Disclaimer: I own neither Overlord nor Naruto.

Setiap yang hidup pasti akan merasakan mati. Namun, kematian itu sendiri apa? Apa yang terjadi pada kita setelah kita mati? Apakah perpisahan jiwa dengan raga itu disebut mati? Jika ia, lantas kemana jiwa itu pergi setelah kita mati? Apa pula yang akan terjadi dengan raga, apa dia cuma akan membusuk hingga menyatu dengan tanah? Apa pula yang dimiliki jiwa sehingga mampu membuat raga itu hidup? Begitu banyak pertanyaan yang harus ditanyakan, namun jawabannya hampir-hampir tidak ada. Bahkan bagi orang-orang yang telah kembali dari kematian sekali pun, mereka hanya bisa memberikan jawaban-jawaban yang samar untuk pertanyaan-pertanyaan itu.

Naruto tidak tahu apa yang akan terjadi padanya setelah ia mengaktifkan fuinjutsu super rumitnya ini, tapi apa pun itu, ia akan siap menanggung semuanya. Naruto sama sekali tak mungkin untuk bisa mewujudkan janjinya pada Nagato setelah melihat tubuh tak bernyawa Konan, bagaimana bisa ia melakukan itu tanpa Konan? Tak mungkin, ia tidak akan sanggup. Setidaknya.. hanya ini yang bisa ia lakukan untuk membalaskan kematian Konan, ia akan siap untuk menerima hukuman apa pun yang akan ditimpakan padanya jika bertemu Nagato dan Konan nanti di afterlife.

"Kau!" desis Obito dengan wajah murka. "Apa kau pikir dengan membuatku terbunuh semua akan selesai?! Tidak! Kalau sampai aku mati maka Zetsu akan melakukan berbagai upaya untuk menghidupkan Madara kembali, dan pada akhirnya Mugen Tsukuyomi tetap akan terwujud! Semua yang kau lakukan ini hanya akan berakhir dengan percuma! Lepaskan aku, brengsek!"

Naruto hanya tersenyum kecil mendengar celotehan Obito. Ia mengerti mengapa dia sampai seperti itu; Obito memiliki impian yang baik, dia ingin menciptakan dunia yang damai tanpa ada peperangan, dunia dimana dia dan gadis yang dicintainya, Rin, dapat hidup bahagia selamanya. Sebuah impian yang mulia memang, namun impian yang diwujudkan dengan merenggut kebebasan orang lain itu tak lebih dari sekedar keegoisan semata. Dunia ini bukan hanya milik satu atau dua orang saja; dunia ini adalah milik semua orang, kalau kau hidup di dalamnya maka kau harus mau untuk berbagi.

"Apa kau takut mati, Obito?" tanya Naruto sekasual mungkin sambil menekan telapak tangannya pada punggung Obito yang membuat aksara-aksara hitam yang mengikat keduanya menjadi semakin banyak, ia sama sekali tidak mempedulikan teriakan-teriakan frustasi Obito tadi.

"Harusnya aku membunuhmu tepat setelah Kushina melahirkanmu, dasar sampah tak tahu diuntung!"

"Hee.. jadi kau sangat takut dengan kematian..?" Naruto menyunggingkan senyum lebar di bibirnya. "Tidak perlu khawatir Obito, aku akan menemanimu menjemput kematian, jadi kau tidak perlu takut lagi, oke?"

"Grrr.."

"Hahaha.. aku tahu kau akan senang, kalau begitu, ayo kita ucapkan perpisahan pada dunia fana ini: Sealing Art: Dimension Explosion!"

Boom!

xxXxx

Hal yang pertama Naruto lihat begitu ia membuka kedua matanya adalah langit-langit yang mirip dengan langit-langit sebuah kamar. Apa afterlife memang seperti ini? Seaneh apa pun afterlife itu.. masak tempat peristirahatan jiwa-jiwa itu berwujud seperti perumahan? Dan lagi, Naruto bisa mendengarkan detakan-detakan jantungnya, pun ia bisa merasakan dadanya naik turun akibat kinerja sistem pernapasannya; apa jiwa yang kembali ke afterlife akan memiliki fisik seperti ini?

Tidak mungkin; ini bukanlah afterlife.

"Syukurlah akhirnya kau bangun juga."

Naruto langsung menolehkan pandangannya pada sumber suara. Duduk di sebuah kursi di sudur ruangan adalah seorang wanita berusia lanjut dengan rambut keputihan yang dikepang dan diposisikan di kanan tubuh depannya. Kendati usianya sudah lanjut dan wajahnya dihiasi beberapa keriput, namun rinnegan Naruto dapat melihat jelas kalau nenek itu memiliki kemampuan untuk bertarung, energi yang tak pernah ia lihat sebelumnya mengalir tenang di tubuh tua nenek itu.

"Siapa kau, di mana ini, nenek?" tanya Naruto sambil mendudukkan dirinya di tempat tidur yang terasa lembut itu, setidaknya lebih lembut dari kasur miliknya.

"Hahaha, apa aku terlihat terlalu tua untuk dipanggil nenek?" tanyanya dengan kerutan di wajah yang tiba-tiba bertambah.

Naruto menghendikkan bahunya tidak peduli; tidak ada orang tua yang suka diperingatkan kalau mereka sudah tua, bahkan Tsunade sampai membuat ninjutsu medis untuk memalsukan penampilannya, jadi Naruto sama sekali tak heran dengan sikap sang nenek.

"Jadi, di mana ini, dan siapa kau?" tanya Naruto lagi. "Aku harap ini bukan tempat persinggahan sebelum ke alam baka dengan kau sebagai pemutus yang akan menentukan apakah aku akan dikirim ke neraka atau afterlife."

"Hahaha.. sayang sekali, aku harus mengatakan kalau ini bukan tempat yang kau pikirkan; kita masih berada di alam kehidupan. Saat ini kau berada di rumahku di kota E-Asenaru, Re-Estize Kingdom. Dan tentang siapa aku, kau bisa memanggilku Rigrit, dan seperti yang kau duga dengan mata sihirmu, aku adalah magic caster."

Naruto mengernyitkan keningnya mendengar penjelasan nenek yang ingin dipanggil Rigrit itu. Re-Estize Kingdom? Naruto tidak pernah mendengar ada kerajaan dengan nama yang aneh seperti itu di elemental nations, apalagi kota yang juga aneh itu. Apa ini di suatu tempat di penjuru benua? Dan apa itu mata sihir, apa itu magic caster? Apa sihir itu adalah energi yang mengalir di tubuh Rigrit? Naruto benar-benar tidak paham dengan apa yang Rigrit katakan.

"Ne, er, Rigrit, apa kau tahu suatu tempat yang bernama Konoha atau Elemental Nations?" tanya Naruto dengan was-was.

Rigrit meletakkan tangan kanannya di bawah dagunya, matanya menerawang jauh. "Aku tidak pernah mendengar kedua nama itu," jawab Rigrit setelah beberapa saat mengingat-ngingat. "Apa jangan-jangan kau berasal dari suatu tempat di tengah-tengah atau bahkan ujung benua yang lain?" tanya balik Rigrit.

Naruto kembali mengernyitkan keningnya. Bisa jadi ini adalah belahan dunia yang lain, tapi itu tetap tidak menjelaskan mengapa Rigrit tidak memiliki chakra. Mustahil seseorang tidak memiliki chakra, bahkan orang biasa pun memiliki chakra meskipun hanya sedikit. Lagipula, jika sesuatu yang bernama sihir itu ada, pasti para shinobi di elemental nations akan tahu tentang itu, terlebih lagi Kumogakure yang gila akan kekuatan. Apa jangan-jangan, entah bagaimana, ia terlempar ke dunia lain? Tentu saja Naruto tahu itu adalah sesuatu yang mungkin. Mata Obito dapat membawanya ke dimensi khususnya, da nada kemungkinan juga kalau mata itu akan bisa mengakses dimensi lainnya yang memiliki kehidupan. Tapi, tidak mungkin ini adalah ulah Obito; Naruto sudah memastikan kalau ia sudah menyegal chakra Obito, artinya mustahil Obito akan bisa menggunakan Kamui. Jadi, jika ini benar-benar dunia lain, bagaimana ia bisa berada di sini?

Naruto memejamkan matanya dan berkonsentrasi untuk menemui Kyuubi. Namun, secara mengejutkan, Kyuubi sama sekali tidak ada di sana! Dan alam bawah sadarnya bukan lagi saluran air seperti sebelumnya, melainkan dunia yang semuanya berwarna putih, semuanya putih sejauh mata memandang. Jika ledakan itu benar-benar terjadi, maka Naruto bisa mengetahui alasan mengapa Kyuubi tak lagi ada di tubuhnya. Akan tetapi, di sisi lain, itu malah membuat hal ini lebih tak masuk akal lagi; bagaimana ia bisa tetap hidup?

Naruto membuka matanya dan menolehkan pandangannya kembali pada Rigrit. "Rigrit, bisa kau katakan padaku bagaimana kau menemukanku?"

Rigrit tersenyum kecil. "Saat itu aku sedang dalam perjalanan ke suatu tempat, dalam perjalanan itu aku mendengar sebuah ledakan kecil yang terjadi di tengah hutan. Merasa penasaran, aku pun memutuskan untuk ke hutan guna menyelidiki penyebab ledakan tersebut. Namun sesampainya di sana aku tak menemukan apa pun selain tubuh berlumuran darah milikmu yang tergeletak secara mengenaskan di lubang sedalam setengah meter." Rigrit diam sejenak, ekspresinya berubah menjadi serius. "Jujur saja, saat itu aku yakin kau sudah mati, aku sudah memastikannya sendiri, kau benar-benar sudah mati."

Mata Naruto melebar, "Lalu bagaimana aku bisa hidup kembali?" tanya Naruto tak sabaran.

Rigrit masih mempertahankan ekspresi seriusnya. "Setelah mengetahui kalau kau sudah benar-benar mati, aku berniat menguburmu lalu melanjutkan perjalananku. Namun ketika aku hendak memasukkan tanah ke dalam lubang itu, tubuhmu tiba-tiba terselimuti oleh energi biru keunguan. Kemudian tepat di samping tubuhmu tiba-tiba muncul api berwarna ungu gelap, kemudian dari kobaran api itu muncullah sesosok makhluk astral yang tak pernah kulihat sebelumnya. Di kepalanya tertulis sebuah huruf yang aku tak tahu namanya. Makhluk itu menatapku dengan mata yang sama seperti matamu untuk beberapa saat, kemudian dia membuka mulutnya dan dari dalam sana keluar lidah yang berbentuk seperti tangan, lalu lidah itu menarik jasadmu ke dalam mulut makhluk itu. Dia mengunyah tubuhmu hingga lima menit lamanya; aku sama sekali tak bergerak dari tempatku, itu adalah kali pertamanya aku merasa takut bahkan hanya untuk berpaling." Rigrit menjeda ucapannya sambil menenangkan dirinya, jelas sekali kalau dia masih merasakan rasa takut itu.

"Setelah lima menit berlalu," lanjut Rigrit, "makhluk itu akhirnya membuka mulutnya. Dari dalam mulut besarnya kau keluar seolah tidak pernah terjadi apa-apa, dan saat itu ekspresi sangat datar seolah kau tidak memiliki emosi sama sekali, seolah-olah kau itu bukan manusia. Setelah sosokmu keluar dari mulutnya, makhluk itu langsung menghilang dari kobaran api ungu itu bersamaan dengan itu api yang menyelimuti dan bekas tempat makhluk itu muncul langsung menghilang. Kemudian kau memandang ke arahku, namun sebelum kau sempat melangkah, tubuhmu langsung terjatuh seolah-olah kau adalah boneka yang tali pengendalinya dipotong. Penasaran dengan misteri yang terjadi di hadapanku, aku memutuskan untuk menunda perjalananku dan membawa tubuh tak sadarkan dirimu ke tempatku. Dan hari ini adalah hari ke tiga sejak kau kubawa ke sini." Rigrit mengakhiri ceritanya dengan senyum penasaran di bibirnya.

Naruto membawa tangan kanannya ke bawah dagunya, matanya menerawang jauh ke depan. Mengapa Raja Neraka sampai keluar sendiri dan menghidupkanku kembali? Naruto sama sekali tidak menemukan alasan yang logis bagi penguasa neraka itu untuk merostorasi tubuh dan jiwanya. Dan mengapa sampai memerlukan lima menit untuk menghidupkannya kembali? Seharusnya Raja Neraka bisa langsung mengeluarkan jiwanya lalu memasukkannya kembali ke tubuhnya, namun mengapa ia dihidupkan kembali seperti Nagato yang menghidupkan paths-nya? Dan mengapa sampai lima menit jika Nagato bisa melakukan itu hanya dalam sekian detik?

Naruto mengernyitkan keningnya; taka da jawaban yang logis dari semua pertanyaan itu.

Naruto kembali mengembalikan pandangannya pada Rigrit. "Apa kau melihat orang lain selain aku dan makhlukk itu?"

Rigrit menggelengkan kepalanya.

Itu artinya Obito tidak ikut bersamaku, jika pun dia terikut maka dia pasti sudah mati entah di mana? Bagaimana kalau Obito selamat? Aku harus memastikan hal ini dan mencari tahu apakah aku benar-benar di dunia lain atau masih di suatu tempat di dunia lamaku.

"Sudah bertanyanya?"

Naruto menganggukkan kepalanya mendengar pertanyaan Rigrit.

"Kalau begitu sekarang giliranku yang bertanya, tapi pertama-tama tolong perkenalkan dirimu; sangat tak sopan bagi anak muda sepertimu untuk tidak memperkenalkan diri setelah orang tua sepertiku menjelaskan semuanya panjang lebar, bukan begitu?"

..seminggu kemudian..

Naruto sangat-sangat yakin kalau sekarang ia berada di dunia yang bukan dunianya. Ia sudah mengirimkan lima ratus kage bunshin ke semua penjuru mata angin dan tidak menemukan sedikit pun hal-hal yang berbau dunia lamanya. Pun Naruto juga tidak menemukan keberadaan Obito. Ia bahkan sampai menggunakan senjutsu selama beberapa hari untuk melacak keberadaannya, selain itu, segel hiraishin yang ia pasang di tubuh Obito juga tak bereaksi. Oleh sebab itu, Naruto yakin seratus persen kalau Obito tidak ada di dunia ini dan kemungkinan kalau dia mati dalam ledakan besar itu di atas sembilan puluh persen. Akan tetapi, hingga saat ini, Naruto masih tidak bisa menjelaskan bagaimana ia bisa nyasar ke dunia ini dengan tubuhnya yang masih tetap utuh setelah terkena ledakan dahsyat itu.

"Naruto," panggil Rigrit.

Naruto menolehkan pandangannya pada nenek yang ternyata sudah berumur lebih dari dua ratus tahun itu. "Ada apa, Rigrit?" respon Naruto dengan nada ramah dan sopannya. Rigrit adalah satu-satunya orang yang mengenal siapa dirinya yang sebenarnya, hubungan mereka saat ini sudah seperti nenek dan cucu—yah meskipun Rigrit tidak mau dipanggil nenek, padahal dia kan memang sudah nenek-nenek!

"Aku memiliki teman yang tahu sejarah dunia ini lebih baik dariku, mungkin dia bisa memberitahu apa yang terjadi padamu."

"Hm, siapa itu?"

"Namanya Tsaindoruks Vaision, namun dunia lebih mengenalnya sebagai Platinum Dragon Lord; mungkin di dunia ini saat ini hanya kau seorang yang bisa mengimbangi kekuatannya."

"Seekor dragon?"

"Ya."

"Di mana dia tinggal?"

"Di Floating Castle Eryuentiu."

Naruto dan Rigrit kemudian melakukan perjalanan jauh ke kediaman Platinum Dragon Lord. Dari E-Asenaru, mereka berjalan ke arah tenggara hingga melewati negara terkuat manusia yang bernama Slane Theocracy lalu terus berlanjut ke tenggara lagi. Mereka berhenti beberapa kali untuk sekedar mencari informasi dan mengenalkan tempat-tempat yang mereka lewati padanya. Lalu setelah hampir sebulan perjalanan akhirnya Naruto dan Rigrit sampai juga di Floating Castle Eryuentiu.

Naruto menatap datar pada sosok dragon biru muda yang tidur malas-malasan di tengah-tengah salah satu ruang di kastil besar ini. Dragon tersebut tak lebih besar dari bijuu, namun jauh lebih besar dibandingkan dengan Gamakichi yang sudah agak remaja. Naruto dan Rigrit terus berjalan lalu berhenti tepat beberapa meter di depan kepala sang dragon, dan sedetik kemudian kelopak mata sang dragon langsung terbuka, menampilkan sepasang mata kuning dengan iris hitam vertikal.

"Lama tak bertemu ya, Tsa." Ucap Rigrit sambil tersenyum ramah. "Ah, apa kau sekarang telah lupa caranya untuk menyapa teman lama?"

"Hahaha.. maaf, Rigrit, didatangi teman lama membuatku sangat tersentuh." Platinum Dragon Lord mengalihkan pandangannya pada Naruto, kedua matanya menajam. "Siapa yang di sampingku? Aku merasakan kekuatan yang cukup besar yang berbeda dengan Eight Greed Kings, kekuatannya lebih dekat dengan wild magic, namun berbeda. Dan mata itu, itu lebih murni dari wild magic."

Naruto memajukan kakinya dua langkah, rinnegannya memandang iris sang dragon dengan segala kuasanya. "Platinum Dragon Lord," ucap Naruto dengan intonasi yang cukup datar. "Tsaindoruks Vaision, kau punya nama yang bagus."

..sebulan kemudian..

Tsaindoruks Vaision memang tidak sekuat Kyuubi, namun Naruto yakin kalau sang Platinum Dragon Lord dapat bertarung melawan bijuu-bijuu lain satu lawan satu, seidaknya itu adalah apa yang Naruto yakini setelah bertarung dengan sang dragon lord. Wild magic yang dibangga-banggakan Tsa sama sekali tidak berkutik begitu dihadapkan pada rinnegannya, mungkin karena seperti yang dikatakan Tsa, rinnegannya lebih murni daripada wild magic.

Melalui Tsa, kini Naruto sudah mengetahui dengan rinci sejarah dunia ini sejak zaman dragon emperor masih ada hingga saat ini. Tsa berteori kalau keberadaannya di dunia ini itu berhubungan dengan keberadaan para player yang datang ke dunia ini setiap beberapa ratus tahun sekali. Kendati demikian, Tsa tidak tahu bagaimana caranya para player itu bisa sampai di dunia ini. Karenanya, hingga saat ini, Naruto sama sekali tidak bisa menemukan jawaban atas keberadaannya di dunia ini, dan mengapa Raja Neraka sampai menghidupkannya kembali dan membuat tubuhnya menjadi immortal.

Fakta tentang keimmortalannya disampaikan oleh Tsa, Naruto benar-benar terkejut hingga tak bisa berkata apa-apa. Saat itu Tsa tertarik untuk mempelajari mengapa ia memiliki kekuatan yang sangat mirip dengan wild magic namun pada saat yang bersamaan begitu berbeda. Karenanya dia menggunakan salah satu mantra sihirnya pada Naruto, dan bukannya menemukan jawaban yang dicarinya, Tsa justru mengatakan kalau jiwa Naruto bahkan lebih terang dari jiwa Tsa sendiri, artinya Naruto telah menjadi makhluk yang akan hidup abadi selama ia tidak terbunuh. "Jiwa yang besar seperti itu tidak akan bisa mati dengan sendirinya, tubuhmu akan berhenti tumbuh dan kau tidak akan pernah menua untuk selama-lamanya. Satu-satunya cara agar kau bisa mati adalah sama sepertiku, yaitu jiwa kita harus dihapuskan juga, karena jika tidak maka jiwa kita akan terus hidup dan seiring berjalannya waktu jiwa kita akan berusaha untuk membentuk kembali raganya. Contohnya: meskipun dsudah dibunuh, saat ini jiwa Catasthrope Dragon Lord sedang dalam proses untuk bangkit kembali,"—begitu penjelasan Tsaindoruks.

Kehidupan abadi, siapa yang menginginkan itu? Orang-orang yang sangat memimpikan keabadian tentu berpikir kalau itu adalah sebuah berkah, namun bagi orang-orang yang telah mendapatkannya seperti Naruto, keabadian itu tak lebih dari sekedar kutukan. Bayangkan saja, hidup terus menerus seraya menyaksikan satu per satu orang yang kau kasihi, kemudian seiring berjalannya waktu semuanya meninggalkanmu sendiri, kau hidup di dunia yang orang-orang di dalamnya tidak tahu tentangmu.. lalu kau berusaha untuk mencari orang lain untuk menghilangkan kesepian itu, namun karena keabadianmu maka pada akhirnya mereka akan meninggalkanmu juga. Siklus yang seperti itu akan terus berulang, hingga akhirnya kau merasa jenuh dan berhenti peduli, lalu kau memutuskan untuk hidup selamanya dalam kesendirian, terisolasi. Siapa yang menginginkan kehidupan yang seperti itu?

Mungkin orang-orang seperti Orochimaru akan dengan tangan terbuka menyambut keabadian itu, namun bagi Naruto, keabadian itu adalah sebuah kutukan yang paling menyakitkan. Melihat Konan mati saja sudah membuat hatinya remuk, bagaimana bisa ia melihat orang yang ia kasihi kembali mati di depan matinya?

Tidak bisa; Naruto tak sanggup menahan rasa itu.

"Naruto," panggil Rigrit, membuat Naruto tersadar dari alam lamunannya.

"Ada apa Rigrit?" tanya Naruto.

"Kita akan bertemu dengan temanku yang lain, dia juga immortal. Namun tidak sepertimu dan Tsa, dia adalah seorang vampire, dia akan benar-benar mati kalau tubuhnya musnah. Mungkin kau bisa akrab dengannya, meskipun saat ini dia sudah punya rekan-rekan, namun karena statusnya sebagai vampire membuatnya menjadi orang yang tertutup. Kesendirian, itu adalah hal yang paling dimengertinya."

"Sejak kapan?" tanya Naruto, terselip nada penasaran dalam suaranya.

"Sejak dia berubah menjadi vampire di usia dua belas tahun lebih dari dua ratus tahun yang lalu, Inberun sudah hidup dalam kesendirian. Hanya saat bersama kamilah, thirteen heroes, dia baru merasakan yang namanya pertemanan. Namun beberapa tahun kemudian kami mengambil jalan terpisah, dan Inberun kembali berkelana sendirian. Sesekali aku datang menemuinya, namun kemudian kami kembali berpisah. Seseorang yang paling mengerti dirimu, mungkin dialah orangnya."

Seseorang yang paling mengerti diriku, huh?

Tanpa sadar senyum kecil terbentuk di bibir tipis Naruto, rasanya ia tak sabar untuk bertemu dengan gadis vampire bernama Inberun ini.

2 Tahun Kemudian, Re-Estize, Re-Estize Kingdom

Sebuah pedang hitam besar terayun dengan kuat mengincar leher seorang wanita berambut biru panjang yang diikat dengan model ekor kuda. Namun ayunan pedang itu tertahan dari lajunya ketika sebuah besi hitam dengan ujungnya yang tajam memblok pedang tersebut, menimbulkan suara "trang" yang menggema memenuhi ruangan latihan bawah tanah ini. Pemilik pedang tak tinggal diam, ia mengangkat kaki kirinya hendak menghantam perut sang wanita, namun gerakannya yang terlalu lambat di mata amethyst berpola riak air sang wanita membuat sang pemilik pedang terlempar duluan ke belakang akibat tendangan keras yang tak terlihatnya, yang menghantam perut sang pemilik pedang dengan kuatnya.

Dua wanita kembar berambut pirang yang diikat dengan pita merah dan biru muncul di sebelah kanan dan kiri sang wanita bermata unik itu, keduanya secara harmoni mengayunkan dagger mereka mencoba memenggal kepala wanita berjubah hitam dengan pola awan merah tersebut. Belum cukup sampai di situ, seorang wanita bertubuh besar berbalutkan armor ungu melompat dan mengayunkan senjata berbentuk martil besarnya mencoba menghancurkan kepala sang wanita yang di bawah bibir bawahnya terdapat sebuah tindik. Dan dari belakang sang wanita bertindik, seorang wanita pendek dengan topeng uniknya juga telah menyiapkan lima tombak kristal tajam seukuran lengan lelaki dewasa mencoba menusuk punggung sang wanita berambut biru. Serangan kombinasi keempat wanita tersebut terjadi dalam waktu yang singkat, siapa pun yang melihat jalannya pertarungan tentu akan berpikir kalau menghindari serangan yang disusun dengan indah itu sangatlah sulit. Namun tidak bagi wanita berekspresi datar tersebut; tepat ketika serangan-serangan tersebut akan mengenai sang wanita bertindik berekspresi datar, semuanya berubah tepat ketika sang wanita membisikkan dua patah kata.

"Shinra tensei."

Boom!

Ledakan gravitasi dengan skala kecil tercipta di sekeliling sang wanita berambut biru, menyebabkan dagger, martil besar, dan tombak-tombak kristal, serta keempat wanita yang berusaha menyerangnya terlempar kuat ke belakang menghantam dinding-dinding, membuat keempat wanita tersebut meringis kesakitan.

"Fireball!" teriak seorang wanita berambut pirang sebahu yang berdiri di dekat tangga ruangaan bawah tanah ini.

Wanita berambut biru berwajah datar itu melirik ke arah bola api yang dilesatkan ke arahnya oleh seorang gadis berambut pirang sebahu, namun dia tidak melakukan apa pun; wanita tersebut hanya memandatang datar bola api tersebut dan seketika bola api itu terdispersi dan menghilang begitu saja. Tak ada yang terkejut dengan apa yang baru saja dilakukan wanita bertindik tersebut; semua orang yang berada di ruang bawah tanah ini sudah sering melihat hal itu.

Melihat tak ada serangan yang berhasil mengenai wanita itu, wanita berambut pirang pemilik pedang hitam besar menggeretakkan giginya lalu melesatkan kelima pedang yang melayang di belakangnya ke arah wanita tersebut, dan kemudian dia sendiri melesat ke arah sang lawan dengan penuh determinasi.

Wanita berambut biru itu tidak diam saja; dengan kedua besi hitam berujung tajam di kedua tangannya dia melesat menyambut sang pemimpin dari wanita-wanita yang masih tergelatak di sudut-sudut dinding ruangan besar ini. Wanita tersebut memiringkan kepalanya ke kiri menghindari pedang yang berada di tengah-tengah kelima pedang yang melesat ke arahnya, keempat pedang sisanya dia blok dengan besi hitam di kedua tangannya, semuanya berlangsung dalam sekejap dan dilakukan tanpa berhenti dari larinya menuju sang wanita yang juga sedang berlari ke arahnya.

Wanita berambut pirang panjang tersebut mengayunkan pedangnya secara vertikal mencoba membelah tubuh wanita berambut biru, namun wanita berambut biru tersebut dapat menangkisnya dengan besi hitam yang di tangan kiri dan pada saat yang bersamaan dia mengayunkan besi hitam di tangan kanannya ke wajah sang wanita.

Wanita tersebut melompat mundur selangkah menghindari ayunan besi hitam sang wanita bejubah hitam, kemudian ia kembali maju dengan kedua tangan tergenggam erat pada pedang hitamnya yang segera saja dia ayunkan secara horizontal mencoba memotong sang wanita berambut biru menjadi dua.

Trank! Benturan pedang dan besi hitam kembali terjadi, wanita berambut pirang menggeretakkan giginya berusaha menekankan pedangnya mencoba membelah besi hitam yang menahan laju pedangnya. Namun tenaganya tak cukup kuat untuk melakukan itu, dan karena terlalu fokus pada pedangnya, wanita berambut pirang tersebut gagal untuk memblok tendangan kaki kanan wanita berambut biru, membuatnya terlempar kuat ke samping lalu menghantam dinding dengan keras.

"Cukup sampai di sini," ucap wanita berambut biru itu sambil berjalan. "Mungkin saat ini kalian bisa mengalahkan Rigrit kalau bersama-sama."

Kelima wanita yang tadi bertarung dengannya hanya mengangguk mendengar ucapan datar wanita berambut biru, mata mereka sedikit pun tak beralih dari memandang wanita tersebut yang sedang menaiki tangga ke lantai atas. Barulah ketika sosok wanita berambut biru itu menghilang sepenuhnya kelima wanita tersebut saling memandang satu sama lain sambil tersenyum. Mereka adalah Blue Rose, satu-satunya tim adamantite adventurer yang terdaftar sebagai bagian dari adventurer guild di Kota Re-Estize.

Lakyus Alvein Dale Aindra—seorang wanita cantik berambut pirang panjang dan memiliki rasa keadilan yang tinggi. Dia adalah seorang bangsawan yang juga seorang priest dari temple of water god, dialah yang memimpin tim adventurer ini. Selain punya keahlian dalam memainkan pedang, Lakyus juga seorang divine magic caster, dia adalah satu-satunya orang di Re-Estize Kingdom yang bisa menggunakan spell untuk menghidupkan orang mati, Raise Dead.

Evileye—tak banyak informasi yang diketahui tentang arcane magic caster bertubuh mungil menyaingin Queen Draudillon tersebut. Wanita yang selalu mengenakan topeng serta berambut pirang tersebut adalah magic caster terkuat di-seantero Re-Estize Kingdom. Mungkin hanya Fluder Paradyne dan Rigrit yang bisa mengalahkan loli bertopeng itu dalam pertarungan sihir.

Gagaran—perempuan bertubuh besar yang dibaluti armor ungu dan selalu membawa war-pick kemana-mana ini adalah yang terkuat, secara fisik, di antara semua anggota Blue Rose. Dia adalah anggota pertama dari Blue Rose bersama dengan Lakyus. Dulu Gagaran pernah menyelamatkan nyawa Lakyus, karena itu keduanya sangatlah dekat, dan bersama-sama mereka mencari anggota lain hingga akhirnya Blue Rose lengkap.

Tina—wanita bertubuh mungil berambut pirang ini dulunya adalah assassin, namun sejak misinya dalam membunuh Lakyus gagal, dia dan saudari kembarnya ini menerima ajakan Lakyus untuk bergabung dengan Blue Rose. Meskipun dia adalah mantan assassin yang terlatih, Tina sangat sulit untuk menyimpan rahasia, bahkan sekalipun jika itu mengancam nyawanya. Karenanya, Tina sering dijuluki sebagai "Blabbermouth".

Tia—perempuan yang juga bertubuh mungil berambut pirang ini adalah kembarannya Tina, dia juga adalah mantan assassin. Penampilan dan rupa Tia sama persis dengan Tina, satu-satunya yang membedakan mereka berdua adalah warna ikat rambut yang mereka pakai: Tia berwarna biru sedangkan punya Tina berwarna merah. Dan Tia bukanlah "blabbermouth" seperti kembarannya.

Mereka adalah Blue Rose, tim adamantite adventurer terkuat di-seantero Re-Estize Kingdom.

"Menurutmu, siapa yang lebih kuat antara Tendou-dono dan Akatsuki-dono, Evileye?" tanya pemimpin dari keempat wanita tersebut, membuat semua mata terarah pada gadis mungil bertopeng yang bernama Evileye.

"Tentu saja Akatsuki-sama!" jawab Evileye dengan penuh semangat. "Tendou hanyalah sebagian kecil dari kekuatan Akatsuki-sama," tambah Evileye dengan penuh antusiasme.

"Sebagian kecil, apa maksudmu?"

"Maksud Evileye adalah, Akatsuki-sama sangatlah kuat sehingga membuat kekuatan Tendou-sama terlalu kecil jika dibandingkan dengan beliau."

Gadis yang baru saja menjawab pertanyaan yang diajukan kepada Evileye itu bernama Arche. Dia adalah wanita berambut pirang sebahu yang sedari tadi memperhatikan pertarungan dari dekat tangga, dia adalah seorang magic caster sama seperti Evileye.

"Ahaha, seperti yang Arche bilang, Lakyus."

"Sulit untuk kupercayai itu, tapi jika itu yang Evileye katakan maka itu mestilah kebenarannya."

Baik Arche mau pun Evileye sama-sama bernapas lega ketika Lakyus dan ketiga wanita tersebut tak lagi mempersoalkan ucapan Evileye. Keempat anggota Blue Rose lainnya tidak melihat hal itu, mereka terlalu fokus dengan membandingkan kedua orang yang menjadi topik pembicaraan tersebut.

"Oh, aku hampir lupa," ucap Lakyus secara tiba-tiba, membuat semua mata kembali terarah padanya. "Hari ini Renner meminta kita untuk menemaninya mengunjungi salah satu desa di pinggiran Re-Estize, aku harap kalian bisa ikut."

Keempat wanita yang dimaksud Lakyus tak langsung memberikan jawaban, mereka terlihat terdiam sejenak menimbang permintaan Lakyus.

"Aku ikut," jawab Tina.

"Sama," respon Tia.

"Hm, aku nggak punya urusan lain, aku akan menemanimu, boss."

Evileye tak lekas menjawab, kendatipun seluruh anggota Blue Rose kini memfokuskan perhatian mata mereka padanya, Evileye masih belum memutuskan.

"Evileye?" panggil Lakyus, terselip nada khawatir pada suaranya.

"Hm.. maaf, aku nggak ikut. Aku ingin tetap di Panti Asuhan ini hingga misi kita yang akan datang."

Lakyus dan lainnya hanya tersenyum kecil mendengar jawaban Evileye. Mendengar itu keluar dari mulut magic caster mereka bukanlah sesuatu yang mengejutkan lagi; Evileye adalah pendiri Panti Asuhan ini bersama dengan Tendou, sangatlah wajar jika dia ingin menetap di sini lebih sering dan lebih lama, mereka berempat sama sekali tidak keberatan.

"Kami mengerti," ujar Lakyus diikuti anggukan ketiga wanita lainnya. "Kalau begitu kami pergi dulu ya, Evileye, Arche. Kami akan kembali ke sini setelah selesai menemani Renner."

Evileye dan Arche menganggukkan kepala mereka, lalu keduanya mengikuti keempat wanita tersebut menaiki tangga untuk sampai ke lantai atas. Sesampainya di lantai atas, Lakyus dan yang lainnya langsung beranjak keluar dari bangunan utama Panti Asuhan lalu bergegas meninggalkan pekarangan tempat tinggal anak-anak yang bernasib malang tersebut. Evileye dan Arche hanya memandang kepergian mereka dalam diam. Baru ketika sosok keempat wanita itu tak lagi terlihat matalah Evileye dan Arche kembali memasuki bangunan besar tersebut.

"Evileye, aku akan membantu Margareth dan Imina untuk membuatkan makanan untuk anak-anak dan yang lainnya, kau mau ikut?" tanya Arche, senyum kecil menghiasi wajah cantiknya.

Evileye menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak, aku akan ke puncak bangunan."

"Oh, baiklah."

Keduanya pun berpisah arah: Arche memasuki pintu besar yang terletak di arah yang berlawanan dengan tangga, sedangkan Evileye berjalan ke arah tangga.

xxXxx

Keeno Fasris Inberun, atau yang lebih dikenal dengan alias Evileye, dulunya adalah seorang manusia, namun sejak berusia dua belas tahun ia berubah menjadi vampire dalam usahanya untuk mendapatkan kekuatan membalaskan kematian keluarganya. Dalam mewujudkan hal itu, Keeno menghancurkan sebuah kerajaan kecil dalam waktu semalam, membuatnya dikenal sebagai vampire lord "landfall". Namun itu dulu, dua ratus tahun yang lalu, masa yang sama ketika Evil Deities dan Thirteen Heroes mulai bermunculan.

Kini, Keeno hanyalah seorang arcane magic caster dan anggota dari tim adamantite adventurer Blue Rose. Juga, seorang vampire yang bersembunyi dibalik topeng dan berkeliaran bersama para manusia. Ironis sekali memang, tapi apa boleh buat, ia adalah vampire dan mereka adalah manusia, keduanya tak mungkin dapat hidup beriringan dengan mudahnya. Setidaknya sebelum dia datang dalam kehidupannya, memikirkan itu membuat Keeno bernostalgia ke masa lalu, pada hari ketika ia dikalahkan dengan begitu mudahnya oleh lelaki berambut pirang jabrik dan bermata unik itu.

Keeno menghela napas pelan, lalu ia bergegas berjalan cepat menaiki tangga yang akan membawanya ke puncak bangunan tertinggi Panti asuhan ini, tempat dimana ia dan lelaki itu sering menghabiskan waktu bersama.

Panti Asuhan ini bernama Ame House, terletak di sudut timur Kota Re-Estize dan dikelilingi oleh pepohonan besar. Di sekeliling Panti Asuhan diberi pagar yang terbuat dari batang pohon pinus yang bagian atasnya dibuat runcing, batang-batang pinus itu diikat berbaris menggunakan kawat besi, namun jika dilihat dari luar maka akan terlihat kalau pagar tersebut dilindungi oleh tembok setebal setengah meter yang sepenuhnya terbuat dari adamantite. Apabila dilihat dari atas, pagar tersebut membentuk persegi yang bagian atasnya diletakkan segitiga, dengan puncak segitiga berupa gerbang masuk ke pekarangan Panti Asuhan.

Total terdapat sebelas bangunan besar berada di dalam pekarangan, bangunan-banguan itu berdiri bersebelahan membentuk formasi setengah lingkaran. Bangunan yang berada di tengah-tengah kesebelas bangunan itu adalah bangunan utama dan terbesar serta tertinggi—tingginya bahkan melampaui Royal Palace-nya King Ramposa III. Kesebelas bangunan itu diberi namanya sendiri-sendiri: bangunan yang di tengah-tengah bernama Rei, itu difungsikan sebagai tempat diadakannya hal-hal penting dan juga tempat pendiri panti tinggal. Bangunan di kiri dan kanan masing-masing diberi nama Ichi, San, Go, Nana, Kyuu, dan Ni, Shi, Roku, Hachi, Juu.

Jika dilihat dari depan gedung Rei, sebuah pohon maple besar akan tampak berdiri kokoh di sisi kiri gedung Kyuu, dan bangunan tak berdinding berbentuk persegi dengan atap terbuat dari tumpukan jerami yang dipintal berdiri di sebelah kanan gedung Juu. Beberapa meter di depan pohon maple, terletak sebuah lapangan yang permukaannya diberi pasir, lapangan itu digunakan sebagai tempat berlatih beladiri. Dan sesekali Keeno juga mengajari anak-anak di sini untuk mempelajari magic, kadang ia membantu Arche, kadang ia mengajarkannya sendiri. Jujur saja itu membuatnya senang, mungkin hari ini ia akan mengajari mereka lagi.

Setelah beberapa lamanya menaiki anak tangga, akhirnya Keeno sampai juga ke puncak bangunan tertinggi ini. Ia tak membuang banyak waktu dan langsung memasuki lantai yang kemewahannya melampaui seluruh isi panti asuhan ini. Akan tetapi, bukan kemewahan itu yang menarik perhatian Keeno, melainkan sosok wanita yang sedang duduk bersandarkan dinding di balkon luar ruangan ini.

"Apa kau tidak bosan duduk seperti itu terus?" tanya Keeno seraya menghampiri lalu berdiri di sisi kanan sang wanita yang sedang duduk.

"Tubuh ini tidak benar-benar hidup, Keeno."

Tentu saja ia sudah tahu akan hal itu, namun tetap saja itu tak menghentikannya untuk bertanya. Karena, jika ia tidak memulai bicara, maka sosok tersebut tidak akan menyapanya. Terkadang Keeno konten dengan keheningan yang menyelimuti keduanya, terkadang juga ia merasa risih dengan hal itu, seperti sekarang ini.

"Aku masih penasaran, bagaimana kau bisa mengendalikan tubuh ini dari jarak yang sangat jauh?" tanya Keeno lagi sambil melepaskan topeng yang selalu menutupi wajah jelitanya. Kendati kecantikannya mengalahkan princess Renner, namun para manusia tak akan terpesona olehnya, terutama jika mereka melihat kedua taring tajamnya yang bersembunyi dibalik bibir tipisnya.

"Hn, akan merepotkan kalau kau tahu."

Mendengar respon singkat nan datar itu membuat Keeno menggembungkan kedua pipinya. "Kau tahu aku tak akan merepotkan," komennya dengan nada sedikit kekanak-kanakan. "Kau hanya takut aku mengetahui lebih banyak rahasiamu, kan, Naruto?!" tanyanya sedikit ketus.

Wanita berambut biru berwajah datar tersebut langsung menolehkan wajahnya menghadap Keeno, membuat gadis vampire tersebut tersenyum senang. "Sudah kubilang panggil aku Tendou, atau Akatsuki."

"Siapa suruh kau memanggilku Keeno, hm?"

"Ck, tak seharusnya aku memberitahumu namaku."

Keeno hanya tersenyum penuh kemenangan mendengar nada kesal yang keluar dari mulut wanita tersebut. Meskipun raut wajah datar boneka hidup ini tak pernah berubah, namun membuatnya kesal seperti ini sangat menghibur dirinya. Mereka berdua hanya memanggil nama asli mereka jika tidak ada orang lain yang mendengar, kalau tak sedang berdua maka Keeno akan memanggil mayat hidup ini dengan Tendou, Naruto sebagai Akatsuki-sama, dan Naruto akan memanggilnya Evileye seperti yang lainnya. Keeno hanya bisa menjadi dirinya seutuhnya jika bersama Naruto dan Rigrit, mungkin Naruto pun demikian. Keeno tidak tahu mengapa, namun mungkin karena Naruto tak ingin ada yang mengetahui lebih banyak tentang dirinya.

"Ngomong-ngomong Naruto, kau saat ini di mana?" tanya Keeno lagi, ia memalingkan wajahnya yang memerah dari memandang sosok wanita di sampingnya. "Aku.. em.. sedikit butuh makanan.."

-1-

Note: Naruto nggak punya chakra-nya Ashura, dia juga nggak bakal punya chakra Kyuubi. Naruto di sini murni kekuatannya sendiri plus Rinnegannya Madara.

Special note: Aku menulis ini kalau lagi bosan nulis The Rise of Dragonic Kingdom, jadi update-nya tak sesering yang itu, tergantung mood.