- Black Star -
A SasuNaru FanFiction
Disclaimer:
Characters owned by Masashi Kishimoto
Title owned by Avril Lavigne
Song(s):
Always by Sum 41
Gone Too Soon by Simple Plan
Warning(s):
Alternate Universe. Done without research—lack of validity of lives of rock stars.
Boys love since sasunaru involved.
Bad plot. Confusing description. Common main idea.
Author loves Sum 41 too much.
Rate, Genre, Main Character(s): written in the properties.
- Beginning of Chapter 1 -
Opening Act
Menenggak beberapa botol lemon soda sudah menjadi kebiasaan Naruto semalam sebelum dia akan mengadakan konser. Memang band nya besok hanya akan menjadi band pembuka untuk seorang penyanyi solo yang sedang naik daun, tapi bagaimanapun, dia membutuhkan lemon soda. Or else, dia harus meminum three bottles of jacks the next day.
Dan di sinilah dia sekarang. Di sebuah bar yang ada di tepian Konoha. Dia baru sampai ke kota ini dua jam lalu. Oh, betapa lemon soda adalah satu-satunya yang bisa mengalihkan jetlag dari kepalanya.
"Aku baru tau ada kalau soda bisa membuat seseorang mabuk." Terdengar suara dari arah kanan Naruto.
Naruto menolehkan kepalanya, mengarahkan mata azure nya ke arah suara barusan. Di hadapannya adalah seorang pria berambut raven dengan mata yang segelap arang, tengah menenggak satu sloki bir sekali teguk.
"Aku memang tidak tahan alkohol." Balas Naruto singkat. Dia sudah terlalu sering terlibat masalah dengan mulut besarnya, dan dia tau dia harus menjaga mulutnya setidaknya untuk malam ini.
"Memangnya kau masih belum cukup umur?" si raven mulai menggunakan nada yang mengejek.
Sabar… sabar…
"Bukankah ini sudah jam tidur pelajar seusiamu, gaki."
"Aku bukan gaki. Dan jam tidurku samasekali bukan urusanmu." Naruto berdiri dari kursinya. Sungguh, dia tidak butuh kemarahan Kakashi malam ini.
Tapi sebelum Naruto melangkahkan kakinya keluar dari bar itu, manusia berambut raven yang baru saja ditemuinya itu masih sempat mengacak rambut berantakannya dan mengatakan, "Oyasumi, Dobe."
Naruto mengepalkan tangan kanannya dengan keras tapi terus melanjutkan perjalanannya keluar dari bar. Sungguh, Naruto belum pernah menemui orang yang begitu menyebalkan—okay, biasanya dia yang menyebalkan.
Naruto mengagumi langit Konoha. Betapapun lamanya dia telah pergi meninggalkan Konoha, langit itu tetap sama. Gelap, namun selalu membuatnya tenang. Berada dalam pelukan malam adalah hal yang sangat menenangkan baginya. Meski dalam gelap malam dia kehilangan segala yang seharusnya masih dimilikinya, dia tidak pernah menyesal mengenal malam.
Karena fajar takkan terasa begitu hangat sebelum dinginnya malam menyiksamu.
Dia sangat mensyukuri hidup yang dijalaninya sekarang.
Sedang di ujung gang yang dilewati Naruto, lima orang berbadan besar sedang sibuk berdiskusi. Sebelum akhirnya mereka meninggalkan sudut gelap tersebut menuju satu arah tertentu.
[...] [...] [...]
"Mau apa kalian?" Naruto memberanikan dirinya bertanya ketika lima orang betubuh besar menghalangi jalannya. Seingatnya dia belum beberapa jam sampai di Konoha dan samasekali belum membuat masalah di kota ini. Dia belum punya hak untuk diberi dendam.
Bukannya menjawab, pemimpin mereka meninju pipi Naruto, menghasilkan pendarahan di sudut bibir Naruto.
"He-hey! Apa salahku?" teriak Naruto ketika orang yang lain bergerak mendekat ke arahnya dengan tampang sangar.
Mulai dari kepala yang berdenyut, lengan yang terasa sakit bahkan hanya untuk digerakkan, kaki yang terasa remuk, dan akhirnya punggung yang mati rasa. Oh, tidak. Jangan yang itu. Dan Naruto hanya mengingat rasa sakit di sekujur tubuhnya sebelum akhirnya kegelapan menghampirinya.
"Aku sudah bilang padanya untuk tidak membuat masalah, dan apa yang dilakukannya? Besok itu konser penting. Memangnya dia pikir band kalian itu band yang terkenal? Mendapat pendengar di café saja sudah keajaiban. Dan lihat apa yang dilakukannya sekarang? Bodoh! Bodoh! Bodoh!" seorang pria berambut kelabu mengungkapkan kekesalannya. Bahkan masker yang digunakannya tidak membuat seluruh yang ada di situ tidak merasakan aura kemarahannya.
"Kau tidak usah panik begitu, Kakashi. Kau kan tau Naruto itu tidak gampang mati." Balas seorang berambut merah yang ada di ruangan itu dengan santai.
Ya, mereka sedang berada di ruang perawatan di sebuah rumah sakit di Konoha. Dengan Naruto yang terbaring dengan berbagai macam perban di sekujur tubuhnya. Sungguh, kau tidak akan berkata setenang si rambut merah kalau kau tidak mengenal Naruto dengan baik.
"Dia tidak mati, tapi dia juga tidak bisa datang ke konser besok. Apa kalian tau berapa yang harus dibayar untuk itu?" orang yang tadi dipanggil dengan nama Kakashi itu tetap pada kemarahannya. Statusnya sebagai manajer dari anak-anak yang ada di depannya mengizinkannya untuk itu.
"Kau tinggal mengatakan pada panitianya kalau kami tidak bisa datang karena Naruto tiba-tiba diserang. Kau bahkan bisa menuntut mereka karena tidak menyediakan keamanan yang memadai." Sahut seorang dengan tato segitiga merah di kedua pipinya—seriously, apa dia pikir dia terlihat seksi dengan tato itu?
"Kami akan tetap datang. Kau siapkan saja apapun untuk menutupi lukaku." Rintihan seseorang memaksa tiga orang yang sedang berdebat tadi menoleh ke arah satu-satunya ranjang yang ada di kamar itu.
"Kau gila! Kau itu mau bunuh diri atau apa!" bentak si rambut merah.
Si tato segitiga hanya mengangguk-anggukkan kepalanya cepat pertanda setuju.
"Baik. Jaga dirimu untuk tidak pingsan besok." Setelah mengatakan itu, Kakashi pun meninggalkan ruangan kelas satu itu dengan langkah mantap.
Sepeninggal Kakashi,
"Kau gila!" kata si rambut merah dan tato segitiga serempak.
Naruto hanya menatap mereka berdua bergantian dan memamerkan cengiran lebarnya. Seolah mengatakan betapa sehatnya dia.
Menutupi kalau sampai detik ini dia belum bisa merasakan punggungnya. Punggung yang dulu pernah terluka dengan cara yang, uh, mungkin lebih menyakitkan.
Keesokan harinya ketika matahari mengusik ketenangan tidurnya, Naruto merasa dia sudah ratusan kali lebih baik. Inilah kenapa si rambut merah begitu tenang. Naruto sangat mudah untuk sembuh. Entah setan apa yang hidup di dalam tubuhnya, tapi seperti apapun luka yang dialaminya, waktu paling lama yang dibutuhkannya untuk berbaring hanyalah tiga hari. Dan itu pun sangat jarang terjadi.
Nyeri di sekujur tubuhnya sungguh tidak mampu membuat Naruto mengabaikan satu nyeri tertentu. Nyeri di punggungnya benar-benar menyiksanya. Apa iya pelat yang dulu pernah bergeser itu kini kembali bergeser? Tidak, dia sungguh tidak boleh mengecewakan siapapun saat ini. Teman-temannya membutuhkan konser ini.
Kalau Naruto menjadi seorang vokalis band hanya untuk mewujudkan keinginannya untuk keliling dunia, kedua temannya berhak untuk mendapatkan lebih dari itu. Mereka telah berjuang bersama begitu lama. Dan kini ketika sudah mulai banyak tawaran yang disampaikan untuk mereka, dia tidak boleh menghancurkan kesempatan yang sudah datang.
Kiba sangat ingin mendapatkan paling tidak satu penghargaan 'best drummer'.
Gaara punya satu kehidupan yang harus dirawatnya. Bukan, Gaara tentu saja tidak hamil ataupun melahirkan. For god's sake, dia itu laki-laki. Dia hanya tiba-tiba mengadopsi satu anak dari panti asuhan tanpa alasan yang jelas.
Ya, Naruto tidak akan egois. Lemon soda selalu memberinya keberuntungan di hari konser. Dan dia mengharapkan keberuntungan itu sore ini saja.
Always, the whole way through,
I'll stay true
Calling your name out
If you could only hear me now
Wish I had never said so loud
The choice I would never be without
I'll be with you always
Know that all these words are
Now that I can feel
Something I never thought was real
I'll be with you always
Know that all these words are true
[...]
If you stay then I won't go
If you go I'll always be there
I'll be there I don't care
I don't care, 'cause
Always, I know…
Akhirnya lagu kedua itu selesai dinyanyikan. Band Naruto—team7—menerima sambutan yang meriah. Mereka memang bukan band yang terkenal, tapi kemampuan mereka untuk mengendalikan atmosfer konser membuat mereka selalu mampu menerima sambutan yang meriah di setiap akhir lagu yang mereka nyanyikan.
Blame it on their charm!
Naruto benar-benar bisa menyembunyikan kesakitannya. Hanya sekali dia membalikkan badan dan memegangi punggungnya di saat lagu kedua hampir berakhir. Tidak akan ada yang percaya akan wujudnya kemarin karena Kakashi sudah menyulap wajah tan itu kembali menjadi wajah manis yang mampu membuat semua orang bersemangat—tidak peduli bersemangat untuk apa.
Dan ketika Kiba dan Gaara akan memberikan pelukan hangat sebagai ucapan selamat atas suksesnya konser di belakang panggung, Naruto ambruk.
"Naruto!" teriak mereka bersamaan.
Mereka hampir meraih tubuh ringkih itu sebelum didahului oleh sesosok raven yang tidak seharusnya berada di situ. Ya, pria raven itu seharusnya berada di atas panggung. Sedang apa dia di sini?
Pria raven itu tidak memperhatikan pandangan heran dari sekelilingnya. Dia hanya meraih tubuh bagian atas Naruto ke dalam pelukannya—seakan jika pelukan itu lepas maka Naruto akan mati.
"Panggil ambulans." Instruksinya singkat yang langsung dilaksanakan oleh manajernya.
Beberapa saat kemudian, ketika ambulans sudah datang dan si raven sudah dapat memastikan kalau Naruto akan baik-baik saja, dan semua penggemarnya yang ada di depan panggung sudah meneriakkan namanya seolah hanya nama itu yang mereka tau, pemuda raven itu pun akhirnya berjalan menuju panggung demi memenuhi kontrak yang sudah ditandatanganinya.
Hey there now
Where'd you go
You left me here so unexpected
You changed my life
I hope you know
'Cause now I'm lost
So unprotected
[...]
Shine on! Shine on!
You were gone too soon
Dan sebuah lagu yang bernada kehilangan itu pun mengakhiri konser Uchiha Sasuke—artis yang sedang naik daun di Konoha.
Naruto terbangun di tempat yang tidak dikenalnya. Dia mulai mengedarkan pandangannya guna memastikan di mana tepatnya dia berada saat ini. Ruangan putih. Bau obat. Tangan yang digenggam manusia brengsek di bar kemarin.
Hei? Apa itu barusan?
Tangan? Naruto mulai mencari keberadaan tangannya sendiri.
Manusia brengsek? Naruto hanya mencari tangan macam apa yang digenggam manusia brengsek itu.
Dan dua hal yang dicarinya ditemukan di tempat yang sama.
Or else, tangannya lah yang saat ini digenggam oleh sang pemuda berambut raven mencuat yang tengah tertidur di samping ranjang rumah sakitnya.
Perlahan Naruto menggerakkan tangannya yang lain—yang tidak sedang digenggam—untuk mencolek pria yang sedang nyenyak-nyenyaknya tidur meski dengan posisi yang kurang menyenangkan.
"Ngh.." pria raven itu menggeliat pelan menyadari ada orang yang tidak menghargai waktu tidurnya. Semua tau dia sangat membutuhkan tidur cantik-nya.
"Hei? Kau hidup?" memang pertanyaan yang aneh. Jangan tanya dari mana asalnya pertanyaan bodoh itu.
"Tentu saja aku hidup, Dobe. Aku bukan orang yang mencoba bunuh diri di panggung."
"Hah? Siapa yang kau panggil Dobe? Dan siapa pula yang mencoba bunuh diri di panggung?" sang vokalis team7 itu samasekali tidak menyadari kalau pertanyaannya itu retoris—terlihat dari muka bodohnya yang polos.
"Hn."
"Aisshh…, teme…" ujar Naruto yang terdengar lebih mirip dengan geraman.
"Dan siapa yang kau panggil Teme itu?" sang raven pun membalas.
"Aku sudah mencoba tidak membuat masalah denganmu sejak kemarin. Kenapa sih kau malah yang selalu mencari masalah?"
"Hah? Aku? Kau kira aku tidak punya urusan yang lebih penting?"
"Teme, berhentilah menggangguku. Mana Kakashi dan yang lainnya?"
"Kusuruh mereka pulang."
"Dan mereka menurut? Mereka meninggalkanku di tangan orang asing? God, help me! Yang benar saja!"
"Kau benar-benar tidak pernah datang di rapat manajemen, ya?"
"Hah? Urusannya denganmu?"
"Kita dari manajemen yang sama. Aku bukan orang asing."
"Hah? Lalu kenapa aku tidak mengenalmu?"
"Dobe."
Dan Naruto tidak bisa mencegah munculnya kedutan di dahinya.
"Sebenarnya siapa yang berani melakukannya? Bagaimanapun selama dia di bawah manajemenku, dia tanggung jawabku. Dan kau, Kakashi, beraninya kau memaksanya tetap tampil. Kau mau membunuhnya?" seorang pria berambut putih menampakkan kemarahannya meski bukan nada meledak-ledak yang digunakannya. Sungguh, dia tidak akan menghancurkan wibawanya sendiri dengan cara meledak.
Kakashi hanya menundukkan kepalanya. Tentu saja dia tau kalau tindakannya kemarin salah. Tapi dia hanya mencoba untuk professional, kan?
"Jangan biarkan media tau. Kau sendiri yang paling tau kenapa aku tidak membuat band itu menjadi band yang terkenal."
"Yes, sir."
"Dismiss."
Dan Kakashi pun meninggalkan ruangan atasannya.
Hanya Tuhan yang tau bagaimana pertengkaran mereka berakhir dengan Sasuke yang menyuapi Naruto dengan bubur yang baru saja diantarkan oleh perawat.
"Harusnya kau tidak memaksakan diri." Sasuke berniat memulai ceramah pagi—atau mungkin siang—nya. Bagaimana bisa kau tahan melihat manusia dengan lebam di sekujur tubuhnya? Ya, tubuh yang sempurna kemarin hanyalah pengaruh make-up yang diinstruksikan Kakashi.
"Aku yang tau bagaimana keadaanku."
"Kau bisa saja mati, tau. Kata dokter punggungmu sudah pernah cedera."
"Dan itu bukan urusanmu." Mau tidak mau Sasuke melihat perubahan pada ekspresi Naruto ketika dia mengatakan ini.
"Tidakkah keberadaanku di sini menunjukkan kalau aku peduli? Berhentilah hanya memikirkan dirimu sendiri."
Naruto hanya mengerucutkan bibirnya, mempersulit bubur yang akan masuk. "Aku memikirkan Kiba. Aku memikirkan Gaara. Mereka butuh konsernya. Dan aku tidak menghancurkan apapun, kan? Nyatanya konsermu masih baik-baik saja. Dan penggemarmu masih mencintaimu." Dan Naruto mulai menggembungkan pipinya.
"Berhentilah merajuk. Setelah kau selesai makan aku akan pulang dan kau akan tau kedua temanmu pun setuju denganku."
Jadi Naruto pun melanjutkan acara makannya—masih disuapi Sasuke. Memang, egonya mengatakan kalau dengan begini dia terlihat lemah—hal yang selalu dihindarinya—tapi ada sebagian dirinya yang menikmati perlakuan Sasuke. Ya, dia merasa disayangi. Perasaan yang mungkin sudah lama tidak dirasakannya.
- End of Chapter 1 -
She said,
Sekedar info, Deryck of Sum 41 pernah dipukul orang gak dikenal beberapa saat setelah dia nyampe Jepang. Yang niatnya mereka mau dateng buat ngeramein summersonic taun lalu. In the end, Sum 41 tetep tampil meskipun kata dokter Deryck masih belom boleh tampil. And they still too cool. Dan selentingan yang she denger, Sum 41 menyedot perhatian yang keren meskipun mereka bahkan nggak berada di main stage (gak tau juga apa maksudnya—belum pernah liat summersonic). Tapi pas nyanyi Over My Head—kalo gak salah—Deryck sempet agak diem di deket drum set sambil megangin punggungnya. Kayaknya sakit. Dan, pelat yang begeser, katanya itu udah pernah terjadi pada Deryck sebelumnya.
So, inilah yang bikin She bilang 'Author loves Sum 41 too much' di warning(s).
Di atas She nulis ini chapter 1. Tapi She sendiri gak yakin bakal ada chapter 2 nya. Tapi paling nggak, endingnya gak menggantung, jadi She gak akan dihantui perasaan bersalah kalo pun mau meninggalkan fic ini. Hehe…
Dan iya, She tau, ini fic payah banget. Bahkan She gak nemu di mana konflik nya. Padahal harusnya kan paling nggak harus ada konfliknya. Jadi, She akan sangat menunggu orang yang memberikan masukan bagaimana cara menaruh konflik di saat gak kepikiran untuk membuat konflik. Atau, sebenernya apapun yang kemungkinan bisa bikin She makin bisa menyajikan karya yang bermutu.
Review?
