Naruto © Masashi Kishimoto

AU, OOC, Typo bertebaran

NaruSaku

..

.

.

.

Aku pernah merasakan apa itu sebuah kebahagiaan dan apa itu sebuah keluarga. Hidupku hanya berkisar antara ibuku yang sangat cerewet juga keibuan lalu ayahku yang lembut juga bijaksana. Tidak ada definisi kebahagian selain bersama mereka untukku. Ibuku sangat cantik dengan rambut merah panjang yang sangat indah miliknya dan ayahku sangat keren dengan wajahnya yang tampan juga rambut pirangnya yang menawan. Aku dilahirkan dengan mewarisi mata juga rambut ayahku, mataku beriris biru langit yang cerah seperti ayahku (dan ibu sangat menyukainya) lalu rambutku pirang seperti ayahku (dan ibuku bilang itu sexy). Ayah mengatakan kalau aku mewarisi sifat ibuku, seorang yang baik hati, keras kepala dan mempunyai sifat tidak mau menyerah juga agak cerewet.

Aku bahagia. Ketika aku bersama mereka aku bahkan tidak memikirkan apapun, aku tidak butuh apapun asalkan aku bisa terus bersama mereka. Karena sebenarnya aku hanyalah anak manja yang selalu ingin di perhatikan oleh ayahku juga ingin selalu dikhawatirkan oleh ibuku.

Hingga saat itu, kami merencanakan untuk berlibur ke sebuah villa milik kenalan ayahku. Kami sangat senang hingga menyiapkan banyak barang untuk dibawa. Ibu bilang ini adalah liburan yang akan menyenangkan dan ayah menyetujuinya. Aku yang saat itu masih berumur 7 tahun sangat senang melihat ayah dan ibuku begitu bahagia, lalu aku memeluk mereka dan mengatakan 'aku sayang kalian' yang dibalas sebuah pelukan hangat oleh ayah dan ibu.

Aku ingat betul kejadian waktu itu, kami tertawa dan bernyanyi di dalam mobil saat perjalanan ke villa. Ibuku bernyanyi dengan suara yang begitu keras membuat ayah yang sedang mengemudi tertawa terbahak-bahak. Aku yang duduk di jok belakang ikut bernyanyi mengikuti suara ibu dan ibu mengatakan 'kau memang putera ibu, Naruto!' yang juga membuat ayah saat itu berkata 'Naruto kita sudah pintar bernyanyi'

Perjalanan menuju villa hampir sempurna dengan berbagai tawa kebahagian yang menyelimuti perjalanan kami. Hingga saat itu, setelah aku berkata aku haus dan ingin minum, lalu ibu mengambilkan sebotol minuman untukku, tiba-tiba mobil yang kami tumpangi menabrak pembatas jalan. Aku tidak ingat kenapa mobil kami bisa menabrak pembatas jalan tapi, teriakan ibu benar-benar membuatku pilu. Mobil kami berputar dan terjungkal melewati pembatas jalan yang sudah rusak karena tertabrak tadi.

Aku tidak ingat kejadian setelah itu, tapi saat itu aku ingat aku sudah berada di luar mobil dengan seorang lelaki berambut perak yang sudah agak tua sedang mendekapku. Aku menoleh kebelakang melihat mobil yang kami tumpangi dan seketika mataku terbelalak lebar, ayah dan ibu masih berada di dalam mobil. Aku mencoba untuk berlari ke arah ayah dan ibu tapi lengan seseorang yang mendekapku menahanku dengan sangat erat. Aku hanya bisa berteriak memanggil nama ayah dan ibu. Aku melihat ibu masih membuka matanya, bibirnya tersenyum dengan darah yang terus mengucur dari kepalanya.

"Ini tidak bisa, sabuk pengamannya macet juga badannya terhimpit dan sangat sulit untuk di keluarkan, lelaki di sampingnya pun sudah tidak bernafas dan juga—

Seorang petugas pemadam kebakaran yang mencoba menyelamatkan ayah dan ibu , menghela nafasnya pasrah, matanya menatapku penuh khawatir juga prihatin. Air mataku yang sudah mengalir sejak tadi tambah mengalir dengan deras ketika petugas itu mengatakan kalimat tambahannya.

"Mobil itu sudah dalam kondisi terbakar dan parahnya bensin mobilnya mulai bocor. Maaf aku harus mengatakan ini tapi, yang harus kita lakukan sekarang hanya satu, menjauh dari tempat ini karena ledakan akan segera terjadi."

Aku makin meronta dari lengan kekar yang mendekapku, tangisanku makin histeris ketika aku melihat ibu tersenyum ke arahku dengan menggumamkan sesuatu dari bibirnya—sebuah kata-kata yang bahkan akan aku ingat sampai aku mati.

'Kami menyayangimu, Naruto.'

Dan tepat setelah itu aku di bawa lari dengan terburu. Mataku tak bisa teralihkan dari ibuku yang masih berada di dalam mobil. Mataku melihat dengan jelas, sebulir air mata turun dari mata sayu ibuku dengan senyum yang masih terpatri di wajahnya, setelah itu matanya terpejam dan—

'DUAR'

Suara ledakan yang sangat memilukan menimbulkan kobaran api menyala yang menelan mobil kami dengan menyisakan ayah dan ibu yang masih berada di dalam, ikut terlahap oleh kobaran api.

Nafasku tercekat. Aku berteriak sekeras yang aku bisa, berteriak memanggil nama ayah juga ibu yang sampai kapankun aku tidak akan pernah bisa melihat senyum mereka lagi di depan mataku. Tidak akan ada lagi omelan ibuku, nyanyian ibuku, dan kekhawatiran ibuku. Tidak akan ada lagi tangan hangat ayah yang akan mendekapku saat aku terjatuh. Semuanya, tidak ada.

Dan seperti nafas mereka yang telah terhenti, saat itu juga aku merasa—

Waktuku telah berhenti.

.

.

..

TIME

..

.

.

Menurut Shikamaru (teman Naruto yang paling pemalas) katanya jika kau bertemu dengan seseorang yang tidak kau kenal selama 3 kali berturut-turut tanpa sengaja, maka dia adalah jodohmu. Naruto pernah bertanya kenapa Shikamaru sangat percaya dengan hal-hal kekanakan seperti itu dan Shikamaru hanya menjawab enteng 'menurut buku tentang jodoh yang aku baca' dan Naruto sekarang merasa bahwa Shikamaru sudah tertular oleh si kutu buku, Sai (teman Naruto yang menurut Naruto sedikit sinting karena memiliki senyum yang sedikit aneh)

"Perempuan itu yang aku maksud."

Ini hari minggu, cuaca pagi ini sangat bersahabat untuk di nikmati. Dibawah pohon sakura yang indah, Naruto menunjuk seorang perempuan yang sedang duduk di bangku taman. Shikamaru yang melihat perempuan yang di tunjuk oleh Naruto hanya mengangguk-anggukan kepalanya mencoba menilai perempuan yang di maksud Naruto.

"Terlihat dari samping, dia cukup cantik, hidung mancung, bibir tipis, rambutnya cerah dan err… sebenarnya aku tidak terlalu suka warna rambutnya, kulitnya putih dan agak pucat dan hei—matanya indah sekali." Shikamaru terus mengamati sembari bibirnya mengeluarkan beberapa penilaian yang menurut Naruto itu tidak penting karena ia bisa menilainya sendiri.

Mengabaikan penilaian Shikamaru, mata Naruto kembali tertuju pada perempuan di bangku taman. Inginnya Naruto menghampirinya dan bertanya basa-basi seperti 'hei kita bertemu lagi' 'oh bagaimana kabarmu?' atau 'bolehkah aku tahu namamu?' karena sebenarnya walaupun Naruto sudah bertemu dengan perempuan itu 3 kali tanpa sengaja (pertama di halte bis, kedua di taman, dan ketiga di minimarket) Naruto tidak pernah menanyakan nama perempuan itu, tidak, sekalipun mata Naruto tidak pernah berpaling menatap perempuan itu saat mereka pertama kali bertemu di halte bis.

"Siapa nama gadis itu, Naruto?" Shikamaru bertanya dengan sedikit menyikut pinggang Naruto, membuat Naruto mendelik kesal pada Shikamaru.

"Mana aku tahu." Naruto berdecak sebal (pinggangnya benar-benar sakit di sikut oleh Shikamaru)

Shikamaru memandang Naruto dengan pandangan kau-bodoh-atau-idiot. Padahal menurut cerita yang Shikamaru dengar langsung dari mulut Naruto, katanya mereka bertemu 3 kali tanpa sengaja, dan Naruto mengatakan ia terpaku melihat perempuan itu. Jika memang Naruto tertarik dengan perempuan itu sejak pertama kali bertemu, tidakkah dia mencoba basa-basi menanyakan namanya? Baiklah mungkin tidak di pertemuan pertama, tapi bisa kan di pertemuan kedua dan ketiga?

Dan Shikamaru sadar, mungkin Naruto tidak ahli dalam bidang itu.

"Dasar bodoh, tidak ada niat untuk menanyakan namanya?"

"Tidak."

Shikamaru sedikit mengernyitkan alisnya "Kenapa?"

Naruto menghela nafasnya pelan. "Aku tidak bisa."

Mendengar jawaban sedikit putus asa dari temannya ini, Shikamaru sedikit prihatin dengan mental temannya. Apa perempuan bersurai merah muda cerah yang sekarang sedang duduk di bangku taman itu terlalu sempurna sampai-sampai Naruto yang hebohnya bisa setengah gila ini tidak bisa bertanya walau hanya sebuah nama?

"Kenapa tidak bisa?"

Naruto memandang Shikamaru sejenak, helaan nafasnya terdengar. Naruto menatap Shikamaru serius dengan dahinya yang sedikit berkerut. "Aku tidak bisa karena… aku tidak mengerti tapi, ketika aku menatap tepat di kedua matanya—aku seperti tersihir, matanya memandang lurus dan kosong juga agak sayu, saat aku menatapnya waktu itu aku… aku seperti masuk dalam dunianya. Kau tahu Shikamaru? Tatapannya seperti kesedihan dan… kesepian, seperti hujan selalu mengguyurnya."

Naruto sedikit menunduk, matanya menatap tanah di bawah pijakan kakinya. Kembali mengingat kejadian kala itu saat tidak sengaja ia menyenggol bahu perempuan disampingnya, membuat naruto yang ingin mengatakan maaf harus mengurungkan niatnya ketika matanya bertemu pandang dengan perempuan itu. Lama memandangi mata hijau emeraldnya membuat Naruto tidak sadar jika bis yang ia tunggu sudah datang. Untungnya seorang bibi di samping Naruto menepuk bahunya. Dan eye-contact pun berhenti kala Naruto melangkahkan kakinya menaiki bis.

"Jangan terlalu puitis begitu, kau terlalu banyak menelan puisi-puisi cinta murahan yang penggemarmu buat. Mungkin waktu itu kau hanya terpesona?" Singkat kata, Shikamaru sedikit geli dengan penjelasan Naruto tentang tatapan-tatapan yang Naruto maksud. Mungkin maksud Naruto, dia hanya terpesona dan mengaguminya, tapi Naruto menjabarkannya terlalu bertele-tele, ya mungkin saja kan? Naruto kan sedikit bodoh.

Naruto mengendikkan bahunya. Mengabaikan pendapat Shikamaru, Naruto mulai melangkahkan kakinya pergi dari taman. "Sudahlah, jika nanti aku bertemu lagi dan waktunya tepat, aku akan menanyakan namanya."

Shikamaru hanya menghela nafas melihat sifat temannya ini. Shikamaru mencoba melihat sekali lagi perempuan yang masih duduk di bangku taman, mencoba mengamatinya sekali lagi. Tepat saat ia berharap melihat wajahnya secara menyeluruh dari tampak depan, perempuan itu menolehkan kepalanya—menoleh kepada Shikamaru yang sedang berdiri di bawah pohon sakura.

Shikamaru membeku.

Tatapan mata itu… entah kenapa, Shikamaru merasa hawa dingin menyelimuti tubuhnya sekarang.

.

.

.

.

Pintu bercat cokelat tua itu berdecit, menandakan bahwa seseorang akan memasuki ruangan dibalik pintu tersebut. Lelaki dengan rambut sehitam bulu gagak berjalan memasuki ruangan kecil dengan cat putih pucat yang mengelilinya. Ruangan kecil ini sangat kotor dan di penuhi banyak barang-barang yang sudah berdebu, mungkin ruangan ini adalah sebuah gudang.

Lengannya bergerak membuka sebuah laci bersusun yang ada di pojok ruangan, mengambil secarik foto yang ada didalam laci tersebut. Bibirnya bergerak meniup foto yang sudah berdebu, lengannya juga mengusap foto itu dengan penuh ke hati-hatian, seolah-olah secarik foto itu adalah sebuah porselen cantik yang akan rapuh jika tersentuh. Bibirnya sedikit tertarik ketika foto di tangannya sudah bersih dari debu. Senyum simpul menghiasi wajahnya, memperlihatkan dengan jelas sosok yang ada di foto tersebut.

"Aku merindukanmu, Haruno Sakura."

Mulutnya bergumam, mata onyx beiris hitam kelabunya menyiratkan kerinduan yang mendalam. Dipandanginya terus menerus foto tersebut. Hingga ketika tanganya bergerak sedikit mengangkat foto itu ke wajahnya—mencoba untuk menciumnya, tiba-tiba suara decitan pintu terdengar.

"Kau sedang apa Sasuke? Disini banyak sekali debu."

Wanita berparas cantik dengan surai kemerahannya menyembulkan kepalanya di balik pintu cokelat tadi, mencoba melihat apa yang pria bernama Sasuke sedang lakukan.

Sasuke menoleh, matanya menatap lembut pada wanita di ambang pintu. "Tidak ada, aku hanya melihat barang lama."

Wanita itu tersenyum tidak kalah lembut. "Turunlah, aku sudah menyiapkan makan malam untuk kita."

"Baiklah, aku akan segera turun."

Dan setelah itu, wanita tersebut kembali menutup pintunya, meninggalkan Sasuke dengan sebuah kertas foto yang masih ada di genggamannya.

Kembali menatap foto itu, tatapan Sasuke tiba-tiba berubah. Tidak ada tatapan kerinduan yang terpancar dari matanya. Jari-jarinya bergerak meremas kertas foto tersebut dengan perlahan di genggamannya, bibirnya sedikit terangkat tersenyum sinis.

Hingga secarik kertas foto yang sudah menjadi gumpalan itu terlempar ke lantai ruangan yang penuh dengan debu.

Sasuke menatapnya sejenak, dengan senyum sinis yang masih terpatri di wajahnya, Sasuke meninggalkan ruangan tersebut.

Meninggalkan secarik foto gadis bernama Haruno Sakura yang sudah bergumpal di lantai dengan debu yang mengelilinginya.

.

.

.

.

Aku bertemu lagi, rambutnya benar-benar membuatku mudah mengenalinya walaupun aku berjarak agak jauh dengannya. Wajah itu tetap sama, matanya menatap lurus kosong di depannya. Hanya menatap wajahnya dari kejauhan seperti ini saja membuatku tidak bisa memalingkan mataku darinya. Banyak pertanyaan tentangnya yang terbesit di otakku sampai-sampai aku tidak bisa mengeluarkannya dan tidak bisa menebak jawabannya.

Aku melangkah maju, kakiku mencoba memperpendek jarak dengannya. Hingga aku berada dua langkah disampingnya, aku memilih untuk duduk di bangku ksosong samping kanan dirinya.

Hening. Aku tidak tahu harus memluai obrolan seperti apa. Kami disini sama-sama menunggu bis yang lewat. Aku sudah dua kali bertemu dengannya di halte bis ini tapi, aku sama sekali belum pernah menaiki satu bis bersamnya. Aku berpikir, mungkin dia masih menunggu seorang temannya di halte ini.

"H-hai."

Aku berusaha memulai percakapan, tanganku bergerak untuk sedikit menepuk pundaknya namun langsung terhenti sebelum mencapai pundaknya ketika tiba-tiba ia menoleh padaku. Matanya menatapku.

"A-ah maaf, aku lancang ya?"

Aku tertawa hambar, tanganku menggaruk belakang leherku yang sebenarnya tidak gatal sama sekali.

Perempuan di sampingku kembali menoleh ke depan, matanya menatap lurus dengan pandangan kosong kembali. Tawaku terhenti, diam-diam aku terus memandanginya dari samping, berharap ia menoleh padaku dengan senyum tipis di wajahnya, lalu sedikit berbicara padaku.

'Jangan berkhayal Naruto'

Aku menggelengkan kepalaku, pikiranku sudah berlarian liar entah kemana.

'Dasar bodoh, tidak ada niat untuk menanyakan namanya?'

Seketika perkataan Shikamaru dua hari yang lalu di taman terngiang kembali. Menanyakan ya? Aku seorang Namikaze Naruto masa hanya menanyakan nama seorang gadis saja tidak bisa?

Seketika, jiwa penuh optimis merasuki tubuhku. Aku belum mencoba kan? mana mungkin aku tahu namanya jika bertanya saja tidak. Aku tidak berharap ia merespon, tapi yang penting aku sudah berusaha.

"Hei, kupikir aku sering melihatmu akhir-akhir ini, ya mungkin kau tidak sadar, tapi aku menyadarinya haha—rambutmu berwarna sangat indah jadi aku mudah mengenalinya, omong-omong siapa namamu?"

Hening kembali. Aku menghitung detik demi detik yang terjadi setelah aku berbasa-basi tadi hingga sampai di hitungan detik ke 10 ini semuanya masih tetap hening. Aku menghela nafas pelan, usahaku gagal. Mungkin aku memang tidak ahli dalam bidang ini.

Hingga detik ke 12 yang akan ku hitung, perempuan di sampingku menolehkan kepalanya. Entah aku bermimpi atau tidak tapi, ada senyum tipis yang menghiasi wajahnya, walau sangat tipis tapi itu terlihat sangat manis di mataku. Dengan senyum tipis yang masih terpatri di wajahnya, bibirya bergerak mengeluarkan suara pelan yang jernih, juga begitu halus miliknya yang terdengar indah di telingaku.

"Sakura. Namaku Haruno Sakura."

Dan demi novel mesum milik Kakashi-sensei, aku tidak akan pernah melupakan hari ini. Hari dimana aku melihat senyumnya, hari dimana aku mendengar suaranya, dan hari dimana aku mengetahui namanya.

Dan aku benar-benar tidak akan melupakan hari ini ketika aku terpesona olehnya saat semilir angin menerbangkan helaian rambut indah sebahunya.

Hingga aku merasa saat ini, waktuku yang dulu telah berhenti kini—

Berjalan kembali, berjalan dengan keindahan dirinya didepan mataku.

.

.

.

.

Shikamaru merasa ia harus segera menghubungi seorang psikiater terhebat. Sedari tadi Shikamaru benar-benar heran melihat senyum yang terus mengembang di bibir Naruto. Sesekali Naruto menutup mulutnya yang sedang tertawa dengan satu tangannya lalu dia kembali lagi pada buku tulisnya—menulis materi yang ada di papan tulis, selang beberapa detik bibirnya menyunggingkan senyum lagi yang membuat Shikamaru benar-benar harus membawa Naruto ke seorang psikiater atau langsung menjeblosakannya saja ke rumah sakit jiwa.

"Mungkin Naruto sedang jatuh cinta."

Sai yang berada di samping Shikamaru (yang juga mengikuti Shikamaru untuk mengamati Naruto yang menurut Shikamaru terlihat aneh hari ini) mencoba berpendapat se-rasional mungkin.

Shikamaru menaikan alisnya sedikit bingung, Naruto jatuh cinta? Apa dengan wanita bersurai merah muda yang di beritahu Naruto saat di taman? Shikamaru memang sadar kalau Naruto sedikit menaruh perhatian pada gadis itu tapi, Shikamaru tidak pernah berpikir kalau Naruto akan seidiot ini (walau setiap hari ia berlaga idiot sih)

"Aku membaca buku tentang ciri-ciri karakter seseorang saat sedang jatuh cinta, dan dibuku itu tertulis bahwa di poin ke 2; jika seseorang sedang jatuh cinta baik lelaki maupun perempuan, mereka tidak akan berhenti tersenyum ketika membayangkan seseorang yang di sukainya." Sai menjelaskan secara detail kepada Shikamaru, sekedar memberitahu Shikamaru seperti apa itu jatuh cinta.

Shikamaru hanya menguap setelah mendengar apa yang Sai katakan. Shikamaru tidak mengerti apa itu cinta, jatuh cinta atau apapun tentang cinta, dan Shikamaru tidak mau mengerti.

"Memangnya kau tidak pernah jatuh cinta, Shikamaru?"

Shikamaru mendelik sebal pada Sai. "Tidak, jika jatuh cinta bisa membuat seseorang tersenyum idiot seperti itu, mungkin aku tidak akan pernah memilih untuk jatuh cinta."

Sai memandang Shikamaru dengan senyuman kecil di wajahnya. "Tapi sayangnya, jatuh cinta itu bukan sebuah pilihan, Shikamaru."

Shikamaru mengambil ancang-ancang untuk tidur di atas meja dengan tas sebagai sandaran kepala. "Yeah yeah yeah, terserah kau sajalah."

Dan setelah itu, Shikamaru memejamkan matanya, tertidur.

Sai kembali melihat Naruto yang masih tersenyum sejak tadi, mata beriris biru cerah milik Naruto menunjukan sekali bahwa Naruto sedang bahagia.

Sai yang melihatnya pun ikut tersenyum.

Jatuh cinta memang bukan sebuah pilihan, karena seberapa kali kau menyangkal bahwa kau tidak menyukainya , hati dan pikiranmu tidak akan pernah sinkron dengan sangkalanmu. Semakin kau menyangkalnya dan tidak memikirkannya, semakin kau akan sadar bahwa kau jatuh cinta dengannya.

Dan Sai yakin, Naruto percaya itu.

.

.

.

.

TBC

.

.

.

Halloooooo

Ini fic NaruSaku pertama saya~

Terimakasih jika kalian mau membaca cerita saya yang (saya akui) masih sangat berantakan ini. Jika berkenan mereview silahkan dan jika tidak juga tak apa karena saya tahu ada orang yang mager atau malas atau memang pendiam :D

Saran dan kritikan akan saya terima hehe arigatou~