Sang ibu terkejut. Tubuhnya menegang. Tangan seputih porselen itu bergetar.
Alis menekuk sempurna, tak percaya dengan apa yang baru dikatakan sang putra semata wayang terkasih. Kepala menoleh ke arah sang suami di samping tubuh, yang juga sama-sama duduk di atas sofa empuk berwarna cream.
Wajah tegas itu begitu tenang, namun sang istri tahu ketegangan yang dirasakan. Udara seolah menghilang, membuat dada menjadi sesak. Detik demi detik berlalu, yang terdengar hanyalah hembusan angin semata.
"Ulangi kalimatmu barusan, Boboiboy."
"Aku ingin pindah ke Pulau Rintis, ayah."
Singkat, padat, dan jelas. Tak ada rasa keraguan dalam kalimatnya. Begitu yakin. Membuat sang ibu semakin bergetar, takut tak kuasa menahan tangis.
"Kenapa?"
Sang ibu kini bertanya pada putra kesayangannya dengan suara serak. Rasa ingin tahu menghampiri. Apa yang membuat sang putra ingin pindah dari lingkungan keluarga kandungnya?
"Ayah dan ibu pasti tahu alasannya."
Ingin rasanya sang ibu meneriakkan kata tidak sehingga seluruh dunia mendengarnya.
Semakin jauh Boboiboy tinggal, semakin sulit mereka akan bertemu. Memikirkan semua itu hanya membuat sakit kepala. Bagaimana keadaan sang suami nanti? Walaupun terlihat begitu mementingkan pekerjaan dan terlihat tegas, pria yang menjabat sebagai duta itu pasti akan begitu kesepian.
Sang istri tahu, cinta sang ayah pada putranya begitu besar. Semua dilakukan. Siang dan malam terus bekerja. Bepergian kesana dan kemari hanya untuk kebahagiaan sang putra. Berjuang demi mendapat kehidupan layak demi sang putra. Banting tulang habis-habisan demi hidup sang putra.
Cinta yang diberikan begitu besar. Ibu Boboiboy tahu betul hal itu. Tak ada yang tahu selain dirinya. Saksi perjuangan seorang ayah demi sang putra yang menunggu di rumah.
Tapi, sang ibu juga tahu, bahwa hari ini akan tiba.
Cepat atau lambat, waktu akan membawanya ke masa jenuh Boboiboy. Boboiboy, putra terkasihnya, yang begitu menginginkan adanya cinta yang tersalur secara langsung. Bukan seperti ini. Bukan dengan membiarkan kehampaan mengisi diri sang anak.
Cinta yang tersalur secara tidak langsung seolah transparan, hingga Boboiboy sendiri lelah mencarinya di balik sikap-sikap sang ayah. Sikap sang ayah yang terlihat lebih mementingkan pekerjaan, padahal hanya mementingkan kelayakan hidup Boboiboy sendiri.
Dan pada akhirnya, Boboiboy memilih untuk pergi. Lelah dengan kehidupan yang hampa tiap harinya. Lelah memberikan cinta seorang anak, hingga berhenti membalas cinta-cinta yang dilimpahkan orang tuanya.
Kasih sayang sang ibu dan ayah menjadi begitu hambar. Tak ada rasa, hingga Boboiboy memilih untuk tak peduli. Membiarkan semua cinta tersalur begitu saja tanpa ada usaha untuk membalas.
Dan apapun akan dilakukan demi Boboiboy bisa tersenyum lepas. Bisa hidup bahagia. Bisa hidup dikelilingi cinta dan kasih sayang yang berlimpah.
"Kau mulailah mengemasi barang-barang, ayah dan ibu akan mengurus surat pindah sekolahmu."
. . . ~*oOo*~ . . .
FIN
. . . ~*oOo*~ . . .
Entah ini bisa dibilang lanjutan atau tidak. Tapi saya rasa.. ya begitulah (?).
Di sini, saya kembali membawa cerita family. Hahahaha suka amat ya saya buat family XDD
Yah, di sini itu saya buat cerita tentang cinta yang disalurkan secara tidak langsung kepada Boboiboy. Jadi, intinya, gak ada orang tua yang gak cinta sama anaknya. Walaupun secuil, itu tetap cinta namanya. Walau tidak diungkap secara tersirat, cinta orang tua itu ada. Pasti ada.
Oh, ngomong apa saya barusan X"D
Oke, cukup sekian.
Salam,
IntonPutri Ice Diamond
