rapat.
Karena aku tidak ingin berada dikelas saat ini, aku memutuskan untuk duduk dibawah pohon taman sekolah yang letaknya dibelakang gedung sekolah. Tempat favoritku yang juga tempat favorit si Teme.
"Hn. Menyerah kau?"
Tanpa membuka mata pun aku tau siapa orang yang sedang berbicara dan apa yang dia maksudkan.
"Menyerah apa?"
"Hn."
"Ya aku menyerah aku tidak ingin mengganggunya lagi. Aku tidak mau menyakitinya lebih dari ini."
"Dia menangis."
"Apa? Bagaimana kau bisa tau, Teme? Kau bisa membaca pikiranku? Oh tidak, jangan sekali-kali masuk ke pikiranku dan membacanya!"
"Otakmu bodoh. Pintu tadi tidak tertutup."
"Kau melihat dia menangis dan kami berciuman?"
"Aku hanya melihatnya menangis, dobe."
"Yah kau sudah tau sendiri bukan? Jadi untuk apa aku meneruskannya?"
"Kau tidak masuk kelas?"
"Kau sendiri, Teme?"
"Aku tau bagaimana caranya."
Brengsek. Apa yang sedang sasuke bicarakan? Tadi aku berbicara masalahku, dia bertanya pelajaran, aku menjawab pelajaran, sekarang gantian dia mengalihkan topik.
"Brengsek. Apa yang kau bicarakan? Aku tidak tau."
Tiba-tiba dia bergerak lebih mendekat kepadaku dan berkata tentang idenya.
"Are you insane or something maybe?"
Aku terkagum mendengar usulnya yang sedikit gila. Bagaimana bisa dia memiliki pikiran seperti itu?
"I guess am not."
"Bagaimana bisa kau mempunyai ide seperti itu, Teme?"
"Aku pintar."
"Sial. Aku akan memikirkannya lagi kalau begitu."
"Hn."
"Sekarang lebih baik kau ke kelas, teme."
"Kau sendiri?"
"Aku akan masuk setelah istirahat pertama selesai, aku ingin memikirkan usulmu yang aneh itu."
"Hn." Setelah jawaban itu keluar dari bibirnya, dia langsung berdiri dan berjalan menjauhiku menuju gedung kelasnya. Seketika aku teringat sesuatu.
"Arigatou, Teme." Aku berteriak ketika dia hendak berbelok masuk deretan gedung. Dan dia hanya membalas tersenyum kepadaku.
That's what friends are supposed to do, right?
Oke, sekali lagi saya tekankan, kalo reader sekalian ingin fic ini dilanjutkan, harap review yang banyak.. terimakasih karena mau membaca fic ini..
Selamat Review..
