Halloo, minna-san! Aku dateng lagi! Sebenernya udah lama pengen publish fic, tapi gara-gara ada banyak kebingungan, jadinya selalu tertunda… Dan lagi, tiap kali aku nyalain kompi yang ada bukannya ngetik, malah maen game, hahaha… =P
Cerita kali ini terinspirasi dari movie favoritku yang keren buanget, Spirited Away, karya Hayao Miyazaki-sensei, dan juga Manga Hikari no Ko, ya tentu saja ditambah dengan imajinasiku yang aneh bin gaje ini^^. Masih dengan pairing favoritku sepanjang masa, NaruSaku!
Gomen kalau banyak kesalahan en kekurangan.
:: ::
Warning : Typo, OOC, aneh, gaje, de el el. Don't like? Don't read!
Disclaimer :Naruto belong to Masashi Kishimoto
:: ::
Tales From Myobokuzan
~Chapter 1~
:: ::
Sebuah mobil berwarna hijau tampak melaju melewati jalanan setapak yang diteduhi oleh pepohonan besar di kanan dan kirinya. Jalannya yang agak berbatu membuat para penumpangnya sangat tidak nyaman dan meloncat-loncat dari duduknya. Barang-barang yang diletakkan di jok belakang bergoyang-goyang bahkan sebagian berjatuhan menimpa kaki-kaki yang duduk di sana.
"Aduuhh… Tou-san, bisakah lebih pelan sedikit? Lihat semuanya jadi berantakan begini!" gerutu seorang pemuda berambut kuning jabrik bernama Naruto yang kini terlihat sibuk memegangi barang-barang yang ditumpuk di sampingnya.
"Iya, sangat tidak nyaman! Barang-barangnya menimpa kakiku, nih, sakit!" tambah pemuda berambut kuning panjang dengan sebuah kuncir di atasnya, Deidara.
"Maaf, maaf… Jalanannya memang agak berbatu," ucap Minato, seorang pria paruh baya berambut kuning yang kini sedang menyetir.
"Kenapa, sih kita malah pindah ke desa begini? Lebih asyik di Tokyo 'kan? Aku jadi tidak bisa berlatih lagi dengan band-ku!" protes Deidara.
"Dei-nii benar! Tinggal di pedesaan pasti sangat membosankan! Tidak ada game centernya!" Naruto ikut menambahi.
"Deidara, Naruto, tinggal di desa tidak seburuk yang kalian kira, kok. Lagipula Desa Konoha merupakan desa yang sudah cukup maju. Suasana pedesaan seperti ini sangat baik untuk relaksasi dan ketenangan. Selain itu juga memperbaiki gaya hidup kalian yang terlalu metropolis, terutama kau Dei-kun! Kau sering keluyuran sampai malam, contoh yang tidak baik untuk adikmu!" Kushina ―sang ibu, bersungut-sungut pada kedua putranya itu.
"Kaa-san, aku 'kan cuma latihan band dengan teman-temanku!" Deidara membela diri.
"Tetap saja, pulang malam itu tidak baik, Dei-kun!" Kushina bersikukuh.
"Sudahlah, Kushi-chan, yang penting Deidara dan Naruto tidak berbuat macam-macam," bela Minato.
"Tou-san benar, Kaa-san, hehehe…" Deidara tersenyum penuh kemenangan sambil mengangkat tangannya membuat tanda 'V' dengan jarinya. Naruto hanya bisa ikut nyengir karena mendapat pembelaan dari sang ayah.
Kushina menghela napas panjang dan mengalah juga. "Kau selalu saja membela mereka, Mina-kun. Kau itu terlalu memanjakan mereka!" Kushina terlihat kesal sementara Minato hanya bisa tertawa.
"Tou-san 'kan orangnya baik dan yang pasti…tidak galak seperti Kaa-san!" cibir Naruto diikuti oleh anggukan dan cekikikan dari Deidara.
BUG! BUG! Dua buah jitakan dari Kushina mendarat mulus di kepala Deidara dan Naruto, membuat mereka meringis kesakitan sambil memegangi kepala.
"Aduuuhh…kenapa aku juga ikut kena jitak, Kaa-san? Yang bilang galak itu 'kan Naruto, bukan aku! Sakiiittt!" ucap Deidara.
"Jangan bicara macam-macam lagi!" Kushina memberi death glare pada kedua putranya, membuat mereka merinding dan membeku di tempat.
"I-iya, gomen, Kaa-san…"
"Haah~ ini semua gara-gara kau, Naruto. Aku jadi ikut kena pukul 'kan!" ujar Deidara setengah berbisik.
"Hei, kenapa malah menyalahkan aku? Kau juga tadi tertawa saat aku bilang hal itu!"
"Sudahlah, jangan dibahas lagi!"
"Tou-san, apa masih jauh tempatnya?" tanya Naruto yang sudah terlihat tidak nyaman.
"Tidak, kok, sebentar lagi. Keluar dari bukit kecil ini dan kita sampai," jawab Minato.
Naruto kemudian mengalihkan pandangannya ke luar jendela mobil, membiarkan angin menerpa wajahnya dan menghilangkan rasa gerah di tengah sinar matahari yang begitu terik siang itu. Untunglah banyak pepohonan di sepanjang jalan, sehingga memberikan udara sejuk bagi tubuhnya.
Tiba-tiba saja sesuatu menarik perhatian Naruto. Di pinggir jalan yang tengah dilewatinya banyak tertancap patung batu berukuran macam-macam berbentuk katak. 'Kenapa ada banyak patung katak di sana?' batin Naruto.
Namun Naruto lebih terkejut lagi ketika matanya mendapati sesosok gadis berambut merah muda yang kelihatannya sebaya dengannya berdiri di balik pepohonan. Gadis dengan pakaian kimono merah selutut itu tengah berdiri sambil menatap ke arah Naruto. Naruto pun mengucek-ngucek matanya, memastikan bahwa dirinya tidak sedang bermimpi. Namun, apa yang dilihatnya memang nyata. Sang gadis misterius itu masih berdiri di tempatnya sambil menatap sendu padanya, membuat Naruto merasa aneh.
Dengan pelan, Naruto kemudian menganggukkan kepalanya pada gadis itu. Sebelum Naruto sempat melihat sang gadis membalas anggukkannya, sosoknya sudah semakin mengecil dan perlahan menghilang seiring dengan laju mobil yang menjauhinya.
Naruto pun kembali pada duduknya semula dan menatap ke depan dengan raut wajah yang terlihat bingung. Rupanya Deidara menangkap ekspresi kebingungan dari wajah sang adik. "Hei, kau kenapa?" tanyanya.
"He? Oh, tidak, kok. Tidak apa-apa, hehe…" Naruto kembali nyengir sambil menggaruk belakang kepalanya.
"Huh, dasar aneh! Tiba-tiba saja wajahmu berubah jadi aneh begitu, seperti baru melihat hantu saja!" ucap Deidara tanpa menatap Naruto.
"Ha-hantu?" Naruto mengangkat kedua alisnya.
"Iya, hantu!"
Naruto kemudian menundukkan wajahnya dan terlihat berpikir. 'Siapa gadis itu? kenapa wajahnya terlihat sedih? Lagipula apa yang dilakukannya di tempat seperti ini' batin Naruto sambil menatap kembali ke luar jendela mobil.
::
~R.I.N.Z.U.1.5~
::
Setelah melewati bukit, beberapa menit kemudian akhirnya Keluarga Namikaze itu tiba di rumah baru mereka. Sebuah rumah bergaya tradisional Jepang yang cukup luas. Halamannya pun besar, dengan sebuah kolam ikan menghiasi sudut taman yang banyak ditumbuhi bunga-bunga beraneka warna. Sebuah pohon Sakura yang sepertinya sudah berusia puluhan tahun, berdiri kokoh di sisi rumah. Benar-benar nyaman dan terlihat sangat asri.
Selesai mengangkut barang-barang dalam mobil, mereka pun berkumpul di ruang tengah sambil melihat-lihat setiap sudut ruangan rumah.
"Bagaimana? Nyaman bukan rumah baru kita ini?" tanya Minato.
"Ini nyaman sekali! Kau memang pintar memilih rumah, Mina-kun. Rasanya aku jadi seperti kembali ke masa dulu, hihi…" ujar Kushina dengan senyum terkembang.
"Yah, lumayan…tidak terlalu buruk…" komentar Deidara pendek.
"Tapi, agak menyeramkan juga, ya suasana rumah tradisional itu," ujar Naruto seraya menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri dengan wajah yang sedikit ketakutan.
"Haah~ dasar, kau ini memang penakut, Naruto! Awas, ya jangan sampai kau memintaku untuk menemanimu tidur!" Deidara memasang muka galak sambil berkacak pinggang.
"Huh, siapa yang penakut? Aku tidak penakut, kok! Lalu siapa juga yang ingin memintamu untuk menemaniku tidur? Kau itu kalau tidur suka menendangku sampai aku terjatuh ke lantai!"
"Apa kau bilang? Kau sendiri suka bergumam yang macam-macam, berisik sekali!"
"Kau lebih parah dariku!"
"Kau yang lebih parah!"
"Hei, hei, kalian sudah hentikan…" Minato mencoba menghentikan pertengkaran adik kakak itu, namun sama sekali tidak didengar oleh keduanya.
BUG! BUG! Akhirnya jitakan Kushina kembali menghiasi kepala dua anak malang itu, yang terbukti ampuh menghentikan aksi adu mulut mereka.
"Kalian ini, benar-benar seperti anak kecil saja! Sudah, jangan ribut terus, banyak yang harus kita kerjakan! Sekarang cepat bereskan barang-barang kalian ke kamar masing-masing!" bentak Kushina.
Kedua laki-laki berambut kuning itu pun langsung kabur tunggang langgang dari Tempat Kejadian Penjitakan, meninggalkan Kushina yang kesal dan Minato yang hanya bisa tersenyum kaku.
"Kushi-chan, jangan terlalu kasar pada mereka, kasihan…"
"Habis mereka selalu saja begitu," Kushina menarik napas panjang.
"Sudah, lebih baik kita juga segera bereskan barang-barang kita," ujar Minato seraya merangkul pundak isterinya itu menuju kamar mereka.
Sementara itu Naruto terlihat sedang membereskan pakaiannya ke dalam lemari dengan wajah cemberut. "Menyebalkan sekali, sih! Dia bilang aku penakut, padahal dia sendiri juga penakut!"
Sebuah kelopak bunga sakura terlihat jatuh melewati jendela kamarnya yang terbuka dan mendarat di meja belajarnya. Naruto yang melihat hal itu tiba-tiba saja menghentikan kegiatannya sejenak dan mengambil kelopak bunga itu. Entah kenapa dirinya kembali teringat pada gadis dengan warna rambut senada bunga yang kini ada dalam genggamannya itu.
"Kenapa aku jadi teringat padanya?" gumamnya.
"Teringat siapa maksudmu?" tiba-tiba Deidara muncul sambil bersandar pada daun pintu kamar Naruto, membuat Naruto terhenyak dari pikirannya.
"Gah! Tidak bisakah kau mengetuk pintu dulu? Benar-benar tidak sopan!" teriak Naruto kesal.
"Kau itu adikku, jadi aku tidak perlu bersikap sopan padamu, hahaha…"
"Dasar, menyebalkan! Mau apa ke sini?" tanya Naruto ketus.
"Hmm…tidak apa-apa. Hanya memastikan adikku tersayang tidak pingsan karena ketakutan di kamar barunya, gyahahaha…"
SWINGG! Sebuah bantal melayang ke arah Deidara, namun dengan cepat Deidara menghindari serangan tiba-tiba dari Naruto.
"Kalau tidak ada keperluan, lebih baik keluar sekarang juga dari kamarku!"
"Huh, galak sekali! Sepertinya sifat galak Kaa-san sudah tertular padamu, Naruto. Oh, my, oh, my…" Deidara geleng-geleng kepala. "Ngomong-ngomong tadi siapa yang teringat? Jangan-jangan kau teringat pada guru super anehmu itu, siapa namanya? Hmm…Gai-sensei?"
"Haaaahhh? Kenapa aku harus teringat padanya?"
"Oh, aku tahu! Kau pasti teringat pada Kisame, penjual ikan asin (?) di pasar Tokyo itu 'kan? Atau… rentenir bangkotan di terminal Tokyo, si Kakuzu?"
"Sudah kubilang bukaaann! Sudah cepat keluar! Mengganggu saja!" Naruto segera mendorong punggung Deidara keluar dari kamarnya.
BLUGH! Naruto membanting pintu kamarnya dengan keras. Menyisakan tawa keras dari Deidara yang suara langkahnya mulai menjauhi kamar Naruto. Ya, kakak satu-satunya itu memang senang sekali menggoda Naruto sampai adiknya itu mencak-mencak kesal.
::
~R.I.N.Z.U.1.5~
::
Keesokan harinya, tidak biasanya pagi-pagi sekali Naruto sudah bangun dan lari pagi di sekitar desa tak jauh dari rumah barunya, padahal kalau di Tokyo dia sulit sekali untuk dibangunkan. Udara di Konoha pagi itu benar-benar hangat dan membuat perasaan dan pikiran menjadi lebih segar. Bisa terlihat para petani yang baru saja pulang dari ladang dan sawah mereka dengan cangkul yang tersampir di pundak.
Naruto agaknya harus menyetujui ucapan orangtuanya tentang tidak buruknya tinggal di desa. Tidak seperti di Tokyo yang jalannya begitu dipadati kendaraan, di Konoha kendaraannya sangat jarang, selain itu banyak sekali ditumbuhi pepohonan rindang, memberikan banyak asupan oksigen bagi tubuh.
Lelah berolahraga, Naruto akhirnya beristirahat di sebuah bangku panjang tepat di bawah pohon besar yang menghadap ke sungai yang sangat jernih.
"Hhhmmm…segarnya…" Naruto menenggak air mineralnya kemudian menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya lewat mulut.
"Hei, kau yang baru pindahan itu 'kan?" tanya seorang laki-laki berambut coklat yang usianya sebaya dengan Naruto. Dia membawa seekor anjing kecil yang sangat lucu dengan bulu yang putih bersih.
Naruto mendongakkan kepalanya, menatap sang laki-laki yang tiba-tiba saja menyapanya itu. "Eh, iya. Aku memang baru pindah. Kenapa kau bisa tahu?"
"Ahaha…tentu saja aku tahu! Rumahku berada tepat di sebelah rumahmu! Aku melihatmu pindahan kemarin. Oh, iya, kenalkan namaku Inuzuka Kiba, kau boleh memanggilku Kiba. Lalu ini anjing kesayanganku, namanya Akamaru," jelas Kiba ramah.
"Guk!" Akamaru menggonggong kecil sebagai tanda sapaan seraya menggerak-gerakkan ekor mungilnya.
"Oh, jadi kau tetanggaku, ya? Senang berkenalan denganmu Kiba, Akamaru. Namaku Namikaze Naruto. Panggil saja aku Naruto, hehe…"
Mereka berdua pun saling berjabat tangan.
"Boleh aku duduk di sini?" tanya Kiba sambil menunjuk ke arah samping tempat Naruto duduk.
"Tentu saja!" jawab Naruto dengan senang hati.
Kiba akhirnya duduk di sebelah Naruto. Dia mengeluarkan sepotong roti dari saku jaketnya dan memberikannya pada Akamaru yang langsung saja dimakannya dengan lahap. "Hei, hei, kau sudah kelaparan rupanya, ya? Hahaha… Maaf, Akamaru!" Kiba mengelus kepala Akamaru. Naruto yang melihat keakraban Kiba dengan anjingnya hanya ikut tersenyum.
"Anjingmu lucu sekali, Kiba! Sepertinya dia dekat sekali denganmu."
"Ya, aku sudah merawatnya ketika dia lahir. Dia anjing kesayanganku, hehe…"
"Pantas saja, dia menurut sekali padamu. Hei, ngomong-ngomong kau sudah lama tinggal di desa ini?"
"Ya, aku lahir di desa ini. Kau sendiri pindah dari mana?"
"Aku dari Tokyo. Kami pindah ke sini karena ayahku mengurusi perkebunan teh miliknya."
"Oh, jangan-jangan perkebunan teh ayahmu itu Perkebunan Teh Bijuu yang ada di bukit selatan itu, ya?" tebak Kiba.
"Benar, Teh Bijuu adalah merk teh milik perusahaan ayahku, tapi aku tidak tahu mengenai letak perkebunannya, hehe… Bagaimana kau bisa tahu?"
"Tentu saja, Teh Bijuu adalah teh yang sangat digemari di desa ini. Harumnya itu sangat khas sekali. Jadi, teh itu milik perusahaan ayahmu, ya? Hebaaatt!"
"Ahaha, aku tidak tahu kalau ternyata teh itu sangat terkenal di sini. Aku tidak terlalu suka minum teh, sih…" Naruto nyengir lebar sambil menggaruk pipinya.
"Hahaha, aku juga tidak begitu suka, tapi ibuku penikmat teh sejati jadi aku sering mendengarnya bercerita macam-macam tentang teh…"
Mereka berdua pun tertawa-tawa. Naruto sangat senang karena di tempat tinggal barunya ini dia sudah mendapatkan seorang teman yang asyik seperti Kiba. Sifatnya cocok sekali dengan Naruto sehingga Naruto sama sekali tidak merasa canggung ketika berbicara dengannya. Karena itulah Naruto merasa Kiba seperti teman baik yang sudah lama tidak bertemu.
Mereka pun menghabiskan pagi itu sambil membicarakan banyak hal. Sampai tidak terasa kalau mentari pagi mulai menampakkan dirinya dengan indah di ufuk timur. Sinar keemasannya menyinari wajah-wajah riang kedua remaja yang baru menjalin persahabatan itu.
Sesaat Naruto begitu takjub ketika melihat matahari terbit di hadapannya. "Hebaaatt! Cantik sekali!"
"Kau benar, Naruto. Tempat yang paling keren saat menyaksikan matahari terbit dan tenggelam memang di sini," jelas Kiba.
Naruto mengangguk-anggukan kepalanya dan ber-oh ria. Namun tiba-tiba saja Naruto teringat sesuatu yang sempat membuatnya bertanya-tanya. "Um…Kiba, saat aku pindah kemari aku melihat banyak sekali patung katak di bukit kecil yang kami lewati. Apa kau tahu sesuatu tentang itu? Aku hanya merasa sedikit aneh saja melihatnya."
Kiba sesaat terdiam mendengar pertanyaan Naruto. Namun beberapa detik kemudian wajahnya berubah menjadi serius. "Kau pernah mendengar tentang Myobokuzan?" tanyanya.
Naruto mengernyitkan dahinya sambil menatap Kiba bingung. "Hah? Myo-… Myo- apa? Aku belum pernah mendengarnya sama sekali. Baru kali ini. Me-memangnya kenapa?"
"Myobokuzan itu merupakan sebuah tempat legenda dari desa kami. Konon katanya menurut yang kudengar dari penduduk desa, tempat itu dihuni oleh para siluman katak. Patung-patung katak yang kau lihat di bukit kecil itu merupakan perbatasan antara desa kami dan Myobokuzan."
"A-apa? Perbatasan daerah? Si-siluman katak?"
"Ya. Katanya dengan memohon pada patung katak di sana bisa mengabulkan permintaan apapun. Tapi tentu saja harus ada sesuatu yang menjadi bayarannya. Dengan memohon pada patung katak, berarti kita sudah melakukan satu negosiasi dengan pemimpin katak di Myobokuzan."
"Haaahh? Benarkah?"
"Belum lama ini, di daerah barat desa ada seorang gadis yang tiba-tiba menghilang dan sampai sekarang belum juga kembali. Ada yang bilang dia kabur dari rumah, tapi sebagian orang mengatakan kalau gadis itu menjadi tawanan di Myobokuzan. Entahlah, aku tidak tahu kebenarannya. Aku tidak terlalu percaya dengan legenda yang gaib seperti itu, rasanya agak sulit dipercaya."
Naruto hanya terdiam beberapa saat mendengar cerita Kiba. Entah apa yang dirasakan Naruto sekarang. Seperti kata Kiba, legenda itu belum tentu nyata terjadi. Namun, mendengar kisah tentang sang gadis yang menghilang secara tiba-tiba itu rasanya memang aneh.
"Baiklah, aku harus segera kembali sekarang. Sudah mulai siang. Naruto kau mau pulang sama-sama?" tanya Kiba seraya bangkit dari duduknya.
"Um…aku mau diam sebentar lagi di sini."
"Oh, begitu. Baiklah, aku duluan, ya!"
"Oke! Terima kasih banyak, ya!"
"Sama-sama. Bye!" Kiba melambaikan tangannya pada Naruto seiring beranjaknya dia meninggalkan Naruto.
"Bye!"
::
~R.I.N.Z.U.1.5~
::
Makan malam telah usai beberapa jam yang lalu menyisakan keheningan di kediaman Namikaze. Waktu menunjukkan pukul 22:34, dan Naruto masih belum bisa memejamkan matanya. Kini dia tengah berbaring di kasurnya sambil memandang langit-langit kamarnya. Entah kenapa cerita Kiba tentang Myobokuzan itu kembali terngiang di dalam otaknya.
"Dunia siluman katak, eh…?" gumamnya pelan.
Lalu tiba-tiba saja wajah sang gadis misterius berambut merah muda tergambar jelas dalam pikirannya. "Aduuhh…kenapa aku teringat lagi pada gadis itu, ya?" Naruto mengacak-acak rambut jabriknya lalu merubah posisi tubuhnya ke arah kanan, dia pun meraih gulingnya dan mencoba untuk tidur.
Berhasil! Akhirnya beberapa menit kemudian Naruto pun terlelap.
Tak berapa lama kemudian, tiba-tiba saja angin bertiup kencang dalam kamar Naruto, membuat Naruto terbangun dari tidurnya. Dia melihat sebuah cahaya keluar melembus jendela kamarnya. Penasaran, Naruto mengikuti cahaya itu dan keluar dari rumah di tengah malam yang pekat dan sunyi. Cahaya itu menuju ke arah bukit kecil tempat patung-patung katak berada lalu memasuki sebuah gua yang gelap dan dingin. Naruto terus mengikuti cahaya itu sampai akhirnya dia tiba di ujung gua.
Naruto terbelalak lebar saat melihat pemandangan di dalam gua. Di sana sedang berkumpul para siluman katak mengelilingi sebuah batu besar sejenis altar yang di atasnya terbaring seorang gadis sedang berteriak kesakitan saat seekor katak tua menghisap spirit sang gadis.
"A-Apa ini? Apa yang sedang dilakukannya pada gadis itu?" gumam Naruto.
Sayang sekali wajah gadis itu tersamarkan sehingga Naruto tidak bisa melihatnya. Hanya saja yang terlihat adalah warna rambutnya yang merah muda.
Teriakan pilu bergema memenuhi gua, membuat Naruto terdiam terpaku dan tanpa sadar mengeluarkan airmatanya. Tubuhnya bergetar dan dadanya merasakan sembilu yang bagaikan menyayat hati saat mendengar teriakan menyedihkan dari sang gadis.
"He-hentikan… kumohon hentikan semua ini…" ucap Naruto setengah berbisik, tak kuasa melihat pemandangan memilukan yang berada di hadapannya.
Aliran chakra berwarna hijau kemudian perlahan mulai terlihat keluar dari tubuh sang gadis, membuatnya semakin berteriak kencang.
Gigi Naruto bergemelutukan, tangannya mengepal kencang menahan amarah. Sampai akhirnya dia keluar dari tempat persembunyiannya dan berlari ke arah altar sambil berteriak kencang. "HENTIKAAAAAANNNN…!"
…
…
"NARUTO! NARUTO!"
Mata Naruto akhirnya terbuka dan dilihatnya Deidara, Minato dan Kushina menatapnya dengan cemas. Napas Naruto tersengal dan keringat membasahi tubuhnya. Naruto kemudian melihat sekelilingnya. Dia berada di kamarnya.
"Mi-mimpi…" bisik Naruto.
"Naru-kun, kau mimpi buruk, ya?" tanya Kushina cemas sambil menyodorkan segelas air putih pada Naruto. Naruto menerimanya dan dengan cepat menenggaknya sampai habis. Dia mencoba mengumpulkan kesadarannya kembali.
"Ke-kenapa kalian semua ada di sini?" tanya Naruto masih dengan wajah yang terlihat shock.
"Dasar baka! Kau teriak-teriak dengan kencangnya di pagi buta begini, mengagetkan kami semua, tahu!" ucap Deidara kesal.
"A-aku berteriak?"
"Ya, wajahmu begitu marah dan terlihat begitu kesakitan. Kau terus berteriak 'Jangan!' dan 'Hentikan!'. Sebenarnya kau bermimpi apa, Naruto?" tanya Minato.
"Be-benarkah?"
"Huh~ kau ini, makanya sebelum tidur itu berdoa, jadinya tidak seperti ini!" ujar Deidara sambil menggetok pelan kepala Naruto.
"Sudahlah, sekarang lebih baik kau segera bangun dan mandi. Kita siap-siap sarapan, hari ini Ayah akan mendaftarkanmu ke Konoha Gakuen," ucap Minato sambil beranjak dari kamar Naruto.
"Oh, benar juga. Saatnya memasuki sekolah baru, Naruto," tambah Kushina yang mengikuti Minato keluar dari kamar.
"Baiklah," jawab Naruto pelan sambil mengelap keringat yang mengucur di dahinya dengan punggung tangannya.
Deidara pun mulai meninggalkan kamar Naruto. Sesaat dia memandang wajah Naruto lewat sudut matanya dengan wajah serius, sampai akhirnya menghilang di balik pintu.
"Mimpi itu seperti nyata… Tempat itu juga…bukankah itu bukit tempat aku melihat patung-patung katak?" gumam Naruto.
Dengan lemas, akhirnya ia pun beranjak dari kasurnya dan menuju kamar mandi.
::
~R.I.N.Z.U.1.5~
::
Sepulangnya dari Konoha Gakuen, Minato langsung menuju perkebunan teh sementara Naruto memilih untuk tidak langsung pulang. Dia menuju tempat kemarin. Tempatnya saat berkenalan dengan Kiba dan duduk di bangku biasa sambil memandangi sungai.
Entah kenapa mimpi semalam begitu mengganggu pikirannya. Bahkan teriakan sang gadis samar-samar masih bisa didengarnya.
"Ja-jangan itu adalah Myobokuzan yang diceritakan oleh Kiba? Tapi kenapa aku memimpikannya? Apa cerita Kiba sebegitu mempengaruhi pikiranku? Lagipula apa Myobokuzan itu benar-benar ada? Aduh, kenapa aku jadi kepikiran terus?" teriak Naruto.
"Eh, tu-tunggu dulu! Gadis yang ada dalam mimpiku itu berambut merah muda…warna yang sama dengan gadis yang kulihat di bukit kecil itu! Apa jangan-jangan gadis itu dia, ya?" Naruto menggumam sendiri. "Ah, sudahlah, semua ini membuatku pusing! Lebih baik aku kembali sekarang, sepertinya perutku mulai keroncongan, hehe…" Naruto bergegas menuju rumahnya.
Mulai sejak malam itu, Naruto jadi sering bermimpi hal yang sama setiap malamnya. Dia kembali berteriak-teriak dan membuat seisi rumah menjadi heboh.
Deidara, benar-benar terganggu dengan teriakan Naruto. Dia juga merasa aneh, karena akhir-akhir ini Naruto sering berteriak-teriak dan mengalami mimpi buruk setiap malam.
Naruto yang merasa sangat terganggu dengan mimpi-mimpi itu, mulai kesal. Kenapa mimpi itu selalu datang padanya? Seakan-akan ingin memberitahu sesuatu.
"Mungkinkah ini semua ada hubungannya dengan gadis yang kulihat di bukit itu…?" batin Naruto.
Akhirnya, didorong oleh rasa penasarannya, Naruto berniat untuk mencari tahu tentang mimpinya. Siang itu, sepulang sekolah, Naruto pergi ke bukit kecil tempat legenda Myobokuzan berada.
Dua puluh menit Naruto berjalan, akhirnya dia pun tiba di tempat itu. Cahaya matahari yang sama teriknya seperti saat dia pertama kali melewati tempat ini menerabas melewati rimbunnya pepohonan. Perlahan, Naruto melangkahkan kakinya mendekati patung-patung katak yang berjejer tak beraturan. Dia mengamatinya dengan seksama.
"Benar-benar sama dengan mimpiku… Dan kalau tidak salah di ujung bukit ini ada gua tempat para katak melakukan upacara."
Naruto pun kemudian berjalan memasuki bukit, melewati pepohonan-pepohonan besar. Jujur saja, hal ini benar-benar membuat Naruto tegang. Namun hal itu tidak membuatnya berhenti untuk mengungkap tabir mimpinya.
Tiba-tiba saja angin bertiup kencang, menerbangkan daun-daun yang berguguran dengan liarnya. Naruto segera memejamkan matanya kuat-kuat. Kedua tangannya ia angkat untuk menutupi wajahnya dari serbuan angin yang kencang itu. Beberapa detik kemudian angin itu pun akhirnya lenyap. Naruto perlahan membuka matanya.
"Kenapa tiba-tiba saja anginnya kencang sekali?" Naruto merapikan rambutnya yang acak-acakan.
Tak lama kemudian tiba-tiba saja terdengar suara nyanyian seorang wanita. DEG! Jantung Naruto berdegup kencang dan merasakan bulu kuduknya merinding. Tubuhnya seakan kaku. "Oh, ya ampun…siapa yang bernyanyi di tempat seperti ini? Kumohon jangan membuatku takut!" Naruto menelan ludah dan memerhatikan sekelilingnya.
Dengan perasaan takut, Naruto memberanikan diri untuk mencari tahu sang pemilik suara. Meskipun suara nyanyian gadis itu sangat merdu, namun hal itu tetap membuat Naruto bergidik ngeri, ditambah lagi lagu yang dinyanyikannya sangat sendu.
Suara nyanyian itu semakin terdengar jelas seiring dengan langkah kaki Naruto yang berarti bahwa dirinya mulai dekat dengan sang gadis misterius. Naruto menajamkan penglihatannya ke seluruh penjuru pepohonan, dan mengamatinya satu-persatu. Saat itulah dia terkejut ketika melihat sang empunya suara, sesosok gadis berambut merah muda yang ditemuinya waktu itu sedang duduk di atas dahan pohon membelakangi Naruto sambil bernyanyi. Rambutnya yang agak panjang itu tergerai ditiup angin.
"Ga-gadis itu…!" pekik Naruto tak percaya.
Saat akan bersembunyi, Naruto tidak sengaja menginjak ranting pohon sehingga menimbulkan suara'kraakk!' yang cukup keras. Tubuh Naruto membeku seketika saat suara nyanyian sang gadis tiba-tiba terhenti. Kini jantungnya berdebar semakin kencang. Ingin rasanya Naruto kabur dari sana saat itu juga, namun entah kenapa tubuhnya sama sekali tidak mau menuruti perintah dari otaknya.
Perlahan sang gadis menoleh ke arah Naruto. Naruto mundur dengan susah payah tanpa mengalihkan pandangannya dari sang gadis. Namun sungguh sial, dia tersandung akar pohon yang mencuat keluar dari tanah, membuatnya jatuh terjerembab.
Sang gadis menatap lurus ke arah Naruto seakan berkata siapa-kau-yang-menggangguku?-. Naruto hanya bisa menatap gadis itu dengan takut. Bisa terlihat cukup jelas oleh Naruto wajah gadis itu, matanya yang berwarna emerald tampak redup, seakan tidak ada sinar kehidupan di sana. Wajahnya pun pucat pasi, begitu juga kulitnya putih pucat. Gadis itu masih memakai kimono merah selutut yang sama dengan yang dipakainya waktu itu. Kimono yang terlihat amat lusuh, selain itu juga dia tidak mengenakan alas kaki.
"Ma-maafkan aku… A-aku tidak bermaksud mengganggumu…" ucap Naruto terbata-bata.
Cukup lama gadis itu tidak menanggapi pernyataan maaf Naruto. Dia masih terdiam sambil tetap menatap lurus Naruto.
'Aduh, ayolah katakan sesuatu! Jangan menatapku seperti itu terus, aku takut!' batin Naruto menjerit. 'Hei, kenapa aku harus takut? Bukankah dia hanya seorang gadis biasa? Tapi wajah pucatnya itu benar-benar membuat bulu kudukku merinding!'
"Siapa kau?" tanya gadis itu akhirnya.
::
To be continued…
::
Thanks for reading, minna-san!^^
Review?
