Disclaimer : 'Bleach' milik Tite Kubo. Fanfic ini milik author.

WARNING : AU, OOC SANGAT T.T

Tolong maafkan Author yang masih baru di dunia fanfiction ini.. kalau ada salah, mohon diperbaiki.. (_ _)

oohh.. Author.. berani-beraninya dirimu nge post padahal nggak ngerti apa-apa.. =.=

tapi mohon dibaca yaaa XD~

new alert from author : since (lupa) 20-02-2011 , chapter ini berubah rate jadi M.

dan chapter ini sudah dirubah isinya oleh author.. (20-02-2011), perubahan di lakukan semata-mata untuk memperbaiki kesalahan di chpater, dan tidak merubah maksud isi cerita.

happy reading :D


Truth #1 : A girl who afraid of boy

"Anak-anak, hari ini kalian mendapatkan teman baru," kata Urahara-sensei ketika tiba di salah satu kelas yang ada di SMA karakura.

Semua anak di kelas itu memperhatikan anak perempuan yang dibawa masuk oleh Urahara Sensei yang sejak tadi menundukkan kepalanya.

"Namaku Rukia," katanya dengan agak lantang setelah mengangkat dagunya sedikit sehingga anak-anak yang lain kini bisa melihat kalau matanya berwarna ungu. "Mohon bimbingannya,"lanjut Rukia lalu menundukkan badannya 45 derajat.

"Silahkan duduk di sebelah bangku yang kosong itu Rukia," perintah Urahara sensei sambil menunjuk ke sebuah bangku kosong, "anak yang duduk di sebelahmu sepertinya telat lagi,"kata Urahara sensei pelan, Rukia tidak mempedulikannya dan langsung saja duduk di tempat yang di tunjuk oleh Urahara-sensei.

Braaakk..

Pintu kelas tiba-tiba terbuka bersamaan dengan munculnya seorang anak berambut oranye dengan nafas terengah-engah.

"Maaf sensei, saya terlambat," ujarnya kemudian.

"Baiklah, seperti biasa. Silahkan duduk kurosaki," kata Urahara-sensei tanpa melihat siapa yang datang, karena dia sudah tahu itu pasti Ichigo Kurosaki.

Ichigo langsung menuju tempat duduknya, segera setelah duduk ia mengambil air minum dari dalam tasnya. Sambil meminum air, Ichigo melihat seseorang yang tampak baru di kelasnya.

"Hei, kau murid baru di sini?" tanya Ichigo sambil melambaikan tangan kirinya ke arah Rukia yang duduk di sebelahnya. Rukia tidak mempedulikannya, Ichigo tahu wanita ini pura-pura tidak mendengar.

"Oke baiklah, kalau kau sebegitu tidak inginnya konsentrasimu terganggu karena menjawab pertanyaan kecilku walaupun sebenarnya kau bisa menjawabku hanya dengan sebuah anggukan," oceh ichigo sedikit berbisik.

Tapi Rukia tetap tidak bergeming.

Ichigo mulai kesal, dia sangat kesal kalau ada orang yang tidak menjawab pertanyaannya atau membalas perkataannya.

"Kau budek ya?" tanya Ichigo sambil menggebrak meja, membuat perhatian seluruh kelas beralih padanya.

Rukia tetap diam, tidak menoleh.

Ichigo kemudian menarik tangan Rukia, Rukia langsung terkejut.

"Lepaskan aku!" teriak Rukia histeris, reaksinya terlalu berlebihan, tidak seperti orang kebanyakan. "Lepaskan aku!" Rukia mulai menangis.

Ichigo langsung melepaskan cengkeramannya dari tangan Rukia, dia ingat sesuatu dan memandang Rukia lebih dekat. Rukia semakin histeris dan berteriak sambil menangis. Sampai Urahara-sensei datang dan menarik Ichigo dari hadapan Rukia, barulah Rukia bisa sedikit lebih tenang.

"Anak-anak, silahkan kembali ke tempat duduk kalian, SEKARANG!"Perintah Urahara sensei pada anak-anak di kelas yang sudah mulai mendekati Rukia untuk melihat dengan jelas apa yang terjadi. Mereka semua langsung menurut dan kembali ke tempat duduk masing-masing.

Sejak saat insiden itu, semua anak berbisik-bisik, mereka merasa Rukia Kuchiki adalah wanita yang aneh dan tidak ada satupun yang mau mendekati Rukia Kuchiki untuk menjadi temannya. Namun Rukia Kuchiki tidak pernah mempermasalahkan hal itu.


"Rukia, kemarin wali kelasmu menelpon kakak," kata Byakuya menginterogasi Rukia di meja makan saat sarapan keesokan harinya.

"Hmmm…., iya, aku tahu kenapa," balas Rukia acuh.

"Jadi kamu masih takut?" tanya Byakuya cemas.

"Sebenarnya iya, tapi bukankah aku sudah berjanji pada Ayah dan Ibu untuk selalu kuat."

"Tapi kamu tidak bisa Rukia, tidak bisa," suara Byakuya mulai meninggi. "Kakak akan mengantarmu ke sekolah sekarang, jangan berpura-pura kuat lagi, kemarin aku percaya padamu kalau kamu bisa berubah, tapi ternyata laporan Urahara-sensei bisa membuktikan bahwa kamu tidak kuat sama sekali, Rukia."

"Sudahlah kak, kalau kakak terus memanjakanku nanti aku jadi semakin tidak bisa berdiri sendiri lagi," jawab Rukia dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Tapi Rukia, Urahara-sensei juga bilang pada kakak kalau kamu dijauhi teman-temanmu di sekolah," kata Byakuya lagi dengan kecemasan yang tersirat dengan jelas di wajahnya.

Rukia tersenyum, dia mengerti kenapa kakaknya ini sangat khawatir. Tapi Rukia yakin dia bisa mengatasi hal ini sendiri, dia sudah berjanji pada ayah dan ibunya sebelum kedua orang tuanya itu meninggal kalau dia akan bisa seperti dulu lagi.

"Aku berangkat, "kata Rukia sambil beranjak dari tempat duduknya tanpa membalas perkataan Byakuya. "jangan mengantarku, aku bisa sendiri, kakak juga sudah tahu kemampuanku, kan?" kata Rukia kemudian dan mengedipkan sebelah matanya.

Byakuya hanya bisa diam dan membiarkan adiknya berangkat ke sekolah tanpa dirinya. Dia lah yang mengajak Rukia untuk pindah ke Karakura dari Tokyo karena urusan pekerjaan. Byakuya ingin membangun kehidupan baru bersama adiknya di sini dan membuang semua kehidupan pahit mereka di Tokyo. Dia berfikir adiknya bisa sembuh di sini, di kota yang bisa dibilang kecil dan dengan tingkat kriminalitas yang rendah, tapi mungkin dia salah, mungkin adiknya tidak akan pernah berubah, adiknya akan tetap seperti dulu.


Rukia berjalan menusuri trotoar sambil menikmati pemandangan kota, dia belum berkeliling di kota ini sejak pindah sebulan yang lalu. Di hirupnya dalam-dalam udara segar yang menggelitik hidungnya sejak tadi, berusaha mencari ketenangan di tengah kesunyian karena dari tadi salah satu inderanya menangkap sinyal bahwa dirinya sedang diikuti.

Tanpa sadar Rukia mempercepat langkahnya, karena ketakutan ternyata mulai menyergap hatinya. Rukia berusaha mencari keramaian, setidaknya kalau keadaan sedang ramai, dia bisa mencari celah untuk berlari tanpa kentara. Tapi ternyata Rukia tidak menemukan keramaian di sepanjang jalan, hal ini membuat Rukia menggigit bibirnya, kota ini benar-benar sepi, batinnnya. Dan dia semakin kalap saat mendengar langkah kaki di belakangnya pun ternyata ikut mengimbangi langkahnya yang semakin cepat.

Rukia kemudian berlari, namun langkah kaki di belakangnya pun kembali mengikuti langkah kakinya yang mungil. Keringat dingin telah memenuhi kening Rukia. Saat melihat belokan di salh satu gang, tanpa pikir panjang Rukia langsung berbelok, dia sudah tidak tahu sekarang kakinya akan membawanya kemana, dia hanya mengikuti instingnya saja.

Raut wajah Rukia menampakkan ketakutan yang nyata, dia tidak berhenti berlari, begitu pula langkah kaki yang mengikuti sejak tadi. Rukia tidak ingin berhenti karena nampaknya orang yang mengikutinya ini tidak berniat mendahului dirinya untuk menghadangnya. Rukia merasa sangat optimis akan bisa menghindari orang ini, sampai akhirnya dia terjatuh dan tidak punya tenaga lagi untuk bangun sebab kakinya yang terasa lemas karena ketakutan.

"Jangan, kumohon jangan sakiti aku. Kumohon," pinta Rukia lalu menangis dengan keras tanpa melihat ke belakang.

"Rukia, ini aku Ichigo," jawab sebuah suara lembut. Suara manusia yang sepertinya tidak akan sanggup menyakiti seekor lalat sekalipun.

Rukia berbalik dan mendapati anak lelaki yang kemarin berusaha mendekatinya di kelas berdiri di belakangnya, ekspresi takut Rukia langsung berubah. "oh," kata Rukia datar kemudian berdiri dan membersihkan seragamnya yang kotor karena terjatuh tadi.

"Aku mau minta maaf atas kejadian kemarin," pinta Ichigo sambil mengulurkan tangannya.

Rukia mendelik, "tidak apa-apa, tidak ada yang perlu dipermasalahkan."

"Tapi karena aku, saat ini kau di cap sebagai cewek aneh. Dan tidak ada satu orang pun yang mau menjadi temanmu," kata Ichigo yang tampak sangat menyesal.

"Aku tidak peduli, lagipula aku di cap sebagai cewek aneh itu bukan karena salahmu tapi karena salahku. Aku bertingkah seperti orang bodoh kemarin, dan, barusan juga sepertinya begitu."

"Tapi…"

"Tidak apa-apa, jangan mempermasalahkan hal itu lagi. Aku sudah memaafkanmu dan sebaiknya kita cepat pergi ke sekolah sebelum terlambat," saran Rukia lalu berjalan menjauhi Ichigo.

"Rukia…," panggil Ichigo.

"Sudah kubilang, aku memaafkanmu rambut Oranye," ujar Rukia dengan nada yang mulai kasar.

"Tapi Rukia…"

"Apa lagi?" tanya Rukia geram dan membalikkan tubuhnya ke arah Ichigo.

"Hmm.. kamu salah arah. Sekolah ke arah sini," kata Ichigo kemudian sambil menunjuk arah yang berlawanan dengan arah Rukia berjalan tadi. Kalimat pendek Ichigo berhasil membuat wajah Rukia memerah.

"Oh," respon Rukia singkat, berusaha menyembunyikan rasa malu dalam hatinya.

Ichigo tertawa melihat ekspresi Rukia. "Aku bohong, tadi kau sudah ada di jalan yang benar."

Perkataan Ichigo membuat Rukia menghentikan langkahnya. "Baiklah," kata Rukia yang rasa malu di hatinya mulai berganti dengan percikan kemarahan. "Sekarang sebaiknya kau berjalan di depanku dan menunjukkan arah yang benar. Aku tidak ingin terlambat di hari keduaku masuk sekolah."

Ichigo tersenyum tanpa rasa bersalah. "Maaf, aku hanya ingin mengetes apa kau sudah hapal daerah sini atau belum. Kalau belum, aku berniat mengajakmu berkeliling."

"Aku tidak tertarik," tolak Rukia sambil menatap Ichigo dengan garang. "SEKARANG CEPAT TUNJUKKAN AKU ARAH YANG BENAR!"

Ichigo mengangkat bahunya tampak masa bodoh dengan kemarahan Rukia yang nampaknya sudah naik ke kepala. Baiklah."

Ichigo berjalan di depan Rukia. "Ini salah," kata Ichigo kemudian saat mereka sudah berjalan beberapa langkah. "Harusnya aku yang jalan di belakangmu, menjagamu kalau ada apa-apa."

Rukia menatap nanar ke arah Ichigo. "Tidak. aku yang mengawasimu Kurosaki, aku bisa melindungi diriku sendiri."

"Benarkah?" kening Ichigo berkerut, ia berjalan mendekati Rukia.

Rukia berjalan mundur, murni refleks karena Ichigo tampak mau mendekatinya. "Apa? Apa yang akan kau lakukan?"

"Mengetes?" jawab Ichigo ragu-ragu, tapi langkahnya tetap mantap menuju Rukia.

Ketakutan muncul kembali di wajah Rukia. "Jangan.. jangan dekati aku.. kumohon."

Tapi Ichigo semakin mendekat.

Kaki Rukia terasa lemas, seketika ia langsung jatuh terduduk. Kedua kakinya sudah tidak mampu lagi menahan tubuhnya. "Kumohon…," Rukia berkata sambil menangis.

Ichigo terkesiap dan menghentikan langkahnya. "Aku tidak akan melakukan apa-apa padamu, nona."

Rukia menangis. "Pergilah," perintah Rukia pelan, dia tidak bisa berteriak lagi karena tubuhnya gemetar. "Aku takut... aku takut…"

"Tidak…."

"PERGI!"Perintah Rukia keras setelah berhasil menguasai getaran tubuhnya, memotong ucapan Ichigo.

Ichigo yang menyadari sikap gadis di hadapannya memilih mundur tiga langkah. "Baiklah, maafkan aku kalau aku membuatmu takut," Ichigo menatap Rukia ragu, dan memilih tidak mengganggu gadis itu dulu. "Hmm... untuk sampai di sekolah, kau hanya perlu lurus saja, sesampainya di perempatan barulah belok ke kiri."

Setelah memberi penjelasan singkat mengenai arah menuju sekolah, Ichigo langsung beranjak meninggalkan Rukia. Setelah langkah kaki Ichigo tidak terdengar lagi, barulah Rukia berani mengangkat wajahnya. Tidak ada orang di sekitarnya, Rukia tersenyum sinis melihat keadaan ini karena mengingat waktu dia di Tokyo dulu, ada ataupun tidak ada orang tetap sama saja, tidak ada yang mau menolongnya.

Tidak seorang pun.


Setelah insiden-insiden dirinya bersama Rukia Kuchiki, Ichigo jadi sering memperhatikan gadis itu. Memperhatikan Rukia yang duduk sendirian sambil menatap ke luar jendela. Rukia Kuchiki yang menyantap makan siangnya. Rukia Kuchiki yang selalu bergidik setiap tidak sengaja bersentuhan dengan laki-laki. Rukia Kuchiki yang selalu menjaga jaraknya dengan anak laki-laki. Rukia Kuchiki yang tersenyum ketika ada seorang anak perempuan di kelasnya yang mau menyapanya.

Itulah yang Ichigo Kurosaki lakukan setiap harinya tanpa bosan, mengamati Rukia seperti sudah menjadi kewajiban dan keasyikan bagi dirinya.

Ichigo berhasil menemukan sebuah kenyataan dari hasil pengamatannya selama beberapa hari ini, kenyataan yang membuat hatinya penuh dengan tanda tanya. Karena dia menemukan sebuah fakta yang sama sekali tidak bisa dia terka penyebabnya.

Menurut hasil pengamatannya, Rukia Kuchiki takut dengan anak laki-laki. Ichigo tidak bisa mengerti mengapa Rukia Kuchiki bersikap demikian dan Ichigo bertekad dalam hatinya, dia harus tahu penyebabnya.


Aduuuh.. ceritanya jadi gak jelas gini

"gak mau tahuu aaaah"

*ngalihin pandangan.

*dilempar sendal.

mohon di revieew yaa .. author butuh saran, pesan , dan kesan yang mendalam..

*apa dehhh..

thx yaa udah mau dibaca :)