Kuroko No Basuke © Fujimaki Tadatoshi

Fanfiction Written By Me

Warning: Don't Like Don't Read


Sei-kun is Mine!


Berbagai hidangan lezat tersaji di atas meja, lilin-lilin berbentuk mawar berwarna merah dan biru muda tersusun indah bak pohon cemara di tengah-tengahnya. Memberikan kesan romantis dan mewah.

Candle light dinner, pikir Kuroko Tetsuya. Meskipun dia selalu disuguhi pemandangan yang sama tiap makan malam tiba, namun bagi Kuroko makan malam kali ini lebih istimewa. Bagaimana tidak, sebelum memulai acara makan malam bersama, Akashi berkata ada hal penting yang ingin dia bicarakan empat mata. Membuat hati Kuroko mendadak doki-doki karnanya, mungkinkah Akashi akan melamarnya?

"Aku akan menikah, Tetsuya."

Seteguk liquid bening yang baru saja memasuki rongga mulut menyembur seketika. Dentingan gelas kaca yang terlepas dari genggaman dan jatuh menimpa piring di bawahnya cukup memekakan telinga. Kuroko menatap Akashi tak percaya, sebelum akhirnya limbung, semaput, dan tergeletak tak berdaya.

"Tetsuya!"

Seruan Akashi masih terdengar di telinga, matanya belum terpejam sempurna. Kakaknya akan menikah? Benarkah? Dengan siapa? Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Sampai mati pun Kuroko tidak akan rela ditinggal pergi.

"Tetsuya!" seru Akashi lagi. Bergegas menghampiri adiknya, Akashi menggapai tubuh Kuroko yang tak lagi berdaya.

"Tetsuya, bangunlah!" Akashi menepuk pipi Kuroko sekilas, sebelum akhirnya menggendong adiknya ala bridal menuju kamar mereka.

xxx

"Bagaimana keadaannya, Shintarou?"

Midorima Shintarou, psikiater muda berambut hijau, sahabat tak dianggap oleh Akashi Seijurou. Ia menghela nafas panjang, sebelum akhirnya memberi jawaban, "Kondisinya mengkhawatirkan nanodayo, dia butuh pertolongan segera."

"Memangnya dia sakit apa?" Sang tuan muda bersurai merah yang katanya tahu segalanya, tumben-tumbennya bertanya.

"Brother Complex nanodayo," jawab Midorima singkat.

Masih berdiri angkuh di belakang Midorima yang tengah memeriksa Kuroko, Akashi melepaskan jalinan tangannya yang semula terlipat di depan dada. "Sudah kuduga," ujarnya. Dia tahu juga ternyata, pantaslah ia lebih memilih memanggil Midorima yang notabene seorang psikiater dibandingkan dokter pada umumnya.

Midorima membalikkan badan, menatap Akashi jengah. Perempatan siku-siku imajiner sudah tercetak di pelipisnya, ingin rasanya ia melempar Akashi dengan setrika, lucky itemnya hari ini. "Kalau sudah tau kenapa bertanya nanodayo."

Akashi berjalan mendekati Kuroko dan menyenggol Midorima agar ia menyingkir dari sisi sang adik seraya berkata dengan songongnya. "Hanya formalitas."

Midorima gondok setengah mati. "Kubunuh kau Akashi!" dalam benak Midorima sudah mengangkat setrika tinggi-tinggi dan bersiap menggetok kepala Akashi, namun apa daya dalam kenyataan ia hanya bisa berdiam diri.

"Ini tidak bisa dibiarkan, aku tidak mungkin seumur hidup melajang," ujar Akashi lagi seraya mengelus surai adiknya perlahan.

"Itu salahmu sendiri nanodayo," tukas Midorima. "Kau terlalu memanjakannya—" membetulkan letak kacamata dengan jari tengah, Midorima tak habis pikir dengan kelakuan dua bersaudara yang ada di depannya. "—Pada dasarnya kalian berdua memang sama saja nanodayo," pungkasnya lagi. "Sama-sama gila," lanjutnya dalam hati.

"Bukan terlalu memanjakannya, aku hanya terlalu menyayanginya," elak Akashi.

"Kalau begitu kau menikah saja dengannya nanodayo. Dengan begitu kau bisa melepas masa lajang, dan Kuroko bisa mendapatkan orang yang dia sayang," saran Midorima ngasal.

"Ide bagus," tukas Akashi.

Midorima kicep mendengarnya, dia tidak serius, tapi Akashi sepertinya tidak bercanda menerima sarannya.

"Sei-kun serius?!" seru Kuroko antusias. Mendengar Akashi akan menikahinya, dia langsung sadar seketika.

"Tidak Tetsuya, aku hanya ingin membuatmu sadar saja."

Midorima sweatdrop, sedangkan Kuroko menggembungkan pipi. membanting tubuh, ia pura-pura pingsan lagi. "Pokoknya aku tidak akan bangun sebelum Sei-kun menikahiku," ujar Kuroko sewot dengan mata terpejam.

"Tidak apa-apa, Tetsuya. Dengan begitu pernikahanku akan berjalan mulus tanpa kendala." Akashi bangkit berdiri, dan nyelonong pergi. Meninggalkan Kuroko dan Midorima yang hanya bisa cengo, menatap punggungnya tak percaya.

Apa yang Akashi pikirkan memang sulit ditebak, dan apa yang Akashi lakukan memang selalu di luar dugaan. Tapi yang pasti, Kuroko tidak akan pernah membiarkan Akashi menjalani pernikahan.


TBC


Ini gak tau apa, tiba-tiba kepikiran aja. Mau dibuang sayang, jadi nekat aku terbitkan. Harusnya sih ini oneshoot, tapi terkendala mood. Waktuku gak banyak, ini juga dibikin secara kilat.

Ini fic cuma buat have fun aja, aku gak berharap lebih, tapi mudah-mudahan sih masih ada yang suka, biar kalau g dihapus aku bisa lebih semangat nyolong waktu buat nglanjutinnya.

See ya next chap ya xD