When We Meet Again

By Rara Potter

Park RinRin

Lee CheonDoong

Park ShinWoo

Kim Joon

Yang Hyuna

Kim Seungho

Kwon Jio

Jang CheolYong

Han ShinHye

Choi JiEun

Musim semi yang hangat dan cerah, bunga-bunga bermekaran dengan indah di halaman Seoul National University. Seorang yeoja berlari tergesa-gesa ke tengah rombongan Mahasiswa Pencinta Alam yang berdiri di dekat bus yang akan membawa mereka ke Jinan. Seorang namja mengikuti gadis itu dengan muka cemas sambil membawa backpack sang yeoja.

" Park Rinrin" teriak namja yang sedang mengabsen rombongan

" Ne, aku disini" teriak Rinrin yang baru datang. Park Rinrin, mahasiswa Teknik Lingkungan tingkat akhir yang sangat mencintai lingkungan dan konservasi. Melihat badannya yang mungil, muka baby face dan rambut panjang berponi semua orang selalu menyangka dia masih SMA.

" Rinrin, jangan lupa pakai jaketmu lalu jangan lupa makan teratur. Kalau ada apa-apa segera hubungi oppa" ujar Park Shinwoo, kakak laki-laki Rinrin, seorang dokter spesialis bedah yang sangat menyayangi adik perempuan satu-satunya itu. Usia mereka terpaut 5 tahun. Wajah tampan ala Song Joongki-nya berubah agak mirip ibu-ibu, membuat Rinrin mendengus tapi yeoja-yeoja lain malah berkerumun penuh minat.

" Oppa, aku tahu, aku bukan anak kecil lagi. Annyeong oppa" sahut Rinrin, memeluk Oppanya sebelum naik ke bus

" Dongsaengie, Jaga dirimu baik-baik" teriak Shinwoo

" Rinrin, kau duduk disamping Cheondoong hyung" perintah Kim Joon, Ketua Natural Life National Organization, mahasiswa Hukum tingkat akhir yang berteman baik dengan Rinrin sejak masuk SMA. Wajah tampan dan badannya yang berotot tidak diimbangi dengan sikap cool, justru dia terkenal konyol dan suka bertindak bodoh di kampus, membuatnya disukai semua yeoja di kampus.

" Aish, kenapa aku harus duduk dengan gunung es itu" keluh Rinrin sambil memandang Lee Cheondoong, dosen tamu Bussines Internasional yang tak mau dipanggil seonsaengnim dan meminta mahasiswa memanggilnya Sunbae karena dia juga mengambil kelas khusus untuk Ilmu Hukum.

" Kalian sekelompok" tukas Joon

" Keundae Bepu~ya kenapa aku dengannya? Kau tahu kan kalau aku dan dia.." protes Rinrin sambil mengerucutkan bibirnya, berusaha menawar dengan menunjukkan aegyonya pada Joon yang sebaya dengannya itu

" Kau matahari dan dia gunung es. Kalian tidak akur, Arra" potong Joon cepat, " Aku ingin kau melelehkan gunung es itu"

" Aisshh"

" Semua siap? Kajja kita berangkat"

Bus melaju meninggalkan SNU menuju Jinan. Musim panas kali ini Natural Life National Organization- perkumpulan pencinta alam yang kerap mengadakan konservasi dan perlindungan alam lainnya dengan anggota dari berbagai kalangan masyarakat- mengadakan konservasi alam di gunung Jinan selama tiga hari untuk mengisi waktu liburan mereka. Anggota mereka yang ikut kebanyakan adalah mahasiswa tingkat akhir yang sedang menunggu wisuda mereka dan beberapa pencinta alam dari mahasiswa pascasarjana dan masyarakat pencinta alam lainnya.

" Annyeong Cheondoong sunbae. Kita sekelompok lagi" sapa Rinrin pada Cheondoong ceria

" Aku tahu" jawab Cheondoong sambil memandang keluar jendela

" Ya! Bersikap sopanlah pada teman sekelompokmu" seru Rinrin kesal, " Joonie, aku tidak mau sekelompok dengan namja ini"

" Tapi jumlah anggota kita pas berdua-berdua" jawab Joon

" Siapa yang mau tukar kelompok denganku?" teriak Rinrin pada sekumpulan yeoja yang ikut, yang dia yakin sebagai penggemar fanatik Cheondoong karena melihat yeoja-yeoja itu memakai kaos bergambar namja itu

" Kyaaa aku mau sekelompok dengannya" teriak yeoja-yeoja heboh

" Aku tidak mau bertukar kelompok" ujar Cheondoong sambil menarik tangan Rinrin dan mendudukannya dekat jendela, membuat yeoja-yeoja dibelakang mengeluh kesal

" YA! Jangan seenaknya" seru Rinrin, " Bepu, eottokhe?"

" Nae saranghaneun Bepu, mianhae, tapi hanya kau yang bisa diandalkan untuk menjadi partner Cheondoong hyung" jawabnya pelan sambil melirik yeoja-yeoja yang tadi mengeluh

" Mwo? Wae?" sahut Rinrin garang

" Jangan bertengkar. Cheondoong hyung, tolong jaga Rinrin baik-baik. Aku percayakan tuan putri padamu" kata Joon sambil mengelus kepala Rinrin

" Joonie…" rengek Rinrin

" Kalian berlebihan" komentar Cheondoong

" YA!"

Tiga jam kemudian mereka sampai di Jinan lalu meneruskan perjalanan mereka ke gunung dengan jeep. Sudah dua hari mereka berkemah dan melakukan konservasi di punggung gunung Jinan. Hari ketiga mereka berpencar sesuai kelompok dan mengadakan pendataan untuk vegetasi dan populasi hewan yang terdapat di Jinan yang belum mereka jelajah.

" Aish, dimana penjarah hutan kurang ajar itu" geram Cheondoong dengan napas terengah, Rinrin ikut terengah disampingnya

" Mereka keterlaluan, membakar hutan hanya untuk dibuat resort. Michinde" gerutu Rinrin dengan napas tak teratur

Mereka berdua sedang mendata vegetasi ketika memergoki sekumpulan pria paruh baya membawa karung dan berniat membakar hutan, yang langsung melarikan diri ketika melihat mereka. Cheondoong dan Rinrin berusaha mengejar mereka yang menyebabkan mereka kehilangan jalur penjelajahan.

" Sunbae, sepertinya ini bukan jalan yang kita lewati tadi" kata Rinrin cemas sambil mengamati pepohonan disekitarnya yang makin rapat.

" Mwo? Aku yakin ini jalur yang benar, ini kan jalur penjelajahan yang baru makanya terlihat asing" jawab Cheondoong acuh, sambil tetap menulis pada note padnya.

" Keundae…Sunbae" bantah Rinrin

"Sudahlah, cepat selesaikan pekerjaan kita. Lalu kita bisa pulang"

" Sunbae, chakkaman, jangan cepat-cepat jalannya" seru Rinrin saat mereka selesai mendata dan berjalan pulang ke perkemahan, matahari bersinar sangat terik dan membuatnya cepat lelah

" Salahmu sendiri kenapa kakimu pendek"

" Kakimu yang terlalu panjang, aissshh, chakka.."

Gubraaaak

Rinrin terjatuh akibat kakinya tersangkut akar pepohonan, tangan dan kakinya terasa sangat perih. Cheondoong bergegas menolongnya

" Hoobae, gwenchana?"

" Aisshh, sudah kubilang kan jangan cepat-cepat, aku jadi jatuh seperti ini" omel Rinrin yang sekarang duduk

" Gwenchana?" ulang Cheondoong, tak memperdulikan omelan Rinrin

" Gwenchanayo" jawab Rinrin ketus sambil bangkit dari jatuhnya

Matahari sudah condong ke barat ketika Rinrin terjatuh untuk yang kedua kalinya karena kelelahan. Mereka sudah berjalan menyusuri hutan namun belum berhasil keluar dan menghubungi teman-teman mereka di camp pun tak berhasil karena walkie talkie dan ponsel mereka tidak mendapatkan sinyal sedikitpun.

" Sunbae, kita dimana? Kenapa belum sampai juga, aku lelah. Dan kenapa udara jadi panas begini ya? Uhuk uhuk"

" Asap tebal hitam…" kata Cheondoong, terdengar panik ketika mengarahkan binokulernya ke depan dan mendapati kebakaran hutan yang tengah menjalar menuju ke arah mereka

" Waegurae sunbae?"

" Kebakaran hutan dan mengarah kesini, kita harus segera lari, kajja" jawab Cheondoong sambil menggamit tangan Rinrin dan mengajaknya berlari. Asap hitam pekat menyelimuti mereka, membuat mereka sulit bernapas dan tersengal-sengal, udara disekitar mereka menjadi sangat panas karena api cepat menjalar di hutan yang sebagian besar pohonnya kering karena musim panas.

" Sunbae, eottokhe? Apinya cepat sekali menjalar dan mengepung kita uhuk uhuk" sengal Rinrin di tengah pelarian mereka

" Sebentar lagi" jawab Cheondoong berusaha menenangkan Rinrin

" Jinjja?"

" Mungkin setelah pepohonan disana itu kita sampai" ujar Cheondoong sambil menggandeng tangan Rinrin. Perkiraan namja tampan ini salah, dibalik pepohonan itu adalah tebing yang berada 3 meter di atas pantai. Mereka jatuh dengan rusuh dan mematahkan banyak dahan pepohonan lalu mendarat di semak-semak di pasir pantai. Cheondoong tertindih di bawah Rinrin dan tak bergeming.

" Sunbae, Cheondoong sunbae, ireona, ppali ireona" panggil Rinrin berlutut disamping Cheondoong sambil mengoyang-goyangkan lengan namja itu. Namun Cheondoong yang tak bergerak membuatnya makin panik

" Cheondoong sunbae, eottokhe? Sunbae ireona ppali" seru Rinrin makin cemas, dia meraih ponsel dari backpacknya dan menekan angka 1, nomor Oppanya.

" Mwoo? Tidak ada sinyal? Oppa, eotokkhe?" kata Rinrin panik

" Dasar dongsaeng manja" kata Cheondoong sambil duduk

" Sunbae, syukurlah kau tidak mati"

" Ya! Jangan sembarangan. Kenapa kau malah menelepon kakakmu, harusnya kau menelepon Kim Joon"

" Karena aku hanya punya Oppa" ujar Rinrin dengan suara yang terdengar sedih

" Dasar dongsaeng manja" cetus Cheondoong tajam

" Mwoo? Apa kau bilang? Aku tidak manja" bantah Rinrin

" Bersikap dewasalah sedikit, kau bukan anak kecil lagi yang terus-terusan bergantung pada Oppamu" kata Cheondoong datar

" Mwo? Aissshhh, harusnya kau tak usah bangun saja tadi" umpat Rinrin kesal

" Tempat ini tidak terlalu jelek untuk mati" timpal Cheondoong sambil memandang matahari yang terbenam

" Andwae! Kau tidak boleh mati, aku tidak mau sendirian tanpa teman berdebat, aku tidak mau kehilangan gunung es sepertimu" seru Rinrin refleks ketika sadar dia langsung menutup mulut dengan tangannya

" Gomawo" kata Cheondoong sambil mengusap kepala Rinrin, mengacak poninya. Tersenyum kecil ketika menyadari pipi Rinrin memerah.

" Maksudku aku tidak mau sendirian di hutan ini Sunbae" ralat Rinrin ketus

" Berhentilah memanggilku sunbae, kita sudah kenal lebih dari setahun"

" Arrasso, tuan muda Lee Cheondoong ssi"

" Kau harus memanggilku Oppa" kata Cheondoong tegas

" Mwoo? Shirreoyo aku bukan yeoja penggemarmu, Aishh" ucap Rinrin gusar sambil berdiri namun kakinya tak mampu menopang tubuhnya dan membuatnya oleng,lalu jatuh terduduk lagi " Ouchhh, appo"

" Mana yang sakit?" tanya Cheondoong sambil meluruskan kaki Rinrin lalu menggulung celana jeansnya, dilihatnya kaki yeoja itu terluka, lututnya berdarah dan terdapat banyak memar di kedua kakinya.

" Appo.." ringis Rinrin ketika Cheondoong tak sengaja menyenggol lengannya yang juga memar dengan banyak luka yang mengeluarkan darah yang sudah agak mengering.

" Ya! Kenapa bisa sampai separah ini? Kenapa kau tidak bilang sakit waktu kau jatuh tadi? Kaki dan lenganmu terluka" omel Cheondoong, tangannya sibuk mengobrak-abrik ranselnya mencari kotak p3k yang selalu dibawanya ketika naik gunung, membuat isi backpacknya berhamburan keluar.

" Chagatta" ucap Cheondoong datar lalu mulai membersihkan luka-luka Rinrin dengan antiseptic

" Ouch..appo, perih" ringis Rinrin

" Bersabarlah sebentar" gumam Cheondoong sambil meniup-niup luka Rinrin dan mulai memberinya biodiamin.

Rinrin diam dan terpaku melihat Cheondoong yang sedang mengobati lukanya, perhatian dan baik hati, sangat berbeda dengan biasanya yang seperti gunung es dan tidak pernah peduli pada apapun. Rinrin mengenal Cheondoong hampir dua tahun yang lalu, ketika dia memutuskan untuk bergabung dengan NLNO. Seorang namja pendiam, dingin dan tidak peka. Pewaris tunggal kerajaan bisnis Lee Corporation yang mendunia dan sekarang menjadi vice CEO, sosialita elite highclass korea dan termasuk keluarga bangsawan pewaris tahta kerajaan -jika konstitusi monarki korea masih berlaku, Cheondoong sudah menjadi Pangeran mahkota negeri ginseng tersebut dan sedang bersiap naik tahta. Menurut berita terakhir dari SNS tentang peringkat orang terkaya di dunia, kekayaan pribadinya mencapai 7 quadribillion dollar dan itu belum termasuk kekayaan Kakeknya yang mencapai 12 quadribilion dollar, menjadikannya namja terkaya di dunia. Namja itu sangat tampan dengan badan yang tinggi dan atletis dan dilengkapi dengan otaknya yang jenius, dia telah mencapai gelar doctor ketika usianya 17 tahun. Namun wajah malaikatnya berkebalikan dengan sikapnya yang sedingin es dan pendiam.

Dengan reputasi, prestasi dan wajah tampan yang dimilikinya, Lee Cheondoong sering muncul dalam media massa dan televisi. Gosip yang sedang ramai dibicarakan orang adalah kedekatannya dengan Choi Ji Eun, pemanah nasional korea yang cantik yang sangat dibenci penggemar Pangeran Lee yang fanatik. Itu adalah semua hal yang didengarnya tentang Cheondoong dari teman-teman yeoja di NLNO yang menjadi penggemar fanatik namja itu. Rinrin tidak mengenal Cheondoong dengan baik, mereka sering berdebat karena berbeda pedapat dan hal sepele lainnya lagipula Rinrin tidak pernah bergaul dengan namja itu diluar NLNO. Lee Cheondoong, Rinrin menyukai namanya, namun arti namanya berkebalikan dengan kepribadian namja itu yang dingin dan cenderung tertutup, oleh karena itulah dia selalu berdebat dengan namja itu hanya agar membuatnya membuka mulutnya.

" Sudah selesai, gwaenchana?" kata Cheondoong, menyadarkan Rinrin dari lamunannya yang langsung memungut dompet dan binokuler yang tadi diobrak-abrik Cheondoong dari backpack namja itu agar tidak ketahuan memperhatikan namja itu dari tadi.

" Gomawoyo sunbae" ucap Rinrin tulus sambil mengembalikan dompet Cheondoong, matanya tak sengaja melihat potret gadis kecil berseragam taekwondo dengan robekan persis di tengah bagian foto yang ada didompet Sunbaenya. Detakan jantungnya bertambah cepat dan air matanya sudah menggenang di sudut matanya, tangan gadis itu bahkan bergetar karena sama sekali tidak percaya pada apa yang dilihatnya. Gadis dalam foto itu adalah dirinya saat berusia 8 tahun ketika memenangkan kejuaraan taekwondo tahun 1998.

" Hn" jawab Cheondoong datar tanpa memperhatikan air muka Rinrin yang berubah pias

" Sunbae, darimana kau mendapatkan foto ini?" tanya Rinrin dengan suara bergetar mencoba menahan tangis

" Aku tidak ingat tapi gadis dalam foto ini adalah Choi Ji Eun. Dulu dia sangat mahir taekwondo tapi sekarang sama sekali tidak bisa dan membencinya setengah mati, makanya aku menyimpan ini" jelas Cheondoong, mengambil foto itu dan mengamatinya.

" Choi Ji Eun? Pemanah nasional yang dekat dengan sunbae?"

" Ne, kami bersahabat sejak berumur 9 tahun"

Air mata Rinrin mengalir begitu saja ketika mendengarnya, hatinya tiba-tiba sangat sakit dan dadanya terasa sesak. Dia bingung dan kacau. Gadis dalam foto itu adalah dirinya, dia bahkan punya setengah robekannya dalam dompetnya. Tapi kenapa foto ini bisa berada di dompet Cheondoong. Namja yang ada didompetnya juga bernama Lee Cheondoong tapi dia sudah lama meninggal karena kecelakaan pesawat dan tak mungkin hidup kembali. Lalu Lee Cheondoong di depannya ini siapa, kenapa bisa mempunyai fotonya dan berkata kalau itu adalah gadis lain. Apa ada kebetulan yang seperti ini? Apa aku sudah gila? Berbagai pikiran berkecamuk dalam otak Rinrin dan membuatnya makin terisak.

" Neo gwenchana? Kenapa tiba-tiba menangis?" tanya Cheondoong

" Appo, jeongmal appoyo, naneun … naneun jeongmal appo" isak Rinrin sambil memukul-mukul dadanya yang terasa sakit dan sesak.

" Uljima dan jangan memukul lagi, lenganmu masih sakit. Bersabarlah, kita pasti bisa kembali dengan selamat" bujuk Cheondoong

" Oppa, Shinwoo oppa, naneun eottokhe? Michinde, oppa, jeongmal appo" isak Rinrin makin keras, dia benar-benar bingung dan berpikir mungkin dirinya akan gila sebentar lagi.

" Rinrinku belum kembali? Bagaimana bisa?" tanya Shinwoo cemas. Sesuai jadwal, seharusnya dongsaeng kesayangannya menyelesaikan semua kegiatannya pukul 3 sore dan dia menjemputnya untuk langsung berlibur di Jangseong.

" Hyung, mianhaeyo. Seharusnya Rinrin dan Cheondoong hyung memang sudah kembali tapi terjadi kebakaran hutan dan api dengan cepat menghanguskan sebagian besar hutan, Tim SAR sedang mencari mereka. Kami dan juga para pengawal Cheondoong hyung bersiap-siap akan ke hutan lagi…" jelas Joon dengan suara bergetar. Yeoja-yeoja sudah menangis daritadi, memikirkan kemungkinan terburuk.

" Mwo? Rinrin, dia terjebak di hutan yang terbakar.. omona. Aku harus ikut mencarinya!" potong Shinwoo tegas

" Tapi hyung, hutan sangat berbahaya sekarang. Biar kami saja.."

" Dongsaengku dalam bahaya, aku harus ikut"

" Keselamatanmu sangat penting dokter Park" bujuk Jo ahjussi, komandan tim SAR

" Keselamatan dongsaengku jauh lebih penting, biarkan aku ikut" kata Shinwoo keras kepala

" Keure, kajja kita harus bergegas menemukan mereka sebelum api mulai meluas"

" Rinrin, uljima. Semua akan baik-baik saja" bujuk Cheondoong sambil mengusap air mata Rinrin yang tidak berhenti mengalir daritadi.

" Sunbae…" ucap Rinrin pelan, mengusap air matanya dan menghentikan tangisannya.

" Wae? Apa kau lapar? Makanlah " ujar Cheondoong menyodorkan sebatang coklat lalu membenarkan poni Rinrin dibawah sinar bulan dan sisa-sisa cahaya kemerahan dari api yang membakar hutan yang menerangi mereka malam ini. Mereka hanya membawa senter dan berencana akan menggunakannya hanya dalam keadaan darurat untuk menghemat baterai.

" Aniyo. Sunbae…" ucap Rinrin ragu setelah menggigit coklatnya

" Mmm"

" Kalau boleh aku tahu, siapa nama kakek sunbae?"

" Kurasa semua orang mengenal namanya" tanya Cheondoong heran, tapi buru-buru dijawab ketika melihat puppy eyes Rinrin yang akan menangis lagi, "Lee Changsun"

Air mata Rinrin langsung meleleh mendengarnya. Harabeoji yang disayanginya juga memiliki nama yang sama dengan kakek namja ini, bagaimana bisa. Jadi Cheondoongnya yang dulu belum meninggal, kalau begitu kenapa namja didepannya tidak mengingatnya.

" Apa sunbae punya saudara kembar?" tanyanya pelan sambil mengusap air matanya

" Aniyo, aku anak tunggal, kenapa daritadi pertanyaanmu aneh sekali? Apa kau mengenal kakekku?"

" Lee Changsun harabeoji adalah guru taekwondo pertamaku" lirih Rinrin yang masih berharap kakek Sunbaenya adalah harabeoji yang juga dikenalnya

" Mwo? Jinjja? Kalau begitu kita teman seperguruan Hoobae ya"

" Ne, jinjjayo" jawab Rinrin dengan muka pias karena mengetahui kenyataan yang didengarnya

" Kenapa aku tak ingat kau ya?"

" Itu sudah lama sekali, wajar kalo Sunbae lupa. Aku tidak yakin harabeoji masih mengingatku, Sunbae bolehkah aku bertemu dengannya?" suara Rinrin sudah terdengar seperti erangan sekarang, mengimbangi hatinya yang miris menghadapi kenyataan

" Ya! Kenapa kau tak memanggilku oppa" jawab Cheondoong berusaha bercanda meski terdengar aneh karena diucapkan dengan nada dingin dan datar seperti biasa

" Isshh, sunbae. Shirreoyo, aku sudah punya oppa yang sangat menyayangiku"

" Aish, kau memanggil semua namja yang lebih tua 'oppa', kenapa aku tidak" protes Cheondoong

" Karena itu terdengar aneh, memanggil 'oppa' dengan namamu. Lagipulakan kau sebenarnya Dosen"

" Hm?"

" Aku akan menceritakannya nanti. Sunbae, bolehkah aku bertemu dengannya?"

" Harabeoji lebih sering ada di States dan sudah tidak mengajar taekwondo lagi."

" Arraso, aku juga tidak mau mengganggunya. Keundae …Sunbae, bisakah kau mengatakan pada kakekmu kalau Park Rinrin merindukan Chang Harabeoji?"

" Chang harabeoji? Tak ada yang memanggilnya begitu kecuali aku. Keurom. Sekarang, kita tidur, besok kita harus bisa keluar dari sini"

Sorot cahaya senter diarahkan berkeliling dari atas tebing. Bunyi gesekan dan seretan berat, ditambah gemertak batu dan ranting yang berpindah tempat, memberitahu bahwa ada beberapa orang yang sedang menuruni lereng curam berpepohonan yang menuju ke tepian pantai tempat mereka sekarang.

" Sunbae, nuguseyo?" bisik Rinrin cemas, takut jika orang-orang itu adalah penjarah hutan yang sedang gencar diburu oleh polisi dan NLNO.

" Ssst" bisik Cheondoong sambil tetap waspada, dia memberikan pisau lipatnya pada Rinrin, " Kau pegang ini, gunakan saat mereka menyerang" Rinrin mengangguk patuh. Mereka kini bersembunyi diantara semak-semak.

" Dimana mereka?" seru suara berat dan kasar, membuat Rinrin mengeratkan genggamannya pada tangan Cheondong

" Rinrin.. Rinrin, neo oediya?" panggil Shinwoo keras dalam nada cemas yang sangat kentara, adik perempuannya belum ditemukan dan sekarang sudah hampir jam sebelas malam. Dia dan sekelompok tim pencari sedang berusaha menuruni lereng curam yang mengarah ke pantai

" Oppa, Shinwoo oppa" gumam Rinrin tak percaya

" Sstt, kita perlu memastikannya terlebih dahulu" cegah Cheondoong ketika orang-orang itu hampir mencapai dasar tebing dan makin mendekat ke arah mereka

" Tuan muda Lee, tuan muda Cheondoong"

" Park Rinrin… Lee Cheondoong hyung, neo oediya?" teriak Joon yang sangat cemas

" Joonie dan oppa" gumam Rinrin

" Nae Dongsaeng, neo oediya?" panggil Shinwoo makin keras

" Oppa, Shinwoo oppa, nan yogi..yogiyoo" teriak Rinrin refleks ketika yakin itu suara Oppanya, berdiri dari tempat persembunyiannya. Cheondoong ikut berdiri dan tetap menggengam tangannya dengan erat.

" Rinrin, eodiso?" teriak Shinwoo dan Joon bersamaan

Cheondoong menyalakan senter dan memberi tanda keberadaan mereka, mengarahkan senternya ke arah orang-orang yang mendekati mereka dan bernapas lega ketika mengetahui Joon, Park Shinwoo, dan beberapa pengawalnya bersama dalam kelompok itu.

" Oppa" ucap Rinrin ketika Shinwoo berlari memeluknya dan orang-orang yang mengikuti dibelakangnya

" Hyung, syukurlah kalian selamat" kata Joon sambil memeluk Cheondoong

" Tuan muda Cheondoong, apa anda baik-baik saja?" kata seorang pengawal Cheondoong

" Katakan pada Harabeoji aku baik-baik saja. Terimakasih sudah mencariku, kalian boleh pulang sekarang" jawab Cheondoong datar dan penuh kharisma kepemimpinan yang sangat kentara

" Algeussemida, Tuan muda Cheondoong"

" Lapor, Lee Cheondoong dan Park Rinrin sudah berhasil ditemukan dalam keadaan selamat dan sekarang sedang dievakuasi ke camp terdekat" lapor komandan tim SAR ke markas besar lewat walkie talkie yang digenggamnya.

Shinwoo yang sangat mencemaskan keadaan Rinrin yang luka-luka langsung membawanya ke rumah sakit posko SAR dan memastikan kondisi dongsaengnya baik-baik saja, Cheondoong yang dibawa paksa oleh Joon juga dikatakan baik-baik saja.

" Sudah kubilangkan aku baik-baik saja" tukas Cheondoong pada Joon

" Syukurlah, hyung baik-baik saja" ucap Joon lega dan bergegas mendatangi Rinrin yang berada di ranjang sebelah Cheondoong " Rinrin, bagaimana keadaanmu?"

" Nan gwaenchana" jawab Rinrin pelan, tersenyum menenangkan Oppanya yang sedari tadi mencemaskan dan ikut mengobatinya

" Luka memarnya parah tapi syukurlah dia mendapatkan pertolongan pertama yang baik sehingga lukanya tidak bertambah parah" ujar Shinwoo yang menangani Rinrin

" Cheondoong sunbae, kamshahamida" ucap Rinrin sambil membungkukan badannya

" Sunbae yang menolongku mengobati luka-luka ini oppa" tutur Rinrin pada Shinwoo, persis seperti anak kecil yang mengadu pada orangtuanya kalau dia baru saja mendapat hadiah dari pamannya.

" Kenalkan aku Lee Cheondoong, sunbae Rinrin di NLNO" ucap Cheondoong memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya, Shinwoo terkejut sebentar mengetahui namanya namun mencoba menyembunyikan ekspresinya dan meraih tangannya berjabat tangan

" Park Shinwoo. Lee Cheondoong ssi, kamshahamida telah menjaga dan menolong dongsaengku" kata Shinwoo sambil membungkukan badannya

" Gwenchanayo Park uisanim, dia hoobaeku aku harus melindunginya" jawab Cheondoong sambil menegakkan badan Shinwoo

" Aigoo, tak usah terlalu formal, kau boleh memanggilku Shinwoo hyung" ujar Shinwoo sambil mengulurkan tangannya

" Kalau begitu hyung, panggil aku Cheondoong" timpal Cheondoong menyambut uluran tangan Shinwoo

" Hyungdeul, sssttt, jangan berisik, Rinrin sedang tidur" kata Joon menginterupsi mereka berdua.

Matahari pagi menerobos kaca jendela Emergency Room, membuat ruangan itu hangat dan terang. Rinrin terbangun karena silau dan suara-suara ribut di sekitarnya. Dia mencoba duduk di ranjang rumah sakit itu dan menyesali dirinya yang terbangun dan mendapati pemandangan yang membuat hatinya sakit. Cheondoong yang sedang dipeluk oleh Choi Ji Eun di atas ranjang rumah sakit disebelahnya. Mereka hanya bertiga di ruang ER itu.

" Baby, syukurlah kau baik-baik saja kau harus ikut pulang bersamaku arra? Aku tidak mau kau tersesat dan dalam bahaya lagi" ucap Ji Eun sambil melepaskan pelukannya kemudian melirik Rinrin sinis," Apalagi sampai terluka karena kegiatan pencinta alam yang membuang-buang waktu dan membahayakan itu"

" Nan gwenchana. Rinrin, kau sudah bangun? Gwenchana?" tanya Cheondoong ketika menyadai Rinrin duduk terpaku daritadi. Rinrin mengangguk kecil.

" Baby, kajja kita harus pulang sekarang" ajak Ji Eun menggamit tangan Cheondoong erat

"Ji Eun ~a , kenalkan dia Park Rinrin, hoobaeku di NLNO. Rinrin, dia Choi Ji Eun, dia satu tahun diatasmu dan seumuran denganku"

" Annyeonghaseyo, Choi Jieun ssi" sapa Rinrin ramah

" Oh annyeong Rinrin, mianhae aku tak memperhatikanmu daritadi. Aku terlalu mencemaskan Cheondoong" balas Ji Eun sambil memeluk lengan Cheondoong erat dan mengelus pipi namja itu, membuat hati Rinrin semakin sakit dan kepalanya pusing karena rasa bingung yang melandanya.

" Saengi~ya, kau sudah bangun? Gwenchana? Mianhae tadi oppa meninggalkanmu sebentar" ucap Shinwoo yang muncul dan bergegas mendatangi adiknya. Rinrin langsung memeluk oppanya dan menyembunyikan wajahnya di dada kakaknya. Posisi Shinwoo yang berdiri dan Rinrin yang duduk di ranjang rumah sakit membuatnya lebih mudah menyembunyikan dirinya dari Sunbaenya.

" Nan gwenchana oppa"

" Park Shinwoo uisanim?" cetus Ji Eun tiba-tiba, lalu berkata dengan manis" Annyeonghaseyo, aku putri Choi Jina, Choi Ji Eun imnida, terimakasih telah merawat ibuku"

" Ohh, annyeonghaseyo. Bagaimana keadaan ibumu sekarang?" sapa Shinwoo ramah

" Setelah operasi lambungnya, ibuku berhasil pulih dan sekarang dia berada di States untuk memulihkan kondisinya"

" Syukurlah"

" Kalian saling mengenal?" tanya Rinrin mengeratkan pelukannya pada oppanya, takut kakaknya juga akan pergi ke gadis itu," Ibu? Pasti menyenangkan mengenal sosoknya"

" Kami hanya sekali bertemu dulu" jawab Shinwoo, " Neo, jinjja gwenchana?"

" Cheondoong baby, kajja kita pulang ke Seoul sekarang. Park uisanim, Rinrin, annyeongigaseyo" pamit Ji Eun, memeluk lengan Cheondoong erat.

" Annyeong, aku pamit sekarang" tukas Cheondoong

" Hati-hati di jalan" seru Shinwoo, " Saengi~ya, gwenchana?" tanya Shinwoo cemas ketika mendapati Rinrin dengan muka bingung dalam pelukannya.

" Appo, jeongmal appo" ucap Rinrin

" Mana yang sakit? Katakan pada oppa"

" Hatiku yang sakit oppa"

" Mwo? Apa kau menyukai Cheondoong dan cemburu pada mereka?"

" Aniyo"

" Lalu?"

" Apa oppa percaya kalau Lee Cheondoong yang tadi juga mempunyai Harabeoji bernama Lee Changsun?"

" Mwo? Maksudmu? Itu hanya kebetulan dongsaengku sayang, ada ribuan orang di Korea yang bernama sama"

" Tapi oppa, dia punya foto .."

" Arraso, dengarkan oppa, Oppa hanya tidak ingin kau sakit lagi. Buang semua pikiran anehmu, kita sudah tujuh tahun berada di Korea dan tidak pernah mendengar kabar mereka sedikitpun. Kalau Chang Harabeoji masih ada dia pasti akan mencari kita, uri harabeoji sudah meninggal dan kemungkinan Chang harabeoji juga sudah menyusul uri harabeoji" jelas Shinwoo sambil menangkup pipi yeodongsaengnya berusaha membuatnya tenang

" Oppa, uri harabeoji meninggal saat usiaku 5 tahun dan Chang harabeoji yang menjadi kakek kita setelah itu"

" Mianhae kalau oppa menyakitimu, tapi oppa yakin semua ini hanya kebetulan" ujar Shinwoo sambil membenarkan poni Rinrin

" Oppa, bagaimana kalau ini bukan kebetulan?"

" Kalau begitu kau harus mencari tahu kebenarannya Saengi~ya dan membuktikannya pada oppa"

" Oppa" potong Rinrin

" Oppa tinggal sebentar, Oppa perlu menelpon Appa di South Africa untuk memberitahu keadaanmu"

" Untuk apa memberitahunya? Dia takkan pernah peduli Oppa"

" Ssstt jangan bilang begitu, Appa menyayangimu. Saeng, tunggu disini. Oppa ambil obatmu dulu di mobil"

" Sungguh hanya kebetulan?" tanya Rinrin bingung dan putus asa memandangi punggung oppanya yang menjauh, " Aissshh pasti sebentar lagi aku akan gila"

TBC

Annyeong haseyooo, Park Rinrin imnida.

Saya membuat fanfic khusus Thunder dan MBLAQ karena selain mereka bias utama saya dan ingin menyalurkan hobi menulis, saya juga ingin meramaikan ff mblaq untuk para A +. Enjoy ^^