Tidakkah kau mengerti? Aku baru saja menemukan permata hati.
_
Shingeki no kyojin @ Hajime Isayama
Ereri
Out Of Character, Absurd, Typo, etc.
_
Chapter 1 : Keinginan
_
Eren selalu berpikir mengenainya.
Dia dan wajah datarnya. Benar-benar perpaduan yang menjengkelkan. Apalagi tatapan bosan hidup yang selalu tertera pada matanya. Membuat Eren mempertanyakan tujuan hidup orang itu. Tapi, tentu saja, mau seberani apa pun Eren di hadapan titan-titan sialan itu, nyalinya akan langsung menciut saat berhadapan dengan orang itu.
Dan terkutuklah dia dengan pangkatnya yang berperan sebagai Heichou. Selalu memperalat para bawahannya untuk bersih-bersih. Eren, tentu saja. Masih waras untuk tidak menolak perintah Heichou.
Dan, bila tak ingat julukan 'manusia terkuat' yang tertempel padanya. Eren ingin sekali—malah—untuk tertawa, di depannya, bersama Jean. Membahas masalah perbedaan—yang sangat signifikan—tinggi badan. Tapi, sekali lagi. Eren tidak mau mati konyol dengan alasan 'Eren mati secara mengenaskan, karena menyinggung tinggi badan Heichou, yang kurang dari standar'. Itu sangat tidak lucu.
Tapi. Walaupun begitu.
Entah mengapa. Eren tertarik.
Awalnya. Tentu saja. Eren hanya menatap Heichou sebatas atasan dan bawahan. Lalu, entah sejak kapan, Eren memandang Heichou lebih dari itu.
Mungkin karena wajah kelewat datar dan tatapan bosan hidup yang selalu terpampang di wajahnya, membuat Eren tertarik. Tertarik untuk mengubah tampang kelewat datar itu tersenyum. Kecil. Itu cukup untuk Eren.
Tapi, bagaimana caranya Eren membuat Heichou tersenyum. Kadang kala Eren ingin menyerah, susah sepertinya. Tapi, sekonyong-konyong, ketertarikan itu balik lagi. Dan semakin bertambah. Mungkin karena dirinya yang sudah terjerat pesona Heichou.
Eren pernah membicarakan perihal ini pada Mikasa dan Armin. Pada saat makan malam. Dan tanggapan Mikasa dan Armin, sama sekali tidak membantu Eren.
"kau, gila?" adalah ucapan pertama yang dilontarkan Mikasa, sesaat Eren selesai menceritakan. Armin pun demikian, menatapnya seakan Eren pastilah sudah tidak waras.
"e-eh?" Eren gagu menanggapi. Bingung juga sebenarnya.
"pasti ada masalah dengan otakmu, Eren. Hange sialan itu, pasti melakukan percobaan aneh padamu." Mata Mikasa menyipit meminta penjelasan, Armin mengangguk setuju.
"ini tak ada kaitannya dengan ketua Hange. Ini murni terjadi begitu saja." Eren menyesap minumannya, berusaha melupakan kegugupannya. Mungkin ini salah, menceritakan masalah Heichou pada Mikasa maupun Armin.
"apa kau tidak lihat banyak kekurangan pada cebol itu. Wajahnya datar. Matanya seperti bosan hidup. Pendek. Maniak kebersihan. Dan dia pernah memukulmu bahkan menendangmu!" Sepertinya Mikasa masih dendam pada tragedi pemukulan Eren di pengadilan, waktu itu.
Mikasa mencoba menikmati minumannya, Armin hanya menghela nafas, lanjut menyantap makanan. "mungkin kau benar Mikasa, tapi entahlah... dia dimataku terlihat... indah."
Dan dilanjut dengan Mikasa dan Armin yang tersedak berbarengan.
Sungguh pembicaraan tidak berbobot, bila di bilang.
_
Eren hanya menghela nafas saat mengingat pembicaraannya dengan Mikasa dan Armin.
Kakinya kembali melangkah menyusuri koridor.
Menikmati tengah malam di markas pasukan pengintai. Menurutnya, ini bukanlah ide buruk. Cukup membantunya menyegarkan pikiran, dari permasalahan Heichou.
Tanpa sadar, kaki Eren turun melewati tangga. Remang-remang lilin menyala, menyambut Eren di penghujung tangga.
Matanya tajam mengamati ruangan di ujung tangga, dan sedikit terkejut mendapati ada orang lain, selain Eren. Sedang tidur di meja. Dengan posisi, tangan menenggelamkan wajahnya. Tak jauh, ada secangkir teh, tergeletak kosong.
Mata Eren bergerak awas menatap orang itu. Lidahnya kelu. Pikiran mendadak kosong, tak lama, hanya dua detik. Setelah kesadarannya kembali, Eren melangkah pelan -teramat pelan- menuju bangku terdekat. Tak jauh dari orang itu, lalu duduk. Pikirannya mendadak semerawut. Pandangan Eren turun menatap jemari tangannya yang saling terkait.
"Heichou?" Tidak ada jawaban.
Eren memberanikan diri mengangkat wajahnya. Menatap Rivaille, yang tertidur. Dalam keheningan, terdengar suara hembusan nafas teratur.
Tanpa sadar, Eren tersenyum. Lalu bangkit dari tempatnya, dan melangkah mendekati bangku Rivaille. Dengan segera, duduk tepat di samping Rivaille. Memosisikan kepalanya terjatuh pada meja, tak lupa wajahnya yang memandang Rivaille.
Jantung Eren bergerak tak nyaman, memacunya untuk segera melakukannya. Dengan gemetar, dan diselimuti keringat dingin, tangan Eren terangkat. Menyentuh pipi pucat Rivaille. Setelah dirasa yakin, Eren secara perlahan, mengelusnya. Pipi yang halus.
Seperti bayangannya, kulit Rivaille sanggatlah halus dan lembut. Secara perlahan ibu jari Eren menyusuri lekuk wajah Rivaille. Dari kening, merambat ke alis, lalu ke kelopak mata, menuruni hidung, dan berakhir pada bibir Rivaille, yang tentu saja menggoda. Ibu jarinya mengusap lembut bibir berwarna merah rubi pudar itu. Sesekali ditekan pelan yang berakibat buruk pada jantung Eren yang terus bertalu-talu.
Eren tak bisa menyangkal perasaannya, Rivaille sangat indah dan sayang untuk di lewatkan. Dan Eren ingin. Ingin sekali. Menjadi bagian hidup dari keindahan itu.
Eren bisa gila, karena perasaannya ini.
"Heichou, Anda harus bertanggungjawab. Anda tahu, karena Anda saya merasa menjadi orang paling idiot sedunia. Mengharapkan Anda melihat saya lebih dari seorang bawahan. Sepertinya susah. Saya sebenarnya ingin membuang ketertarikan ini. Tapi, tidak bisa Heichou. Anda, saya telah tertarik begitu jauh.
Kalau boleh jujur, Heichou. Saya tertarik, seperti apa wajah Anda tersenyum? " Eren tersenyum lembut. Dengan begini pikirannya akan jauh lebih tenang, karena sudah mencurahkan semua keluh kesahnya pada sumber permasalahannya secara langsung. Walaupun Rivaille masih tertidur.
Ibu jari Eren masih setia merasakan sensasi lembut bibir Rivaille. Keempat jari lainnya mengusap pelan wajah sempurna Rivaille. Selama beberapa menit keadaan tak berubah. Eren rasa ini sudah cukup. Takut kalau Rivaille tiba-tiba terbangun.
Dengan perlahan, Eren menarik tangannya. Segera berdiri, lalu bergegas pergi.
Sebelum Eren pergi, tangannya di cekal. Dalam sekali tarikan, Eren kembali duduk seperti sebelumnya.
"bocah, sepertinya ada beberapa hal yang harus kau jelaskan padaku, bukan?"
Setelah mengerti keadaan, pandangan Eren berubah horor. Seperti pencuri yang ketahuan saat mencuri.
Dan Eren merutuki, nasib sialnya.
_
A/N :
Hi!
Kebetulan aku newbie. Jadi, mohon bantuannya, Minna-san.
Ne, kalau begitu.
Selamat menunggu !
