"Lihat ke sini! Say cheeseee!"
"Ah, ini kartu namaku. Jangan sungkan kalau kau ingin menemuiku."
"Kyaa–itu Astolfo! Manisnyaa."
"Anu... Boleh minta foto, Kak?"
Suasana gedung Universitas K begitu ramai di akhir pekan. Dipenuhi teriakan fans, suara snap kamera, dan jeritan fans ketika idolanya memberikan fan-service. Benar, event bunkasai rutin setahun sekali.
Oops, berbeda dengan segala kericuhan di sekitarnya, Park Chanyeol malah menggigil gugup menatap wanita cantik beserta gengnya di seberang sana. Tarik napas, hembuskan, berkali-kali guna menetralkan detak jantungnya sendiri.
Duh, Chanyeol deg-degan gila.
Alasannya simpel, di ujung sana rombongan cosplayer Attack on Titan baru saja datang dari pintu utama gedung. Seperti biasa, grup cosplay AoT memang luar biasa, selalu mampu menarik perhatian. Tak hanya member mereka yang berwajah rupawan, juga kepiawaiannya dalam menghayati peran tak bisa dianggap remeh. Beberapa anggota bahkan berhasil memenangkan kontes cosplay tingkat internasional. Wow, kan?
Itulah mengapa tokoh utama kita hanya bisa membeku tanpa berani mendekat, tak seperti para fans pada umumnya yang langsung ngusel hanya demi sebuah tanda tangan. Tenang, Chanyeol bukan tipe fans hardcore yang suka mosing putar-putar lapangan saat lagu favoritnya berkumandang. Dia tipe santai, mencintai idolanya diam-diam, memimpikannya kala tidur, menantikannya dalam khayalan. Padahal cuma tokoh 2D, tapi Chanyeol sampai keranjingan seperti itu. Maklum, efek terlalu lama sendiri. Dia jomblo dari lahir kalau kau mau tau.
Kenapa Chanyeol jomblo? Tidak–dia bukannya buruk rupa atau sejenis siswa nakal kurang kerjaan. Chanyeol hanya terlalu jauh tenggelam dalam dunianya, terlalu mencintai karakter 2D-nya, matanya buta kalau menyangkut cewek-cewek tiga dimensi yang jelas-jelas menaruh perhatian pada cowok yang dikenal introver itu. Kepekaannya akan wanita nyata nyaris nol persen.
Di sana, Krista alias Historia Reiss berdiri anggun dengan balutan seragam cokelat khas Survei Corps. Yah, dia memang anggota paling mungil dalam rombongannya, namun kecantikannya tidak bisa diabaikan begitu saja. Oleh karena itu, pengunjung bunkasai makin menempel sampai tidak bisa gerak. Meski begitu, Historia masih menebar senyum pada semua fans yang ribut meminta foto bersama.
Walaupun posisisnya menyampingi Chanyeol dan jarak antar mereka lumayan terpisah jauh, Chanyeol tahu jelas mata sipit itu melengkungkan senyum tulus. Historia Reiss benar-benar mencintai fans-nya, tak seperti tokoh Levi yang –entah memang angkuh atau hanya mendalami peran– menatap datar barisan manusia dengan kamera di tangan.
Tiba-tiba saja Historia Reiss berbalik badan. Dan seketika itu pula mata keduanya bertemu, menatap Chanyeol kaget, sepersekian detik kemudian, raut kekagetannya berubah menjadi berseri dengan senyum manis yang membuat Chanyeol berdegup semakin kencang.
Ugh... Historia Reiss terlalu manis, terlalu indah, terlalu bersinar! Dia–dewiku!
Senyumannya mematikan. Memberikan sensasi aneh namun menyenangkan dari jantungnya yang terus berdesir. Mengirimkan getaran aneh yang langsung direspon otak jeniusnya dengan sebuah pemikiran mencurigakan;
Dia–Park Chanyeol, telah jatuh cinta pada siapapun orang dalam sosok Historia Reiss di hadapannya saat ini.
